Kafe & Kuliner Modern Purwokerto

2 komentar


Banyak, banyak bangeeet! 😝. Entahlah, padahal rasanya tidak sesering itu saya mencari kuliner di luar. Dan dalam waktu sebulan, akhir pekan hanya terbatas 4 kali. Yang sangat saya tidak sangka selama di Purwokerto adalah betapa suburnya pertumbuhan kafe dan restoran modern disini. Mulai dari restoran keluarga, kafe nongkrong, kafe taman, comfort dining, hingga kafe dengan konsep unik. Harga rata-rata relatif lebih murah dibanding Jakarta, tetapi ada juga harga yang menyerupai di Jakarta. Rata-rata kafe banyak tersebar di daerah utara, yakni area Jalan Suharso, Bunyamin. Pokoknya dekat dengan area kampus Unsoed.


1. Red Chili



Berlokasi di Jalan Baturaden, yaitu jalan menuju Wisata Alam Baturaden. Ini adalah kafe pertama yang kami datangi. Akhir pekan pertama kami bermaksud mengunjungi Baturaden. Qadarullah, ternyata hari turun hujan. Kami sepakat untuk menunggu hujan reda dengan cara turun kebawah lagi sembari makan siang di Red Chili. Saat kami datang sudah banyak mobil terparkir. Wah, bakal rame nih, saya pikir. Lapangan parkir yang luas, arsitektur restoram yang modern, suasana yang rimbun didalam, ternyata restoran ini luas sekali. Tempat duduk banyak dengan berbagai pilihan suasana. Restoran ini cukup instagrammable, cocok bagi yang senang berswafoto. Ternyata, ada acara (tampaknya) gathering lah penyebab ramai mobil di parkiran. Selain sebagai pilihan restoran keluarga, tempat ini merupakan alternatif diadakan acara seperti gathering sampai nikahan. Oh ya,  ada playground berukuran sekitar 4 x 4 meter yang terletak di bagian depan restoran. Cocok bagi yang membawa anak.


Karena sedang ada acara, kami memilih tempat duduk yang agak jauh dari keramaian acara. Kami memesan cumi goreng telor asin. Duh, satu lagi lupa pesan apa 😞. Cuminya segar, goreng tepunya renyah. Tak kalah, bumbu telor asinnya rasanya pas. Kental dan rasanya solid. Suami sebagai penggemar salted egg juga mengakui kelezatan bumbunya. Untuk harga disini standar yang relatif agak dibawah. Lumayanlah.


2. Quattro




Best. Best of all. Posisinya dekat sekali dengan alun-alun. Karena di tengah kota, saya berasumsi target pemasarannya untuk orang-orang profesional ataupun yang sekedar ingin bersantai menikmati secangkir kopi atau sepiring kudapan. Bukanya dari jam 11 sampai jam 12 malam. Tapi saya pernah datang jam 11 kurang dan sudah buka. Sudah ada 2 orang yang sedang meeting juga (tampaknya). Terletak di jalanan yang tidak terlalu sepi, kafe Quattro menawarkan kafe yang nyaman dan tidak terlalu besar, dengan interior yang membuat betah berlama-lama. Oh ya, ini letaknya disamping tempat spa dan salon (mungkin satu pemilik), jadi bisa banget tuh habis perawatan langsung cus makan disini :D. Merupakan kafe terbaik di Purwokerto edisi suami, baik dari harga, porsi dan rasa. Suami kalau beres kegiatan Rumah Sakit belum terlalu mepet dengan jam tutup, bakal bela-belain kesini.

Makanannya suprisingly enak. Saat kedatangan pertama, kami memesan nasi katsu sambal matah dan thin crust pizza. Sambal matahnya segar banget, perpaduan bawang merah, rawit dan jeruk nipisnya yang sempurna. Katsunya besar banget dan ultra krispi. Nasinya juga setipruk. Otomatis abis makan ini langsung kenyang sekenyang kenyangnya haha. Awalnya saya kira mahal, riceplate  kok harganya 33 ribu. Setelah menerima porsi segitu langsung berubah pikiran, muraaaah. Nah,, untuk pizza, saos tomatnya juara. Toppingnya terdiri dari daging cincang, bakso dan sosis. Crust-nya empuk dan krispi.


