Tampilkan postingan dengan label Gaya hidup. Tampilkan semua postingan

KEB 11 Tahun, Semakin Matang dengan Berjejak dan Berbagi

17 komentar
KEB 11 tahun, jujur saya sedikit kaget. Pasalnya, saya cenderung mengenal KEB agak lebih belakangan, padahal KEB adalah salah satu komunitas blogger yang muncul di awal. Bahkan, Komunitas Blogger perempuan pertama di Indonesia.

keb 11 tahun

Setelah dilanda Pandemi kurang lebih 2 tahun, KEB akhirnya mulai mengadakan kembali berbagai acara luring sejak tahun 2022, salah satunya KEB Roadshow yang diadakan di beberapa kota besar di Indonesia termasuk di Jakarta. Sayangnya, beberapa kali saya belum rejeki menghadiri acara luring Kumpulan Emak Blogger karena beberapa kali juga jadwalnya bentrok.

Begitu ada informasi via grup Whatsapp soal akan diadakannya selebrasi KEB 11 tahun secara luring, tentu tanpa pikir panjang saya segera mendaftar pasca mendapat izin dari suami. Kebetulan juga acara diadakan di Jakarta Selatan dan merupakan area yang sudah familiar bagi saya.

Sudahkah kamu mengenal KEB? Sudah bergabung? Kalau belum yuk kita mengenal KEB bersama-sama. 

Kalau tidak kenal maka tak sayang.

Mengenal KEB

keb 11 tahun


KEB memiliki kepanjangan Kumpulan Emak Blogger. Dari namanya saja sudah ketahuan bahwa komunitas ini beranggota 100% perempuan. Berawal dari perkumpulan kecil yang terdiri dari Mira Sahid, Indah Julianti Sibarani, Sary Melati, dan Nike Rasyid yang merupakan kumpulan emak yang hobi blogging. Kemudian tercetus oleh Mira Sahid, mengapa tidak melanjutkan saja menjadi bentuk yang lebih serius. Maka terbentuklah KEB pada tanggal 18 Januari 2012.


Eh berawal dari sedikit iseng-iseng, ternyata keterusan dan sekarang KEB sudah menapaki usianya yang ke-11 tahun. KEB menganggap bahwa kemajuan masa depan bangsa dan negara banyak dipengaruhi oleh “campur tangan perempuan”. Blog menjadi wadah bagi perempuan Indonesia untuk bersuara dan berbagi inspirasi, sesuai dengan visi misi KEB. KEB ingin berkembang menjadi wadah perempuan Indonesia untuk mengembangkan dirinya di berbagai aspek kehidupan.

KEB 11 Tahun, Berjejak dan Berbagi

keb 11 tahun

KEB memiliki tradisi unik, yakni memiliki sebuah tema dan jargon yang berbeda di tahunnya. Menjejaki usianya yang di 11 tahun ini, KEB memiliki teman KEB berjejak dan berbagi. Selisih 10 hari, dilakukan selebrasi kecil-kecilan KEB 11 tahun pada tanggal 28 Januari di Restoran Bali Notes Terrace yang berlokasi di Jl. Prof. Sutono SH No. 15, Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Acara dimulai dari pukul 12.00 siang dengan total peserta kurang lebih 50 orang Kumpulan Emak Blogger. Dimulai dengan makan dengan sajian yang disediakan oleh Bali Notes Terrace dengan menu nasi kebuli, ayam bakar serta ayam goreng, sayur, dan puding. Waktu sejam digunakan oleh peserta untuk berbincang dan berjejaring.

Acara mulai tepat di pukul 1 siang dengan ditandai dibuka oleh MC.

“KEB 1 tahun, Berjejak dan Berbagi!” teriak MC dengan lantang mengumandangkan yel-yel acara di hari itu. Sekaligus memfamiliarkan tema KEB 11 tahun ini sebagai KEB Berjejak dan Berbagi.

MC pun memanggil founder Mira Sahid ke depan untuk berbicara mengenai KEB 11 tahun. Ia pun satu-persatu memanggil para co-founder ke depan dan memperkenalkan mereka juga yang dikenal dengan makmin ke depan audiens. Tak terasa suasana pun menjadi sedikit mengharu biru.

keb 11 tahun


Mira Sahid juga menegaskan bahwa KEB mendukung dan berpartisipasi kepada Gerakan Nasional Literasi Digital yang diprakarsai oleh Siberkreasi. Hal ini sangat berkesinambungan dengan KEB sebagai kumpulan emak blogger yang memiliki visi memberdayakan para emak untuk bersuara dengan blog sebagai medianya.

