Selain bukan tipe penggemar pantai, travelling ke pantai menurut saya adalah sesuatu hal yang merepotkan bagi saya yang berhijab ini. Bayangkan saja, mau ke pantai harus pakaian lengkap berupa baju renang panjang beserta hijabnya. Setelah selesai main pantai juga masih harus melakukan desalinasi baju renang untuk menyingkirkan pasirnya. Belum lagi biasanya kamar akan jorok karena banyak ceceran pasir yang terjatuh dari pakaian renang. Well, saya juga bukan tipe penagih vitamin sea juga sih, saya lebih ke tipe hobi travelling dalam kota.
Repot pakai baju renang. Repot cuci baju renang. Risih pakai baju renang basah yang tidak kering dijemur. Repot nyiapin peralatan berangkat ke pantai.
Setelah sekian banyak daftar kerepotan tersebut, bagaimana ya rasanya jika ditambah dengan daftar kerepotan membawa bayi ke pantai?
Awalnya saya memang rada-rada kepikiran pas diajak ke laut, tepatnya ke Pulau Tidung. Anak pertama yang berusia 6 tahun gampang lah, anak kedua yang berusia 3 tahun juga relatif mudah. Kalau si bayi 1 tahun bagaimana ya?
Namun setelah dijalani bahkan setelah dua kali ke pantai dengan 3 anak, ternyata tidak serepot itu kok!
Dibanding meraba-raba memikirkan bagaimana rasanya bawa bayi saat travelling ke pantai, sini saya bantu ringankan beban pikiran dengan memberikan gambaran travelling ke pantai bersama bayi. Bagaimana tips travelling ke pantai bersama bayi?
1. Set your expectation
Hal pertama yang harus dilakukan saat travelling bersama bayi adalah mengatur ekspektasi. Tidak hanya ke pantai saja sebenarnya, tetapi travelling bersama anak kemana pun. Bawa bayi rasanya seperti bawa koper kemana pun kita berada. Tidak cuma bawa saja, tetapi harus tetap memenuhi kebutuhannya.
Jika kamu travelling ke pantai terus berharap bisa dengan santai nyebur, pulang langsung bebersih dan gegoleran, buang jauh-jauh dulu deh pikiran seperti itu. Kerepotan Travelling ke pantai bersama bayi (dan anak-anak lainnya) banyak banget, dimulai dari repot mempersiapkan barang ke pantai, rela tetap basah-basahan lengket air garam karena harus menyelesaikan mereka semua mandi terlebih dahulu, dan rela tidak bisa santai-santai menikmati momen.
Jadi, kita harus siap mengatur ekspektasi supaya tidak ketinggian. Kerendahan sih tidak apa-apa, tapi lebih baik sih jangan karena nanti malah jadi ribet sendiri dantidak menikmati momen jadinya.
Ekspektasi ini meliputi jadwal tidur anak, kerewelan, pemenuhan kebutuhan anak lainnya, hingga minimnya leha-leha. Dengan mengeset ekpektasi tersendiri, kita pun jadi lebih siap mental dan fisik untuk melakukan persiapan memadai agar liburan kita lebih maksimal di tengah kehadiran anak-anak.
2. Persiapan yang memadai
Tidak punya anak saja harus memiliki persiapan yang memadai saat hendak travelling, apalagi jika sudah punya anak. Satu anak harus ekstra persiapan, dua anak, lebih ekstra lagi, tiga anak lebih maksimal lagi ekstranya!
Dalam melakukan persiapan kita juga harus antisipatif namun tidak lebai. Harus antisipatif supaya nanti kalau mereka butuh sesuatu, semuanya sudah tersedia. Tidak lebai karena nanti capek hati dan fisik sendiri.
Sebagai contoh, jika punya anak yang gampang kelaperan, mending ke pantai tetap bawa cemilan disamping air minum. Kalau anaknya gampang kedinginan, siapin handuk buat membalut badan mereka.
Kalau si kecil ketergantungan menyusu? Maka jangan lupa untuk mempersiapkan apron dan bersiap menyusui si kecil di bibir pantai.
3. Siapkan support system
Menurut saya, travelling ke tempat-tempat berair bersama bayi itu salah yang paling penting adalah adanya support system. Beda dengan jalan-jalan biasa di kota. Dilakukan sendirian bersama suami juga tidak masalah. Bahkan dilakukan tanpa ada suami juga masih mungkin.
Kalau travelling ke pantai atau wisata air lainnya harus ada support system atau “tangan” yang megangin bocah saat orangtuanya tidak ada. Ya kalau kita dan suami nyebur bareng, siapa yang megangin bayi? 😄
Kalau ternyata support system-nya hanya bersama suami, maka harus siap nyeburnya gantian. Makanya, set your expectation menjadi tips travelling ke pantai bersama bayi pertama karena segitu krusialnya. Kalau realita terasa kacau dibandingkan ekspektasi, maka adanya kita makan hati saat liburan.