Untuk kedua kalinya, saya datang kesini saat hari kerja siang bolong. Bagian dari tur kota saya. Waktu itu belum ada mobil, jadi saya kemana-mana menggunakan Go-car. Karena ga mau mubazir, jadi tiap perjalanan saya merencanakan multi-destinasi. Rencana saya hari itu adalah jalan-jalan Museum BRI, makan di Bakso Pekih, dan ngopi di Quattro. Lokasinya sangat berdekatan, hanya sekitar 500-800 m berjalan kaki. Karena ternyata bakso pekih libur, saya sudah sampai di Quattro pukul 11 kurang. Saya mermesan kopi seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya. Voila! Ternyata hari itu lagi promo diskon 50% untuk semua kopi! Awalnya saya berniat memesan kopi panas, tapi berhubung saya habis bersimbah keringat berjalan di tengah terik matahari sembari menggendong Hasan beberapa meter, saya putuskan memesan kopi dingin. Saya pun memesan Ice Caramel Capuccino. The rule always I drink hot coffee no sugar  and ice coffee with sugar. Tapi memang tujuan utama saya merasakan rasa kopi yang sebenarnya, jadi beberapa hisapan pertama saya tidak menggunakan gula. Wow, such a strong taste Coffee. Acid and tangy. Suka! The best part is I just paid Rp 12.650 after discount. *happy giggling*



There will be third time in a month for such an appealing restaurant. Yap, kami datang lagi kesini di malam terakhir saya di Purwokerto. Waktu itu suami lagi ditraktir senior disana, saya pun diajak suami ikut serta. Lagi-lagi suami memesan riceplate (lupa pesan apa tepatnya, tapi dia bilang hampir selalu pesan itu tiap kesana). Dan berkali-kali pula ia tidak kecewa.

3. Pringsewu Baturaden



Seumur-umur baru tau, ternyata ada Pringsewu yang 24 jam. Iya 24 jam!! Dan posisinya juga bukan di kota, tepat di kaki tanjakan Lokawisata Baturaden. Katanya sih sengaja diciptakan untuk membidik pangsa pariwisata. Misalnya pendatang baru datang jam-jam ganjil (baca: tengah malam-dini hari), bisa meredakan kemelataan akibat kelaparan. Dikirain restoran ini kecil, cuma macam Pringsewu edisi pantura. Ternyata? Luaaaas banget kedalam. Di dalam ada taman, jalan setapak, kolam ikan, bilik-bilik. Benar-benar restauran keluarga. Ada mainan macam ayunan dan prosotan buat anak-anak. Pantas restauran ini menjadi langganan di-booking untuk acara keluarga.

Sejujurnya, setelah jutaan kali melihat plang Pringsewu, ini kali pertamanya saya makan di Pringsewu chain restaurant. Jutaan kali pula melihat plang hitung jarak mundur di sepanjang Pantura. Pucuk ulam tiba, akhirnya di weekend terakhir di Purwokerto, kami akhirnya berhasil mengunjungi Lokawisata Baturaden, plus rencana makan siang di Pringsewu. Apa mau dibilang, yang namanya tanggal muda, baru mau naik Baturaden Pringsewu sudah penuh dengan bus. Pas turun mau makan siang, penuh lagi dengan bus yang berbeda 😒. Akhirnya penantian Pringsewu tiba saat diajak makan ketika kami bertamu. Dan saat itu saya baru tau Pringsewu 24/7 karena kami diajak makan jam 9 malam. Ternyata kalau sudah larut malam, bagian tempat makan di taman dimatikan lampunya (atau pengusiran secara halus). Yang aktif hanya bilik depan yang rasa pantura saja.

