Tampilkan postingan dengan label parenting. Tampilkan semua postingan

Internet Menyatukan Indonesia: Pentingnya Menjaga Silaturahmi

52 komentar
Sebagai negara kepulauan yang terbentang dari Sabang dari Merauke, kehadiran internet sangatlah penting karena internet menyatukan Indonesia. Jarak seharusnya bukan menjadi penghalang untuk menjadikan silaturahmi tanpa batas.

“Ishaq kira-kira lebaran ini udah menghubungi Ibunya lagi belum ya?” sering terbersit pernyataan ini di dalam hati.

internet menyatukan indonesia

Tante saya bercerai belasan tahun silam. Dua anaknya yang tentunya merupakan sepupu saya masih sangat kecil, Ishaq (nama samaran) duduk di kelas 2 SD dan adik perempuannya belum sekolah. Sudah barang pasti drama keluarga ini membuat mental keduanya cukup terpukul.

Di tengah ketegaran pascaperceraian, tante saya menempuh kehidupan cukup rumit dan menantang dengan hidup di kos-kosan. Awalnya kedua anaknya tinggal bersama ibunya, namun sayang tidak lama kemudian si sulung kabur dan tinggal bersama bapaknya di kota yang berbeda sampai ia lulus SMA.

Setelah ia selesai ujian kelulusan SMA dan sedang mempersiapkan masuk ke universitas, si sulung tinggal kembali bersama Ibunya di Bandung. Ia bahkan sampai mendapatkan gelar sarjana.

Perpisahan kembali terjadi saat si sulung terkena sebuah kasus yang menyebabkan ia tidak bisa menamatkan jenjang magisternya. Ia kembali ke kota dimana bapaknya tinggal. Si sulung bekerja disana selama 2-3 tahun sampai akhirnya pindah ke Jakarta karena mendapatkan pekerjaan baru di sebuah bank.

Hubungan tante saya dan anak sulungnya berangsur pulih pascakerja di Jakarta. Hubungannya dengan para sepupu termasuk saya mengikuti hubungannya dengan ibunya. Saat hubungan mereka baik, begitu pula hubungan persepupuan berikut keluarga besar lainnya kepada si sulung.

Setelah menemukan tambatan hati, si sulung mengadakan pesta pernikahan. Bisa ditebak arah selanjutnya, di acara ini akan bertemu keluarga besar dari sisi ibunya dan keluarga besar dari sisi bapaknya.

Sejujurnya, dari sisi kami tidak ada yang mengharapkan untuk reconnect dengan ayahnya mengingat apa yang sudah terjadi di masa lampau. Sebatas menyapa sudah lebih dari cukup. Cukuplah anaknya saja yang memiliki hubungan baik dengannya.

Hubungan ibu dan adiknya kepada si sulung ini mendadak renggang kembali pascapernikahan. Entah apa yang terjadi sebenarnya di antara kedua belah pihak. Si sulung hampir tidak pernah menghubungi Ibunya kembali setelah acara pernikahan. Pun, kontak terakhir kami dengannya hanya sebatas ia mengumumkan kelahiran anak pertamanya. Setelah itu, kontak dari kami tidak ada yang digubris.

Bahkan WA abang saya yang cenderung netral dan tidak tendensius juga tidak digubris sama sekali, padahal isinya relatif basa-basi.

Tentu saja renggangnya hubungan kami ini membuat kami keluarga besar sedih. Apalagi sang Ibu dan adiknya. Kami semua menginginkan agar sepupu saya ini dan ibunya bisa saling memaafkan.


Setelah momen lahiran sebagai “wadah” menjalin silaturahmi gagal, besar harapan dalam benak saya agar si sulung ini kembali menjalin silaturahmi dengan kami keluarga besar di momen lebaran ini. Atau sudahlah, kami prioritas belakangan, paling tidak hubungan ia dengan ibunya kembali membaik.

Menjalin silaturahmi dengan keluarga sangatlah penting. Seberapa penting kah menjalin silaturahmi menurut pandangan Islam?

Pentingnya menjalin silaturahmi

internet menyatukan indonesia

Silaturahmi diserap dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata: Shilah dan ar-rahim. Shilah artinya menyambung dan ar-rahim artinya rahim wanita yang berangkat dari konotasi untuk menyebut karib-kerabat.

Singkat kata, menjalin silaturahmi adalah menjalin hubungan baik di antara saudara dan kerabat yang memiliki hubungan darah ataupun ikatan pernikahan. Menjalin hubungan dengan teman juga merupakan definisi silaturahmi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Meski begitu, keutamaan silaturahmi yang ada pada Islam hanya berlaku pada saudara dan kerabat yang memiliki hubungan darah.

Memutuskan tali silaturahmi mengandung ancaman serius di dalamnya seperti sabda Rasulullah:

“Tidak masuk surga orang yang memutuskan silaturahmi” (HR.Bukhari-Muslim)

Ah, andai sepupu saya itu mengetahuinya.

Padahal, dengan menjalin silaturahmi banyak sekali keutamaan yang akan didapatkan. Ada dua keutamaan silaturahmi menurut Al-Quran dan Hadits:

1. Diluaskan rezeki dan dipanjangkan umur

Berkunjung ke sanak saudara saat keadaan sedang sulit kerap dikaitkan dengan berhutang. Padahal, menjalin silaturahmi terutama keluarga inti malah menambah keran-keran rezeki sekaligus dipanjangkan umur. Bahkan, dianjurkan untuk membawa buah tangan semampu kita. Apalagi di momen lebaran ini. Terkadang kerap terasa gengsi atau tidak enak saat ingin menjalin silaturahmi kembali. Dengan momen lebaran yang erat nuansanya dengan kekeluargaan, menyambung kembali silaturahmi adalah saat yang sangat tepat.

Ah, semoga sepupu saya ini menghubungi kembali Ibunya. Saya yakin, bahkan sangat yakin pasti tante saya akan sangat senang dan mendadak melupakan apa yang sudah diperbuat oleh sepupu saya ini.

“Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturahmi” (HR. Bukhari - Muslim)

2. Menjadi salah satu sebab masuk surga

Menjalin silaturahmi di antara keluarga sepenting itu, hingga-hingga menjadikannya salah satu sebab masuk surga. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah:

“Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan, sambunglah silaturahim, salatlah pada malam hari ketika orang-orang sedang tidur, kalian akan masuk surga dengan selamat.” - HR. Ibnu Majah, At-Tirmidzi)

Sudah barang pasti kita menjadikan surga sebagai tujuan setelah akhir hayat kita. Apakah kita masih tetap ingin memutuskan silaturahmi padahal itu adalah salah satu sebab kita bisa masuk surga?

Tips memperbaiki hubungan yang retak dan menjaga setelahnya

internet menyatukan indonesia

Semua di keluarga saya ingin tante saya dan anak sulungnya ini bisa saling memaafkan. Kami ingin agar dapat berinteraksi normal dan kembali dekat dengan sang sepupu ini. Apalagi Ibunya langsung? Mungkin di lebaran kali ini tak ada yang ia inginkan agar bisa saling memaafkan dan kembali dekat satu sama lain.

Lantas kira-kira bagaimana kiat-kiat memperbaiki hubungan yang sudah terlanjur retak dan tetap menjaga setelahnya?

1. Mengetahui keutamaan menjaga silaturahmi dan bahaya memutusnya

Bagian agar tetap menjaga silaturahmi ini sering terlewatkan banyak dari kita umat muslim. Apalagi bagi seseorang yang memiliki hubungan kurang harmonis dengan keluarganya. Mulai dari pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga hingga berbagai koleksi memori buruk lainnya.

“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Menjaga silaturahmi memiliki keutamaan sangat penting dan memiliki ancaman serius jika memutusnya dengan sengaja. Apalagi hubungan antar Ibu dan anak. Di hadis saja tertera bahkan keutamaan Ibu sampai tiga kali di atas ayah.

2. Tinggalkan ego

Mungkin sejenak harus menarik nafas dan meninggalkan ego terlebih dahulu dibandingkan memperdebatkan siapa yang salah. Tinggalkan ego dari kata gengsi untuk menjalin kembali silaturahmi tanpa batas.

Kamu tidak akan terlihat rendah hanya karena memulai kembali percakapan yang sebelumnya hanya menjadi kenangan di masing-masing pihak.

“Halo ma, apa kabar? Ishaq boleh main ke rumah ga akhir pekan ini?”

Sapaan basa-basi tidak akan terasa murahan saat kembali menyapa. Yakinlah, tidak ada usaha yang sia-sia. Seremeh-temeh pun percakapan memiliki pengaruh yang signifikan untuk memperbaiki luka lama dan menenun kembali jalinan silaturahmi yang sudah pernah terlanjur robek dan usang.

3. Memiliki support system yang baik

Pihak berseteru terkadang kehilangan sisi logisnya karena terbawa emosi. Disinilah pentingnya peran anggota keluarga lain sebagai support system untuk membantu menguraikan benang kusut yang sudah lama terbentuk.

Tahun lalu saat salah seorang sepupu kita menikah, kami persepupuan berembuk untuk patungan kado nikahan. Abang saya yang termasuk paling netral dan tidak tendensius tidak lupa untuk japri ke Ishaq perihal tawaran ikutan patungan. Kami merasa ini juga salah satu momen untuk menjalin silaturahmi kembali. Sayangnya Ishaq belum tergerak hatinya untuk membalas WA. Yah sudahlah, mungkin di lain waktu.

Sebenarnya, besar harapan saya di dalam hati bahwa istri dari Ishaq berusaha membujuk suaminya untuk menjalin silaturahmi kembali ke keluarga besar kami, terutama ke mertuanya yang merupakan tante saya. Sayang sekali, entah ia sudah mengingatkan atau Ishaq belum terbuka hatinya.

Semoga Allah segera membuka hati mereka dan hubungan yang retak pun cepat diperbaiki.

4. Koneksi internet stabil dan andal

internet menyatukan indonesia

Selain keluarga, salah satu support system yang penting dalam menjalin silaturahmi adalah koneksi internet stabil. Internet menyatukan Indonesia karena dapat menjalin silaturahmi tanpa batas tanpa harus terkungkung dengan jarak fisik.

Saat bulan Ramadhan kemarin, saya terpisah jarak dengan suami dan orangtua. Suami saya selama sebulan belajar di Prancis dan orangtua saya selama 21 hari umrah akhir Ramadhan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran internet menjadi sangat krusial demi merawat silaturahmi di tiap harinya.

Tentu yang saya butuhkan adalah koneksi internet stabil agar terjalin silaturahmi tanpa batas. Suami biasanya video call sebelum ia berangkat kerja. Saya juga biasanya chatting Telegram kembali saat mengerjakan kerjaan saya di malam hari menunggu suami pulang kerja.

Kebetulan kami sudah 8 tahun menggunakan IndiHome sejak awal menikah. Sesuai kebutuhan, kami layanan paket 2P (Internet + Phone). Tahunan pengalaman menggunakan IndiHome adalah bahwa mereka menawarkan koneksi internet stabil. Setiap ada keluhan juga cepat sekali ditindak lanjuti. Biasanya saya komplain menggunakan Twitter dan langsung dibalas!

Tidak cuma dibalas secara normatif, tetapi juga ditindaklanjuti. Biasanya akan terbit nomor arsip keluhan dan kemudian saya ditelepon untuk follow up komplain.

