Bercerai dengan Musik

4 komentar
I can't live without music
Setidaknya itulah slogan yang santer digaung-gaungkan oleh media massa atau berbagai orang di social media.

Tapi benarkah begitu?


Beberapa Dalil


Mungkin saya tidak ingin berpanjang lebar menjelaskan dalil-dalil tentang musik. Kalian bisa baca disini, disini, disini, disini atau disini. Atau bisa baca di buku-buku yang menjelaskan dalil musik semacam buku ini atau ini (bukan iklan, wkwkwk). Sebenarnya ada banyak kok bahan bacaan asal kita bisa mencari dengan benar.


Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tegas mengharamkan musik dalam sabdanya :

لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفِ


"Sungguh akan ada dari umatku kaum-kaum yang menghalalkan zina, kain sutra (bagi lelaki), khomer (segala sesuatu yang memabukkan), dan alat-alat musik" (HR Al-Bukhari)


Pengharaman musik pada hadits ini dari dua sisi :


Pertama : Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam يَسْتَحِلُّوْنَ "menghalalkan". Ini menunjukkan bahwa hukum alat-alat musik adalah haram, namun akan ada kaum dari umat ini yang akan menghalalkannya


Kedua : Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menggandengkan alat-alat musik dengan perkara-perkara yang sangat jelas haram berdasarkan ijmak ulama, yaitu zina, kain sutra (bagi lelaki), dan khomr.


Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah –dalam bab washiat- berkata,

وَإِنْ كان لَا يَصْلُحُ إلَّا لِلضَّرْبِ بَطَلَتْ عِنْدِي الْوَصِيَّةُ وَهَكَذَا الْقَوْلُ في الْمَزَامِيرِ كُلِّهَا


"Jika al-uud (kayu yang dimaksud oleh pewasiat) tidak bisa digunakan kecuali untuk dimainkan (semacam gitar-pen) maka wasiatnya batal menurutku. Demikian juga pembicaraan mengenai seluruh jenis seluring (alat musik)"  (Al-Umm 4/92)


Sangat jelas bahwa Imam Asy-Syafi'i rahimahullah mengharamkan seseorang yang berwasiat untuk memberikan al-'uud (kayu) yang ia miliki kepada orang lain, jika yang dimaksud dengan al-'uud tidak ada selain kayu yang bersenar (gitar). Adapun jika sang pewasiat ternyata memiliki jenis al-uud yang lain, seperti busur panah dan tongkat maka washiat yang dijalankan hanyalah pada busur dan tongkat untuk diberikan kepada orang lain tersebut.


Imam Asy-Syafi'i juga menegaskan bahwa hukum haramnya washiat ini juga berlaku pada seluruh jenis mizmar (alat musik/seruling).



Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah juga berkata –tentang hukum potong tangan bagi pencuri-:

فَكُلُّ ما له ثَمَنٌ هَكَذَا يُقْطَعُ فيه إذَا بَلَغَ قِيمَتُهُ رُبُعَ دِينَارٍ مُصْحَفًا كان أو سَيْفًا أو غَيْرَهُ مِمَّا يَحِلُّ ثَمَنُهُ فَإِنْ سَرَقَ خَمْرًا أو خِنْزِيرًا لم يُقْطَعْ لِأَنَّ هذا حَرَامُ الثَّمَنِ وَلَا يُقْطَعُ في ثَمَنِ الطُّنْبُورِ وَلَا الْمِزْمَارِ


"Maka segala barang yang berharga menyebabkan dipotong tangan sang pencuri jika harga barang tersebut mencapai seperempat dinar. Barang tersebut baik mushaf (al-Qur'an) atau pedang atau yang lainnya yang hasil penjualannya halal. Jika ia mencuri khomr atau babi maka tidaklah dipotong tangannya karena hasil penjualan khomr dan babi adalah haram. Dan juga tidak dipotong tangan sang pencuri jika mencuri tunbur (kecapi/rebab) dan mizmar (seruling)" (Al-Umm 6/147)


Sangat jelas bahwa Al-Imam Asy-Syafi'i menyamakan hukum alat musik sama seperti hukum khomr, sama-sama haram, dan tidak halal hasil penjualannya, karenanya jika ada pencuri yang mencuri barang-barang haram ini maka tidaklah dipotong tangannya.