Menu yang ditawarkan Pringsewu layaknya restoran keluarga biasanya, alias segala makanan ada. Makanan datang relatif lama. Tapi makanannya cukup enak dan lezat. Comfort food.

4. Level Up



Kafe taman. Buka dari jam 9 sampai jam 3 dini hari. Memang luar biasa Purwokerto ini. Kami datang saat malam hari. Suami katanya memang pengen banget ngajak saya kesini soalnya katanya ini kafe model selera saya banget 😛. Level Up ini merupakan salah satu kafe tongkrongan suami, karena biasanya beres operasi malam dan pilihan restoran yang buka tinggal sedikit. Terletak di jalan masuk seberang Bioskop Rajawali, posisi sebenarnya agak mengherankan karena ini merupakan satu-satunya tempat makan fancy yang berlokasi di selatan Purwokerto. Biasanya kafe/restauran yang buka sampai malam ataupun 24 jam berada di area kampus.

Kami datang saat malam hari. Parkiran cukup luas dan pada saat itu pengunjung tidak banyak. kami disuguhkan dengan suasana taman dipadu dengan komposisi pencahayaan yang luar biasa. Dimulai dengan lorong dengan lampu yang menguntai di atas, langsung ketemu dengan meja resepsionis. Kemudian kita bisa bebas memilih posisi duduk dimanapun. Ada yang indoor, modelnya ya seperti restauran biasa. Ada juga di lorong belakang kolam renang. Atau, mau pilih di pondok-pondok di taman pinggir kolam renang? ada juga bangku-kursi bertema indusrial yang dihampar di taman. Panggung di seberang kolam renang, siap pakai jika ada acara. Kayaknya banyak yang bikin acara nikahan disini ya.


Makanan yang dijual disini all range comfort food. Chinese, Indonesia, Japanese, Europe. Harganya relatif menengah dan murah untuk ukuran garden cafe! Kemarin kita mesen kwetiau siram, nasi goreng (khas makanan malam lah) dan matcha sesuatu. Makanannya lumayan enak kok. Tapi,, jarak dari pesan makanan sampai makanan datang lama banget, bisa setengah jam lebih. Padahal pengunjung yang datang sepi.

Oiya disini ada Playground anak-anak loh. Cuma sayang kita datang pasca hujan,, jadi taman bermainnya basah.


Dengan nambah 20 ribu, kita bisa berenang di kolam. Kolamnya relatif dangkal. Kata pegawai restoran biasanya siang hari anak-anak yang berenang disini.

5. Warung Pisa



Sebenarnya saya sudah tau keberadaan restoran ini, banyak muncul di daftar restoran populer di Purwokerto. Berlokasi di Jl. Raden Patah dan sudah diluar batas Kota Purwokerto. Posisinya masuk ke dalam gang kecil (tapi mobil bisa masuk) dengan gerbang berukuran sedang menjulang bertulisan 'KAFE PISA'. Kalau cuma lewat sekilas tidak akan tau gerbang masuknya, benar-benar harus di cari. Setelah itu masuk sekitar 100 meter. Voila! Warung Pisa berada di samping kanan kita. Samping kiri kita parkiran beserta toilet dan mushola.

Warung Pisa, singkatan dari Warung Kopi Pinggir Sawah. Betul, restoran ini memiliki tema warung kopi yang hangat dan bersahaja. Sambil menikmati pemandangan sawah  angin sepai sepoi dengan dekorasi vintage. Tema boleh warung kopi, tapi menu utamanya western! Sangat variatif, menu indonesia juga banyak, termasuk fusion Lasagna Tempe. Tapi most of all wide range western food.