Koneksi internet stabil juga sangat berjasa dalam menjalin silaturahmi saat pandemi 2 tahun kemarin. Biasanya di rumah keluarga besar suami saya mengadakan open house, namun gara-gara pandemi jadi tidak saling bertemu meski mayoritas semuanya berada di Jakarta. Alhasil pertemuan via zoom adalah salah satu solusi. Benar-benar definisi internet menyatukan Indonesia untuk mempererat jalinan silaturahmi.

Ah andai kata Ishaq cukup paham kalau modal internet stabil saja bisa memulai basa-basi dengan ibunya sebagai usaha menjalin silaturahmi kembali.

Betapa internet menyatukan Indonesia

Dari pengalaman, saya merasa besar sekali peran koneksi internet stabil untuk menghasilkan silaturahmi tanpa batas. Jika kamu sedang mencari penyedia internet stabil andal dengan koneksi cepat. Mungkin kamu bisa menggunakan IndiHome.

internet menyatukan indonesia

Saya menggunakan paket 2P (Internet+Phone) kecepatan up to 30 Mbps dengan biaya bulanan sebesar tiga ratus ribuan saja! Menurut saya ini paket yang menguntungkan karena (hampir) tidak ada layanan servis internet yang memberikan bundel layanan internet sekaligus telepon rumah. Selain itu, bisa sampai 7 perangkat alias semua laptop dan gawai di rumah terkoneksi internet IndiHome tanpa khawatir haha.

Yang menarik lainnya adalah juga diberikan bebas akses Disney+ Hotstar! Widih, lumayan banget kan jadi tidak usah menyisihkan dana tambahan buat langganan Disney+ Hotstar.

Nah, kebetulan IndiHome sedang menawarkan diskon biaya pemasangan sebesar 50%! Jadi cukup membayar sebesar 250 ribu rupiah saja dan kamu sudah langsung bisa menjadi bagian darii internet menyatukan Indonesia.

Serunya Jalan-Jalan ke Planet Saturnus Bersama Paddle Pop

Tidak ada komentar
Tidak terasa, Hasan sudah lulus TK!

Entah kenapa, saya merasa sedikit campur aduk. Terkenang-kenang masa awal Hasan yang seorang bocah pemalu dan bagaimana saya benar-benar membimbingnya mulai dari menemani sepanjang ia bersekolah, menemani setengah jam pertama saja, hingga akhirnya ia mampu hanya antar-jemput saja.

Hasan pun selesai wisuda. Apa rencana Hasan berikutnya? Selepas lulus TK formal, Hasan setahun tidak melanjutkan jenjang pendidikan formal dahulu, alias ia menunggu dulu setahun sebelum masuk SD. Keputusan ini diambil mengingat usia Hasan belum genap 6 tahun per 1 Juli.

Pas sekali, Paddle Pop mengadakan acara virtual seru loh untuk mengisi liburan sekolah. Nah, judul acara Paddle Pop ini adalah Liburan ke Planet Mochi. Loh bagaimana nih maksudnya liburan ke Planet Mochi?
Yuk Simak keseruannya!

jalan-jalan-paddle-pop


Liburan ke Planet Mochi bersama Paddle Pop

Melanjutkan kesuksesan Seaventure Paddle Pop, kini Paddle Pop bikin liburan seru lagi loh. Selama 4 minggu berturut-turut, anak-anak akan dimanjakan oleh program edukatif dari Paddle Pop. Jadi dari kapan aja sih ini acara Liburan ke Planet Mochi?

Ada 4 hari Liburan ke Planet Mochi bersama Paddle Pop yang jadwalnya bisa dipilih:
  • Jumat, 25 Juni: Liburan ke Planet Mochi bareng Mona Ratuliu & Wonder Fest
  • Sabtu, 3 Juli: Main ke Planet Saturnus bareng Enno Lerian & Rumah Dandelion
  • Sabtu, 10 Juli: Main ke Planet Uranus bareng Nana Mirdad & Mungilmu
  • Sabtu, 17 Juli: Main ke Planet Jupiter bareng Melki Bajaj & Buumi Playscape
Kebetulan sekali, Hasan belakangan ini sedang sangat menggandrungi Tata Surya. Bermacam acara edutainment seputar Tata Surya seperti Storybots sudah khatam ditonton olehnya berkali-kali.

“Hasan mau ga ikut acara Paddle Pop main ke Planet Saturnus?”
“Mau!” Sambut Hasan hangat tanpa berpikir dua kali. Kebetulan, kami punya waktu luang untuk ikut acara Main ke Planet Saturnus bareng Enno Lerian & Rumah Dandelion.

 

Pendaftaran Liburan ke Planet Mochi

Sebelum mengikuti acara, orang tua harus mendaftarkan dulu melalui nomor WhatsApp Paddle Pop yang tertera link bio Instagram Paddle Pop. Setelah mengikuti tahapan, calon peserta akan mendapatkan link Google Drive yang berisi panduan mengikuti acara beserta link zoom di hari-H. Sejujurnya saya sempat mengalami kebingungan saat mengikuti langkah pendaftaran. Sebagai contoh, saat registrasi harus memasukkan data tanggal lahir. Awalnya saya bingung karena begitu memasukkan data tanggal lahir anak saya malah tidak bisa. Ternyata harus memasukkan data tanggal lahir orang tua si anak! Agak aneh sih, tapi Alhamdulillah akhirnya sukses juga tahap pendaftaran. Yey!

Persiapan ke perjalanan ke Saturnus

Ternyata sebelum mengikuti perjalanan ke Saturnus, ada barang-barang yang harus disiapkan loh karena selain jalan-jalan ke Saturnus, anak-anak akan dilibatkan untuk membuat prakarya. Apa prakaryanya?

Membuat DIY Cardboard TV!

Wah seru kan! Ini alat yang harus disiapkan:
  • Download Worksheet di https://bit.ly/PaddlePopMochi
  • 2 buah kardus sepatu/kardus sereal
  • 2 lembar kertas A4
  • Roll tissue/karton yang digulung
  • Alat pewarna (pensil warna/spidol/krayon)
  • Karet gelang
  • Alat perekat (tape/double tape/lem)
Selain itu, kita juga harus menyiapkan bahan untuk kegiatan berikutnya: Sweet Mochi! Jadi peserta juga jangan lupa mempersiapkan bahan di bawah ini:
  • Paddle Pop Mochi Chocolate Vanilla
  • Icing/glaze/selai/cokelat leleh
  • Piping bag
  • Sprinkle/meses
Seru kan aktivitasnya! Jadi selain melakukan perjalanan ke planet Saturnus, akan ada kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuan motorik halus, meningkatkan kreativitas, imajinasi, keberanian dan kepercayaan diri anak, meningkatkan fokus dan kesabaran anak, serta melatih kesabaran anak.

Hari-H

jalan-jalan-paddle-pop
Pada hari Sabtu, 3 Juli, saya dan Hasan sudah bersiap-siap di depan komputer untuk mengikuti rangkaian acara. Pada awalnya, cukup sulit untuk masuk ke link Zoom. Banyak yang harus berkali-kali berusaha sampai bisa masuk ke link Zoom karena penuh. Meski begitu, semua acara Jalan-Jalan bersama Paddle Pop ini secara paralel juga streaming melalui Youtube meski tentunya jika via Youtube, akan kehilangan sesi interaktif dibandingkan jika masuk menggunakan Zoom. Alhamdulillah, kami dapat masuk ke Zoom tanpa masalah berarti.

Acara dimulai dengan pemanasan. Anak-anak diajak untuk rileks dengan cara menyanyi dan berjoget bersama. Setelah anak-anak merasa “terajak”, ada kakak fasilitator yang mengajak anak-anak seolah-olah sedang mengendarai roket yang terbang melaju menuju planet Saturnus. Sampai juga akhirnya di Planet Saturnus!

Kakak fasilitator pun mengajak anak-anak untuk berdialog secara interaktif mengenai tata surya, terutama tentang planet Saturnus. Sebagai contoh, ada berapa satelitnya, apa saja nama satelitnya, serta terdiri dari material apa sajakah. Tentu Hasan yang sangat tertarik terhadap planet banyak sudah mengetahuinya. Meski begitu, tetap banyak informasi yang Hasan belum ketahui sebenarnya. Ia pun sangat senang mendapat pengetahuan baru.

Sayang sekali, untuk acara prakarya berikutnya seperti DIY Cardboard dan Sweet Mochi tidak bisa kami ikuti karena kebetulan Hasan ada acara lain. Yah sayang sekali ya. Meski begitu, Hasan tetap menonton kelanjutan acara di hari berikutnya melalui Youtube Paddle Pop.

Bagaimana? Seru bukan liburan bersama Paddle Pop?

Jangan lewatkan acara seru bareng Paddle Pop berikutnya. Mulai dari Seaventure, Jalan-jalan ke Planet Mochi, tidak ada yang tidak memuaskan. Anak senang, ibu juga bahagia!

6 Tips Cukup Tidur untuk Ibu dengan Bayi Baru Lahir

13 komentar
Hal pertama yang harus diingat: Jangan harap bisa tidur sebagus sebelum bayi lahir!

Sangat lumrah bahwa ibu dengan bayi baru lahir memiliki masalah tidur. Mulai dari waktu tidur berantakan hingga kuantitas dan kualitas tidur yang sangat buruk. Badan lesu, mendadak ingin makan yang manis-manis, suasana hati berantakan dan depresi. Ini adalah dampak langsung yang dirasakan akibat kurangnya tidur.

tips cukup tidur



Salah satu penyebab ibu dengan bayi baru kurang tidur adalah bayi yang menangis seolah tanpa mengenal waktu. Bayi pada 3 bulan pertamanya harus banyak belajar beradaptasi dengan dunia luar. Terlalu banyak perbedaan antara dunia rahim dan dunia luar yang membuat mereka tidak nyaman. Ukuran lambung bayi yang kecil membuat mereka kehausan setiap 2-3 jam sekali. Keadaan ini lah yang membuat ibu dengan bayi baru kurang tidur akibat tidur malam yang terpecah-pecah. Apalagi, banyak bayi malah lebih terjaga di saat matahari terbenam ketimbang saat matahari tampak.

tips cukup tidur

Dibutuhkan setidaknya 12 minggu atau 3 bulan sebelum bayi menguasai siklus sirkadiannya. Sebelum waktu ini tiba, pola tidur mereka cenderung suka-suka. Nikmati saja prosesnya karena perkembangan ini tidak dapat diburu-buru. Pada bayi baru, komposisi fase REM (Rapid Eye Movement) pada tidurnya mendominasi sampai 50%. REM adalah fase dimana paling mudah terbangun dibandingkan fase tidur yang lain. Pernahkan mendengar istilah "meletakkan bayi yang sudah tidur kembali ke kasurnya layaknya meletakkan bom"?

Ibu berhak bahagia. Kurangnya tidur membuat kualitas hidup ibu menurun drastis. Tidak hanya ibu pribadi yang menjadi korban, anggota keluarga lain kerap menjadi getahnya. Suami, anak, bahkan termasuk sang bayi baru lahir. Selain bisa tersiksa secara mental, kurang tidur bisa menyebabkan ibu gampang sakit. Pernah mendengar anekdot "Ibu dilarang sakit?"


Ibu hamil biasanya sangat mempersiapkan diri untuk proses kelahiran. Namun, cukup jarang yang juga mempersiapkan apa saja yang akan dihadapi paska melahirkan. Jikapun ada biasanya hanya fokus pada menyusui, MP-ASI, mengganti popok, dan mandi. Hampir tidak ada yang mempelajari bagaimana kebiasaan dan pola tidur bayi. Padahal, dengan mengetahuinya bisa lebih mempersiapkan para orang tua menghadapi pola tidur bayi dan balita yang sering memusingkan.

