Tampilkan postingan dengan label Gaya hidup. Tampilkan semua postingan

Dua Cerita Pendek tentang Aliran Rezeki tak Terduga

17 komentar
Manusia kerap menerjemahkan aliran rezeki hanya perkara material. Padahal rezeki memiliki arti yang sangat luas. Mulai dari keluarga yang baik, kemudahan hidup, kesehatan, lingkungan keluarga yang suportif, kepastian bisa makan tiap hari, hingga nikmat iman.

Aliran rezeki pun tidak sekaku perkara gaji bulanan yang rutin didapatkan saja. Lagi ingin jajan martabak tiba-tiba dibeliin suami martabak tanpa harus bilang juga termasuk rezeki. Lagi butuh uang tiba-tiba nemu seratus ribu nyelip di saku celana juga termasuk rezeki.

Aliran rezeki juga tidak sesempit apa yang murni kita usahakan saja. Kita disunnahkan untuk menyisihkan sebagian uang untuk sedekah secara rutin. Sedekah bagaikan bertransaksi dengan Allah dimana tidak akan pernah rugi. Bahkan dilipat gandakan. Eits, tapi jangan sampai niat utama bersedekah itu karena ingin “diganti berlipat-lipat” apalagi dalam bentuk uang, lho! Bersedekah itu harus ikhlas.

Tidak hanya itu, kita memperlancar hidup orang lain juga termasuk pintu masuk rezeki dan menambah aliran rezeki kita.

aliran rezeki

Cerita dibalik sebuah stroller pinjaman

Alkisah beberapa tahun lalu saat anak kami baru satu dan masih berusia balita, orangtua saya mengajak kami sekeluarga besar ramai-ramai ke Taman Safari. Karena rumah orangtua lebih dekat dengan Taman Safari, kenapa kami tidak sekalian menginap disana.

Semua juga tahu kalau Taman Safari memiliki area yang sangat luas. Meski beberapa area dilakukan dengan perjalanan mobil, area yang ditempuh dengan berjalan kaki juga tidak kalah luas. Pasti lah stroller menjadi barang yang tidak boleh terlupakan.

Sayangnya, saya baru ingat kelupaan membawa barang maha penting ini ketika sudah sampai di rumah ortu. Padahal, sebelum berangkat sudah saya patri di otak saya agar jangan sampai lupa terbawa.

Qadarullah, kami pun harus bersikap adaptif. Saya berusaha mencari rental stroller di sekitar Cibubur (area rumah orangtua) namun tidak kunjung ketemu. Akhirnya terbersit di pikiran saya untuk mencari pinjaman stroller hanya untuk sehari saja di beberapa Whatsapp Group (WAG) yang saya tahu ada beberapa yang berdomisili di Cibubur. Tidak lama kemudian saya mendapat balasan seperti ini.

“Gw tinggal di Apartemen Cibubur, gw ada stroller tipe x. Mau pinjam?”

Pucuk ulam tiba, saya pun menyambut tawaran tersebut. Karena agak sibuk saya memutuskan mengambil barang tersebut melalui Gocar. Biaya Gocar juga tidak mahal karena lokasinya yang relatif dekat.

Betapa stroller memudahkan perjalanan kami saat membawa si sulung di Taman Safari. Tepat dugaan saya, banyak jalan antar wahana kandang di taman safari yang menanjak. Tidak kebayang rasanya jika harus menggendong anak balita, sepanjang perjalanan, meski menggunakan gendongan sekali pun.

“Makasih ya, asli strollernya berguna banget. Minta waktu bentar ya mau cari londrian dulu.” Ketik saya di Whatssapp.
“Ga usah, dibalikin langsung juga ga masalah kok, hehe.”

Asli saya merasa tidak enak. Udah lah dipinjam gratisan, yang punya juga menolak agar stroller dicuci dahulu. Memang saya sudah meminimalisir sedemikian mungkin agar stroller tidak jorok selama perjalanan. Tapi tetap saja kan, apalagi sempat hujan di Taman Safari. Kebayang kan lumpur yang lengket paling tidak di roda stroller?

Saya pun segera memesan Gocar dan mengembalikannya ke teman saya itu. Sampai tiba-tiba saya mendapat balasan WA yang mengejutkan.

“Asli ga nyangka banget, begitu gw minjamin stroller, tiba-tiba suami gw dapat rejeki tidak terduga!”

Wah, ini kah salah satu contoh memudahkan orang lain dibalas dengan aliran rezeki instan lainnya?

Cerita dibalik makanan katering


Kali ini contoh cerita aliran rezeki tak terduga bukan saya yang mengalaminya. Tetapi ustadz (guru sekolah) si sulung.

“Ma, Hasan mau ikut catering kayak teman!” Pinta Hasan.

Si sulung biasanya membawa bekal makan siang dari rumah. Namun, karena beberapa temannya ikut katering, tentu saja ia ingin merasakan makan katering bersama teman-temannya. Makanya tiap seminggu per-bulannya si sulung langganan katering. Kebetulan penyedia katering adalah ibu dari salah satu teman Hasan. Jadinya enak komunikasi memesan kapan saja si sulung mau katering.

Biasanya saat akhir pekan saya menawarkan kapan si sulung mau katering di bulan tersebut. Namun Qadarullah, di bulan Februari ini saya lupa sekali menawarkan si sulung. Sampai di suatu hari senin ia mengatakan kapan ikut katering karena merasa sudah lama tidak ikutan.

Maka saya langsung pesan katering sampai senin depannya (biar genap lima hari) kepada ibu temannya Hasan.

Qadarullah, esoknya Hasan sakit panas. Saya lupa bilang soal katering ini kepada ustadz Hasan agar disalurkan saja jatah Hasan kepada yang membutuhkan. Sampai saya mendapat pesan Whatsapp ini.

“Ummu, katering Hasan boleh saya makan?”

Tentu saja saya memperbolehkan. Tahu ia butuh, mending saya langsung sampaikan agar langsung konsumsi saja. Lagian saya pikir esok hari Hasan sudah masuk lagi melihat riwayat ia sakit yang hanya sebentar. Ternyata dugaan saya salah. Hasan izin sakit sekolah sampai 4 hari! Alias hampir seminggu saat menyatakan ia ingin katering esok harinya.

Alhamdulillah, artinya saya mentraktir ustadznya Hasan makan siang selama 4 hari ya, haha. Tentu saja saya tidak berkeberatan, unik saja kalau diingat-ingat. Secara tidak langsung ustadz si sulung mendapat aliran rezeki tak terduga dari orangtua salah satu muridnya berbentuk makan siang.

Insya Allah si sulung masuk senin nanti. Namun kasihan juga ya, dia minta katering tapi hanya menikmati sehari. Tampaknya saya akan memperpanjang katering si sulung sampai hari Jumatnya, alias nambah empat hari.

Sebuah rezeki tambahan untuk ibu temannya si sulung bukan?

Di momen seperti ini menjadi waktu yang tepat juga mengajarkan si sulung soal aliran rezeki tak terduga. Saya juga menceritakan soal makanan kateringnya yang saya putuskan untuk dikonsumsi ustadznya saat dia tidak masuk. Insya Allah si sulung ikhlas dan tidak  berkeberatan.

Insya Allah rezeki kami semua selalu berkah, melimpah dan terbuka aliran rezeki tak terduga dari banyak pintu. Aaamin ya rabbal ‘alamin.

Jujur dalam Minta Izin kepada Anak

14 komentar

 "Ayo cepat pergi sekarang, mumpung anak lagi nonton TV dan tidak sadar ibunya pergi."

Ada yang pernah mendengar ujaran saran semacam itu?

minta izin kepada anak

Kebetulan, kami dikaruniai 2 dari 3 anak yang memiliki sifat attachment yang tinggi terhadap orangtuanya, terutama saya ibunya. Ini juga berlaku pada si sulung meski usianya sudah 7,5 tahun. Satu lagi adiknya yang memiliki rasa attachment yang tinggi hampir berusia 4 tahun. Melihat gaya anak kami yang seperti itu, sering sekali saya mendengar sekeliling saya berkata agar segera meninggalkan mereka saat mereka sedang tidak melihat saya yang hendak pergi tanpa mereka.

Perkataan ini sering terdengar dari mulut ART saya. Memang sepertinya gaya parenting "kabur selagi anak tidak melihat" itu populer di parenting jaman dulu ya. Karena tidak hanya keluar dari mulut ART, tapi beberapa "orang tua" jaman dulu.

"Biarin anak nangis, yang penting izin pergi di depan mukanya, bukan menghilang tiba-tiba." Tekan mertua saya.

Memang "kabur selagi anak tidak melihat" adalah jalan super instan saat hendak pergi meninggalkan anak yang memiliki rasa attachment  yang kuat kepada orangtuanya. Tapi nyatanya perilaku seperti itu lambat laun hanya akan menimbulkan luka trust issue kepada orangtuanya yang semakin dalam. Semakin mereka tumbuh, luka ini akan semakin menganga dan akan menimbulkan banyak masalah hubungan antar orangtua - anak nantinya.

Efek meninggalkan anak tanpa izin yang benar

Ada banyak sekali efek meninggalkan anak tanpa izin yang mungkin tidak terlihat di awalnya dan BARU akan terlihat di tahun-tahun mendatang. Jangan sampai kita meninggalkan anak tanpa izin yang benar dengan dalih agar kita bisa pergi dengan tenang dan mereka tidak menangis meraung-raung. SELALU jujur dalam minta izin kepada anak dengan benar saat meninggalkan dengan benar sebelum terjadi beberapa masalah di bawah ini.