Harganya benar-benar murah meriah, bahkan lebih murah dari kafe-kafe di tengah kota Purwokerto, apalagi dibandingkan dengan harga kafe di Jakarta UUUPS 😛. Karena harganya ringan sekali, kita-pun pesannya super rage. 6 menu kayaknya haha. Kita pesan menu dengan lambang topi koki yang artinya recomended.

Dibuka dengan menu pencuci mulut Dutch Kroketten (bitterballen). Rasanya halus creamy dan dagingnya kerasa. Lembut banget. Deep friednya juga krispi. Disajikan dengan saus mustard diatasnya. Kemudian pesanan utama saya, Steak Mahi-Mahi Salsa sauce. I'm never into salsa sauce but this time really got me! Butter rice topped with grilled mahi-mahi fish, sauted with salsa sauce. Apa itu ikan mahi-mahi? rasanya mirip ikan kakap tapi lebih berlemak kayak patin. Saus salsanya segar, menyajikan rasa asam dan asin yang seimbang. Butter rice-nya lembut membentuk kombinasi keseluruhan yang tepat. Kemudian ke menu utama yang dipesan suami, Zuppa soup. Sound classic, right? But believe me, rasanya ga pasaran kayak biasanya. Bayangkan, di menu ada gambar 2 topi chef, which is the chef were really fond at it. Dan benar, semua-semuanya juara rasanya! Lemak, gurih, asin, manis. Teksturnya juga tidak terlalu kental atau cair. Kata suami ini Zuppa Soup terenak di Purwokerto! dan yang paling juara adalah,,, harganya cuma 15 ribu!


Another main dish my husband ordered, Buffalo Curry with Mango! tertarik pesan karena daging kerbau. Kata suami, karinya kerasa banget, daging kerbaunya juga lembut dan ga amis. Kehadiran mangga tidak begitu terasa. Kemudian kita sampai ke menu penutup, Cheese & Chicken Quessadilas. Roti tortilla yang renyah dan enak, didalamnya ada saus salsa dan ayam beserta mozarella leleh. Disajikan dengan saus tomat yang segar dan pedas. Untuk minuman kita pesan Banatira Float, singkatan dari Banana Tiramissu Float. Satisfied my sweet tongue enough. Disajikan dengan beberapa banana slice dan es krim. Rasa minumannya enak, tapi tidak begitu dengan es krimnya, rasa tiramissu tidak begitu terasa.


How much we spent for All of this? 128.000 rupiahs, with no tax! Luar biasa fantastis. Saya datang lagi kesini untuk kedua kalinya, pesan spaghetti tapi lupa apa tepatnya. Lumayan sih rasanya. Oh iya, disini menyediakan menu keto loh! Restoran ini sudah terkenal menu ketonya di kalangan pelaku diet keto. Kalau ingin makan menu keto mungkin bisa hubungi restorannya lebih dahulu, karena suka ada yang mengadakan gathering keto disini dan bahan baku keto habis.

6. Mannayo



Terletak di kaki bukit Lokawisata Baturaden, lebih tepatnya di Jl. Baturaden Timur. Berdasarkan rekomendasi teman suami, kami akhirnya memutuskan kesini sebelum perjalanan ke Purbasari karena letaknya yang relatif searah. Berbekal sedikit googling, ternyata Mannayo ini adalah restoran Korea yang berkonsep restoran keluarga dan garden resto. Pemiliknya orang Korea asli loh! Yang bikin saya agak tertantang kesini adalah posisinya di desa, kok bisa tetap laku.

Berbekal Google maps, akhirnya sampai juga kami di Mannayo. Tampak dari luar, ternyata Mannayo ini adalah garden cafe. Kami diarahkan ke parkiran yang agak belakang karena parkiran sangat rame. Ternyata restonya jauh lebih luas dari yang dibayangkan. Ada taman dengan playground mini anak, bahkan ada kolam renang juga yang dihiasi dengan teriakan ceria anak-anak yang sedang bermain. Interior dan desain resto lebih ke struktur kayu. Ada gazebo, semi outdoor berkanopi, dan bertingkat. Agak kaget, belum jam makan siang kok rame sekali, ternyata sedang berlangsung 2 acara: resepsi pernikahan dan ulang tahun. Acara resepsi menggunakan ruangan berkanopi, sementara acara ulang tahun memakai ruangan luas di lantai dua.