Sedikit sekali yang menyadari bahwa tidur sama vitalnya dengan kebutuhan makan dan minum. Padahal, itulah adalah insting dasar yang diatur oleh kelenjar hipotalamus pada otak.


Tiap makhluk hidup memiliki siklus sirkadiannya sendiri. Siklus sirkadian adalah siklus tidur-bangun yang terjadi selama dalam 24 jam. Melatonin atau yang sering disebut sebagai hormon tidur adalah tersangka utama penyebab kita merasakan kantuk. Bagi manusia, Melatonin dilepaskan saat matahari mulai terbenam. Itulah kenapa malam adalah waktu dimana kantuk mulai menerjang.

MENGENAL FISIOLOGI TIDUR BAYI

Tiap makhluk hidup memiliki siklus sirkadiannya sendiri. Siklus sirkadian adalah siklus tidur-bangun yang terjadi selama dalam 24 jam. Melatonin atau yang sering disebut sebagai hormon tidur adalah tersangka utama penyebab kita merasakan kantuk. Bagi manusia, Melatonin dilepaskan saat matahari mulai terbenam. Itulah kenapa malam adalah waktu dimana kantuk mulai menerjang.

tips cukup tidur

Sayangnya, bayi dilahirkan tanpa siklus sirkadian meskipun ia mendapat asupan melatonin dari ibunya melalui tali pusar saat berada di dalam lahir. Saat bayi lahir, terputus juga lah asupan melatonin pada malam hari. Inilah penyebab kenapa bayi baru lahir tidur terus menerus secara acak tanpa mengenal waktu. Mereka tidak mengenal jam siang dan malam. Bukan tidak mengenal, namun tubuh mereka secara biologis belum siap untuk mengenal siklus sirkadian.

TIPS CUKUP TIDUR

1. Beraktifitas malam dengan minim penerangan

Lampu-lampu jaman sekarang menggunakan cahaya terang dari spektrum warna biru dan putih. Penelitian menunjukkan bahwa lampu dengan spektrum tersebut dapat menghambat pelepasan melatonin yang menjadi "hormon tidur". Sebagai ilustrasi efek lampu cahaya biru, sebuah riset menunjukkan perbandingan paparan lampu cahaya biru dan hijau selama 6.5 jam. Hasilnya sangat mengejutkan karena lampu cahaya biru dapat mengubah ritme sirkadian sampai 2 kali lipat. Misal jika seharusnya baru bangun 3 jam lagi, kini menjadi 1,5 jam lagi.

Saat matahari tenggelam, mulai beri sinyal pada bayi baru bahwa malam sudah tiba. Ibu bisa mematikan lampu kamar. Lebih baik lagi jika menggunkan lampu dengan spektrum merah saat menjelang waktu tidur tiba. Ini akan membantu ibu untuk tidur dan mulai mengenalkan konsep siang-malam kepada bayi.

2. Jangan pernah pegang gawai saat menyusui malam

"Ibu-ibu menyusui suka cepat balas ya kalau dihubungi tengah malam."

Itu adalah salah satu status teman soal respon pelanggannya. Di dalam hati saya merasa agak sedih, terbayang para ibu menyusui yang sulit melanjutkan tidur setelah menyusui sementara menjaga waktu tidur sangat penting di antara rengekan bayi minta menyusu.

Perangkat elektronik banyak mengeluarkan cahaya dari spektrum warna biru. Spektrum warna ini dapat meningkatkan atensi, mood dan kewaspadaan. Menggunakan gawai atau menonton televisi sesaat sebelum tidur dapat menunda rasa kantuk alami yang hadir akibat hormon melatonin yang tertunda pelepasannya. Alih-alih harus secepatnya kembali melanjutkan tidur, ibu malah segar dan tidak bisa tidur.

Saat waktu telah menunjukkan tengah malam. Ibu terbangun karena tangisan bayi yang minta menyusu. Pasangan juga sudah tidur. Di tengah kebosanan menyusui, kita mulai melirik pada gawai dan tertarik membukanya meski sekadar mengecek media sosial. Bayi kenyang, disendawakan dan ditaruh kembali. Alih-alih harus secepatnya kembali melanjutkan tidur, ibu malah segar dan tidak bisa tidur. Cahaya biru dari gawai telah menipu ritme sirkadian kita sehingga kita merasa segar kembali di waktu yang seharusnya terpakai untuk tidur.

Peraturan nomor satu: jangan pernah memegang gawai saat menyusui malam!

3. Menjaga suasana tidur ibu

Kita perlu menjaga "suasana" tidur pada saat menyusui bayi agar kita tetap merasa mengantuk sehingga mudah dan cepat untuk melanjutkan tidur kembali. Ibu yang memilih menerapkan tidur bersama bayi dalam satu kasur (co-sleeping) bisa menyusui sambil tidur sembari tetap memperhatikan batasan-batasan keselamatan bayi selama berada di kasur. Seperti bayi tidak tidur tertutup selimut dan dibatasi agar tidak tertindih anggota keluarga lain.

Jika memilih menidurkan bayi di ranjang bayi, ibu bisa menyusui sambil duduk sembari memposisikan badan dengan posisi bayi yang aman saat ibu sesekali memejamkan mata.

4. Jangan pernah minum kafein menjelang tidur

Kafein adalah zat psikoaktif yang banyak terdapat di berbagai makanan dan minuman. Minuman berkafein tinggi seperti kopi dianjurkan terakhir dikonsumsi saat jam makan siang. Hal ini disebabkan penguraian 50% kafein baru akan tercapai setelah 4 jam. Dikhawatirkan saat seharusnya ibu dengan bayi baru harus tidur, sang ibu malah tidak dapat tertidur akibat efek kafein.

Memang kopi termasuk yang memiliki kandungan kafein paling banyak ketimbang makanan dan minuman lainnya, tapi tahukah kamu kalau pada teh, cokelat, dan minuman bersoda juga mengandung kafein?

tips cukup tidur

Ibu dengan bayi baru menginginkan menenggak segelas kopi agar tidak mengantuk dan bisa mengerjakan aktivitas sehari-hari. Dosis maksimal kopi pada ibu hamil dan menyusui adalah 2 gelas per hari.


5. Mencuri tidur saat bayi tidur

Tidur siang dapat membantu menambah waktu tidur yang hilang. Ibu bisa mencuri tidur disaat bayi tidur siang. Namun, di waktu senggang itu kita kerap mengurus hal lain seperti mengasuh kakaknya dan melakukan pekerjaan rumah.

Ibu butuh istirahat yang cukup jika menginginkan ibu yang bahagia dan sehat. Oleh karena itu, Ibu wajib memiliki sistem pendukung yang kuat. Bisa menggunakan jasa Asisten Rumah Tangga jika memungkinkan atau bantuan anggota keluarga lainnya. Suami juga sangat diharapkan membantu urusan rumah tangga agar istri memiliki waktu istirahat memadai. Untuk meminimalisir kerjaan rumah tangga bisa juga dengan langganan rantangan untuk menjamin pangan anggota keluarga yang lain.

6. Melatih siklus sirkadian tidur bayi

Bayi baru lahir tidak mengenal siang dan malam. Selain itu, rutinitas ibu saat hamil membuat bayi istirahat pada siang hari dan lebih aktif pada malam hari. Pada siang hari, ibu beraktifitas sehingga membuat perut bergoyang-goyang dan membuat suasana nyaman bagi bayi untuk tidur. Saat malah tiba, waktunya para ibu hamil beristirahat sehingga perut dalam keadaan diam dan bayi jadi lebih aktif.

Secara bertahap, bayi perlu diperkenalkan konsep siang dan malam. Cahaya matahari menjadi kunci yang penting. Saat matahari bersinar cerah, bawalah bayi keluar kamar agar terpapar dengan sinar matahari sembari aktif memberi stimulasi kepada bayi. Saat malam tiba, redupkan lampu kamar dan minimalisir stimulasi. Ini dilakukan sebagai bentuk komunikasi ke bayi bahwa sudah saatnya tidur dan beristirahat.

Bagaimana jika bayi menolak melanjutkan tidur padahal sudah disusui dan popoknya juga sudah bersih? Beberapa tindakan yang kurang dianjurkan adalah mengajak bayi bermain dengan harapan bayi akan lelah dan akan melanjutkan tidurnya. Alih-alih bayi lelah, rutinitas seperti itu seolah-olah menyampaikan pesan kepada bayi bahwa malam adalah waktunya bermain.

Lantas bagaimana solusinya?

Setelah menyusui dan mengganti popoknya, letakkan bayi di kasur. Acuhkan meski ia masih melek dan tetap berceloteh. Lama-kelamaan bayi mulai merengek dan menangis. Ibu bisa menyusui bayi kembali pada saat ini. Biasanya, setelah disusui ia akan jatuh tertidur. Jika belum tertidur juga, ibu bisa menambahkan dengan cara menggendongnya. Apabila setelah lama digendong bayi tetap terjaga, letakkan kembali bayi. Ulangi langkah tersebut. Dengan demikian, bayi akan jatuh tertidur karena energi terkuras tanpa mendapat pesan bahwa malam adalah waktunya bermain.

Jadilah ibu yang sehat fisik dan mental

Tidur acap kali dianggap remeh temeh bagi sebagian orang, padahal kuantitas dan kualitas tidur yang memadai adalah salah satu fondasi dasar untuk hidup sehat baik dalam segi fisik dan mental. Kurang tidur berakibat banyak sekali, mulai dari ibu yang gampang sakit hingga sering marah-marah dan banyak juga berujung depresi. Padahal, dampak ini semua dapat diminimalisir dengan cara memaksimalkan waktu tidur yang ada. Semoga para ibu dengan bayi baru memiliki sistem pendukung yang baik agar tercipta ibu yang sehat fisik dan mental.


Pengalaman Hasan Sunat dengan Metode Smart Klamp

17 komentar

Ahad ni Insya Allah sunat 2 anak ya kita!

Itu adalah teks telegram yang dikirimkan oleh suami pada hari Jumat, 18 Desember 2020.

Wacana awal yang kami perbincangkan adalah sunat Husna, anak ketiga kami. Seperti kakaknya Bilqis, Husna akan disunat saat usia kurang lebih 1 bulan. Kami kerap bercanda dengan Hasan mengenai kapan sunat, bahkan tak jarang kami mengajak Hasan sunat biar bisa barengan dengan adiknya. Atau, kami suka bilang kalau habis sunat nanti dapat mainan.

"Adek Husna mau sunat loh bentar lagi!"

"Bang, kalau sunat nanti dikasih mainan loh, abang mau mainan apa?

Sampai suatu hari Hasan bilang kalau ia ingin sunat bersama dengan adiknya. Saya kaget. Takutnya Hasan menganggap sunat itu seperti relatif tidak dilakukan apa-apa kemudian dapat hadiah. Saya khawatir Hasan mau sunat hanya karena berorientasi mendapatkan mainan. Baiklah, saya butuh memastikan sesuatu.

"Hasan beneran mau sunat?" Tanya saya.

"Iya" Jawab Hasan.

"Emang sunat itu apa sih? Tau ga?"