1. Kehilangan orang tua

Anak memiliki ekspektasi bahwa orangtuanya ada di sekitarnya meski ia sedang menoleh atau asik kepada arah lain. Begitu ia menoleh, eh orangtuanya hilang. Ekpektasi dan realita berbeda jauh. Tentu mereka akan sangat panik dan bukan tidak mungkin alih-alih mereka tenang saat kita pergi malah menangis meraung-raung dan baru akan berhenti saat orangtua muncul kembali di hadapan mereka.

Anak akan merasa sangat panik menghadapi situasi ini. Jangankan anak-anak, apa yang kita rasakan sebagai orangtua saat sedang pergi bersama anak ke mal namun tiba-tiba saat menoleh kembali sang anak tidak ada?

Panik? Takut? Tentu saja. Berbagai pikiran berkecamuk di pikiran kita. Kemana sang anak? Apakah mereka aman? Apakah mereka tersesat? Apakah ada orang jahat yang menculik mereka?

Sama. Seperti itu jugalah yang mereka rasakan.

2. Trust issue kepada orang tua sendiri

Saat orangtua mereka hilang tiba-tiba tanpa pamit, mereka akan merasa sangat dikhianati.

Kenapa mereka menghilang tanpa sepengetahuanku? Anak merasa tidak dianggap oleh orangtua sendiri saat orangtuanya hilang tiba-tiba. Padahal anak adalah entitas yang bahkan perasaannya harus kita perhatikan selayaknya manusia seutuhnya. Anak merasa orangtua tidak memvalidasi perasaan dan keberadaan mereka.

Lambat laut luka mereka semakin menganga seiring waktu. Anak semakin tidak percaya kepada orangtuanya.

Bagaimana perasaan kita saat mengetahui anak kita nanti tiba-tiba kabur dari rumah tanpa sepengetahuan kita? Apa yang kita rasakan? Tentu rasa pengkhianatan dan pendurhakaan akan menghantam kita dalam-dalam.

3. Merasa tidak aman

Anak memiliki naluriah alami bahwa orangtua adalah tempat teraman bagi mereka. Menghilang tiba-tiba akan membuat perasaan aman mereka bolong dan mereka pun akan merasa sangat "terancam" dengan lingkungannya. Banyak anak kecil merasa bahwa mereka aman sebab ada orangtua dan orang yang mereka percayai ada di sekitar mereka.

Begitu mereka tahu orang tua mereka hilang tiba-tiba? Tentu mereka panik dan takut dengan lingkungan mereka.

Jujur dalam minta izin kepada anak 

Setelah sekian tahun sejak memiliki anak, rasanya saya dan suami belum pernah pergi ke luar kota berdua saja. Saat suami berkesempatan tugas operasi di Palembang di sebuah akhir pekan, langsung terbersit di pikiran saya untuk sekalian ikut pergi bersama suami. Toh sudah lama kami tidak berpelesir kedua. Hitung-hitung quality time bersama suami tanpa "gangguan" anak.

Kami pun berencana menitipkan ketiga anak kami di rumah orangtua saya. Saya langsung mengantar anak-anak dan ART ke rumah orangtua sepulang sekolah si bungsu. Tentu orangtua saya senang sekali karena bakal bermain bersama cucu. Jarang-jarang juga kan menitipkan mereka disana menginap selain saat saya melahirkan. Rencananya anak-anak akan kami jemput di Hari Senin, kebetulan saat itu sedang tanggal merah.

Beberapa sebelum keberangkatan kami, saya sudah sounding ke anak-anak, terutama ke si sulung. Tentu ada sedikit penolakan, apalagi si tengah yang masih benar-benar tidak ingin lepas. Benar saja, saat kami berada di rumah orangtua, si sulung sudah mulai galau. Sepanjang hari sampai mobil saya meninggalkan rumah ia terus galau. 

Saya pun selalu memeluk si sulung saat ia galau dan terus validasi perasaan dan afirmasi bahwa tidak mengapa ia sedih, kami hanya sementara saja meninggalkan ia. Meski saya meninggalkan ia dalam keadaan galau, tidak lama kemudian ipar saya mengkonfirmasi ia kembali ceria dan bermain bersama sepupunya.

Si tengah hanya menolak saat saya memasukkannya ke mobil orangtua saya yang akan kembali ke rumah. Namun, Ibu saya berkata hanya beberapa menit di mobil, si tengah kembali ceria.

Bagaimana dengan si bungsu? Wah tidak ada perubahan, malah ia asik mendadahi saya dan sibuk ngemil sesampai di rumah orangtua saya hehe.

Saya yang mengetahui semua kabar itu sesampai di rumah merasa lega. Betul saya sudah mempersiapkan hal ini dan memprediksi gejolak sementara emosi mereka. Alhamdulillah, semua berjalan dengan lancar.

KEB 11 Tahun, Semakin Matang dengan Berjejak dan Berbagi

17 komentar
KEB 11 tahun, jujur saya sedikit kaget. Pasalnya, saya cenderung mengenal KEB agak lebih belakangan, padahal KEB adalah salah satu komunitas blogger yang muncul di awal. Bahkan, Komunitas Blogger perempuan pertama di Indonesia.

keb 11 tahun

Setelah dilanda Pandemi kurang lebih 2 tahun, KEB akhirnya mulai mengadakan kembali berbagai acara luring sejak tahun 2022, salah satunya KEB Roadshow yang diadakan di beberapa kota besar di Indonesia termasuk di Jakarta. Sayangnya, beberapa kali saya belum rejeki menghadiri acara luring Kumpulan Emak Blogger karena beberapa kali juga jadwalnya bentrok.

Begitu ada informasi via grup Whatsapp soal akan diadakannya selebrasi KEB 11 tahun secara luring, tentu tanpa pikir panjang saya segera mendaftar pasca mendapat izin dari suami. Kebetulan juga acara diadakan di Jakarta Selatan dan merupakan area yang sudah familiar bagi saya.

Sudahkah kamu mengenal KEB? Sudah bergabung? Kalau belum yuk kita mengenal KEB bersama-sama. 

Kalau tidak kenal maka tak sayang.

Mengenal KEB

keb 11 tahun


KEB memiliki kepanjangan Kumpulan Emak Blogger. Dari namanya saja sudah ketahuan bahwa komunitas ini beranggota 100% perempuan. Berawal dari perkumpulan kecil yang terdiri dari Mira Sahid, Indah Julianti Sibarani, Sary Melati, dan Nike Rasyid yang merupakan kumpulan emak yang hobi blogging. Kemudian tercetus oleh Mira Sahid, mengapa tidak melanjutkan saja menjadi bentuk yang lebih serius. Maka terbentuklah KEB pada tanggal 18 Januari 2012.


Eh berawal dari sedikit iseng-iseng, ternyata keterusan dan sekarang KEB sudah menapaki usianya yang ke-11 tahun. KEB menganggap bahwa kemajuan masa depan bangsa dan negara banyak dipengaruhi oleh “campur tangan perempuan”. Blog menjadi wadah bagi perempuan Indonesia untuk bersuara dan berbagi inspirasi, sesuai dengan visi misi KEB. KEB ingin berkembang menjadi wadah perempuan Indonesia untuk mengembangkan dirinya di berbagai aspek kehidupan.

KEB 11 Tahun, Berjejak dan Berbagi

keb 11 tahun

KEB memiliki tradisi unik, yakni memiliki sebuah tema dan jargon yang berbeda di tahunnya. Menjejaki usianya yang di 11 tahun ini, KEB memiliki teman KEB berjejak dan berbagi. Selisih 10 hari, dilakukan selebrasi kecil-kecilan KEB 11 tahun pada tanggal 28 Januari di Restoran Bali Notes Terrace yang berlokasi di Jl. Prof. Sutono SH No. 15, Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Acara dimulai dari pukul 12.00 siang dengan total peserta kurang lebih 50 orang Kumpulan Emak Blogger. Dimulai dengan makan dengan sajian yang disediakan oleh Bali Notes Terrace dengan menu nasi kebuli, ayam bakar serta ayam goreng, sayur, dan puding. Waktu sejam digunakan oleh peserta untuk berbincang dan berjejaring.

Acara mulai tepat di pukul 1 siang dengan ditandai dibuka oleh MC.

“KEB 1 tahun, Berjejak dan Berbagi!” teriak MC dengan lantang mengumandangkan yel-yel acara di hari itu. Sekaligus memfamiliarkan tema KEB 11 tahun ini sebagai KEB Berjejak dan Berbagi.

MC pun memanggil founder Mira Sahid ke depan untuk berbicara mengenai KEB 11 tahun. Ia pun satu-persatu memanggil para co-founder ke depan dan memperkenalkan mereka juga yang dikenal dengan makmin ke depan audiens. Tak terasa suasana pun menjadi sedikit mengharu biru.

keb 11 tahun


Mira Sahid juga menegaskan bahwa KEB mendukung dan berpartisipasi kepada Gerakan Nasional Literasi Digital yang diprakarsai oleh Siberkreasi. Hal ini sangat berkesinambungan dengan KEB sebagai kumpulan emak blogger yang memiliki visi memberdayakan para emak untuk bersuara dengan blog sebagai medianya.

Memasuki jam setengah 2 siang, acara KEB 11 tahun dilanjutkan dengan acara utama mini workshop yang mengundang dua narasumber yang namanya sudah tidak asing lagi, yakni Oktora Irahadi yang merupakan CEO dan INFINA dan Ali Muakhir yang telah menghasilkan belasan hingga puluhan buku.

keb 11 tahun

Oktora Irahadi atau yang dikenal dengan nama gaul Tora (bukan Sudiro) membawakan mini workshop yang berjudul cara cuan bagi emak. INFINA sendiri sebagai sebuah perusahaan yang membantu para UMKM Indonesia dan membantu mereka menghubungkan mereka dengan pemengaruh sehingga didapatkan paparan bisnis dan produk yang diharapkan. Tora sendiri memiliki latar belakang malang melintang di dunia agency. Pengalamannya yang banyak ini membuat ia pede mendirikan INFINA.