Al-Imam Asy-Syafi'i juga berkata (tentang hukum di antara orang-orang kafir ahli al-jizyah):


وَلَوْ كَسَرَ له طُنْبُورًا أو مِزْمَارًا أو كَبَرًا ... وَإِنْ لم يَكُنْ يَصْلُحُ إلَّا لِلْمَلَاهِي فَلَا شَيْءَ عليه وَهَكَذَا لو كَسَرَهَا نَصْرَانِيٌّ لِمُسْلِمٍ أو نَصْرَانِيٌّ أو يَهُودِيٌّ أو مُسْتَأْمَنٌ أو كَسَرَهَا مُسْلِمٌ لِوَاحِدٍ من هَؤُلَاءِ أَبْطَلْت ذلك كُلَّهُ


"Kalau seandainya ia menghancurkan kecapi atau seruling atau gendang maka…. jika benda-benda ini tidak bisa digunakan kecuali sebagai alat musik maka tidak ada sesuatu yang harus ia ganti rugi. Dan demikian pula jika seorang muslim yang merusak (kecapi dan seruling) milik seorang muslim atau yang merusak adalah orang nasrani atau orang yahudi atau orang kafir musta'man, atau orang muslim yang lain yang telah merusak salah satu dari benda-benda tersebut maka aku anggap semuanya batil (tidak perlu diganti rugi-pen)"(Al-Umm 4/212)


Lihatlah… bahkan menurut Imam Syafi'i jika yang melakukan pengrusakan adalah seorang yang kafir terhadap alat-alat musik milik seorang muslim maka sang kafir tidak perlu menanggung biaya ganti rugi.


Dalam kitab Az-Zawaajir


وَقَدْ عُلِمَ مِنْ غَيْرِ شَكٍّ أَنَّ الشَّافِعِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَرَّمَ سَائِرَ أَنْوَاعِ الزَّمْرِ


"Dan telah diketahui tanpa keraguan bahwasanya Imam Asy-Syafi'i radhiallahu 'anhu mengharamkan seluruh jenis alat musik" (Az-Zawaajir 'an iqtiroofil kabaair 2/907).


Yang ingin bertanya tentang dalil-dalilnya lebih lanjut mungkin bisa langsung ke ahlinya. Ke pengajian atau ke link-link yang saya sertakan diatas. Saya akui ilmu saya belum secukup itu untuk menjawab pertanyaan. Tetapi saya juga berhak menyampaikan apa yang saya ketahui.

Masa Lalu


Sedikit berbicara masa lalu. Saya sudah belajar musik semenjak dari usia dini. Awal masuk SD jika saya tidak salah ingat. Bertahun-tahun lamanya saya belajar musik hingga mencapai usia SMA. Katakanlah memakan waktu 10 tahun. Sudah pernah bermain di konser juga. Menjadi murid kesayangan beberapa guru piano, salah satunya Miss (sekarng Mrs) Christin hingga-hingga ia bersedia mencarikan consevatory music school di Singapura (saat itu ia sudah tinggal disana) saat saya sedang menunggu detik-detik penerimaan pengumuman unversitas.

Saat di universitas saya menjadi seorang yang bermusik cuma buat senang-senang saja. Main band entah pegang keyboard, bass, atau gitar. Meniup brass di Marching Band. Menjadi pianis di Big Band. Ikut kompetisi GPMB (Grand Prix Marching Band). Ikut manggung main Band. Bahkan sempat mengerjakan aransemen Marching Band. Jujur loh, saya dulu ada cita-cita untuk menjadi seorang arranger.

Sebagai penikmat musik, preferensi musik saya juga beragam. Pop, rock, jazz, electronic, bahkan aliran yang mungkin tidak terdengar cewe banget seperti metal pun saya suka. Tidak cuma itu, aliran yang terdengar "aneh" bagi beberapa orang juga saya suka semacam progressive rock dan psychedelic. Beberapa konser, gelaran musik sempat beberapa saya datangi.

Setelah Mengetahui Dalil

Saya mengetahui pandangan Islam mengenai musik beserta dalil-dalilnya sudah sangat lama. Sekarang umur saya hampir 25 tahun, dan saya sudah mengetahuinya semenjak mau memasuki masa kuliah. Katakanlah 16 tahun. Berarti praktis saya sudah mengetahui dari 10 tahun yang lalu.

Lantas apa saya langsung menerima ilmu itu dan menerapkannya?

Tentu saja tidak.

Saya ingat betul, waktu itu Ibu saya sedang mendatangkan ustad yang saya lupa untuk urusan apa. Di tengah sesi pertanyaan, abang saya bertanya perihal dalil musik. Dijawab dengan sangat baik oleh sang ustadz. Tetapi abang saya tidak puas, ditanya berulang-ulang dan kembali sang ustadz menjawab dengan bijak. Sampai beliau menjawab ini,

"Dalilnya sudah disebutkan, derajatnya kuat. Berikutnya jika masih belum puas itu hanyalah nafsu."
Denial phase. Dalil musik itu haram sangat konyol, kenapa sih ga boleh, kan cuma buat refreshing. Begitu mungkin kira-kira yang ada di benak saya dan abang saya. 