"Tau, dipotong burungnya"

Saya langsung menarik nafas lega. Takutnya, alasan Hasan sunat hanya karena diiming-imingi mainan tanpa tahu harus melewati proses "pemotongan". Alhamdulillah, ternyata Hasan sudah cukup mengerti meski mendapat mainan tetap lah menjadi prioritas utamanya.

sunat smart clamp


Sunat dan Manfaatnya

Bagi umat Islam, sunat merupakan kewajiban bagi laki-laki muslim. Mengenai kapan disunat tergantung dari kebijakan masing-masing. Ada yang memilih saat bayi dengan alasan minim trauma dan penyembuhan yang cepat, ada yang memilih saat sudah duduk di bangku taman kanak-kanak atau SD dengan alasan si anak dapat lebih menghayati dan memahami hakikat dari sunat tersebut. Secara medis, tidak ada batasan umur untuk dilakukan sunat. Namun, alangkah baiknya sunat tidak dilakukan saat sudah terlalu berumur mengingat akan lebih beresiko karena rentan terjadi pendarahan akibat ukuran penis dan pembuluh darah.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda:

Buanglah darimu buku (rambut) kekufuran dan berkhitanlah. Perintah Rasulullah SAW ini menunjukkan kewajiban umatnya untuk berkhitan. 

Bahkan, Nabi Ibrahim juga melaksanakan perintah khitan meski umurnya sudah sangat senja.

Sunat yang memiliki bahasa medis sirkumsisi adalah suatu tindakan medis memotong sebagian ujung kulit (kulup) yang menutupi kepala penis. Sunat memiliki berbagai manfaat. Menurut WHO, sunat dapat membuat penis menjadi lebih bersih, mencegah fimosis, mencegah bertumpuknya kotoran di daerah ujung penis, dan mencegah terjadinya penyakit yang berhubungan dengan penis seperti kanker penis dan ISK.

Hasan sendiri sebenarnya sudah dideteksi memiliki fimosis, yaitu kulit atau kulup yang menguncup sejak dalam kandungan dengan menggunakan USG. Mungkin seharusnya Hasan sudah disunat semenjak bayi. Namun, selama 5 tahun ia belum pernah mengalami ISK. Yang kami ingat pernah sekali ujung penis Hasan sedikit merah dan gatal. Ini terjadi baru beberapa bulan yang lalu.


Metode Sunat

Saat ini terdapat berbagai macam metode sunat yang ditawarkan. Apa sajakah itu?

  • Metode konvensional, banyak dipilih oleh orang tua karena murah biayanya dan sudah umum dilakukan sejak lama.
  • Metode Smart Clamp yang akan saya bahas disini
  • Metode laser atau flashcouter yang menggunakan energi panas dan dialirkan ke besi tipis sehingga dapat memotong kulup penis tanpa pendarahan

Metode Smart Clamp

Tanggal 20 Desember 2019, Hasan disunat dengan metode smart clamp di Sunat 123 yang kebetulan lokasi di belakang Apartemen kami. Jika ditanya mengapa kami memilih metode Smart Klamp ketimbang metode lain? Jawabannya tidak ada. Alasannya sesimpel karena kebetulan di tempat sunat yang berada di dekat rumah kami menggunakan metode tersebut. Maaf ya pembaca karena tidak menjawab rasa penasarannya 😁.

Metode Smart Clamp disinyalir dapat meminimalisir rasa sakit dan terjadinya infeksi. Cara pemotongannya pun relatif sama seperti metode sunat lainnya. Perbedaannya ada pada penggunaan clamp, atau klem yang menjepit kulit penis 'kulup' menggunakan alat plastik sekali pakai. Kulup tersebut kemudian dipotong dengan pisau bedah tanpa dijahit. Luka sunat cepat kering dan sembuh sehingga banyak orang tua yang memilih metode ini.

Setelah pengerjaan, klem akan menempel 24 jam di penis anak dan baru akan dilepaskan di hari ke-5 setelah tindakan. Ini membuat anak harus 2 kali ke tempat sunat. Pelepasannya sendiri tidak sakit. Namun, bagi anak yang mengalami penolakan saat proses pemotongan, butuh trik sendiri untuk membujuk anak kembali ke tempat sunat karena artinya ia harus mengalami "proses" selama 2 kali.


Plus dan minus

Di dunia ini tidak ada yang sempurna, termasuk metode sunat. Metode Smart Clamp ini memiliki kelebihan seperti:

  • Proses pengerjaan relatif cepat, yakni 7-10 menit
  • Setelah anak dibius, anak tidak merasakan sakit ketika disunat
  • Tidak membutuhkan celana sunat, bisa langsung memakai celana
  • Pendarahan minimal, tidak memerlukan jahitan.
  • Tidak perlu perlakuan khusus saat mandi dan cebok karena bekas pengerjaan tertutup klem
Namun, tetap ada beberapa pertimbangan yang perlu dipikirkan orang tua saat memutuskan sunat anak menggunakan metode Smart Clamp. Perhatikan di bawah ini

  • Harga lebih mahal daripada metode konvensional
  • Anak relatif tidak nyaman paska pengerjaan karena ada klem yang menempel 24 jam
  • Bagi anak bisa menjadi pengalaman yang traumatis karena 2 kali pengerjaan, yakni saat pemotongan dan pencabutan klem

Sunat Hasan

sunat smart clamp


Hari Sebelumnya

"Kok mendadak banget sih, Masa keputusan mau sunat 2 hari sebelum. Aku jujur ga siap. Bahkan aku sama sekali gamang, ga ada nyiapin semacam sarung atau celana sunat." Keluh saya.
"Ya harus siap mental. Mana ada 2 hari itu mendadak. Mendadak itu beberapa jam sebelumnya kayak kamu lahiran. Ini beberapa hari sebelumnya. Mana ada tindakan ga pake persiapan. Kamu kira kamu aja yang harus nyiapin diri? Aku juga, kan aku harus ngerjain juga!" Tangkis suami.

Sabtu, 19 Desember 2019, sehari sebelumnya, hampir saja saya memohon pembatalan sunat Hasan. Untungnya setelah "diedukasi" suami, saya dapat berusaha menenangkan diri dan fokus lanjut pada keputusan Hasan dan Husna sunat esok harinya. Sore harinya pun kami sudah mengabari uti-akung dan andung-engkong Hasan perihal sunatnya Hasan dan semuanya ingin hadir mengingat ini sunat cucu pertama.

Hari H

Sunat Hasan dan Husna rencana dilakukan ba'da Zuhur. Setelah kami makan siang, saya, suami, Hasan, Husna, Akung, dan Engkong pergi ke lokasi sunat. Uti dan Andung di rumah saja karena ingin menemani Bilqis. Kami berangkat menggunakan dua mobil karena rencananya setelah sunat Husna selesai, saya pulang duluan. Toh, sunat perempuan kan sebentar, berbeda dengan sunat laki-laki.

Karena sudah janjian, kami langsung dipersilahkan untuk naik ke lantai atas untuk menunggu dipanggil. Apakah Hasan panik? Tentu saja tidak. Padahal terdengar teriakan membahana dari ruangan di ujung koridor. Saya yang panik merasa takut Hasan gentar. Kemudian saya lihat raut mukanya, ternyata Hasan tidak menampakkan air muka ketakutan sama sekali! Menurut Hasan, disunat tidak sakit sama sekali, 

Saya, suami dan Husna masuk ke ruangan duluan. Bagian kemaluan Husna diolesi salep bius dan ditunggu untuk beberapa saat. Dengan sayatan kecil dan pengolesan Betadine, sunat Husna pun selesai. Kami pun ke luar ruangan.

Saya menghampiri Hasan dahulu untuk pamit pulang duluan. Wajahnya saya perhatikan lekat-lekat. Tidak ada yang berbeda dari raut muka sebelum berangkat ke lokasi sunat. Meski agak khawatir, saya dan Husna berdua menuju mobil dan kami pun pulang. Meninggalkan Hasan yang akan sunat dengan ditemani oleh babeh, akung, dan engkong.

Sesampai di rumah, saya mendapat foto Hasan di sunat. Ternyata muka Hasan tenang sekali dan tidak menangis sama sekali! Kebetulan, suami saya juga membantu pengerjaan sunat. Hati saya pun menjadi lega.

Akhirnya rombongan sunat pun tiba di rumah. Suami menenteng mainan remote control seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya dan Hasan yang berangkat ceria sekarang pulang dengan meringis.

"Udah mulai terasa, biusnya mulai habis." Bisik suami.

Pelan-pelan mulai pecah isak tangis. Hasan diresepi painkiller berupa ibuprofen serta antibiotik sirup. Langsung Hasan diminumkan secepatnya. Namanya obat, butuh waktu sebelum bereaksi. Sampai obat bereaksi, Hasan menangis tersedu-sedu. Saya tuntun ke kamar dan kami berpelukan di kasur. Ini termasuk metode paling ampuh karena Hasan adalah tipe haus "pelukan".

Tidak ada yang bisa saya lakukan selain mendengar pecah tangisan, mengelus kepalanya dan memeluknya. Alhamdulillah, perlahan obat mulai bereaksi seiring dengan meredanya tangisan Hasan. Ia pun jatuh tertidur. Mungkin karena lelah dan capek menangis.

4 jam setelah pengerjaan, Hasan mulai meringis lagi. Kali ini saya berikan Paracetamol sebagai bekal tidurnya agar tidur lebih nyenyak. Seperti biasa, tangisan Hasan mulai pecah kembali sembari menunggu efek obat bekerja. Hasan yang biasanya bobok di kamar bebek 'sebutan untuk kamar tidur Hasan' kini tidur di kamar saya.

Menjelang tengah malam Hasan mulai meringis lagi. Saya kembali terbangun. Untuk persiapan, saya sudah menyediakan obat, sendok dan botol air minum di samping kasur sehingga saat diperlukan bisa langsung diberikan. Saya peluk kembali Hasan mengantar ia tidur sembari menunggu obat bekerja. Alhamdulillah, Hasan bisa tidur nyenyak sampai esok hari.

Rasa sakit masih berlangsung sampai H+2, yakni pada hari Selasa. Namun, perlahan intensitas rasa sakit dan frekuensi-nya semakin berkurang. Pada H+1 saya masih meminumkan Hasan Paracetamol 4x sehari, H+2 cuma 2x Paracetamol, H+3 sudah tidak sama sekali.

Tragedi Ngompol

sunat smart clamp


Keesokan harinya, muncul sesuatu tak terduga. Hasan ngompol! Duh, padahal saya baru mengganti seprai kamar beberapa hari yang lalu. Berhubung kami tinggal di Apartemen, mencuci seprai bisa menjadi momok karena membutuhkan lahan besar untuk menjemur sementara area menjemur kami hanya 2 petak balkon kecil, belum termasuk kepotong mesin luar AC.

H+1 dan H+2. Seharusnya intensitas dan frekuensi rasa sakit luka sunat Hasan sudah berangsur-angsur membaik. Namun ternyata keadaan tidak sepenuhnya lebih baik. Ada hal lain yang saya lupakan: rasa traumatis.

Betul, rasa trauma itu membuat Hasan takut kencing. Di hari senin sore, Hasan berkali-kali mengeluh sakit perut. Sakitnya benar-benar bikin ia meraung-raung dan meronta. Saya jelas bingung, secara dia tidak ada makan sesuatu yang aneh. Pun, tidak ada indikasi lain seperti mencret dan muntah. Lokasi sakit perut ada di bawah pusar. Saya jelas heran, padahal saya sudah meminumkan parasetamol. Alih-allih bekas sunat yang sakit, kok malah perut yang sakit. Anehnya, semua sakit perut itu sirna tiap kali ia kencing di kamar mandi. Kecurigaan saya pun mulai muncul, namun saya tak yakin benar.

