7 Alasan Kenapa Harus Wisata Edukasi Animalium
Aktivitas Seru di Parlor Hills Bandung
Parlor Hills Bandung: All you can do there!
1. Lokasi Strategis
2. Nongkrong Cantik
3. Makan bersama keluarga
4. Beragam Aktifitas seru
a. Playground Arena
b. Karting Arena
c. Mega Playground dan Trampoline
d. Panahan
e. Panjat tebing
"Aku belum pernah sama sekali ngerasain wall climbing. Pengen sih, tapi belum sempat", ujar suami
f. Playground balon
Bakal balik lagi ke Parlor Hills Bandung?
Review Edokko Playground: Keseruan untuk Semua Usia
Yang berkesan di review Edokko Playground
Semua umur dapat menikmati
Ada Mini game
Ada live interaction
Beristirahat sejenak
Review Edokko Playground: Yang harus dibenahi
1. Safety feature kurang memadai di beberapa aspek
“Aku lihat flying fox-nya ada yang kurang safety, makanya aku lebih nyaranin anak yang berusia cukup tua yang main di Edokko.”
“Mba, ini anak saya yang 4 tahun boleh naik ga?”
“Boleh aja, asal anaknya yakin.”
2. Ornamen terlepas yang kurang diperhatikan
Akankah kami kembali lagi ke Edokko Playground?
- Buka aplikasi Traveloka
- Klik Xperience
- Search “Edokko Playground”
- Pilih tiket sesuai jadwal dan banyaknya pengunjung
- Arahkan ke menu pembayaran
- JANGAN LUPA masukkan kode promo “XPWITHZENETH”
- Selamat menikmati tiket Edokko diskon hingga 20%! Belum lagi kalau harga awalnya sudah diskon, seperti kami yang bagaikan membeli tiket Edokko diskon 60% hehe.
Dua Cerita Pendek tentang Aliran Rezeki tak Terduga
Cerita dibalik sebuah stroller pinjaman
“Gw tinggal di Apartemen Cibubur, gw ada stroller tipe x. Mau pinjam?”
“Makasih ya, asli strollernya berguna banget. Minta waktu bentar ya mau cari londrian dulu.” Ketik saya di Whatssapp.“Ga usah, dibalikin langsung juga ga masalah kok, hehe.”
“Asli ga nyangka banget, begitu gw minjamin stroller, tiba-tiba suami gw dapat rejeki tidak terduga!”
Cerita dibalik makanan katering
“Ma, Hasan mau ikut catering kayak teman!” Pinta Hasan.
“Ummu, katering Hasan boleh saya makan?”
Jujur dalam Minta Izin kepada Anak
"Ayo cepat pergi sekarang, mumpung anak lagi nonton TV dan tidak sadar ibunya pergi."
Ada yang pernah mendengar ujaran saran semacam itu?
Kebetulan, kami dikaruniai 2 dari 3 anak yang memiliki sifat attachment yang tinggi terhadap orangtuanya, terutama saya ibunya. Ini juga berlaku pada si sulung meski usianya sudah 7,5 tahun. Satu lagi adiknya yang memiliki rasa attachment yang tinggi hampir berusia 4 tahun. Melihat gaya anak kami yang seperti itu, sering sekali saya mendengar sekeliling saya berkata agar segera meninggalkan mereka saat mereka sedang tidak melihat saya yang hendak pergi tanpa mereka.
Perkataan ini sering terdengar dari mulut ART saya. Memang sepertinya gaya parenting "kabur selagi anak tidak melihat" itu populer di parenting jaman dulu ya. Karena tidak hanya keluar dari mulut ART, tapi beberapa "orang tua" jaman dulu.
"Biarin anak nangis, yang penting izin pergi di depan mukanya, bukan menghilang tiba-tiba." Tekan mertua saya.
Memang "kabur selagi anak tidak melihat" adalah jalan super instan saat hendak pergi meninggalkan anak yang memiliki rasa attachment yang kuat kepada orangtuanya. Tapi nyatanya perilaku seperti itu lambat laun hanya akan menimbulkan luka trust issue kepada orangtuanya yang semakin dalam. Semakin mereka tumbuh, luka ini akan semakin menganga dan akan menimbulkan banyak masalah hubungan antar orangtua - anak nantinya.
Efek meninggalkan anak tanpa izin yang benar
1. Kehilangan orang tua
Anak memiliki ekspektasi bahwa orangtuanya ada di sekitarnya meski ia sedang menoleh atau asik kepada arah lain. Begitu ia menoleh, eh orangtuanya hilang. Ekpektasi dan realita berbeda jauh. Tentu mereka akan sangat panik dan bukan tidak mungkin alih-alih mereka tenang saat kita pergi malah menangis meraung-raung dan baru akan berhenti saat orangtua muncul kembali di hadapan mereka.