Tora menghadirkan di layar beberapa data hasil riset pasar yang dilakukan ia dan timnya.

Social commerce adalah calon bintang masa depan di dunia digital, catat perkataan saya ini.” Tekan Tora.

Dari materi yang dibawakan oleh Tora saya banyak mendapatkan insight perihal dunia pasar di Indonesia serta bagaimana trennya. Ada yang cukup menggelitik dimana diterangkan orang akan sangat terbuai dengan live streaming orang jualan seperti yang sering dilakukan di Tiktok. Meski disebutkan ini merupakan salah satu lahan basah masa depan, saya sangat tidak tertarik sama sekali melakukannya. Pun, saya juga tidak tertarik menyaksikan Live streaming jualan semacam itu.

keb 11 tahun

Mini workshop berikutnya dilanjutkan dengan materi yang bertajuk “Menulis Kisah Inspiratif dengan Metode EMAK” yang dibawakan oleh Ali Muakhir. Bagi saya, nama Ali Muakhir ini tidak asing, terbukti dengan cerita beliau yang dengan sangat produktif menghasilkan berbagai banyak buku. Narasumber menjelaskan kiat-kiat menulis kisah inspiratif dengan singkatan EMAK.

keb 11 tahun

Rangkaian Mini workshop yang dibagikan oleh dua orang narasumber yang hebat ini membuat Kumpulan Emak Blogger semakin bersemangat untuk terus berkarya menghasilkan karya inspiratif yang disajikan dengan target audiens yang sesuai.

Ternyata KEB 11 tahun ini tidak cuma selebrasi haha hihi saja. Kumpulan Emak Blogger juga melakukan peluncuran e-book yang ditulis oleh makmin dan para Kumpulan Emak Blogger dengan judul “Warna-warni Dunia Blogging dan Cerita di Balik Dapur Komunitas”.

2 minggu sebelum diadakan selebrasi acara KEB 11 tahun ini diadakan juga acara #KEBCharityRun yang dilakukan Kumpulan Emak Blogger. Acara ini merupakan bagian dari #KEBPeduli dan di acara KEB 11 tahun ini dilakukan penyerahan secara simbolis sebesar Rp 2.500.000 kepada RA Miftahul Jannah yang kebetulan berdomisili di Noborejo, Salatiga.

keb 11 tahun

Kemeriahan acara KEB 11 tahun belum berakhir, KEB memperkenalkan komunitas PPBN (Putra Putri Batik Nusantara) yang berusaha mempopulerkan batik kembali sebagai sebuah mode yang bisa digunakan oleh siapa saja dan untuk berbagai kegiatan. Selama ini batik dan baju nusantara dikenal cuma sebagai baju formal saja.

Para anggota PPBN yang terdiri dari berbagai rentang usia, fisik, dan latar belakang melakukan short runaway ala model yang tentunya membuat decak kagum para peserta KEB 11 tahun lainnya.

Acara belum berakhir. Mungkin belum lengkap selebrasi tanpa acara potong tumpeng. Maka secara simbolik Mira Sahid selaku founder Kumpulan Emak Blogger memotong tumpeng dan membagikannya kepada orang-orang penting yang berjasa untuk dirinya dan Kumpulan Emak Blogger.

Seolah-olah kebahagiaan tidak berakhir disitu juga, di acara KEB 11 tahun ini juga dibagikan berlimpah kado dan hadiah kepada banyak peserta. Mulai hadiah bagi peserta yang duduk di kursi dengan tulisan “hoki” di bawahnya hingga para peserta yang bisa menjawab pertanyaan terkait acara dan KEB 11 tahun.

Acara pun ditutup pada pukul 4 sore dan tidak lupa semua peserta, panitia, hingga tamu berfoto bersama di depan restoran Bali Notes Terrace.

keb 11 tahun

Bagaimana? Sudah lebih mengenal Kumpulan Emak Blogger atau yang dikenal dengan KEB? Yuk mari bergabung dan berdaya bersama. Siapa saja bisa ikut kok!




Syukuran KEB 11 tahun didukung oleh Siberkreasi, Kominfo RI, INFINA, dan Bali Notes

Starcrossed, Kenapa Kamu Harus Baca Novel Tentang Pasangan Beda Agama Ini

18 komentar
pasangan beda agama

Memiliki pasangan beda agama mungkin bukan terlalu momok di jaman sekarang. Dulu pasangan beda agama harus memutar otak dimana harus melangsungkan pernikahannya agar tercatat legal. Mereka biasanya lebih memilih menikah di luar negeri. Australia contohnya sebagai negara terdekat yang mencatat pernikahan antar agama secara legal.

Kini banyak pasangan beda agama yang menuntut “hak” nya agar bisa melangsungkan pernikahan beda agama di Indonesia. Pucuk ulam tiba, beberapa Pengadilan Negeri (PN) menginstruksikan agar pernikahan beda agama bisa dicatat di catatan sipil. PN Tangerang dan PN Surabaya adalah beberapa contoh PN yang setuju mencatat pernikahan beda agama ke dalam catatan sipil.

Di tengah isu hangatnya pernikahan beda agama, seorang teman saya, Reytia, melampiaskan kegelisahannya ke dalam bentuk tulisan fiksi. Maka terbitlah rangkaian tulisannya yang berjudul Starcrossed di Gramedia Writing Project (GWP). Gramedia Writing Project adalah portal menulis (calon) penulis muda yang topik dan isinya sangat terkurasi.

Starcrossed sendiri berdasarkan definisi Wikipedia adalah pasangan yang karena satu dan lain hal tidak bisa bersama-sama. Sebenarnya sudah lumayan lama saya tahu Reytia menulis Starcrossed, tapi setelah tahu ceritanya berkutat tentang apa, saya pun langsung tidak sabar membacanya. Inilah alasan yang membuat saya merasa Starcrossed ini wajib dibaca oleh (hampir) semua kalangan.

1. Berkisah tentang pasangan beda agama

pasangan beda agama

Di tengah tren memiliki pasangan beda agama, novel Starcrossed ini cukup krusial dibaca agar lebih mengenal identitas diri sebelum yakin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Tentunya cocok sekali bagi yang sedang di pucuk kegalauan. Apakah lebih memilih menggadaikan agama dan berpisah dengan keluarga demi mengejar cinta.

Starcrossed bercerita tentang Nadya yang memiliki “pacar tidak resmi” beda agama dan sudah dekat sejak 5 tahun silam. Karena sebuah insiden tidak terduga, mereka terpaksa berpikir tentang pernikahan. Apakah hubungan mereka dilanjutkan? Siapakah yang harus berkorban?

Cinta kan butuh pengorbanan, but is it worthed?

2. Menceritakan betapa kuat sekaligus rapuhnya dalam satu keluarga

pasangan beda agama

Tentu saja keputusan Nadya untuk meneruskan hubungan dengan pasangan beda agama bikin huru-hara di rumahnya. Ibunya mendukung, ayahnya menolak keras, dan sang kakak diplomatis.

Reytia menggoreskan suasana penuh patah hati pada novelnya melalui betapa kecewanya Nadya terhadap sikap bapaknya yang hendak memutuskan hubungannya sebagai seorang anak padahal biasanya ia adalah Daddy’s little girl. Ayahnya sampai berbulan-bulan menghindar setiap berpapasan dengan Nadya.

Di sisi lain, sang kakak Ryoma yang sebenarnya menolak mentah-mentah atas ide “gila” adiknya berusaha lebih diplomatis dengan cara mengajak ngobrol dan menjadi pendengar setia. Saya senang sekali dengan hubungan keluarga kakak-adik yang begitu kentalnya dan bisa menjadi penengah di kala terjadi huru-hara dengan anggota keluarga lain.

3. Belajar bagaimana berkomunikasi dengan benar

pasangan beda agama

Kok bisa Ryoma yang begitu kontranya bisa menjalin hubungan akrab dengan Nadya dan menjadi tempat keluh kesah adiknya? Yuk mari kita perhatikan teknik komunikasi dengan benar yang dilakoni oleh Ryoma yang. Teknik yang juga melatih growth mindset bagi anak.

Teknik komunikasi dasar yang dilakukan Ryoma di hampir semua interaksinya adalah penerimaan dan validasi. Reaksi sang ayah yang “melukai” Nadya malah membangun tembok begitu besar diantara mereka. Mau nasehat seperti apapun tidak akan masuk ke Nadya yang sudah terlanjur berada dalam mode defensif.

Ryoma selalu berkomunikasi dengan santun. Memvalidasi perasaan adiknya sehingga adiknya mau bercerita banyak. Dengan penerimaan yang dilakukan sang kakak, Nadya membuka besar-besar pintu hatinya sehingga segala nasihat yang diutarakan Ryoma didengarkan meski yah,, hatinya masih kebas.

Setidaknya Ryoma membuat Nadya berfikir kembali soal keputusan yang telah dibuatnya.

4. Cocok dibaca (hampir) semua kalangan


“Kok masuknya ke kategori Religi, bukan Romansa?” Tanya saya heran kepada sang penulis begitu melihat kolom kategori.

Setelah saya baca, baru saya tahu alasannya. Memang sebenarnya buku ini lebih cocok dibaca oleh penganut agama yang dibahas di buku ini meski tidak menutup kemungkinan yang beragama di luar itu ikutan baca.