Memasuki jam setengah 2 siang, acara KEB 11 tahun dilanjutkan dengan acara utama mini workshop yang mengundang dua narasumber yang namanya sudah tidak asing lagi, yakni Oktora Irahadi yang merupakan CEO dan INFINA dan Ali Muakhir yang telah menghasilkan belasan hingga puluhan buku.

keb 11 tahun

Oktora Irahadi atau yang dikenal dengan nama gaul Tora (bukan Sudiro) membawakan mini workshop yang berjudul cara cuan bagi emak. INFINA sendiri sebagai sebuah perusahaan yang membantu para UMKM Indonesia dan membantu mereka menghubungkan mereka dengan pemengaruh sehingga didapatkan paparan bisnis dan produk yang diharapkan. Tora sendiri memiliki latar belakang malang melintang di dunia agency. Pengalamannya yang banyak ini membuat ia pede mendirikan INFINA.

Tora menghadirkan di layar beberapa data hasil riset pasar yang dilakukan ia dan timnya.

Social commerce adalah calon bintang masa depan di dunia digital, catat perkataan saya ini.” Tekan Tora.

Dari materi yang dibawakan oleh Tora saya banyak mendapatkan insight perihal dunia pasar di Indonesia serta bagaimana trennya. Ada yang cukup menggelitik dimana diterangkan orang akan sangat terbuai dengan live streaming orang jualan seperti yang sering dilakukan di Tiktok. Meski disebutkan ini merupakan salah satu lahan basah masa depan, saya sangat tidak tertarik sama sekali melakukannya. Pun, saya juga tidak tertarik menyaksikan Live streaming jualan semacam itu.

keb 11 tahun

Mini workshop berikutnya dilanjutkan dengan materi yang bertajuk “Menulis Kisah Inspiratif dengan Metode EMAK” yang dibawakan oleh Ali Muakhir. Bagi saya, nama Ali Muakhir ini tidak asing, terbukti dengan cerita beliau yang dengan sangat produktif menghasilkan berbagai banyak buku. Narasumber menjelaskan kiat-kiat menulis kisah inspiratif dengan singkatan EMAK.

keb 11 tahun

Rangkaian Mini workshop yang dibagikan oleh dua orang narasumber yang hebat ini membuat Kumpulan Emak Blogger semakin bersemangat untuk terus berkarya menghasilkan karya inspiratif yang disajikan dengan target audiens yang sesuai.

Ternyata KEB 11 tahun ini tidak cuma selebrasi haha hihi saja. Kumpulan Emak Blogger juga melakukan peluncuran e-book yang ditulis oleh makmin dan para Kumpulan Emak Blogger dengan judul “Warna-warni Dunia Blogging dan Cerita di Balik Dapur Komunitas”.

2 minggu sebelum diadakan selebrasi acara KEB 11 tahun ini diadakan juga acara #KEBCharityRun yang dilakukan Kumpulan Emak Blogger. Acara ini merupakan bagian dari #KEBPeduli dan di acara KEB 11 tahun ini dilakukan penyerahan secara simbolis sebesar Rp 2.500.000 kepada RA Miftahul Jannah yang kebetulan berdomisili di Noborejo, Salatiga.

keb 11 tahun

Kemeriahan acara KEB 11 tahun belum berakhir, KEB memperkenalkan komunitas PPBN (Putra Putri Batik Nusantara) yang berusaha mempopulerkan batik kembali sebagai sebuah mode yang bisa digunakan oleh siapa saja dan untuk berbagai kegiatan. Selama ini batik dan baju nusantara dikenal cuma sebagai baju formal saja.

Para anggota PPBN yang terdiri dari berbagai rentang usia, fisik, dan latar belakang melakukan short runaway ala model yang tentunya membuat decak kagum para peserta KEB 11 tahun lainnya.

Acara belum berakhir. Mungkin belum lengkap selebrasi tanpa acara potong tumpeng. Maka secara simbolik Mira Sahid selaku founder Kumpulan Emak Blogger memotong tumpeng dan membagikannya kepada orang-orang penting yang berjasa untuk dirinya dan Kumpulan Emak Blogger.

Seolah-olah kebahagiaan tidak berakhir disitu juga, di acara KEB 11 tahun ini juga dibagikan berlimpah kado dan hadiah kepada banyak peserta. Mulai hadiah bagi peserta yang duduk di kursi dengan tulisan “hoki” di bawahnya hingga para peserta yang bisa menjawab pertanyaan terkait acara dan KEB 11 tahun.

Acara pun ditutup pada pukul 4 sore dan tidak lupa semua peserta, panitia, hingga tamu berfoto bersama di depan restoran Bali Notes Terrace.

keb 11 tahun

Bagaimana? Sudah lebih mengenal Kumpulan Emak Blogger atau yang dikenal dengan KEB? Yuk mari bergabung dan berdaya bersama. Siapa saja bisa ikut kok!