4. Tetap jaga rutinitias bayi
Tips travelling ke pantai bersama bayi ini baru saya sadari saat perjalanan kedua kami ke pantai dengan tiga anak ini. Berbeda dengan dua anak lainnya yang usianya lebih besar dan kebutuhannya lebih fleksibel serta tidak harus segera terpenuhi. Kebutuhan seorang bayi lebih banyak dan harus lebih dipenuhi.
Salah satu yang menjadi perhatian bayi adalah menjaga waktu tidur bayi. Jika bayi biasa tidur siang 2 kali, maka jagalah tidur siangnya tetap 2 kali. Waktunya tidak mesti persis seperti saat di rumah, tapi paling tidak, tidak jauh berbeda.
Saat kami pergi ke Pulau Tidung, jadwal kami semua snorkeling adalah jam 1 sehabis makan siang.
“Waduh, gimana nih si bungsu tidur?”, pikir saya.
Ternyata dalam perjalanan ke lokasi snorkeling menggunakan kapal kecil, si bungsu tertidur karena nyaman terkena angin sepai sepoi dan goyangan kapal. Saya pun merasa lega. Cukup lama juga ia tertidur di pangkuan ayah saya. Ia terbangun saat kami sudah berada di lokasi snorkeling.
Kenapa saya menaruh perhatian dengan jam tidur bayi? Karena ini berhubungan dengan anteng dan rewelnya seorang bayi selain urusan perut! Betul saja dugaan saya, selama perjalanan di tengah laut ia bahagia dan tidak rewel. Bahkan ia juga turut ingin turun nyebur di lokasi snorkeling, lho!
Yang namanya travelling (kemanapun!) apalagi jika ikut jadwal rombongan makan sudah barang pasti jadwal rutinitas bayi juga harus ikut rombongan. Namun sebagai orangtua, kita juga harus turut membantu adaptasi bayi mengikuti jadwal rombongan agar ia tidak terlalu jauh melakukan rutinitas biasanya sehingga ia pun lebih tenang, nyaman, dan tidak rewel.
Contoh lainnya saat kami semua pulang dari Anyer. Kebetulan kami pulang setelah solat zuhur sehingga harus mencari perhentian tempat makan siang terlebih dahulu. Karena saya ingin si bungsu makan dahulu dan baru tidur di perjalanan panjang setelah makan, maka saya berusaha agar ia tidak tidur selama perjalanan ke restoran. Bagaimana caranya? Ya rusuh-rusuh saja mengajak ia main supaya ga terlena dengan dinginnya AC dan goyangan mobil. Selain itu, pertimbangan saya supaya ia tidur setelah makan siang ya apalagi supaya saya bisa santai menikmati perjalanan pulang. Perjalanan tanpa harus meladeni bayi yang melek ehehe.
5. Bawa gendongan
Penting, penting, dan penting. Apalagi saat perjalanan kami ke Pulau Tidung tempo hari.
Tidak bisa dibayangkan rasanya memanggul bocah selama perjalanan kapal 2-2,5 jam. Dengan menggunakan gendongan, si bungsu bisa tidur nyenyak lama dan saya pun masih bisa ngemil ataupun baca buku di gawai.
Dibanding bawa stroller, jelas menggunakan gendongan jauh lebih ringan, ringkas, dan praktis. Kebayang kan kalau harus membawa stroller dalam keadaan mengangkutnya naik-turun kapal?
6. Safety first!
Air adalah lingkungan yang sangat bahaya bagi si kecil. Kalau perjalanan naik kapal, biasanya kapal menyediakan pelampung untuk penumpang, tetapi apakah mereka menyediakan pelampung untuk anak kecil? Kemungkinan besar tidak. Pun, saat beraktivitas di pantai atau kolam, akan lebih aman jika anak-anak memakai pelampung. Menggendong anak tanpa pelampung meski hanya main ombak tetap memiliki risiko anak terlepas dari pegangan.
Ini bukan mengada-ngada. Saya sendiri bahkan pernah tidak sengaja melepas gendongan saya terhadap si bungsu saat ia masih kecil. Badan kami terhempas ombak Tanjung Lesung yang cukup ganas di bulan Desember dan kami pun terguling-guling kelelep. Untung saya bisa menangkap ia lagi dan ia pun tidak menangis.
Pengalaman tersebut lumayan traumatis sehingga membuat saya lebih menepi ke bibir pantai untuk mengantisipasi kejadian serupa tidak terjadi lagi.
Memiliki anak bukan menjadi momok dalam travelling. Jika kita melakukan kalibrasi fisik, mengeset ekspektasi, dan melakukan tips lainnya bukan tidak mungkin para orangtua dan si kecil bisa sama-sama menikmati liburan tanpa makan hati. Siap travelling ke pantai bersama bayi?