Dari sini, maka kalangan yang cocok membaca Starcrossed adalah:
  • Kalangan yang sedang menghadapi dilemma melanjutkan atau memutuskan untuk ke jenjang berikutnya bersama pasangan beda agama.
  • Kalangan yang awam agama
  • Kalangan yang familiar dengan pemahaman agama yang dituliskan

Tidak boleh disangkal, buku ini harus harus dibaca bagi yang memiliki pasangan beda agama. Dengan membacanya membuat kamu lebih arif berpikir dalam memutuskan apa yang akan dilakukan.

Bagi kalangan yang awam agama juga sangat direkomendasikan untuk membaca Starcrossed karena banyak hal yang luput dan tidak diketahui padahal hal-hal tersebut adalah dasar dan pondasi dalam beragama.

Tidak menutup kemungkinan bagi kalangan yang familiar dengan pemahaman agama tersebut. Membaca Starcrossed bagaikan pengingat dan membuat kita merasa lebih cinta dan ingin belajar agama lebih lanjut.

5. Belajar menerima konsekuensi dibalik suatu pilihan

Keputusan Nadya untuk pindah agama mengikuti pilihan calon pasangan hidupnya bukan bukan dengan konsekuensi, bahkan konsekuensi yang sangat besar seperti kehilangan keluarga dan agama.

Nadya dan pasangannya, Dirga, sepakat untuk saling berjuang maksimal agar pernikahan mereka bisa berlangsung. Namun kemudian Ryoma berusaha untuk menyentil otak Nadya sehingga lambat laun ia juga berpikir,

“Is it worthed?”

6. Menemukan makna hidup

pasangan beda agama

Merasa hidup tidak artinya dan mengejar mati-matian kefanaan adalah fenomena yang sering kita lihat di masyarakat. Melalui bacaan ringan berjudul Starcrossed ini, kita diajak belajar lebih dalam mengenai makna hidup. Apa sih tujuan hidup? Untuk apa kita diciptakan ke dunia?

Setelah mati terus apa? Worthed kah apa yang dijalani hidup selama ini?


Saya menamatkan Starcrossed ini hanya dalam waktu sehari sembari macet-macetan menjemput anak hingga menunggui mereka tidur. Gaya bahasa penulis yang lugas beserta selentingan-selentingannya yang tepat membuat saya penasaran di setiap babnya.

Starcrossed ini sangat cocok dibaca oleh kamu yang menginginkan bacaan ringan tanpa harus memiliki komitmen banyak waktu untuk menyelesaikannya. Buku ini juga cocok dibaca bagi yang sedang mengalami reading slump karena membuat kamu mencintai kembali membaca buku.

Resep Spaghetti Aglio Olio Mudah untuk Anak

17 komentar
Penasaran resep spaghetti aglio olio mudah yang rasanya gurih mendekati buatan chef Italia asli?

resep spaghetti aglio olio

Saat memeriksa lemari penyimpanan makanan kering, saya menemukan sisa spaghetti kering yang sudah lama tidak tersentuh. Langsung terpikirkan untuk membuat sarapan untuk anak dengan bahan dasar spaghetti. Masak apa ya? Saat itu di pikiran saya hanya ada 3 berdasarkan ketersediaan bahan: Aglio Olio, Carbonara, Bolognaise.

Bikin Bolognaise rada bosan ya, Carbonara agak segmented mengingat kuning telur yang tidak matang rentan tidak disukai anak. Akhirnya saya memutuskan untuk membuat Aglio Olio saja karena sangat simpel anti ribet.

Resep Spaghetti Aglio Olio memang banyak beredar di jagat maya. Masing-masing memiliki karakteristik masing-masing. Tapi ada satu hal tahap yang menurut saya sangat krusial dan kebanyakan resep Spaghetti Aglio Olio di Indonesia tidak lakukan.

Apakah tahap krusial resep Sphagetti Aglio Olio yang sangat sering terlewatkan oleh warga Indonesia? Tak lain dan tak bukan adalah memasukkan air rebusan pasta pada tahap saucing. Kebanyakan resep Spaghetti Aglio Olio di Indonesia hanya masak spaghetti dengan tumisan bawang putih saja. Padahal filosofi memasak dari air rebusan pasta yang memiliki karakteristik kental dan “berasa” akan memberikan warna serta mencampurkan rasa dari berbagai elemen “sederhana” pada Spaghetti Aglio Olio.

Simak Resep Spaghetti Aglio Olio anti ribet dan bakal disukai oleh anak ini!

RESEP SPAGHETTI AGLIO OLIO

resep spaghetti aglio olio


Bahan:
  • Spaghetti secukupnya
  • Bawang putih 4, dicacah kecil
  • Cabe bubuk
  • Garam
  • Lada
  • Minyak zaitun
  • Parmesan
  • Semprotan minyak truffle
  • Butter
Cara memasak:
  1. Panaskan air satu panci hingga mendidih. Masukkan Spaghetti kering. Masukkan juga garam dalam jumlah lumayan pasta dan air rebusannya berasa.
  2. Tumis bawang putih dengan menggunakan minyak zaitun di wajan lain. Jika senang sedikit rasa pedas, bisa tambahkan cabe bubuk sesuai selera saat bawang putih sudah harum
  3. Masukkan spaghetti yang sudah matang ke panci. Aduk hingga rata
  4. Masukkan 3-5 sendok air bekas rebusan pasta. Jangan lewatkan tahap ini
  5. Koreksi rasa dengan menambahkan garam dan lada
  6. Sajikan ke piring. Parut keju parmesan di atasnya. Bisa juga semprotkan truffle infused agar terlihat lebih menggugah selera. Bisa juga tambahkan sesendok kecil butter di atasnya untuk menambah sensasi “lemak”

Saya tinggal menambahkan dadar telur sebagai asupan protein untuk anak. Tertarik untuk mencoba resep Spaghetti Aglio Olio ini?

Saat Anak Mulai Terlihat "Matre"

15 komentar

 "Ma, Hasan suka naik mobilnya A karena luas dan bagus. Hasan ga suka naik mobil lama", ujar Hasan tiba-tiba, sembari membuat jantung saya berdetak lebih cepat.

"Mobil lama maksudnya?" Tanya saya memastikan sambil berharap yang saya pikirkan salah.

"Hasan ga suka naik mobil Jazz sama Livina (yang merupakan mobil kami)."

Tahun 2022 ini Hasan genap 7 tahun dan pertama kalinya menjadi murid SD. Saat memilih SD, salah satu parameter adalah biayanya mulai dari uang pangkal hingga SPP bulanan. Salah satu alasannya selain agar ekonomi keluarga kami tetap stabil, kami ingin lingkungan pergaulan Hasan tidak beda dengan ekonomi kami.

Ternyata lingkungan pergaulan Hasan sesuai dugaan kami. Relatif setara meski tetap ada yang "di atas".

Kebetulan beberapa minggu terakhir ini diberlakukan kebijakan "shuttle" oleh sekolah. Jalanan di depan sekolah Hasan kecil sehingga saat jam antar dan jemput sekolah terjadi penumpukan kendaraan tidak tanggung-tanggung. Sudahlah numpuk, macet pula! Sebagai ilustrasi, jarak dari rumah ke sekolah Hasan hanya 2,5 km, tapi saat menjemput saya harus berangkat setengah jam sebelumnya! Kurang lebih sampai ke rumah kembali bisa makan total waktu 1 jam. Tentu saja, kendaraan antri menumpuk di sepanjang jalan depan sekolah Hasan kontan mendulang protes dari warga.

Akhirnya salah satu skenario untuk mengurai kemacetan adalah diberlakukannya "shuttle mandiri", alias tiap kelas mengorganisir sendiri jadwal shuttle dari kerelaan para orang tua yang menggunakan mobil kapasitas besar untuk menjemput anak dengan jumlah banyak sekaligus. Nantinya dengan kesepakatan internal, para orangtua menetapkan dimana titik penjemputan anak dari mobil shuttle.

Tentu saja anak-anak bahagia karena bisa ramai-ramai gaduh dalam satu mobil. Bahkan sebagian anak mengeluh kenapa trayeknya pendek sekali sehingga mereka hanya bisa bersama dalam jangka waktu pendek.

Namun, bagi sebagian anak menjadi ajang merasakan mobil temannya yang lain, termasuk bagi Hasan.

Sontak saja pernyataan Hasan di atas membuat saya sangat terkejut. Bagaimana mungkin, Hasan terbiasa "proletar" sejak kecil karena ekonomi keluarga kami masih belum stabil. Saya sering sekali mengajak Hasan naik angkutan umum kesana-kemari. Intinya, semua jenis moda angkutan umum sudah dirasakan Hasan. Hotel dari kelas rakyat sampai mewah juga sudah pernah ia rasakan. Selain itu Hasan juga bukan tipe anak yang merengek meminta sesuatu untuk dibelikan. Sampai belakangan ini sering terdengar,

"Ma, mau beli kartu pokemon di PIM kayak E"

Bahkan bisa berujung bad mood hingga setengah jam ke depan.

Bukan berarti ia matre

Jujur, memang awalnya saya terkaget-kaget dengan sikap Hasan belakangan ini. Namun saya berusaha berpikir jernih dan merasa mungkin Hasan sedang melewati fase "ledakan emosi". Apalagi ia punya kecenderungan FOMO (Fear of Missing Out), maka semakin terdoronglah alam bawa sadarnya menuntut agar ia bisa menyamai apa yang dilakukan dan dimiliki teman-temannya.