Karena sedang berlangsung 2 acara secara simultan, praktis kami kesulitan mendapatkan tempat meski datang sebelum jam makan siang. Berkali-kali kami di pingpong, hingga akhirnya kami diberi tempat duduk digazebo dengan meja kayu serta penuh nyamuk. Posisi tempatnya emang sedikit tidak enak, agak terpencil, jauh dari keramaian. Istilahnya tempat maksa. Yasudahlah terlanjur daripada kecewa kan. Kami membuka menu, ternyata selain menu korea juga terdapat menu umum resto keluarga. Dalam hati saya bereceletuk, wajar aja sih, makan korea kan segmented,  apalagi di kota kecil macam Purwokerto.


Kami memesan beef bulgogi, bibimbab, dan chicken dakgalbi. Rasanya enak! Tapi kayaknya rasa makanannya sudah distandardisasi lebih ke rasa makanan lokal. Makanan koreanya terasa lebih manis. Untuk harga standar kafe makan, makanan di Mannayo ini tergolong lumayan murah loh!

7. Paparons



Di suatu akhir pekan dimana awan gelap sudah mulai menyambut, kami memutuskan untuk menjadikan hari itu sebagai hari kuliner. Ada satu restoran yang terbersit di pikiran kami dan membuat kami sangat penasaran. Yap, Paparons! Resto pizza yang populer jaman saya masih SMA, sering ditemui di acara-acara bazaar karena menjual pizza per-slice, plus dengan harga dan rasa yang masuk akal. Menghilang di Jakarta (update, baru buka web ternyata ada di beberapa bilangan Jakarta tapi bukan tempat yang besar), rasanya seperti menemukan permata. Terletak tepat di pertigaan Jalan Sudirman dan Jl. Merdeka. Sehabis salat di Jl. Merdeka, kami segera meluncur ke Paparons. Interior di dalam layaknya resto Pizza biasa, dengan keadaan sangat sepi. Banyak ruangan remang-remang. Entah karena memang gelap atau memang lampu sengaja dimatikan untuk menghemat biaya perawatan. Kami membuka menu, menu yang ada hampir sama seperti menu Paparons yang saya kenal dahulu. Tapi sayang, menurut saya harganya relatif mahal, apalagi untuk standar kota kecil.

Kami memesan 1 loyang pizza, rasanya masih tetap same old stuff.

8. Meteor Cafe



Berbekal dengan beragam testimoni bagus di Meteor Cafe, akhirnya kami menjadikan tujuan makan berikutnya. Sebenarnya kami sudah sering melewatinya karena terletak persis di pinggir Jalan Sudirman, cuma berkali-kali pula kami ragu karena kafe tersebut terlalu beraroma chineese, yang artinya kemungkinan adanya menu non halal semakin besar. Tapi, mari kita coba buktikan.

Terletak di pinggir Jalan Sudirman, dengan parkiran besar, Meteor Cafe memiliki interior modern layaknya comfort cafe  di Jakarta. Berlantai dua, dengan meja bartender minuman terlihat di pojokan. Terdapat juga rak pajangan kaca sebagai partisi. Pelayan memberikan kami menu. Buka, buka, buka, dan benar saja kekhawatiran kami terbukti. Meteor Cafe menjual menu swikee! Ternyata di Purwokerto ini Chineese lebih terang-terangan menjual makanan non halal. Tidak hanya di Meteor Cafe, banyak juga cafe-cafe mahal di lokasi strategis juga menawarkan menu swikee. Setau saya, di Jakarta saja menu seperti itu segmented, hanya di jual di tempat tertentu dan biasanya tempat khusus, bukan ujug-ujug di kafe tengah kota.