Selang beberapa jam kemudian, Hasan kembali meronta-ronta mengeluhkan perutnya. Saya yang bingung hanya bisa mengelus-elus dan mendekap. Demi menguji hipotesa, saya berkali-kali menanyakan Hasan apakah ia mau kencing, tapi berkali-kali pula ia menolaknya. Sampai suatu waktu ia terperanjat hendak lari tunggang-langgang ke kamar mandi untuk kencing. Hasan yang sudah tidak pernah lagi "bocor" kini terkencing sedikit di celana. Celana dalamnya basah. Kok Hasan tiba-tiba tidak bisa menahan kencing. Seusai kencing, rasa sakit perut itu benar-benar sirna.

Hasan yang sudah merasa baikan ketimbang rebahan di kasur malah memilih terdampar di sofa ruang tengah. Karena Hasan sudah tenang, saya pun melanjutkan mengurus adek-adeknya Hasan seperti memandikan Husna dan memberi Bilqis cemilan. Sejam berlalu, Hasan tetap anteng tanpa keluhan. Saya mulai curiga, kenapa dia begitu tenang teronggok di sofa dalam waktu lama. Saat saya dekati, ternyata sofa sudah bergelimangan kencing dengan bau pesing menyengat!

Pantas Hasan bisa tenang tanpa mengeluhkan sakit perut lagi. Dari situ saya merasa hipotesa saya sudah valid terbukti. Ya! keluhan sakit perut Hasan bermuara dari kencing yang di tahan. Tekanan di kantung kemihnya mungkin?

Perawatan Setelah Sunat

sunat smart clamp


Tidak ada perawatan rumit paska sunat selain pendampingan sang anak saat berjuang menahan rasa perih. Saat mandi atau kencing, tidak usah mengkhawatirkan air mengenai penis karena sudah terlindungi klem. Namun, ada beberapa ritual yang harus dilakukan tiap selesai kencing.

Saat cebok, air dialirkan ke dalam klem untuk membersihkan residu kencing dan kemudian dibuang. Lakukan ini berulang kali sampai dirasa sudah bersih. Kemudian, sisa droplet air pada luka sunat dibersihkan dengan cara memasukkan cotton bud pada klem. Sentuh luka sunat dengan menggunakan cotton bud secara pelan sampai ujung luka sunat dirasa kering. Dengan cara yang sama, olesi betadine dengan menggunakan cotton bud. Selesai, tinggal pakai celana.


Momen kencing mungkin merupakan pengalaman traumatis lain bagi anak. Ia akan merasakan sedikit perih pada saat mengeluarkan air kencing. Oleh karena itu, tidak jarang Hasan menunda untuk bergegas ke kamar mandi saat sudah merasa sesak kencing. Tidak jarang pula ia tidak menuntaskan kencingnya sehingga menyebabkan keinginan hendak kencing lagi pada jarak waktu yang tidak lama.

Apa akibatnya? Mengompol. Selama seminggu Hasan "menginap" di kamar saya, seprai atas tempat tidur saya lepaskan meninggalkan seprai anti bocor yang membalut kasur saya. Ini saya lakukan agar tidak usah terjadi drama cuci seprai berkali-kali akibat ompolan. Jika ada ompolan, tinggal aliri air bersih, ilap, dan tunggu beberapa menit sampai bekas basuhan kering. Sebuah cara yang praktis.

Selain itu, akan ada beberapa kali anak ngompol pada saat ia sedang bermain. Dalam kurun 2 hari paska sunat, entah berapa kali Hasan ganti celana dalam dan celana luar. Agar tidak mengotori sofa atau lantai, saya menyuruh Hasan untuk menggunakan perlak sebagai alas dimanapun ia duduk. Cuci celana mudah, cuci karpet dan sofa akibat ompol ribet.

Pelepasan Klem

sunat smart clamp

Tibalah hari Kamis, 4 hari setelah sunat dan hari dimana klem akan dilepaskan. Seharusnya hari itu penis Hasan sudah tidak digelayuti klem lagi, namun karena tiba-tiba babehnya harus operasi, akhirnya pelepasan klem ditunda sampai hari Jumat.

Pelepasan klem bisa dikerjakan sendiri menggunakan tutorial di Youtube ataupun membawa anak kembali ke klinik tempat ia sunat. Sejujurnya suami agak malas pergi ke klinik lagi, ia ingin mencoba melepaskannya sendiri. Tutorial pelepasan klem di Youtube pun dibuka. Berdasarkan Youtube, anak disuruh berendam air hangat di bak mandi minimal 20 menit agar penis lebih lentur sehingga lebih mudah dicopot. Setelah 20 menit berlalu, suami bergegas ke kamar mandi untuk coba melepaskan. Seketika teriakan yang membahana seseantero rumah disertai isakan pilu selama hampir 10 menit. Sungguh tidak tega mendengarkannya. Ternyata melepaskan sendiri tidak semudah tutorial. Saya coba mengintip sedikit dari kamar mandi.

"Udah kecopot?" Tnnya saya panik.
"Belum, baru rangka putihnya aja. Plastik beningnya masih menempel."

Saya malah jadi stres. Sudahlah selama itu teriak-teriak tapi tetap belum beres. Suami menyuruh Hasan untuk terus berendam sebelum mencoba lagi melepaskan cangkang plastik bening itu dari penisnya. Saya hanya bisa memeluk Hasan yang terisak tidak karuan. Perlahan ia lebih tenang dan isakannya berhenti. Tidak lama kemudian suami datang kembali sembari membawa lotion dan minyak dengan harapan pelepasan menjadi lebih mudah. Saya langsung bergegas keluar karena tidak tahan dan tidak tega dengan apa yang akan terjadi di kamar mandi. Kembali terdengar jeritan yang keras dari kamar mandi. Saya hanya bisa membiarkan dan menunggu suami menyelasaikan pekerjaannya. Setelah saya membangun mental, akhirnya saya kembali ke kamar mandi. Disitu saya lihat cangkang plastik beningnya masih terpasang di penis.

Saya dobel stres.

Mau bawa ke klinik sekarang? Tidak mungkin. Hasan menolak mentah-mentah. Pun setelah diimingi apapun dia bergeming tidak melangkahkan kakinya. Mencoba memakaikan sendal juga sama aja karena dia melawannya. Akhirnya suami malah mengajak Hasan main Switch sebelum berusaha membujuknya nanti. Biar ia tenang dahulu, katanya.

Setelah makan siang, suami mencoba mengajak Hasan kembali dengan mengajak Hasan beli Happy Meal di McD terdekat. Tanpa perlawanan, Hasan pun ikut bersama babehnya pergi. Saya di rumah sembari cemas menunggu mereka kembali.

Setengah jam kemudian, suami dan Hasan kembali. Alih-alih muka cemberut sedih, Hasan malah terlihat bahagia. Apa yang terjadi?

Alih-alih membawa ke McD, suami langsung membawa Hasan kembali ke klinik.

"Loh, kok kesini lagi? Ini kan bukan McD." Tanya Hasan bingung.

Alih-alih melawan, Hasan tidak menolak turun dari mobil, meskipun langkahnya sedikit berat. Suami mengajak Hasan berfoto dulu menggunakan kalung badan "Alumni Sunat" di depan klinik.

"Ternyata cangkangnya bukan ditarik, tapi didorong." Ujar suami setengah tertawa.

Meski begitu, Hasan tidak menangis saat pelepasan berdasarkan testi suami. Setelah pencopotan selesai, Hasan pun dibelikan (lagi) mainan oleh suami. Kemudian mereka menuju McD untuk menepati janji di awal. Oh, pantas saja Hasan kembali dengan muka bahagia. Baru dibelikan mainan dan McD rupanya!

Yang Harus Diperhatikan!

sunat smart clamp


Sejauh yang saya perhatikan, metode Smart Clamp ini cukup mumpuni bagi orang tua yang sedang menimbang menggunakan metode sunat apa sebaiknya. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
  1. Jangan khawatir jika merasa belum menyiapkan apa-apa untuk paska sunat. Bahkan celana sunat pun tidak perlu. Anak bisa langsung memakai celana dalam. Obat-obatan perawatan bekas luka juga biasanya disiapkan oleh klinik sunat
  2. Minim sakit saat sunat. Meski Hasan bilang tidak sakit saat sunat, orang tua juga harus menyiapkan mental apabila anak menangis dan memberontak. Sebagai contoh, anak yang gilirannya sebelum Hasan menangis dan meronta-ronta
  3. Jika punya anak laki-laki lebih dari satu, sebaiknya tidak sekaligus menyunat mereka. 2-3 hari paska sunat anak butuh perhatian dan belaian ekstra untuk menenangkan dan merawat sunatnya. Kecuali ada bantuan lainnya (misal suami atau keluarga) yang hadir 24 jam membantu mendampingi anak yang rewel akibat sunat
  4. Gunakan seprai anti bocor saat tidur. Anak yang sehabis disunat punya sedikit rasa trauma untuk kencing sehingga tidak jarang dia bocor atau mengompol
  5. Suruh anak mengalas tempat duduknya dengan perlak saat ia bermain agar efek ompolannya minimalis.

"Hasan, sakit ga sunat?"

"Engga, cuma sakit dikit pas disuntik."


Lahiran Anak ke-3, dari Tandem Menyusui sampai Lahiran Gratis di RSUD

28 komentar

Sabtu, 7 November 2020 pukul 16.02

Alih-alih liburan ringan ke tempat yang tidak terlalu jauh, saya malah mengalami pengalaman mendebarkan dan tidak terlupakan seumur hidup saya. Alih-alih tidur di kamar hotel, saya malah tidur di "barak".

Husna A R hadir di tengah kami tanpa terduga. Hadir 2-3 minggu lebih cepat dari dugaan saya dan suami. Rencana liburan pekan itu boleh gagal, namun Allah menghadirkan rencana lebih baik yang indah dikenang.

Lahiran gratis rsud


Pengalaman Baru

Kehamilan yang tidak terduga

Kami baru diberikan rejeki kehamilan Hasan setelah 8 bulan menikah. Saya hamil Bilqis setelah setahun lebih  berusaha meski kami tidak menggunakan KB sama sekali. Isakan demi isakan saya lalui tiap bulannya saat mengetahui saya menstruasi. Siapa yang menyangka kalau saya hamil lagi saat Bilqis berusia 1 tahun kurang? Berbeda dengan saya yang tidak pernah mengingat-ingat jadwal menstruasi saya, suami hampir selalu ingat sehingga kenyataan saya hamil cukup membuat ia terkejut. Berdasarkan hitungan dia, harusnya saya tidak hamil. Tapi kenyataanya berkata lain.


Punya anak jarak dekat

"Kenapa ya jarak Hasan (anak pertama) dan Bilqis (anak kedua) jauh. Kan kalau selisih umurnya sedikit enak bisa sekalian, sekalian capek." ujar saya


Saat Hasan lahir, saya dan suami memang berencana untuk memberikan Hasan adik dengan usia tidak jauh, sekitar 2 tahun. Pun, saya tidak menggunakan KB dan tidak berencana menunda kehamilan melihat rekam jejak sebelumnya dibutuhkan waktu cukup lumayan sebelum hamil Hasan.

Ternyata manusia hanya bisa berencana dan Allah-lah yang menentukan. Saya yang sebelum hamil Hasan memiliki siklus sangat teratur tiba-tiba kacau balau setelah mendapat haid paska melahirkan Hasan. Gejolak  hormon yang tidak tentu ditambah dengan menyusui membuat kami belum diberi rezeki hamil adiknya Hasan agar berjarak 2 tahun. Alhamdulilah, 2-3 bulan setelah Hasan lulus menyusui 2 tahun, saya diberi rezeki hamil adik Hasan. Betapa senang hati kami, akhirnya penantian kami terbayar. Yah, tidak mengapa selisih Hasan dan adiknya 3 tahun, meski terbersit rasa berat karena selisih 3 tahun artinya kami akan bayar uang pangkal sekolah Hasan dan adiknya secara bersamaan!