"Ajari dia kalau kita bukan ATM, ajari dia buat menabung!", respon suami setelah mendengar keluhan saya.

Memang betul, ini adalah momen yang tepat untuk mengajarkan anak mengendalikan diri dan mengajarkannya untuk menabung. Tidak semua yang diingini harus didapatkan. Tidak semua yang orang lain miliki harus kita miliki.

Hasan sejujurnya juga belum terlalu khatam perihal uang. Dia bisa menghitung uang cuma konsep konkretnya tetap belum 100% terbayang di otak dia. Buktinya, pernah beberapa kali dia menggunakan uang dan tidak minta kembalian dari sisa uang yang harus didapatkannya.

Akhirnya kami berencana untuk memberinya uang jajan secara harian dengan jumlah yang relatif kecil. Mungkin 2000 atau 5000 rupiah, menunggu didiskusikan dahulu bersama suami. Ia boleh membelanjakan uangnya setelah terkumpul, tapi harus memastikan bahwa tetap ada uang yang disisihkan untuk ditabung. Mungkin saya menuntut agar maksimal hanya boleh membelanjakan setengah dari uang yang didapatkannya.

Dari memberikan uang jajan, saya berusaha untuk mengajarkan bagaimana untuk selalu bersyukur, menahan diri dari nafsu membelanjakan, menabung, hingga berhitung.

Benarkah Boks Bayi Perlengkapan Sia-sia?

20 komentar
“Salah satu barang perlengkapan bayi yang paling tidak ada gunanya: Box bayi. Sudahlah mahal, ujung-ujungnya malah jadi tempat tumpukan barang” kata sebuah postingan di Facebook.

boks bayi

Menjelang kelahiran bayi, para orangtua semakin disibukkan untuk menyiapkan peralatan si kecil mulai dari pakaian, mainan, stroller, hingga boks bayi. Para orangtua yang belum berpengalaman alias yang sedang menunggu kelahiran anak pertama biasanya kalut dan kemudian membeli semua peralatan dan perlengkapan bayi tanpa tahu urgensinya.

Yang penting beli dulu.

Tidak hanya membeli perlengkapan bayi, tapi juga turut membuat kamar bayi atau dalam bahasa gaulnya nursery room. Biar kayak orang-orang bule, ujar beberapa orang tua (di dalam hati).

Salah satu perlengkapan bayi yang dinilai banyak orang (terutama di Indonesia) yang paling sia-sia adalah box bayi. Benarkah boks bayi adalah perlengkapan bayi yang sia-sia?

Fungsi Boks bayi

boks bayi
Di beberapa negara barat, kehadiran box bayi termasuk penting. Misalnya cerita salah seorang teman yang lahir di Belanda. Beberapa bulan sebelum jadwal kelahiran biasanya ada semacam perwakilan yang mengecek ke rumah calon orang tua apakah rumah tersebut layak ditinggali oleh bayi. Salah satu parameter yang dicek adalah boks bayi.

Fungsi dari box bayi sesuai dari tujuan pembuatannya adalah menjaga keselamatan si bayi saat tertidur dari resiko terguling dari kasur. Bagi bayi-bayi kecil baru lahir mungkin terasa aman-aman saja jika menidurkan bayi di kasur karena toh mereka cenderung belum bisa terlalu bergerak. Namun, lambat laun kemampuan motorik bayi meningkat. Dari yang gerak uwel-uwel hingga berbalik badan.

Gerakan uwel-uwel bayi sudah cukup membuat mereka berpindah tempat dari tempat awal ditidurkan. Salah satu solusi yang dilakukan oleh banyak orangtua adalah menaruh bantal di sekeliling mereka saat sedang tidur. Solusi ini biasanya sukses sampai sang anak bisa membalik badannya di waktu yang tidak kita sangka-sangka. Bukan jarang sang anak bisa melewati bantal yang ditumpuk setelah mencapai kemampuan motorik kasar ini.

Setelah bayi semakin banyak bergerak, biasanya banyak orangtua yang memilih tidur di kasur tanpa dipan dengan harapan kalaupun si bayi “jatuh”, maka tidak akan menimbulkan cedera berarti. Beberapa orangtua juga memilih menempelkan kasur ke dinding dan memasang pagar kasur agar si kecil tidak jatuh saat berada di tempat tidur.

Fungsi sekunder boks bayi adalah sebagai tempat menaruh bayi agar sang bayi tidak menjangkau benda-benda berbahaya saat orangtua ingin melakukan hal lain di ruangan yang berbeda, misalnya masak.

Banyak yang mengklaim kehadiran boks bayi tidak sesuai tradisi parenting di Indonesia dan lebih cocok bagi teknik parenting orang-orang barat. Tapi apakah seperti itu?

Boks bayi bagi keluarga kami

boks bayi

Sebagian besar keluarga di Indonesia kontra terhadap penggunaan box bayi, alias sia-sia belaka dan hanya menjadi tempat menumpuk barang belaka. Tetapi tidak dengan keluarga saya.

Orang tua saya tidak menggunakan boks bayi saat saya kecil dahulu, tapi keluarga suami saya menggunakan untuk kelima anaknya. Kami pun diberikan boks bayi sejak dari anak pertama.

Anak pertama kami tidur di boks bayi sampai ia berusia 2 tahun dan kemudian dipindahkan ke kasurnya di kamar sendiri. Ia tidak selalu berada di boks bayi karena sering tengah malam menangis dan saya harus mengambilnya untuk disusui. Dari yang awalnya mengembalikannya ke boks bayi setelah menyusui, lama-lama saya mengetahui kalau si sulung ini menangis sebenarnya tidak butuh menyusui, tapi tersadar saat berada di fase melanjutkan siklus tidur dan ingin “kehangatan” agar ia bisa melanjutkan siklus tidurnya kembali. Alhasil, banyak setengah malam terakhir si sulung di habiskan di kasur kami.

Anak kedua kami tidur di boks bayi sampai usia 2 tahun lebih 1 bulan. Berbeda dibandingkan si sulung, kehadiran boks bayi bagi si tengah SANGAT VITAL. Si tengah tipe tidur yang teramat lasak (bergerak kesana kemari). Beberapa kali menaruh si tengah tidur malam di kasur kami dan berujung dengan ketidaknyamanan saya tidur karena berulang kali ia hampir jatuh.

Bahkan, saat sakit pun jika ia berada di kasur kami baik tidur saya dan tidur si tengah sama-sama tidak nyenyak. Kenyamanan si tengah untuk melanjutkan siklus tidur adalah bau saya ibunya, jadi asal ia dibekali daster kotor saya untuk dipeluk, maka bakalan nyenyak tidurnya. Itulah alasan kenapa bahkan saat si tengah sakit saya lebih memilih menaruhnya tidur di boks dengan bekal daster kotor saya. Tidurnya dan tidur saya sama-sama menjadi nyenyak. Bukan kah salah satu resep cepat sembuh adalah tidur yang cukup? Si tengah cepat sembuh dan saya meminimalisir ikut-ikutan sakit karena minim tidur.

Anak ketiga kami memiliki pola kurang lebih sama dengan si sulung, tipe haus “kehangatan” jadi ia sering terbangun tengah malam menangis dan minta menyusu sebagai bentuk minta “kehangatan”. Si bungsu tidur di boks bayi hanya sampai usia 22 bulan saja karena ia lebih senang didekap saat sebelum tidur.

Pro-kontra boks bayi

boks bayi

Boks bayi banyak tidak terpakai karena banyak orangtua yang lebih memilih menyusui si kecil sambil tiduran. Tentunya penggunaan boks bayi tidak akan efektif karena ngapain harus memindahkan si bayi lagi ke boks bayi dengan risiko terbangun padahal ia sudah jatuh tertidur di kasur orangtuanya. Bayi yang terbangun malam hari juga sesimpel disusui sambil tiduran juga, jelas lebih simpel ketimbang harus mengambil dari boks bayi, menyusuinya, dan mengembalikannya lagi ke boks bayi tetap dengan risiko bayi terbangun.

Salah satu yang menjadi alasan pokok saya lebih senang menggunakan boks bayi adalah karena saya tidak bisa menyusui sambil tiduran. Pernah sih saat jaman anak pertama, tapi kerap kali puting saya lecet. Ketimbang risiko puting lecet meningkat, saya lebih memilih menyusui duduk. Begitulah saya menyusui sampai di akhir menyusui anak ketiga ini.

Kontra boks bayi berikutnya adalah karena ada opsi lain mengurangi potensi cedera jatuh pada si kecil berupa penggunaan kasur tanpa dipan dan penggunaan pagar tempat tidur. Penggunaan kasur tanpa dipan bagi kami bukan lah opsi karena tidak ergonomis dan tidak ada ruangan lain untuk menyimpan headboard dan dipan. Pun, kami tetap tidak sreg jika harus menggunakan kasur dengan pagar.

Pro boks bayi lainnya bagi kami adalah untuk tempat menaruh anak saat saya sedang mandi atau pun masak. Mungkin bayi akan menangis meraung-raung saat saya tinggalkan sendirian di kamar, tapi itu adalah opsi yang lebih baik ketimbang potensi bahaya yang ia hadapi jika membiarkan ia tetap merangkak atau jalan di lantai dan menjangkau benda-benda berbahaya. Mungkin bayi yang sudah bisa berdiri memiliki potensi memanjat boks bayi dan keluar dengan potensi jatuh dari pagar boks bayi. Namun, potensi kemungkinan itu terjadi tetap lebih kecil ketimbang bahaya di luar boks bayi.