Syukuran KEB 11 tahun didukung oleh Siberkreasi, Kominfo RI, INFINA, dan Bali Notes

Starcrossed, Kenapa Kamu Harus Baca Novel Tentang Pasangan Beda Agama Ini

18 komentar
pasangan beda agama

Memiliki pasangan beda agama mungkin bukan terlalu momok di jaman sekarang. Dulu pasangan beda agama harus memutar otak dimana harus melangsungkan pernikahannya agar tercatat legal. Mereka biasanya lebih memilih menikah di luar negeri. Australia contohnya sebagai negara terdekat yang mencatat pernikahan antar agama secara legal.

Kini banyak pasangan beda agama yang menuntut “hak” nya agar bisa melangsungkan pernikahan beda agama di Indonesia. Pucuk ulam tiba, beberapa Pengadilan Negeri (PN) menginstruksikan agar pernikahan beda agama bisa dicatat di catatan sipil. PN Tangerang dan PN Surabaya adalah beberapa contoh PN yang setuju mencatat pernikahan beda agama ke dalam catatan sipil.

Di tengah isu hangatnya pernikahan beda agama, seorang teman saya, Reytia, melampiaskan kegelisahannya ke dalam bentuk tulisan fiksi. Maka terbitlah rangkaian tulisannya yang berjudul Starcrossed di Gramedia Writing Project (GWP). Gramedia Writing Project adalah portal menulis (calon) penulis muda yang topik dan isinya sangat terkurasi.

Starcrossed sendiri berdasarkan definisi Wikipedia adalah pasangan yang karena satu dan lain hal tidak bisa bersama-sama. Sebenarnya sudah lumayan lama saya tahu Reytia menulis Starcrossed, tapi setelah tahu ceritanya berkutat tentang apa, saya pun langsung tidak sabar membacanya. Inilah alasan yang membuat saya merasa Starcrossed ini wajib dibaca oleh (hampir) semua kalangan.

1. Berkisah tentang pasangan beda agama

pasangan beda agama

Di tengah tren memiliki pasangan beda agama, novel Starcrossed ini cukup krusial dibaca agar lebih mengenal identitas diri sebelum yakin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Tentunya cocok sekali bagi yang sedang di pucuk kegalauan. Apakah lebih memilih menggadaikan agama dan berpisah dengan keluarga demi mengejar cinta.

Starcrossed bercerita tentang Nadya yang memiliki “pacar tidak resmi” beda agama dan sudah dekat sejak 5 tahun silam. Karena sebuah insiden tidak terduga, mereka terpaksa berpikir tentang pernikahan. Apakah hubungan mereka dilanjutkan? Siapakah yang harus berkorban?

Cinta kan butuh pengorbanan, but is it worthed?

2. Menceritakan betapa kuat sekaligus rapuhnya dalam satu keluarga

pasangan beda agama

Tentu saja keputusan Nadya untuk meneruskan hubungan dengan pasangan beda agama bikin huru-hara di rumahnya. Ibunya mendukung, ayahnya menolak keras, dan sang kakak diplomatis.

Reytia menggoreskan suasana penuh patah hati pada novelnya melalui betapa kecewanya Nadya terhadap sikap bapaknya yang hendak memutuskan hubungannya sebagai seorang anak padahal biasanya ia adalah Daddy’s little girl. Ayahnya sampai berbulan-bulan menghindar setiap berpapasan dengan Nadya.

Di sisi lain, sang kakak Ryoma yang sebenarnya menolak mentah-mentah atas ide “gila” adiknya berusaha lebih diplomatis dengan cara mengajak ngobrol dan menjadi pendengar setia. Saya senang sekali dengan hubungan keluarga kakak-adik yang begitu kentalnya dan bisa menjadi penengah di kala terjadi huru-hara dengan anggota keluarga lain.

3. Belajar bagaimana berkomunikasi dengan benar

pasangan beda agama

Kok bisa Ryoma yang begitu kontranya bisa menjalin hubungan akrab dengan Nadya dan menjadi tempat keluh kesah adiknya? Yuk mari kita perhatikan teknik komunikasi dengan benar yang dilakoni oleh Ryoma yang. Teknik yang juga melatih growth mindset bagi anak.

Teknik komunikasi dasar yang dilakukan Ryoma di hampir semua interaksinya adalah penerimaan dan validasi. Reaksi sang ayah yang “melukai” Nadya malah membangun tembok begitu besar diantara mereka. Mau nasehat seperti apapun tidak akan masuk ke Nadya yang sudah terlanjur berada dalam mode defensif.

Ryoma selalu berkomunikasi dengan santun. Memvalidasi perasaan adiknya sehingga adiknya mau bercerita banyak. Dengan penerimaan yang dilakukan sang kakak, Nadya membuka besar-besar pintu hatinya sehingga segala nasihat yang diutarakan Ryoma didengarkan meski yah,, hatinya masih kebas.