Kami-pun pindah ke Bandung dan memasuki masa kuliah. Abang saya tetap main gitar dan saya tetap mendengarkan serta menjalankan aktivitas bermusik. Respon orang tua saya pada saat itu ibu saya melarang sementara ayah saya masih memperbolehkan atas nama refreshing. Meski sudah dilarang keras, saya masih tetap bandel. Latihan intensif Marching Band menginap 5 hari kabur-kaburan sampai dicariin ortu. Bahkan, sehari sebelum menjejakkan kaki di lantai kuning Istora Senayan untuk kompetisi GPMB, saya masih saja telfon ibu saya untuk minta doa saking deg-degannya. Kalau saya pikir ulang, rasanya bodoh dan konyol sekali saya saat itu.

Entah tingkat 2 atau tingkat 3, abang saya memutuskan untuk memberikan gitar listriknya kepada teman non muslimnya. Tampaknya abang saya memutuskan untuk berhenti bermain musik. Saya? masih sama. Bahkan ikut komunitas musik semenjak tingkat 1. Masih begitu-begitu juga. IBBC (ITB Big Band Concert) 2009 adalah kali terakhir saya manggung. Setelah itu aktivitas musik saya cuma mendengarkan lewat iTunes komputer saat belajar hitung-hitungan untuk ujian dan saat menyetir di mobil. Ah, sepertinya saya masih datang 1-2 konser musik. Apa yang membuat saya tidak datang ke konser-konser musik? Yap, karena kebanyakan konser musik itu malam dan orang tua saya hampir rutin telfon tiap hari untuk mengecek apakah saya sudah pulang atau belum. Saya mau bohong apa?

Lulus kulliah tahun 2013, saya kembali ke Jakarta. Saya masih mendengarkan musik. Tapi karena sekarang tinggal seatap dengan orang tua, otomatis tidak ada lagi dengar iTunes malam-malam. Jadi terbatas kalau menyetir saja. Pulang pergi Cibubur - Dramaga yang PP bisa mencapia 80 km lebih. Sampai pada suatu hari saya suka bertanya-tanya.

"Andai mobil gw tabrakan, kalau sampai gw mati dalam keadaan yang diucapkan terakhir adalah nyanyian, gw mau ga ya?"

Sontak saya menjadi bergidik ngeri. Kalau random teringat itu pasti saya langsung matikan radio yang sudah tercolok kabel iPhone. Tapi tetap saja saya terkadang putar itu musik di iPhone.

Sayapun hamil. Saya sudah tinggal di Lebak Bulus. Seiring dengan bertambah besarnya kehamilan, muncul lagi pertanyaan baru di benak saya saat menyetir.

"Gw ga mau anak gw terpapar dengan musik dan nyanyian-nyanyian."

Langsung saat itu juga saya matikan radio atau saya ganti ke radio semacam Radio Rodja. Tapi gigihnya setan dan lemahnya saya, saya masih suka memutar musik. Meski sudah drastis berkurang. Mungkin sekitar 10% dari waktu menyetir saya.

Sampai akhirnya saya hampir berhenti total. Selama kehamilan, saya memutuskan membuat sebuah target. Saya ingin menghapal Juz Amma atau Juz 30 dengan deadline akhir kehamilan saya.

Saya ingin anak saya ikut menghapal dan mendengar kalam Allah dari mulut ibunya.

Saya hapal ayat per ayat juz amma. Tiap saya mendengarkan musik, hapalan saya semakin mudah menghilang. Memang hapalan itu akan gampang hilang jika saya tidak murojaah. Tetapi akan jauh cepat hilang kalau mendengarkan musik. Layaknya pasir tersapu ombak. Memang benar ya kalau ada yang bilang, hapalan Alquran itu akan hilang kalau kita berbuat dosa. Saya terus menghapal. Semakin merasakan asiknya menghapal dan menetapkan target per harinya. Dibantu oleh suami saya yang dengan kesadaran dirinya terus menagih setoran hapalan saya serta mendengarkan dengan seksama dan membetulkan hapalan yang salah. I might said, I'm very grateful having husband like this :"). 

Tanpa saya sadari, saya total lupa dengan yang namanya musik. Dan sampai detik ini, saya tidak menaruh minat untuk kembali memutar iTunes saya. Sempat saya hampir menghapus iTunes dari komputer saya, namun terpaksa tidak jadi karena saya butuh iTunes untuk sinkronisasi iPhone saya. Saya menemukan asiknya membaca Alquran. Saya menemukan "ritme" bacaan yang enak saat saya murojaah Juz Amma sembari menggendongnya.

They said Al Quran and music will never united each other.

Yes, I'm fully agree.