Boks bayi atau tidak?

boks bayi

Pada akhirnya, pilihan untuk menggunakan boks bayi atau tidak sama sekali adalah pilihan dari masing-masing orangtua dengan mempertimbangkan gaya hidup dan pola asuh yang diterapkan. Bagi keluarga saya sih kehadiran boks bayi penting dan tetap akan menggunakannya hingga kami memiliki bayi lagi nantinya. Bahkan, saya sampai meminjam boks bayi kedua dari teman karena selisih umur si tengah dan si bungsu hanya 19 tahun sehingga sama-sama membutuhkan boks bayi.

Cara Memilih TK Terbaik untuk Anak

19 komentar
Memasuki kuartal keempat tahun 2022, banyak para orangtua yang bingung bagaimana cara memilih TK terbaik untuk anak.

Bukan rahasia umum, banyak sekolah di Jabodetabek yang sudah membuka pendaftaran untuk tahun ajaran 2023/2024. Bahkan, ada juga yang sudah membuka gelombang pendaftaran pertama sejak Agustus 2022. Loh, baru awal tahun ajaran baru malah sudah buka pendaftaran tahun ajaran  berikutnya.

Not to mention beberapa sekolah yang sudah waiting list sejak anak masih dalam kandungan *ups* 😏.

cara memilih tk

Survei sekolah selalu menyenangkan, sekaligus memusingkan. Terakhir kali saya lakukan saat di penghujung tahun 2018, yakni survei TK si sulung untuk tahun ajaran 2019/2020. Sebenarnya si sulung tahun 2022 ini masuk SD sih, tapi anehnya kami malah tidak melakukan survei seperti TK haha. Kayaknya memang saya sudah mengincar SD si sulung sekarang sejak baru buka cabang Lebak Bulus. Pun, sepupu si sulung sudah ada yang sudah bersekolah di sana, jadi lebih mudah untuk bertanya langsung untuk mengetahui tentang pembelajaran di SD ini.

Untuk si tengah, saya menginginkan kriteria TK yang mirip dengan TK si sulung 3 tahun silam baik dari segi rentang harga, waktu sekolah, dan jarak rumah ke sekolah. SPP si sulung di bawah 1 juta, memiliki waktu sekolah pukul 07.30 hingga 11.00, dan jarak rumah ke sekolah kurang dari 3 km.

Loh, kenapa sekalian saja si tengah dimasukkan ke TK yang sama dengan si sulung? Tidak bisa bos, soalnya kini kami sudah pindah rumah, makanya saya pun harus mengulangi kembali survei TK.

Tidak ada sekolah yang sempurna, begitu pula TK sang buah hati. Pilih yang tidak sempurna tidak apa-apa. Kenapa? Simak dulu cara memilih TK terbaik untuk anak berikut inI!

1. Berada dalam rentang harga yang disanggupi

Jujur saja, rentang harga baik uang pangkal hingga SPP bulanan pasti menajdi kriteria pertama para orangtua sebelum menentukan sekolah mana saja yang masuk ke shortlisted berikutnya. Jelas, ini berkaitan dengan kemampuan ekonomi.

Serta gaya hidup anak (dan orangtuanya).

Dalam memilih sekolah anak pastikan mempertimbangkan komponen uang pangkal (termasuk seragam, aktifitas, dan sebagainya) serta uang SPP bulanan. Kadang-kadang ada sekolah yang uang pangkalnya murah, tapi SPP bulanannya besar banget. Ada juga yang SPP bulanannya tidak terlalu mahal, tapi uang pangkalnya tidak masuk akal. Ada, ada banget di salah satu TK yang saya survei.

Kadang ada yang tertipu dengan uang pangkal murah tapi SPP bulanan. Iya mampu bayar di awalnya, tapi tiap bulannya membuat perekonomian rumah tangga ketar-ketir. Beberapa tidak mempermasalahkan sekolah dengan uang pangkal mahal tapi SPP bulanan terjangkau. Toh hanya dibayarkan sekali di awal. Tapi bagi saya ini sesuatu karena merasa tidak adil saja, kok uang pangkal sekolah A besar banget, padahal fasilitasnya kurang lebih sama dengan sekolah lain dengan uang pangkal lebih rendah.

Malahan, saya pernah membaca sebuah ulasan yang menjelaskan baiknya SPP dan uang pangkal anak sepersekian gaji kedua orangtua. Kalau dipikir ini cukup masuk akal sih, selain tidak membuat perekonomian rumah tangga ketar-ketir, pergaulan anak dan antar orangtua anak juga biar lebih "sekufu".

2. Jarak rumah-sekolah dan kemacetan

Pengalaman punya anak yang jarak TK-nya dekat? ENAK BANGET!

Bagi saya, jarak TK WAJIB dekat. Soalnya rata-rata mereka cuma sekolah 3 hingga 4 jam saja. Males banget kan kalau punya anak tapi TKnya jauh. Berangkat sekolah harus lebih awal yang artinya anak harus bangun lebih awal pula. Tahu sendiri lah, mayoritas anak usia TK sulit untuk disiapkan pagi-pagi benar. Selesai ngantar, baru duduk bentar dan beberes 1,5 jam, eh harus berangkat lagi! Pulang sekolah juga bakalan lebih lama sampai rumahnya.

No to mention the gasoline you pay for the long journey.

Saat TK, si sulung masuk jam 7.30. Karena sekolah dekat, saya baru membangunkannya pukul 6.45. Kemudian saya mandikan dan temani sarapan. Jam 7.15 sudah berangkat. Biasanya saya sampai rumah kembali pukul 8 kurang karena lalu lintas mulai padat. Lumayan saya punya waktu bersih-bersih, masak, istirahat, dan mengurus si tengah yang masih bayi selama 2,5 jam. Jam 10.45 saya sudah berangkat lagi untuk menjemput si sulung. Jam setengah 12 biasanya sudah sampai rumah dan bisa istirahat sebentar sebelum makan siang.

Kalau sekarang mungkin saya akan lebih picky dalam memilih TK si tengah. Tidak hanya jarak maksimal sekitar 3 kilometer, tetapi arahnya sebisa mungkin menyesuaikan dengan si sulung. Beberapa sekolah yang tidak searah sama si sulung masih ada yang saya pertimbangkan, asal searah dengan rumah saya karena aya tidak harus membawa si tengah ikut serta saat mengantar si sulung. Jadi setelah mengantar si sulung, saya bisa menjemput si tengah di rumah dan langsung mengantarnya ke sekolah.

Saya bisa menitipkan si tengah ke ART dahulu di rumah. Lumayan kan ia bisa sarapan terlebih dahulu saat saya mengantar si sulung ke sekolah terlebih dahulu.

Tidak cuma itu, ada juga sekolah yang meski jaraknya dekat dengan rumah, tapi waktu tempuhnya bisa cukup lama karena terjebak kemacetan.

"Lalu lintas sekarang sudah ramai banget, makanya jam masuk TK A dan TK B dibedakan." Ujar salah seorang guru di salah satu TK yang saya survei.

Mungkin setelah menetapkan shortlisted terakhir, ada baiknya para orangtua menguji kemacetan terlebih dahulu dengan cara mensimulasikan antar sekolah anak di TK tersebut di waktu masuknya. Apakah kena macet saat mengantar dan pulangnya?

Kalau pulangnya kena macet, ya sama aja sih, baru duduk bentar harus berangkat jemput lagi. Kalau bagi saya sih jadi mengurangi pembobotan poin sekolah yang nantinya akan dipilih.

3. Jam sekolah

Cara memilih TK terbaik untuk anak ini juga berkaitan dengan kemacetan yang dihadapi serta ritme aktivitas yang akan disinkronisasi dengan pengantar.

Salah satu TK yang saya survei menyebutkan bahwa anak TK A masuk pukul 8.30. Langsung saya merasa sangat berkeberatan meski TK ini dekat dengan rumah dan lokasinya dekat dengan SD si sulung. Namun jam masuk yang agak ganjil ini sangat tidak sinkron sama jadwal tahsin saya yang 2 hari seminggu. Tidak hanya itu, kalaupun saya tidak ada aktivitas, saya menyelesaikan aktivitas antar anak bakal lama sekali, yakni dari jam 6.40 sampai jam 8.50!

4. Kekurangan yang masih bisa ditolerir

Sekolah A hampir sempurna tapi kurang di x.
Sekolah B hampir sempurna sayangnya dia tidak y.
Sekolah C suka banget, tapi dia tidak z.

Pada akhirnya memang tidak ada sekolah yang sempurna, selalu ada kurangnya. Tinggal kekurangan mana yang bisa kita toleransi.

Di keluarga kami, ada spesifikasi wajib dan ada spesifikasi opsional. Beberapa spesifikasi wajib adalah sekolah Islam, dalam rentang 3 km, dan biaya yang sesuai. Untuk spesifikasi opsional seperti jam masuk, fasilitas, dan metode pengajaran.

4 tahun lalu saat saya survei TK si sulung, saya sangat ingin si sulung masuk ke sebuah TK yang bagi saya sempurna sekali dari semua aspek, kecuali harga. Harga yang cukup mahal bagi kami ini cukup menjadi poin minus mengingat pada saat itu perekonomian kami juga belum stabil. Beberapa parameter yang unggul di mata saya namun pada akhirnya saya berdamai adalah sekolah sunnah dan hafal juz 30.

Pada akhirnya kedua parameter itu menjadi kekurangan yang masih bisa ditolerir jika saya mengambil sekolah lain tanpa program dan visi misi tersebut. Bagi kami, TK belum waktunya memamkan sumber daya anggaran besar, Anak pun masih banyak dalam pendidikan saya karena jam sekolah hanya 3.5 jam. Alhamdulillah, 2 tahun TK si sulung bisa membedakan mana doa pendek yang sesuai tuntunan sunnah dan bisa menjelaskan ke gurunya kalau diajarkan doa yang lain. Selain itu, alhamdulillah si sulung bisa tamat menghafalkan Juz 30 sebelum menyelesaikan TK B.