Anak akan merasa sangat panik menghadapi situasi ini. Jangankan anak-anak, apa yang kita rasakan sebagai orangtua saat sedang pergi bersama anak ke mal namun tiba-tiba saat menoleh kembali sang anak tidak ada?
Panik? Takut? Tentu saja. Berbagai pikiran berkecamuk di pikiran kita. Kemana sang anak? Apakah mereka aman? Apakah mereka tersesat? Apakah ada orang jahat yang menculik mereka?
2. Trust issue kepada orang tua sendiri
Saat orangtua mereka hilang tiba-tiba tanpa pamit, mereka akan merasa sangat dikhianati.
Kenapa mereka menghilang tanpa sepengetahuanku? Anak merasa tidak dianggap oleh orangtua sendiri saat orangtuanya hilang tiba-tiba. Padahal anak adalah entitas yang bahkan perasaannya harus kita perhatikan selayaknya manusia seutuhnya. Anak merasa orangtua tidak memvalidasi perasaan dan keberadaan mereka.
Lambat laut luka mereka semakin menganga seiring waktu. Anak semakin tidak percaya kepada orangtuanya.
Bagaimana perasaan kita saat mengetahui anak kita nanti tiba-tiba kabur dari rumah tanpa sepengetahuan kita? Apa yang kita rasakan? Tentu rasa pengkhianatan dan pendurhakaan akan menghantam kita dalam-dalam.
3. Merasa tidak aman
Begitu mereka tahu orang tua mereka hilang tiba-tiba? Tentu mereka panik dan takut dengan lingkungan mereka.
Jujur dalam minta izin kepada anak
Setelah sekian tahun sejak memiliki anak, rasanya saya dan suami belum pernah pergi ke luar kota berdua saja. Saat suami berkesempatan tugas operasi di Palembang di sebuah akhir pekan, langsung terbersit di pikiran saya untuk sekalian ikut pergi bersama suami. Toh sudah lama kami tidak berpelesir kedua. Hitung-hitung quality time bersama suami tanpa "gangguan" anak.
Kami pun berencana menitipkan ketiga anak kami di rumah orangtua saya. Saya langsung mengantar anak-anak dan ART ke rumah orangtua sepulang sekolah si bungsu. Tentu orangtua saya senang sekali karena bakal bermain bersama cucu. Jarang-jarang juga kan menitipkan mereka disana menginap selain saat saya melahirkan. Rencananya anak-anak akan kami jemput di Hari Senin, kebetulan saat itu sedang tanggal merah.
Beberapa sebelum keberangkatan kami, saya sudah sounding ke anak-anak, terutama ke si sulung. Tentu ada sedikit penolakan, apalagi si tengah yang masih benar-benar tidak ingin lepas. Benar saja, saat kami berada di rumah orangtua, si sulung sudah mulai galau. Sepanjang hari sampai mobil saya meninggalkan rumah ia terus galau.
Saya pun selalu memeluk si sulung saat ia galau dan terus validasi perasaan dan afirmasi bahwa tidak mengapa ia sedih, kami hanya sementara saja meninggalkan ia. Meski saya meninggalkan ia dalam keadaan galau, tidak lama kemudian ipar saya mengkonfirmasi ia kembali ceria dan bermain bersama sepupunya.
Si tengah hanya menolak saat saya memasukkannya ke mobil orangtua saya yang akan kembali ke rumah. Namun, Ibu saya berkata hanya beberapa menit di mobil, si tengah kembali ceria.
Bagaimana dengan si bungsu? Wah tidak ada perubahan, malah ia asik mendadahi saya dan sibuk ngemil sesampai di rumah orangtua saya hehe.
Saya yang mengetahui semua kabar itu sesampai di rumah merasa lega. Betul saya sudah mempersiapkan hal ini dan memprediksi gejolak sementara emosi mereka. Alhamdulillah, semua berjalan dengan lancar.
KEB 11 Tahun, Semakin Matang dengan Berjejak dan Berbagi
Mengenal KEB
KEB 11 Tahun, Berjejak dan Berbagi
“KEB 1 tahun, Berjejak dan Berbagi!” teriak MC dengan lantang mengumandangkan yel-yel acara di hari itu. Sekaligus memfamiliarkan tema KEB 11 tahun ini sebagai KEB Berjejak dan Berbagi.
“Social commerce adalah calon bintang masa depan di dunia digital, catat perkataan saya ini.” Tekan Tora.