Orang yang mendalam cintanya pada Al-Quran tidak akan ada tempat dihatinya untuk menyenangi musik dan nyanyian (Ibnu Qayyim al-Jauziyah)

Hidayah Orang di Sekitar Saya

Alhamdulillah, saya sangat bersyukur telah diberi hidayah. Meski jika saya harus mengingat, rasanya hidayah yang saya terima tidak sederas kepada beberapa orang disekitar saya. Ada beberapa orang yang cukup membuat saya salut.

Salah seorang teman saya, semenjak dia mendapat hidayah, langsung dia memutuskan untuk berhenti mendengarkan musik sama sekali dan menghapal Al Quran. Hingga ia sering beberapa kali disuruh menjadi imam untuk solat di beberapa mesjid.

Ada lagi, sebut saja namanya Mbak Andra. Kami bertemu pertama kali di salah satu komunitas musik pecinta sesuatu band. Seberapa fan girlnya ia. Saya dan dia sama-sama penikmat musik dengan genre yang variasinya hampir sama. Namun setelah mengikuti kajian demi kajian, beliau memutuskan untuk menghapus semua database musik di komputernya. Iya. Semua. Sementara saya masih memelihara di laptop atau hard disk saya. Entah karena malas atau apa. Padahal koleksi musik teman saya itu bergiga-giga lebih banyak dari saya.

Namun yang namanya hidayah tidak semua orang dihampiri. Saat saya umroh, kami sekeluarga bertemu seorang ibu yang sudah jelas mengerti tidak bolehnya musik. Beliau sedang umroh dengan beberapa anak-anaknya. Yang ternyata salah satu anaknya adalah sesama anak ITB yang ikut aktif suatu unit musik.

Saya sendiri menyadari, kalau sebenarnya hidayah untuk saya tidak segencar orang lain. Tahu sejak dulu tapi tidak diimplementasikan. Hati saya mati. Entah berapa banyak dosa saya gara-gara itu. Padahal saya cuma pemusik hobi dan senang-senang saja. Bukan musisi profesional. Padahal banyak musisi profesional diluar sana langsung gantung alat musik saat itu juga mendapatkan hidayah.

"Kenapa anaknya masih bermusik?", tanya ibu saya. 
"Saya sudah berkali-kali kasih tau tapi belum didengar."

Mari Bentuk Suatu Kebiasaan

Kebanyakan dari kita sudah mengenal musik dari usia dini. Di tempat perbelanjaan, di radio, di televisi, dimana-mana diputar musik. Tak pelak lagi, musik menjadi bagian yang sangat lekat dengan kehidupan kita.

Kalian mungkin benci dengan tulisan yang saya buat ini. Tapi saya ingin mengajak sesuatu. Merasa musik itu diperbolehkan? Ayo coba datang ke majelis-majelis kajian ilmu. Jangan hanya berdasarkan internet. Belajar langsung dari yang paham ilmunya, yang menerjemahkan Al-Quran dan hadits dengan cara yang tepat. Cari sebanyak-banyaknya ilmu sampai puas. Toh hidayah itu datang karena dicari kan?

Selanjutnya, entah iseng-iseng atau apa, hayuk menghapal Al Quran. Tidak usah susah-susah dulu. Murojaah saja dahulu hapalan-hapalan surat yang dipelajari saat Sekolah dahulu. Kalau sudah lanjut Juz Amma. Lanjut ayat-ayat yang notable semacam Al-Kahfi. Lanjut Juz 28 atau mulai dari Juz 1.

Atau coba muhasabah, pikirkanlah. Apakah kita mau mati dalam keadaan mobil tabrakan dengan kalimat terakhir yang terucap di lisan berupa nyanyian? Ataukah kita mau mati dalam keadaan hedonisme, berpesta di konser musik seperti yang belakangan ini baru saja terjadi di Paris? Kematian bisa datang kapan saja.

Sebagian dari kita mungkin merasa hukum musik itu hanya masalah khilafiyah. Tapi coba pikirkan, apakah kita menginginkan hal-hal yang tidak inginkan seperti yang dijabarkan diatas.

Saya sih tidak.

Bagaimana? Masih ingin dengar musik?

I want to dare you, can you memorize Al Quran while doing something with music?
Because you can't. At least I personally prove it's impossible.





*Daftar Pustaka ---> Ada di referensi yang di hyperlink

4 komentar

  1. Mbak Zeneth, Apakah yang diharamkan itu lagu sebagai produk dari alat musik? Sementara Qory/Qoriah menghasilkan lagu untuk membaca Qur'an masih diperbolehkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang hijaz, saba, dll kan ya pak? Kayaknya dulu pernah baca ada yang bahas pak. Lupa isi detilnya tapi kalo ga salah ada perbedaan pendapat kaum ulama. Boleh atau makruh (cmiiw)

      Hapus