Berkaca dari pengalaman anak pertama, saya mengambil pembelajaran yang cukup bagaimana cara memilih TK terbaik untuk anak. Bagaimana meramu semua kriteria dan kemampuan dan mengkombinasikannya dengan pendidikan di rumah demi anak mendapatkan output yang terbaik.

Ke Taman Literasi Menggunakan Transportasi Umum di Jakarta bersama 3 Anak

19 komentar
Meski keluarga kami memiliki mobil, berwisata dengan menggunakan transportasi umum adalah hobi saya. Lebih tepatnya saya menaruh renjana perihal transportasi umum terutama di Jakarta.

taman literasi

Jaman awal baru nikah, dengan senang hati saya menggunakan transportasi umum ke RSCM dari rumah kami di Lebak Bulus demi janjian ke PRJ setelah suami selesai bertugas sebagai seorang residen. Saya denga semangat mencari tahu alternatif transportasi umum menuju ke sana. Mulai dari angkot, bus kota, hingga Trans Jakarta semua dijajal.

Saat kami baru mempunyai satu anak, berpelesir menggunakan transportasi umum juga masih cukup mudah. Apalagi pada tahun 2018 kami kerap keluar kota traveliving . Mencari tahu berbagai rute  transportasi umum di luar kota juga dengan senang hati saya jabanin. Pun, anak pertama kami merupakan anak teladan yang sangat mudah diajak kemana-mana serta tidak rewel.

Pandemi pun tiba, tahu-tahu setelah pandemi usai anak kami sudah tiga orang. Saya dan anak-anak  biasanya jalan-jalan di dalam kota menggunakan mobil. Sampai suatu saat saya ingin mengajak anak-anak untuk mengunjungi Taman Literasi Martha Tiahahu di bilangan Blok M.

Blok M? Itu kan titik pertemuan transportasi umum. Kayaknya menarik nih kalau ke Taman Literasi naik transportasi umum!

Meski bersama 3 anak dan harus bawa satu kereta kembar. Bisakah?

Kegalauan sebelum menyusun rencana perjalanan

taman literasi

Sebenarnya, keinginan mengunjungi taman literasi bersama anak (-anak) menggunakan transportasi umum sudah saya utarakan kepada suami seminggu sebelumnya. Rencananya sih hari Jumat karena pada hari itu si sulung pulang cepat. Lebih cepat dari anak SD, pukul 9.40 hehe.

Namun kepastian rencana tidak muncul jua hingga h-1 perjalanan. Lebih tepatnya malam sebelum esoknya berangkat. Kenapa? Kok terkesan bimbang ya, padahal harusnya jalan-jalan dengan anak terlebih menggunakan transportasi umum harus direncanakan dengan matang.

Kegalauan 1: Berdua dengan sulung atau bawa semua anak

Karena tujuannya adalah taman literasi, sempat kepikiran saya cuma ingin berdua quality time bersama si sulung menggunakan transportasi umum di Jakarta. Saya merasa bawa anak tengah dan anak bungsu tidak akan terasa chill karena mereka tidak bisa berlama-lama santai dibacakan buku.

Pengennya sih sulung sama saya baca buku masing-masing. Keputusan awal sempat ingin berdua saja pergi. Lumayan sudah lama tidak berduaan saja dengan si sulung.

Ternyata menjelang hari perjalanan, keputusan berubah drastis karena ternyata si sulung libur di hari Jumat karena guru-guru persiapan pembagian rapor tengah semester. Rencana perjalanan pun berubah dengan membawa ketiga anak turut serta ke taman literasi menggunakan transportasi umum di Jakarta. Kita bisa berangkat lebih pagi sehingga perjalanan lebih terasa santai.

Kegalauan 2: Bawa stroller single apa kembar

taman literasi
Kegalauan berikutnya yang membuat saya condong tidak membawa anak tengah dan bungsu adalah perihal bawa stroller karena jarak usia keduanya hanya terpaut 1,5 tahun, yaitu 2 tahun 3,5 tahun.

Opsi pertama adalah hanya membawa stroller single. Namun itu artinya saya harus standby bawa baby carrier saat sang kakak capek berjalan atau ingin istirahat tidur.

Opsi kedua adalah membawa kereta kembar. Sebenarnya mobilitas paling enak membawa twin stroller alias kereta kembar samping-sampingan. Namun, ada 3 aspek yang saya khawatirkan: perjalanan di pinggir jalan, naik MRT, dan naik Trans Jakarta.

Naik MRT paling tidak perlu dikhawatirkan karena saya tahu persis ada akses lift naik turun peron sehingga memudahkan mobilisasi saat menggunakan stroller kembar.

Masalah berikutnya adalah perjalan di pinggir jalan. Saya skeptis benar dengan kondisi trotoar di Jakarta, sudah jelas tidak ramah pejalan kaki. Kalaupun ada, ukurannya pasti kecil dan tidak muat jika harus menggunakan twin stroller. Untuk mengevaluasinya, saya menggunakan fitur Google Map Street View untuk mengetahui kondisi trotoar. Alhamdulillah, sepanjang pemantauan, trotoar di bawah peron MRT Blok M lebar dan enak untuk mendorong stroller kembar. Pun, lokasi taman literasi benar-benar tepat disamping peron stasiun MRT Blok M.

Akhirnya saya berangsur-angsur yakin pada pilihan membawa stroller kembar karena menurut saya opsi itu paling dinamis dan membutuhkan tenaga tidak sebanyak jika harus (hampir) full menggendong si bungsu di gendongan.

Kegalauan 3: Naik Trans Jakarta atau tidak

taman literasi
Sumber: TransJakarta

Kegalauan ketiga yang berkaitan dengan kegalauan kedua, jika saya membawa twin stroller maka bagaimana saya naik-turun bus?

Saya tau persis ada bus Trans Jakarta jurusan Blok M - Pondok Labu. Dulunya itu merupakan Kopaja 64 yang sering saya gunakan beberapa tahun silam. Bus ini lah yang akan kami gunakan dalam perjalanan.

Tantangannya adalah bagaimana kami naik-turun bus Trans Jakarta dengan hambatan adanya 2 anak duduk di kereta kembar?

Saya tahu betul, tidak semua trayek Trans Jakarta yang naiknya menggunakan halte bus yang platformnya naik sehingga rata dengan pijakan di dalam bus. Untuk memastikan ketidakyakinan saya, maka saya kembali menggunakan Google Map dengan cara mencari tahu letak halte bus beserta trayek bus yang melewatinya. Tepat dugaan saya, jenis halte tersebut tidak tersedia di halte yang akan saya naiki, alias harus naik manual dari aspal jalanan.

Terbersit di benak saya untuk menurunkan anak-anak terlebih dahulu dari stroller dan kemudian mengangkat stroller dan menuntun anak-anak naik. Namun saya merasa skenario tersebut tidak mumpuno karena memakan waktu lama, ribet, dan mobilitas yang tidak baik. Anak-anak rawan tercecer!


Malam sebelum perjalanan, akhirnya saya membulatkan niat agar kami pulang pergi menggunakan MRT saja yang pasti lebih gampang naik-turunnya.

Menyusun rencana perjalanan


Asli, rencana perjalanan baru disusun malam sebelum perjalanan haha. All hail impulsivity!

Sembari menemani anak tidur, saya sibuk melihat Google Map untuk memastikan gambaran jalanan, menentukan lokasi pemberhentian halte MRT dan Trans Jakarta, hingga mencari tempat makan siang yang nyaman buat anak tapi dalam jangkauan jalan kaki dari taman literasi.


Akhirnya saya memutuskan untuk memarkir mobil di RS Setia Mitra Fatmawati, tempat suami saya praktik. Yuk, yang mau ke dokter Ortopedi bisa lho konsultasi sama suami tiap Senin dan Jumat sore atau Sabtu pagi (lha, promosi)!

taman literasi

Kemudian dari sana kami naik MRT melalui stasiun Cipete hingga Blok M. Karena waktu panjang, saya memutuskan untuk cuci mata di supermarket Papaya Blok M, kemudian ke taman literasi sembari menyusuri “Little Tokyo” Blok M. Jam makan siang, baru kami makan di Twin House yang terletak di seberang Taman Literasi dan sebelah tempat nongkrong kekinian MBLOC.

taman literasi

Meski memutuskan pulang naik MRT, tapi saya tetap membuat rencana (cadangan) impulsif naik Trans Jakarta dengan naik dari titik halte di depan persis Taman Literasi. Alih-alih berhenti di halte Ciremai yang berlokasi di depan RS Setia Mitra, saya memutuskan untuk berhenti di halte Stasiun Cipete karena akan lebih mudah menyeberang ke sisi RS Setia Mitra dengan menggunakan lift Stasiun Cipete.

Setelah mengkomunikasikan rencana ini ke suami, ia menolak (sebagian)!

“Kenapa harus mutar-mutar dulu ke Papaya sih? Kamu bawa anak-anak lho, standarnya harus dikurangi.”, keluh suami.

Suami cuma mengizinkan agar kami langsung menuju Taman Literasi, pergi makan siang, dan segera kembali.

Apakah perjalanan lancar sesuai yang direncanakan dan disiapkan?