Qadarullah, dokter menyatakan janin tidak berkembang dan harus dikuret beberapa hari setelah diagnosa. Betapa mencelosnya hati saya. Rasanya dunia tidak adil. Sudahlah kami bukan tipe cepat mendapatkan momongan, kini harus dihadapkan dengan kenyataan abortus. Mana keadaan kami pada saat itu relatif pas-pasan. Biaya untuk kuretase cukup mahal namun tidak menghasilkan "apa-apa", alias tidak ada bayi. Rasanya kayak buang uang sia-sia.


Menyusui saat hamil

"Bisakah aku menyempurnakan penyusuan sampai 2 tahun?" ujar saya dalam hati.

Berangkat dari keinginan awal ingin memiliki anak dengan jarak usia 2 tahun, saya kerap berpikir apakah saya bisa menyusui saat hamil, atau bahasa populernya Nursing While Pregnant (NWP)? Kalau anak jarak usia 2 tahun otomatis sudah hamil meski masih dalam keadaan menyusui anak sebelumnya.

Apakah menyusui saat hamil berbahaya?

Dari hasil baca-baca dan mendengar pengalaman yang lain, menyusui saat hamil tidak berbahaya asal tidak membahayakan kehamilan dan asupan gizi masuk memadai. 

Saya baru tahu kalau saya hamil pada bulan April berdasarkan hasil testpack, kira-kira Bilqis berusia 1 tahun. Kami memang menginginkan menambah anak dalam kurun waktu tidak lama, tapi yah tidak secepat itu mengingat kami memiliki beberapa rencana ke depan yang terasa lebih baik apabila belum menambah anak lagi. Baik suami dan saya tidak ada yang menyangka.

Awalnya kami berencana untuk konsul di dokter kandungan langganan kami di Cibubur, namun karena yang bersangkutan tidak praktek dahulu dalam jangka waktu lama, akhirnya kami memutuskan untuk mengecek kehamilan di RS Islam Cempaka Putih yang berlokasi sangat dekat dengan apartemen kami. Mengingat tahun 2020 ini dunia sedang dikepung pandemi COVID, saya memutuskan untuk berangkat sendiri ke Rumah Sakit. Untung pada saat itu masih diberlakukan Work From Home (WFH) bagi suami, sehingga ia bisa menjaga anak-anak di apartemen.

Alhamdulillah, ternyata benar ditemukan kantung hamil. Kabar buruknya, terlihat gumpalan warna hitam di bagian bawah yang artinya ditemukan pendarahan pada rahim.

"Tapi selama ini tidak ada darah yang keluar, dok!", ujar saya tidak percaya.

Akhirnya dokter memberikan progesteron sebagai penguat kandungan. Saya pun mulai curiga, apakah akibat saya masih menyusui anak kedua saya. 

"Sebenarnya tidak juga.", jawab sang dokter.

Secercah kabar baik bagi saya. Pada saat itu saya agak sedih, masa harus secepat itu "berpisah" dengan anak kedua saya? Masa dia hanya menerima penyusuan setahun? Akhirnya di dalam hati saya mencoba mengambil jalan tengah, tetap menyusui tapi mengurangi frekuensi menyusui, hanya 2 kali saja yaitu saat menjelang tidur siang dan tidur malam dengan harapan tidak melukai janin.

Sebulan kemudian, saya kembali kontrol. Alhamdulillah, pendarahan sudah tidak terlihat lagi di USG. Rasanya lebih tenang hamil sembari menyusui Bilqis. Kontraksi? Tidak. Mungkin sedikit lebih menantang saat usia kehamilan bertambah besar karena harus memposisikan Bilqis sedemikian rupa agar tidak menindih perut saya.

Ujian NWP juga terjadi saat trimester tiga. Entah mengapa, puting terasa lebih sensitif sehingga terasa nyeri tiap Bilqis menyusui. Mana Bilqis tipe menyusui seenaknya, alias banyak gaya. Benar-benar bikin saya harus memposisikan Bilqis sedemikian rupa agar rasa nyeri tidak semakin menjadi-jadi.

Menyusui tandem

"Gimana ya rasanya menyusui tandem? pasti enak deh, 2 anak nyusuinnya ga genap 4 tahun" pikir saya bertahun-tahun lalu.

Husna lahir saat Bilqis berusia 19 bulan. Itu artinya saya harus melakukan penyusuan tandem!

Saya memiliki sejarah dua kali sulit menyusui. Beberapa alasan saya kenapa ingin menyusui tandem adalah memudahkan si adik untuk menyusui (karena bentuk puting akan lebih memudahkan) dan menyelesaikan berbagai permasalahan awal menyusui seperti payudara bengkak, breast engorgement bahkan mastitis lebih cepat!

Pengalaman pertama menyusui tandem baru saya alami saat Husna berumur 4 hari. H+1 kami mengeluarkan diri secara "paksa" dari rumah sakit. H+2 hingga H+4 Husna harus mendapatkan terapi sinar.

Saya membawa Husna ke dokter anak pada H+2 kelahiran karena ingin minta dilakukan screening awal dan vaksin hepatitis B yang tidak diberikan oleh RSUD saat kelahiran. Ternyata bilirubin Husna tinggi, nilainya 22! Akhirnya Husna harus disinar selama 2 hari. Berbekal pengalaman Bilqis yang bingung puting karena murni 24 jam menggunakan ASIP dot, saya memutuskan memberi ASIP baik secara langsung maupun dot saat Husna disinar. Untuk memudahkan itu, saya meminta izin untuk menginap di Rumah Sakit.

Saya dan Husna pulang pada H+4 sorenya. Entah kangen atau bagaimana, Bilqis langsung "buka puasa" dan langsung menyusui saat saya pulang ke rumah 😝.

Maka dimulailah antrian menyusui terjadi setiap harinya. Berhubung Husna masih bayi baru dan Bilqis masih terlalu kecil untuk mengerti perkara kecemburuan, saya tidak pernah menyusui sekaligus dua-duanya. Selain saya tidak bisa mengangkut Husna satu tangan, menyusui Bilqis beriringan malah bikin Bilqis mendorong dan menggencet Husna. Jadi pilihan yang saya ambil adalah "nomor antrian menyusui".

Opsi ini ada plus minusnya. Sisi baiknya Bilqis jadi tidak dorong-dorong adeknya saat menyusui. Sejak hamil Husna, Bilqis cuma menyusui sebelum tidur saja, jadi 2-3x sehari. Nah, tiap mau mendekati waktu tidur lah prahara terjadi. Saya selalu memprioritaskan menyusui Husna dahulu karena sekali ia lapar, relatif tidak ada opsi untuk menenangkan. Sementara Bilqis bisa minta tolong Hasan untuk ajak dia main. Atau, dengan cara memberikannya baju kotor saya dan kemudian ia luntang-lantung di kasur menunggu gilirannya haha. Setelah Husna tidur, saya pergi ke kamar anak-anak untuk menyusui Bilqis sampai ia tertidur dan menyuruh Hasan tidur menemani adiknya.

Sekarang Bilqis berusia 21 bulan, bismillah menggenapkan penyusuan Bilqis sampai 2 tahun!

Labour on the run

lahiran gratis rsud

telah lahir anak kami yang bernama x di RSUD y

itu adalah kira-kira pesan di sebuah WAG yang saya ikuti. Loh, dia kan orang Jakarta, kok lahiran di RSUD di sesuatu daerah Jawa. Ternyata si teman lahir saat hendak keluar kota.

"waduh gimana itu ya rasanya. Tidak terencana, malah bisa jadi ga siap bawa perlengkapan lahir", pikir saya saat itu.

Sangat tidak disangka, ini terjadi kepada saya!

Berdasarkan perhitungan kasar, kira-kira saya akan melahirkan pada pertengahan atau akhir November 2020. Saat usia kehamilan 36-38 minggu. Kami diajak berlibur di daerah Rancamaya saat perkiraan usia kehamilan 36-37. Ah, dua anak sebelumnya juga baru melahirkan di usia kehamilan 39, santai lah . Kami pun menyanggupi ajakan tersebut. Malam sebelum keberangkatan, pikiran saya sedikit masygul. Kok perut saya tidak enak sekali. Rahim berkali-kali kontraksi. Tidak sakit sih, cuma karena terus menerus membuat saya merasa tidak nyaman.

"Aku capek yang malam ini. Kontraksinya kayak terus-terusan.", ujar saya kepada suami.

Sembari menyiapkan koper untuk esok harinya, saya berdoa di dalam hati. Ya Allah, aku ingin sekali liburan. Plis ya bisa liburan dengan tenang. Di sisi lain saya agak yakin ini cuma kontraksi palsu namun terus-menerus. Pasalnya, salah seorang teman pernah mengalami ini di kehamilan keduanya. Saat dicek ke Rumah Sakit malah tidak ada bukaan sama sekali. Ia baru melahirkan bulan berikutnya. Ah mungkin kasus kami sama.

Tapi ternyata saya salah dan doa saya tidak dikabulkan Allah.

Dalam perjalanan menuju Rancamaya, saya mulai intensif memperhatikan frekuensi kontraksi rahim. Sangat frekuentif dan teratur. Hati saya semakin masygul. Setelah hampir setengah jam rentetan kontraksi teratur, akhirnya kontraksi tidak seintens itu frekuensi. Fyuh, saya bisa bernapas agak lega.

Yakin, meski doa saya tidak dikabulkan, ini adalah jalan terbaik dari Allah.

Saat saya bersantai di playground indoor hotel, hati saya kembali kalut. Sembari memesan makanan siang melalui aplikasi Gojek, saya merasakan perut saya yang kembali mengeras secara rutin. Tapi ah, saya abaikan saja.

Kami kembali ke kamar setelah mengambil pesanan makanan dan memberi anak-anak makan siang di kamar. Bilqis sempat agak rewel sehingga saya harus beberapa kali menggendongnya. Tiba-tiba saya merasa perasaan ingin kencing besar saat menggendong Bilqis. Tunggang langgang saya ke kamar mandi. Dengan hati yang tidak karuan, saya intip air wc sebelum saya siram.

Ah benar saja, air berwarna merah!

Saya segera lapor ke suami. 

"Oke, ayo kita berangkat!" ujar suami sembari melihat gawai untuk mengecek rumah sakit terdekat. Sebenarnya suami juga agak kalut meski raut wajahnya sangat tenang.

Lantas bagaimana dengan nasib anak-anak?

Sebenarnya kami tidak liburan sendiri, akan ada mertua beserta adik-adik suami serta satu adik suami lainnya bersama keluarganya. Tapi pada saat itu baru kami yang sampai Rancamaya. Anak-anak pun terpaksa kami boyong ke RSUD Ciawi, satu-satunya  Rumah Sakit terdekat dari Rancamaya.

"Kamu ga apa-apa kan ngurus sendiri? Aku harus nungguin anak-anak." Tanya suami masygul.
"Gapapa, tungguin aja anak-anak. Aku ga masalah ngurus sendiri dulu."

Akhirnya suami menunggui anak-anak sampai nanti salah satu adiknya sampai dan menjemput anak-anak. Saya sendiri ke IGD untuk mengecek bukaan. Waktu itu jam 2 sore.