Sudahlah, melihat menu seperti itu, kami menjadi tidak berani memesan yang aneh-aneh. Kami memesan menu yang cenderung jauh dari alat masak, seperti sushi dan dimsum. Dimsumnya basah, rasanya enak! Untuk sushi saya memesan fushion sushi, lupa namanya. Menurut saya sushinya cenderung hambar dan tidak begitu berkesan. Untuk harga makanan standar.

Kemudian hujan deras pun turun.

9. Southheast



Sudah 2 tempat makanan kami kunjungi (Papa Rons dan Meteor Cafe), tapi kami belum kenyang karena hanya memesan sedikit-sedikit. Akhirnya kita memutuskan satu restoran terakhir dimana kita bisa makan banyak. Tidak terlintas sama sekali bakal restoran apa. Akhirnya saya memutuskan untuk melewati saja Jalan Suharso yang kebetulan memang dijejali oleh berbagai restoran di sepanjang jalan. Berbekal kecepatan 35 km/jam dan ditengah hujan deras, kami cepat memindai dan menyeleksi calon restoran. Akhirnya pilihan jatuh ke Southeast. Sekilas terlihat kalau restoran ini menghadirkan masakan khas Thailand dan Asia Tenggara.

Setelah sedikit menerobos hujan, kami duduk di tengah restoran. Restoran yang sangat luas dengan temaram lampu dan cukup lengang. Seingat kami, hanya ada 1 atau 2 keluarga lain yang ada di resto itu. Kami bertanya menu apa yang favorit, dijawab dengan iga bakar. Akhirnya kami memesan iga bakar, nasi goreng tomyam dan ice matcha latte.


Lumayan menunggu, tiba-tiba saya melihat mas-mas datang dari restoran sebelah melewati lorong didepan restoran. Kemudian muncul dengan celemek bertulisan Society Coffee sambil menyajikan ice matcha latte di meja kami. Tampaknya yang punya Society Coffee dan Southeast adalah orang yang sama. Untuk beberapa variasi minuman disuplai oleh Society Coffee. Pelan-pelan saya menyeruput sedotan minuman berwarna hijau itu, ENAK! Lemak, manis merata dan legit. Saya jadi penasaran untuk mencoba langsung kopi di Society Coffee kan. Okelah, lain kali. Tidak lama kemudian datang pelayan membawa sisa pesanan kami. Terlihat lengkungan tulang dengan warna hitam kecoklatan basah dan menarik, saya icipi iga bakar yang telah mereka klaim sebagai andalan. Dagingnya sangat lembut, bumbunya meresap, rasa kecapnya melingkupi ruang rasa. Sempurna. Ternyata tidak salah mereka klaim sebagai menu favorit mereka. Kemudian saya icipi pesanan suami, nasi goreng tomyum. Enak, tomyumnya kerasa, daun jeruknya melengkapi rasa. Sayang, menurut suami nasi gorengnya terlalu "jorok", dalam artian segala daun jeruk, serai, lengkuas berserakan besar-besar di mangkok makanan. Rasanya jadi sedikit mengganggu kekhidmatan bersantap.

Untuk harga relatif standar agak murah. Worth lah makan disini dengan harga segitu.

10. Society Cafe



Tralala,, menjawab rasa penasaran saya, akhirnya berdua saja dengan bocah pergi kesini. Niat awalnya sih morning coffee, tapi ternyata menjadi noon coffee karena baru buka jam 11. Belum ada pengunjung lain sama sekali, padahal kafe ini terletak di pinggir jalan Soeharso yang notabene merupakan jalur sutra kuliner di Purwokerto. Posisinya juga dekat dengan kampus terbesar di Purwokerto, Unsoed. Entahlah, mungkin baru dibanjiri pengunjung ketika malam tiba.