Berwisatan ke Taman Literasi membawa 3 anak dengan menggunakan transportasi umum di Jakarta

taman literasi
Sesuai rencana, kami berangkat dari rumah jam 9 pagi. Jalanan lengang dan kebetulan mobil saya genap, jadi sesuai dengan tanggal genap karena harus melewati jalur ganjil genap Fatmawati. Parkiran mobil di RS Setia Mitra juga masih lengang sehingga saya dengan mudahnya memarkirkan mobil.

Setelah menaikkan dua anak di stroller kembar, saya mendorong stroller dengan si sulung mengiringi saya. Saya di sisi luar, sulung di sisi dalam. Pada awalnya, perjalanan mendorong stroller di trotoar cukup nyaman karena trotoar yang cukup lebar. Namun mendekati stasiun Cipete, trotoar mengecil dan banyak tiang-tiang sehingga beberapa kali saya harus turun dari trotoar dan mendorong stroller di jalur sepeda.

Alhamdulillah perjalanan aman dan kami mampir dulu ke Holland Bakery yang berlokasi di bawah stasiun Cipete untuk membeli roti bekal anak-anak. Lokasi lift Stasiun Cipete MRT berada di ujung utara sehingga kami harus ekstra jalan.

“Mau tujuan kemana bu? Mau jalan–jalan ya?”, tanya beberapa petugas di Stasiun Cipete dengan ramah. 
taman literasi

Mungkin karena melihat suasana kami mode pinik dengan 3 anak bersama. Hasan benar-benar membantu kesuksesan perjalanan. Selain dia mandiri tapping kartu sendiri, ia juga membantu menekan tombol lift dan menjaga adik-adiknya.

Salut sama petugas-petugas Stasiun MRT. Mereka ramah, informatif, bahkan petugas yang ada di peron membantu saya mendorong stroller kembar masuk ke MRT karena sempat seret. Kami pun turun di Stasiun Blok M yang hanya berjarak 3 stasiun dari Stasiun Cipete. Setelah tapping, ternyata tarifnya Rp 5.500 per-orang.

Setelah turun menggunakan lift, ternyata kami benar-benar berada di depan Taman Literasi! Benar kata suami, ini mah tidak usah ribet-ribet mutar ke Supermarket Papaya yang berlokasi di Selatan Taman Literasi. Kami pun segera mengeksplorasi Taman Literasi

Taman Literasi Martha Tiahahu

taman literasi

Taman Literasi Martha Tiahahu adalah taman lama yang direvitasliasi. Bentuk utamanya adalah Rotunda (bentuk melingkar) dimana sisinya dibagi menjadi 4 bilik utama. Di atas keempat bilik tersebut balkon yang bisa dinaiki, cocok untuk menikmati suasana. Di tengah Rotunda ada kolam dan panggung yang berpotensial diadakan banyak acara. Di luar Rotunda namun tetap di dalam komplek adalah area terbuka hijau dengan satu area mini dimana terdapat instalasi buat anak beserta mini wall-climbing.

taman literasi

Intinya, Taman Literasi Martha Tiahahu ini benar-benar ditujukan untuk membaca atau kegiatan serupa. Selain itu, relatif tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan.

taman literasi

Sayangnya, entah masih baru atau bagaimana, Taman Literasi ini masih kurang sponsor. Dari 4 bilik, hanya ada satu bilik aktif digunakan kegiatan membaca. Bilik kedua rencana digunakan lokasi co-working, bilik ketiga adalah bilik sponsor dengan hanya ada satu rak buku kecil, dan bilik keempat yang difungsikan sebagai sentra vaksinasi.

taman literasi
Bilik pertama: Lounge membaca

taman literasi
Bilik kedua: Coworking

taman literasi
Bilik ketiga: sepi sponsor
taman literasi
Bilik keempat: Sentra vaksinasi

Kami pun menghabiskan waktu di bilik membaca. Menurut saya, bilik ini nyaman sekali untuk membaca. Sepanjang dinding ada rak buku sampai langit-langit dengan koleksi buku yang lumayan buat dewasa dan anak-anak. Ada area lesehan dengan bean bag, meja-kursi dimana banyak bekerja menggunakan laptop, hingga beberapa jajaran sofa.

Si sulung mengambil buku Dinosaurus dan membacanya sambil minta saya menemaninya untuk berdiskusi. Satu buku ia lahap habis, sementara para 2 gadis asik main di bean bag setelah bosan baca buku dan menyusun balik.

Setelah selesai membaca buku, jam makan siang hampir tiba dan kami bergegas di Twin House sebelum kehabisan tempat.

Twin House

taman literasi

Ternyata hanya sesederhana menyeberang simpang V saja sudah sampai Twin House. Saya mendorong stroller kembar sembari menginstruksikan Hasan untuk memegang stroller saat menyeberang.

Twin House yang memiliki aksen interior kuning ini merupakan cabang dari Cipete. Meski areanya lebih kecil dari cabang Cipete, terdiri dari indoor dan outdoor. Meja indoor sedikit sekali dan saat kami datang semua meja indoor sudah direservasi kecuali satu area. Rejeki kami!

taman literasi

Saya memesan spaghetti carbonara untuk para gadis dan nasi ayam goreng madu untuk si sulung. Saya? Makan sisa makan mereka saja hehe. Selain untuk berhemat, saya lagi tidak ingin mengeluarkan uang untuk (terlalu) banyak makan karbohidrat.

Tidak ada makanan yang tidak enak! Si sulung senang sekali dengan makanannya sehingga ia menghabiskan satu piring padahal itu porsi dewasa. Ayam goreng yang sudah bersalut dengan saus madu sangat cocok dipadu dengan saus tartar dan bayam crispy. Begitu pula dengan spagettinya, saus creamynya top! Lembut, silky, dan umami. Proporsionalnya sempurna banget. Para gadis juga lahap sekali makannya.

Setelah makan, kami pun bergegas pulang karena si sulung sudah menagih (jatah) bermain tab di rumah 😅.

Perjalanan Pulang

taman literasi

Dari saat merencanakan perjalanan, 80% keputusan adalah kami pulang menggunakan MRT. Ternyata opsi yang saya pilih adalah sisa 20% itu.

Saat menyeberang kembali menuju Taman Literasi, tiba-tiba Bus Trans Jakarta lewat di halte pemberhentian.

"Hasan mau naik bus aja ga pulang?" Tanya saya pelan.
"Mau banget!" Pungkas Hasan.

Akhirnya kami pun menunggu di halte sambil otak saya berputar menyiasati bagaimana mengangkut stroller kembar dan para gadis di atasnya. Setelah 5 menit menunggu, bus Trans Jakarta jurusan Pondok Labu - Blok M datang.

taman literasi
Untungnya, ini adalah bus besar dengan pintu tengah lebar dan tidak ada tangga. Setelah pintu bus terbuka, tanpa tedeng aling-aling saya langsung mengangkat stroller kembar beserta 2 anak di atasnya.

Itulah ibu-ibu, pentingnya strength training supaya form benar saat mengangkat beban berat seperti ini haha 😁.

Kami duduk di kursi dengan tanda penumpang berkursi roda. Saya sempat celingukan mencari tahu dimana saya harus tapping kartu e-money. Ternyata ada di depan di samping supir! Setelah mengerem stroller dan berpesan ke sulung kalau saya mau nitip adik-adiknya, dengan lari kecil saya bergegas ke depan dan tapping 2 kali. Rp 3.500 saja per orang dari ujung blok M ke Pondok Labu, wow!

Alhamdulillah lalu lintas lancar, para gadis pun tertidur di stroller. Mendekati Stasiun Cipete, saya dan si sulung bersiap-siap turun. Karena sudah pernah menaikkan stroller kembar beserta anak-anaknya, pede donk saya menurunkan stroller.

Sampai saya turun dan melihat kondisi jalan....

taman literasi

Yak! trotoar di depan kami sempit dengan pembatas pagar terpampang nyata.
Taruh stroller di trotoar 👎
Taruh stroller di atas aspal jalan 👎

Akhirnya saya harus menggotong stroller kembar beserta dua anak tertidur di atasnya ekstra jalan 4 meter! Ada sisi cabang jalan sehingga saya bisa menaruh stroller di atas aspal.

Perjalanan setelahnya alhamdulillah gampang-gampang saja. Kami menyeberang jalan dengan cara naik lift via Stasiun Cipete, mendorong stroller kembali menuju mobil, memindahkan anak-anak ke mobil, dan voila, kami sampai di rumah.

Berhubung kami pulang setelah makan dan jam tidur siang para gadis, sepanjang perjalanan pulang saya bisa santai mengobrol bersama si sulung. Anak tengah bangun saat dipindahkan ke mobil sementara anak bungsu masih tidur kelelahan bahkan saat mobil sudah berhenti di garasi. Fyuh!

Apakah saya kapok?

Oh, tentu tidak! Soalnya seru banget hehe😁

Kebetulan saya memang tipe penyuka eksplorasi kota dan penggemar transportasi umum. Jalan sendiri, bersama satu anak, atau 3 anak sekaligus tetap menyenangkan. Meski terdengar repot, dari awal saya memang tidak ada kepikiran mengajak ART yang bekerja di rumah untuk turut serta dengan tujuan "ikut bantu-bantu". Entahlah, saya tipe penyendiri yang tidak ingin terlibat sosialisasi dengan orang selain keluarga saat santai dan ingin jalan-jalan seperti ini. 

Jalan-jalan bersama anak juga diperlukan kemampuan untuk bersikap taktis dan adaptif jika hal-hal di luar rencana terjadi. Harus bersikap apa saat stroller kembar tidak muat di trotoar. Harus bagaimana jika ternyata harus terpaksa mengangkat beban berat. Intinya, bersiap dengan kemungkinan tidak enak, hehe.

So kids, let's another story of travelling!