"Kata susternya udah bukaan 3, terus katanya karena ini RS rujukan COVID mau lanjut disini ga. Soalnya mesti rapid test sama ronsen dulu." tanya saya kepada suami melalui  Telegram.

Karena sudah bukaan 3 dan melihat rekam jejak melahirkan saya sebelumnya, suami tidak berani ambil risiko memindahkan saya ke rumah sakit lain. Dalam hati pun berat rasanya jika harus pindah rumah sakit. Jalanan sangat macet di depan RSUD Ciawi, kira-kira bisa dibutuhkan 45 menit untuk menuju Rumah sakit langganan saya yang berada di Cibubur, Bekasi. Tidak cuma itu, saya ingat bahwa harus dilakukan dahulu prosedur swab PCR sebelum diurus proses lahiran. Hah, jangan-jangan sampai sama sudah bukaan 7 atau 8, kemudian harus melewati prosedur melelahkan lainnya? Jujur saya tidak kuat membayangkannya.

Setelah suami memberikan persetujuan kepada suster untuk melanjutkan prosedur melahirkan, saya segera diarahkan untuk mengurus pendaftaran awal pasien di kasir yang berada di pintu masuk IGD dari sisi luar. Untung saja tidak rame dan saya bisa langsung dilayani.

Proses lahiran (hampir sendiri)

lahiran gratis rsud


"Tolong pak, saya mau lahiran. Susternya bilang slip merah (didahulukan). Tolong diurus cepat ya!" Pinta saya.

"Ibunya sendirian saja?" Tanya petugas keheranan.

"Iya mas, suami saya lagi nungguin anak-anak di mobil. Nunggu ada saudara yang bisa ambil anak-anak."

Petugas resepsionis langsung menyerahkan formulir untuk diisi dan meminta KTP serta kartu BPJS saya. Meski kami semua terdaftar BPJS Kesehatan, tapi kami tak pernah memakainya. Praktis saya tidak pernah membawanya, tersimpan rapi di rak lemari kamar.

"Ini pak, saya ada kartu BPJS tapi saya tidak bawa. Nanti menyusul ya!" Ujar saya sembari menyodorkan KTP.

Saya langsung membuka gawai untuk mengabarkan suami soal BPJS ini. Ternyata suami sudah mengirimkan soft copy BPJS saya. Luar biasa inisiatifnya suami. Saya segera menyodorkan gawai dengan gambar pindaian kartu BPJS saya kepada petugas. Tidak lama kemudian, urusan administrasi awal selesai dan saya langsung menuju ke IGD Ponek (bagian kebidanan).

Saya disuruh berbaring oleh suster karena mau diambil darah untuk rapid test. Tidak lama kemudian suami video call untuk memastikan saya baik-baik saja. Pas sekali, adik suami sudah tiba di RSUD dan bisa mengambil anak-anak untuk dititipkan sementara waktu. Tidak lama kemudian suami sudah berada di ruang IGD.

Suster mengisyaratkan bahwa dia hendak memasang infus ke tangan saya. Sontak saya kaget, buat apa. Lahiran anak pertama baru dipasang saluran infus karena bukaan 8 saya kurang bagus, jadi saluran infus sebagai selang masuk cairan induksi. Sementara lahiran anak kedua, saya tidak menggunakan infus sama sekali karena kelahiran Bilqis begitu mengagetkan membuat bahkan suster bidan di ruangan pun kalang kabut.

"Mau disiapin buat induksi Pak, Bu. Biar cepat lahirannya" ujar perawat.

Lah, buat apa. Suami menjelaskan histori kelahiran sebelumnya yang cenderung cepat prosesnya. Walaupun kalau proses bukaan tidak bagus, keputusan induksi bisa diputuskan nanti. Terlalu prematur keputusan melakukan induksi sekarang. Kami kompak menolak. Namun akhirnya karena malas berdebat, tangan saya tetap dipasangkan infus yang katanya untuk pemberian nutrisi. Ya sudahlah. Rugi menghabiskan energi disini.

"Pak, bisa isi ini, ini dan ini ga. Terus ini saya tulisin perlengkapan buat ibu dan bayinya. Bisa dibeli sekitar sini." Pesan perawat.

Yhaa,, suami baru datang sudah disuruh pergi lagi buat "belanja" haha. Yak betul, saya sendiri lagi. Tidak lama kemudian saya dibawa oleh suster menggunakan kursi roda untuk foto ronsen. Tidak jauh, tapi lumayan memakan waktu karena harus menunggu sampai peralatan siap. Selesai ronsen, saya kembali lagi ke IGD dengan rasa dan frekuensi kontraksi  yang semakin intens.

Lahiran pertama saya hanya tergeletak di kasur rumah sakit semenjak datang pada bukaan 3.

Lahiran kedua saya sudah lebih banyak membaca sebelumnya, jadi saya memutuskan berjalan-jalan di ruangan saat rasa sakit kontraksi mulai mengganggu. Bukaan 5 atau 6 mungkin?

Lahiran ketiga saya berencana mempraktekkan gerakan-gerakan yang saya ketahui saat mengikuti zoom prenatal excercise. Gerakan tersebut seperti jongkok atau prenatal flow lainnya. Tapi rencana hanya tinggal rencana.

"Sus, saya boleh minta tolong tangga (yang buat turun dari kasur) dipindahkan ke sebelah kiri ga?" pinta saya memelas.

Infus di tangan kiri, tangga di sebelah kanan kasur. Kalau saya turun otomatis infus tertarik kan? Makanya saya meminta tangga dipindahkan ke sisi lain.

Permintaan pertama saya diabaikan. Saya ulang lagi permintaan tersebut untuk kedua kalinya dengan suara agak keras dan setengah memaksa. Akhirnya baru permintaan saya dilakukan, meski menunggu 5 menit dahulu semenjak saya utarakan untuk kedua kalinya.

Ah, saya sudah keburu malas buat turun. Rasa kontraksi semakin menggangu. Saya berpegangan erat pada tiang infus sembari konsentrasi melakukan hirup-hembus nafas untuk meredakan rasa sakit kontraksi. Di kasur sebelah saya ada ibu lainnya yang sedang hamil. Total perawat ada 3 orang. Selain yang berada di belakang meja, 2 perawat lainnya sedang melayani ibu tersebut.

"Sus, ini kok rasanya udah dibawah banget ya. Bi..sa.. tolong... cek ga?" ujar saya sedikit terengah-engah.

Satu perawat yang sedang mengurus di ranjang sebelah saya menghampiri dan mengecek bukaan saya. Sudah bukaan 8 ternyata.

"Yak! hasil tes negatif, segera bawa ke ruang melahirkan!" tandas perawat yang berada di belakang meja.

Kemaluan saya rasanya sudah berat sekali, seperti ada yang hendak keluar. Saya meminta agar lahiran di ruang IGD saja. Dengan rasa sedemikian rupa, tak kuat membayangkannya jika sang bayi keluar di kursi roda. Tapi perawat bersikeras. Saya turun sendiri (iya tidak dibantu! haha) dari kasur dan diarahkan ke kursi roda. Tas saya pun disuruh pegang sendiri. Untung salah satu perawat mau dimintai tolong pegang setelah saya minta. Tergopoh-gopoh kursi roda saya didorong menelusuri koridor. Saya sembari berdoa saat menunggu pintu lift terbuka. 
"Untung ga lahiran di Ponek, bisa repot kita!" Terdengar sayup-sayup percakapan para perawat

Akhirnya sampai juga di ruang bersalin. Pintu kaca dibuka, terlihat koridor ruangan bersalin dengan stasiun perawat di sebelah kanan. Saya segera masuk ke bangsal yang berjejer 2 baris dengan tiap baris terdiri dari 3 kasur. Terdengar sayup-sayup suara suami dari ujung koridor. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa bersama suami lagi. Namun suami tidak langsung bisa bersama saya. Tampaknya dia harus mengurus sesuatu dulu di satsiun perawat.

Lagi-lagi saya harus turun kursi roda dan naik ke atas kasur sembari memegang botol infus. Dengan sedikit agak mengeluh, saya setengah membanting botol infus ke atas kasur. Saya tidak bisa berfikir, rasanya berat harus melakukan rentetan yang seharusnya ringan itu dalam keadaan kepala bayi akan keluar beberapa menit lagi. 

"Ya kalau lahiran di Rumah sakit harus begini. Kalau mau lahiran enak ya di bidan." Sungut seorang perawat, jelas terdengar di telinga saya.

Ehem,, 2 kali lahiran sebelumnya di Rumah Sakit kok, tapi ya jauh sekali dari begini.

Akhirnya saya dapat rebahan kembali di kasur. Tampak suami di pintu bangsal masuk. Alhamdulillah suami dapat menemani saya.

Setelah satu kontraksi di kasur, bidan memberi aba-aba bahwa bukaan sudah lengkap dan saya bisa mengejan. Saya genggam erat tangan suami. Ejanan pertama, belum keluar. Ejanan kedua, terasa sedikit perih di bagian kemaluan dan keluarlah Husna pada pukul 16.00 diiringi dengan suara hujan lebat dari luar. Saya menarik nafas lega.

Tinggal satu tahapan lagi. Jahitan. Proses jahitan bagi saya adalah penutup yang sebenarnya bersifat anti klimaks jika dibandingkan dengan proses lahiran. Suami saya disuruh suster untuk segera mengurus proses administrasi rawat inap. Namun, saya meminta suami untuk bersama saya sebentar lagi, setidaknya sampai disuntikkan anastesi sebelum dijahit. Meski luka robek tidak besar, tetap keinginan saya untuk melahirkan tanpa jahitan belum terealisasi sampai lahiran anak ketiga. Mungkin nanti lahiran anak keempat? Insya Allah.

Husna diambil oleh perawat untuk dievaluasi di ruangan yang sama. Ditimbang dan diukur serta diteteskan polio. Husna lahir dengan berat badan 2,8 kg dan tinggi badan 48 cm. Dibandingkan kakak-kakaknya, Husna termasuk paling kecil dan lahir saat usia kehamilan paling muda. Hasan lahir saat usia kehamilan 39 minggu dengan BB 3,45 kg dan TB 50 cm. Bilqis lahir saat usia kehamilan 39 minggu dengan BB 3,05 kg dan TB 49 cm.

Setelah suami pergi, saya melalui proses penjahitan sendiri. Dari ketiga jahitan, entah kenapa proses jahitan kali ini paling tidak enak. Paling lama dan paling menggangu. Bahkan saat saya cebok setelah buang air kecil, terasa aneh sekali tutupan jahitannya.

Beberapa bulan lalu saya mengobrol dengan seorang teman yang berdomisili di Jepang mengenai kelahiran di masa pandemi. Ia bercerita bahwa ia melakukan semuanya sendiri mulai dari berangkat ke Rumah Sakit hingga pulang dari Rumah Sakit. Ia baru bertemu suami dan anak sulungnya pada saat menjemput dirinya yang telah selesai menghabiskan 5 malam di Rumah Sakit. Saya benar-benar tidak habis pikir, entah bagaimana rasanya melalui semuanya sendirian.

Ternyata saya (hampir) merasakan yang dirasakan teman. Melahirkan (hampir) sendiri.

Pulang dari rumah sakit kurang dari 24 jam

lahiran gratis rsud


"Kamu pasti mutung ya, kesannya kok aku tega banget biarin di ruangan kelas 3 RSUD?" Tanya suami setelah kita keluar dari Rumah Sakit keesokan paginya.