Memasuki kafe, saya melihat silinder besar dengan batang panjang ditengahnya. Ya, kafe ini memiliki small batch roastery sendiri. Mereka juga menerima pesanan roasting biji kopi yang kita bawa dengan harga tertera. Kita bisa membeli hanya bijih kopinya, sudah digiling ataupun belum. Bijih kopi yang ditawarkan juga beraneka ragam, ada hampir 20 mungkin. Ada juga bijih kopi yang berasal dari luar Indonesia. Disamping mesin roasting langsung terdapat beberapa toples yang dinamai dengan bijih kopi didalamnya. Lumayan buat pengunjung yang ingin menghirup dan mencari tahu sebelum menentukan hendak membeli bjih kopi yang mana.


Society Coffee mengusung tema cozy-industrial ambienced. Instagrammable, Interiornya nyaman banget untuk soliter, nongkrong ramai-ramai atau bahkan untuk bersemedi sambil mengerjakan tugas. Ada Wifi dan colokan super banyak.


Awalnya saya hanya memesan hot latte, namun karena tiba-tiba Hasan menunjuk-nunjuk mau ke rak pajangan makanan, akhirnya saya belikan ia cheese brownies. Oiya, untuk kopi kita bisa memilih menggunakan bijih apa ya, tapi tentunya tidak sebanyak pilihan bijih kopi yang dijual. Ada 3 pilihan seingat saya. Akhirnya saya memesan campuran sunda aromanis dan sunda gulali. Saya membayar 43 ribu rupiah untuk keduanya. decent price. Kemudian kami memilih tempat duduk diujung, disamping kaca. Bentuknya sofa dan meja panjang. Maksudnya agar lebih santai dan gampang menyuap Hasan.


Salah satu alasan utama saya kenapa datang ke Society Coffee adalah review yang amat bagus di pelbagai situs internet. Ternyata benar, the review was not exaggerated. Kopinya berkualitas, saya tidak menyesal telah memilih bijih mix sunda. Rasanya apel karamel, ringan dan hampir tidak ada after-taste. Tekstur latte-nya juga foamy banget. Brownies kejunya juga lemak dan gurih banget. Hasan sebagai master yang susah makan entah kenapa lahap banget, nagih terus dan habis sendiri sepotong 😍. Terlalu terharu sampai tidak didokumentasikan!


Saya datang lagi kesini di jam yang relatif sana untuk mengambil pesanan bijih kopi teman saya. Kali ini saya pribadi hanya memesan choco brownies untuk Hasan. Ternyata sama enaknya! Adonan fudge brownies yang empuk dengan coklat meleleh didalamnya. Lumayan lama menunggu pengemasan bijih kopi pesanan saya. Top notch! Pengalaman dua kali disini sungguh menyenangkan

11. Chocoklik



Tempat makan es krim yang sangat acak insidental kami datangi. Pulang dari Aston Imperium (kami menginap disini dulu pertama kali sebelum mencari kosan), tiba-tiba kami melewati kedai es krim yang tampilan luarnya catchy sekali. Setelah kami memasuki pintu, ternyata Chocoklik ini kafe dessert. Interiornya nyaman dan cukup luas. Ada indoor yang ber-AC dan outdoor. Mereka menjual cokelat, slice cake dan gelato. Sekilas saya melihat harga yang tercantum, 10k untuk 1 scoop. So, wow! Jadi ada 2 lemari kulkas pajang, yang sebelah kiri 6 gelato sorbet, yang sebelah kanan 6 gelato non sorbet. Tanpa pikir panjang, kami langsung memesan 1 scoop gelato. Kok cuma satu? Ya mau coba dulu hehe. Kami memesan rasa vanilla chocomaltine, warnanya kuning-putih keemasan. Ditawarin mau cone atau cup. Kami pilih cup karena kalau tidak salah cone bayar lagi hehe.