Setelah proses penjahitan selesai, Husna diantarkan dan ditaruh ke dada saya untuk IMD (Inisiasi Menyusui Dini). Cukup lama Husna berada di dada saya, hampir setengah jam mungkin? Entah karena apakah IMD selama itu atau memang saya dianggurkan karena perawat entah mengurus apa di luar sana 😑. Setelah sekian lama, akhirnya perawat datang untuk memakaikan baju serta membedong Husna.

"Baju dedeknya mana ya bu?" Tanya perawat.
"Saya disini lahiran mendadak sus, benar-benar ga bawa apa-apa. Tadi suami saya udah keliling apotik di sekitar sini juga ga ketemu yang jual baju bayi, cuma ada pampers. Tolong sus, ada ga bedong sama baju satu aja stok dari sini? Nanti saya beli juga gapapa." Pinta saya memelas.

Padahal saya sudah meminta dengan keinginan serupa saat masih menahan kontraksi bukaan di Ponek. Mereka bersikukuh kalau Rumah Sakit tidak menyediakan pakaian bayi. Alhamdulilah Husna dipakaikan sepotong baju dan bedong dari Rumah Sakit. Lega saya melihatnya, anakku bisa berpakaian dengan layak. Setelah selesai dipakaikan, Husna diletakkan di bed bayi yang berada disamping saya. Perawat pun meninggalkan saya. Akhirnya saya dapat berbaring dengan lega seraya menatap Husna yang sedang tertidur dengan pandangan teduh. Kulitnya agak gelap seperti Hasan, bentuk mukanya bulat dengan secuil pipi menyembul. Hidungnya mancung seperti kakak-kakaknya yang lain.

Saya bersantai sejenak menunggu suami datang sebelum dipindahkan ke ruang rawat inap. Tas yang berada di meja samping saya gapai dan resletingnya dibuka untuk mengambil gawai. Begitu banyak notifikasi muncul di layar gawai. Ternyata orang tua dan mertua ingin mengunjungi saya di Rumah Sakit. Karena terlalu lama dianggurkan, saya baru bisa memegang gawai saat itu. Padahal saya ingin menitip agar dibawakan beberapa bedong dan baju bayi yang tertinggal di rumah ortu, namun ortu terlanjur sudah dalam perjalanan ke RSUD.

Mertua datang setelah berwisata melihat jembatan gantung di Sukabumi. Mereka juga menginap di Rancamaya. Jadi sebelum ke hotel, mereka mampir dulu ke RSUD yang jaraknya lumayan dekat meski menjadi terasa jauh karena banyaknya volume kendaraan di sekitar yang membuat jalanan macet berat. Mengingat ini situasi pandemi, mertua saya hanya sebentar di ruang bersalin untuk kemudian kembali ke hotel. Tidak lama kemudian orang tua saya datang membawa titipan saya yang dibeli dari apotek sekitar. Breast pad dan pembalut bersalin. Azan maghrib berkumandang. Suami mengajak ortu saya untuk sholat di mesjid RSUD sembari berpesan ke saya agar menunggu kedatangan mereka sebelum dibawa ke rawat inap.

"Ruangan sudah siap! yuk kita ke ranap." Ujar suster.

Saya menyampaikan pesan suami, sekitar 10 menit kemudian akhirnya suami dan ortu datang dan kami bersama-sama ke ruang rawat inap. 

Sebuah pengalaman yang berbeda dibandingkan kelahiran pertama dan kedua saya. Jika sebelumnya saya masuk ruangan dengan kamar mandi dalam, terdiri dari 1 ranjang dan ber-AC, sekarang saya memasuki kamar yang terdiri dari 4-5 ranjang, kamar mandi dalam dan tidak ber-AC. Meski begitu, saya tidak mengatakan apa-apa di dalam hati. Saya malah kepikiran ingin menyuruh suami saya untuk pulang saja ke hotel dan menemani Hasan dan Bilqis tidur. Suami menolak dan saya baru menyadari tepatnya keputusan itu setelah keesokan hari. 

Ternyata mandi dengan selang infus di tangan sangat sulit. Untung saja ada suami saya yang setia membantu melepas-memakaikan baju. Akhirnya saya beres mandi juga setelah seharian memakai baju yang penuh peluh dengan bercakan darah sana sini akibat proses persalinan. Badan segar, rasanya jadi lebih bisa tidur meski tanpa AC. Alhamdulillah saat itu di kamar hanya ada 1 pasien lain yang ditemani oleh suaminya. Suami saya jadi bisa tidur di tempat tidur kosong di samping saya. Setelah menyusui dan mengganti popok Husna, saya mencoba tidur seraya mendekatkan rannjang bayi ke dekat tempat tidur saya.

"Bapak, ibu, barang-barang pribadinya dijaga ya, takut ada orang niat jahat ambil." ujar satpam dari daun pintu bangsal.

Hah, ada apa ini? Rasanya jadi deg-degan. Ini pengalaman yang sama sekali baru. Suami segera mengambil gawai saya dan memasukkannya di tas tangan saya yang berada di laci. Karena ranjang saya berada paling dekat dengan pintu bangsal katanya.

Jendela bangsal dibuka oleh pasien yang ranjangnya di dekat sana agar udara mengalir. Deru mobil dan motor bersahut-sahutan. Apalagi saat tengah malam. Alih-alih tidur saya terbangun karena tangisan bayi, saya malah lebih terganggu dengan suara motor yang kebut-kebutan di tengah malam. Pada dua kelahiran sebelumnya saya merasakan sedikit nyeri di kemaluan akibat jahitan pada malam pertama. Sekarang malah hampir tidak terlalu terasa mengganggu. Allah maha baik dan adil, saya dipermudah oleh-Nya disaat keadaan sedang kurang enak dan mendukung.

Bangsal yang gerah, suara kendaraan yang gaduh di malam hari, kurangnya privasi, membuat saya tidak sabar menuruti saran suami untuk langsung pulang esok paginya.

"Memang bisa pulang besok pagi?" Tanya saya tidak percaya.
"Bisa, pulang paksa aja lah! Syarat BPJS yang penting udah nginap sehari." Tandas suami.

Matahari menunjukkan sinar paginya. Kumandang Azan terdengar di ufuk sana. Gawai suami berbunyi menandakan saatnya bangun dan salat Subuh. Saya kembali memejamkan mata karena tidak harus salat Subuh. Jam 7 saya kembali dibangunkan suami. Suami menginginkan pulang secepat mungkin. Namun apa daya, meski jam 7, belum ada petugas terlihat. Pintu koridor rawat inap masih terkunci. Setelah mandi, mulai tampak perawat lalu lalang. Mereka pun meminta ranjang bayi diantarkan ke stasiun perawat untuk dimandikan.

"Cuma ada pampersnya ya, bajunya mana bu?" Tanya perawat keheranan.

Teriris hati saya mendengarnya. Husna tidak ada baju ganti karena dari kemarin kami tidak dapat menemukan baju bayi di jual disekitar RSUD. Bahkan ortu saya yang datang juga tidak dapat menemukan di toko sekitar. Karena alasan ini pula lah yang membuat saya semakin yakin bahwa pagi inilah kami harus pulang ke Cibubur (rumah ortu saya). Kasian Husna. Saya ingin sesegera mungkin Husna memakai baju dan bedong ganti yang bersih. Karena tidak ada baju ganti, Husna kembali memakai baju dan bedong yang sama. Sedih melihatnya.

Alhamdulillah, seusai Husna mandi, suami pun selesai mengurus administrasi untuk keluar ranap. Kami segera membereskan barang bawaan. Saya menggendong Husna, suami membawa tas.

Ah lega, nyaman sekali menghirup udara luar, pikir saya dalam hati sembari duduk di mobil. Masuk jam 4 sore, keluar jam 9 pagi. 17 jam. Kurang dari 24 jam saya sudah keluar dari rumah sakit paska persalinan. Masuk dalam keadaan perut gendut, keluar dalam keadaan menggendong bayi.

"Aku lapar, sarapan dulu yuk!" Ujar saya

Kemudian mobil meninggalkan Rumah Sakit dan menuju hotel. Ternyata Husna ingin menikmati suasana hotel juga.

Lahiran gratis

Tidak pernah terbayangkan sama sekali oleh kami, lahiran anak ketiga ini gratis dan tidak mengeluarkan uang sepeserpun kecuali biaya belanja perlengkapan kelahiran dadakan. Kartu BPJS yang sudah 3 tahun teronggok di dompet saya akhirnya di gunakan juga. Karena okupasi suami, dirinya beserta keluarganya harus didaftarkan ke BPJS kesehatan kelas 3. Tidak terbayangkan juga, akhirnya kartu tersebut terpakai untuk kebutuhan lahiran anak ke-3.

Alhamdulillah, ini bagian dari rejeki Husna. Lahiran lancar, cepat, dan gratis. Biaya lahiran yang telah disiapkan oleh suami sebelumnya jadi bisa dialokasikan ke pos lain. Kebetulan sekali, kebutuhan kami untuk tahun 2021 cukup banyak, Memang benar, tiap anak membawa rejekinya masing-masing.

Lahiran di RSUD

lahiran gratis rsud


Saya melahirkan anak pertama dan kedua di RS Permata Cibubur. Meski jauh dari apartemen, kami rutin kontrol dan pada akhirnya melahirkan disana karena dokter Obgyn langganan kami praktek disana. Pun, lokasinya sangat dekat dengan rumah orang tua. Kami bisa menunggu di rumah ortu dulu sebelum jadwal kontrol. Kami pun tidak perlu mengantri dan menunggu lama di rumah sakit.

Lahiran anak ketiga secara tidak terduga terjadi di tempat yang tidak terbayangkan sama sekali, jauh dari rencana lokasi. Ini pertama kalinya lahiran di Rumah sakit milik pemerintah. Saya lahiran di RSUD Ciawi. Suami yang bekerja di instansi rumah sakit pemerintah membuatnya cukup terbekali bagaimana sistem Rumah sakit di daerah sehingga membuatnya dapat bertindak lebih taktis dalam mengambil keputusan. 

Meski lahiran ketiga melalui standar prosedur yang jauh berbeda dibanding lahiran sebelumnya, tidak terbersit pun di benak saya sampai sekarang untuk menyesal dan mengeluh. Toh wajar saja, kan gratis sementara yang sebelumnya bayar. Lahiran di RSUD benar-benar sangat berkesan karena memberikan pengalaman yang menarik bagi kami berdua. Ah bukan, bertiga.

Secercah Harapan ke Depan

Segala bentuk rasa penasaran saya yang terpikirkan sebelumnya sebagian besar terjawab di kelahiran ketiga. Apakah lebih baik? Sesuaikan dengan bayangan saya? Menurut saya semua ada kelebihan dan kekurangnya. Yang sama jelas satu, pengalaman yang indah dikenang.

Meski begitu, jika dipikir-pikir masih ada beberapa keinginan seputar hamil-menyusui-melahirkan ini. Lahiran di negeri orang dan lahir tanpa jaitan. Lahiran di negeri orang tampak mustahil. Pun, sudah akan lahiran anak keempat. Saya juga tidak menginginkan kehebohan ekstra pada anak keempat.

Tinggal lahiran tanpa jaitan. Saya masih penasaran bagaimana cara dan rasanya. Meski menurut saya Allah memberikan kemudahan pada tiga kelahiran saya, saya tetap belum merasakan pengalaman lahiran tanpa jaitan. Lahiran anak keempat mungkin?

Eh gimana sih, ini Husna juga baru 2.5 bulan? 😏

lahiran gratis rsud