Jadilah 1 cup berisi 1 scoop gelato vanilla chocomaltine dengan toping small waffle diatas ditancapkan. Rasanya halus, creamy, tidak terlalu manis dan legit. Habis setelah dikeroyok bertiga. Dalam hati saya berjanji kalau saya akan kesini lagi, menamatkan semua rasa gelato non sorbet! Dari 6 rasa, 1 sudah dicoba, 1 tidak dicoba karena rum. Artinya tinggal 4 rasa lagi. Easy peasy for a month!

Oh ya, disini bukan cuma jual dessert, tapi jual comfort food juga. Lumayan variasinya. Cocok lah untuk yang mau nongkrong sambil makan dessert.

Dan sesuai harapan, saya datang 2 kali lagi kesini. Dark choco dan Hazelnut saat datang kedua kali dan lupa saat datang ketiga kalinya haha. Khatam akhirnya! Dark choco enak meskipun saya ga suka dengan varian dark choco. Hazelnutnya enak, legit. Hasan suka.


Oh ya, bulan berikutnya suami saya kesini lagi, ternyata rasanya sudah beda. Mungkin tiap sebulan sekali rasanya diperbaharui ya. Dia mencoba varian rasa kacang, tapi ternyata tidak suka.

12. Es Krim Brasil



Menurut website eskrimbrasil.com, Ternyata es krim ini didirikan pada tahun 1968 di Purwokerto. Merupakan es krim "tua" pertama yang saya lihat produknya bertebaran di Jakarta. Di Lotte Mart apartemen saya sendiri ada freezer es krim Brasil. Maka, tidak salah jika saya mengunjungi Es krim Brasil langsung dari lokasi asalnya.

Bertempatkan di sebuah gedung (lebih ke rumah) yang memiliki arsitektur jaman kolonial di Jalan Suprapto. Masih menggunakan interior bekas pabrik jaman dahulu serta seragam pegawai yang mirip seragam suster. Es Krim Brasil menjual ice cup, es potong, es roti, dan lain-lain. Rasanya sangat  variatif, termasuk rasa dengan bahasan Belanda. Kami beli es krim cup rasa coklat dan mocca serta sebuah es potong seharga 12 ribu saja! Bentuk es krim potong seperti kue lapis, dengan 3 lapis warna-warni. Memiliki rasa es yang super klasik. Rasanya halus dan bercampur dengan sempurna. Tidak tajam norak seperti kebanyakan es krim kekinian. Oh ya, juga dijual es krim berkonsep menu ya!

13. Gojek Food: Warung Kebul dan Mucho Calzonne

Dalam sebulan di Purwokerto, hanya dua kali memesan Go-food. Padahal harga makanan disini lebih murah dan jarak yang lebih dekat membuat harga kirim menjadi lebih murah. Tapi entahlah, saya bukan penggemar makanan antar. Seperti tidak rela membayar lebih untuk ongkos kirim dan harga yang lebih mahal dari harga datang.

Pesanan makanan pertama adalah warung kebul. Hobi saya semacam melihat rekomendasi makanan di aplikasi Gojek. Dan berkali-kali warung kebul ini muncul. Untuk menjawab rasa penasaran saya, akhirnya saya memesan Nasi Gyudon. Jadi bentuk bungkusnya seperti kotak bungkusan makanan Cina. Nasinya banyak, tekstur telornya empuk dan lidahnya banyak. Rasa bumbunya juga enak. Sayang lidahnya agak alot, mengganggu kenikmatan makanan. Harga yang ditawarkan lumayan.

Kemudian, pesanan makanan kedua adalah Mucho Calzone. Sama, saya mengetahuinya dari menu rekomendasi aplikasi Gojek. Saya memesan Calzonne original keju dan Calzonne BBQ. Calzonne ini sendiri adalah Pizza namun dilipat dua. Overall saya ga begitu suka, crust pizza-nya lebih mirip roti, bukan pizza crust. untuk topping kejunya enak dan original. Untuk barbekiu isiannya juga lumayan enak.

2 komentar