Setidaknya Ryoma membuat Nadya berfikir kembali soal keputusan yang telah dibuatnya.

4. Cocok dibaca (hampir) semua kalangan


“Kok masuknya ke kategori Religi, bukan Romansa?” Tanya saya heran kepada sang penulis begitu melihat kolom kategori.

Setelah saya baca, baru saya tahu alasannya. Memang sebenarnya buku ini lebih cocok dibaca oleh penganut agama yang dibahas di buku ini meski tidak menutup kemungkinan yang beragama di luar itu ikutan baca.

Dari sini, maka kalangan yang cocok membaca Starcrossed adalah:
  • Kalangan yang sedang menghadapi dilemma melanjutkan atau memutuskan untuk ke jenjang berikutnya bersama pasangan beda agama.
  • Kalangan yang awam agama
  • Kalangan yang familiar dengan pemahaman agama yang dituliskan

Tidak boleh disangkal, buku ini harus harus dibaca bagi yang memiliki pasangan beda agama. Dengan membacanya membuat kamu lebih arif berpikir dalam memutuskan apa yang akan dilakukan.

Bagi kalangan yang awam agama juga sangat direkomendasikan untuk membaca Starcrossed karena banyak hal yang luput dan tidak diketahui padahal hal-hal tersebut adalah dasar dan pondasi dalam beragama.

Tidak menutup kemungkinan bagi kalangan yang familiar dengan pemahaman agama tersebut. Membaca Starcrossed bagaikan pengingat dan membuat kita merasa lebih cinta dan ingin belajar agama lebih lanjut.

5. Belajar menerima konsekuensi dibalik suatu pilihan

Keputusan Nadya untuk pindah agama mengikuti pilihan calon pasangan hidupnya bukan bukan dengan konsekuensi, bahkan konsekuensi yang sangat besar seperti kehilangan keluarga dan agama.

Nadya dan pasangannya, Dirga, sepakat untuk saling berjuang maksimal agar pernikahan mereka bisa berlangsung. Namun kemudian Ryoma berusaha untuk menyentil otak Nadya sehingga lambat laun ia juga berpikir,

“Is it worthed?”

6. Menemukan makna hidup

pasangan beda agama

Merasa hidup tidak artinya dan mengejar mati-matian kefanaan adalah fenomena yang sering kita lihat di masyarakat. Melalui bacaan ringan berjudul Starcrossed ini, kita diajak belajar lebih dalam mengenai makna hidup. Apa sih tujuan hidup? Untuk apa kita diciptakan ke dunia?

Setelah mati terus apa? Worthed kah apa yang dijalani hidup selama ini?


Saya menamatkan Starcrossed ini hanya dalam waktu sehari sembari macet-macetan menjemput anak hingga menunggui mereka tidur. Gaya bahasa penulis yang lugas beserta selentingan-selentingannya yang tepat membuat saya penasaran di setiap babnya.

Starcrossed ini sangat cocok dibaca oleh kamu yang menginginkan bacaan ringan tanpa harus memiliki komitmen banyak waktu untuk menyelesaikannya. Buku ini juga cocok dibaca bagi yang sedang mengalami reading slump karena membuat kamu mencintai kembali membaca buku.

Traveliving, Traveling Cara Aku Eksplorasi dan Hidup dalam Sebulan

23 komentar
“Kok orang bule kayaknya sekali liburan bisa ngilang sebulan ya, berapa tuh duitnya. Biasanya kan kita liburan paling lama sekitar 2 minggu.” Pikir saya bertahun-tahun lalu.

Tidak disangka, ternyata kami sekeluarga bisa juga liburan menghilang sebulan. Tidak cuma sekali, tapi hingga empat kali dalam satu tahun.

traveling cara aku

Saya bukanlah orang yang tergesa-gesa. Kalau ada liburan bersama atau lihat liburan orang lain dengan segudang itinerary (rencana perjalanan), rasanya kok bakal “capek” ya. Yah namanya juga liburan pasti waktunya terbatas, pasti kita maunya memaksimalkan pengalaman agar biaya besar yang sudah kita gelontorkan tidak sia-sia.

Sebenarnya liburan itu bikin capek atau bikin santai sih?

Kemudian sampai lah saya kepada titik yang menyimpulkan bahwa liburan itu ada 2 jenis: capek atau santai. Liburan capek itu travelling dengan memaksimalkan rencana perjalanan di waktu yang terbatas. Liburan santai itu murni pergi ke suatu tempat dan memesan tempat menginap yang sudah komplit disana sehingga bisa leyeh-leyeh menikmati hidup tanpa memikirkan beban hidup.

Berarti tidak ada ya liburan yang tidak capek tapi bisa melaksanakan banyak rencana perjalanan?

Ada donk, sini saya kenalkan Traveliving. Liburan santai sekaligus melakukan banyak rencana perjalanan.

Bagaimana tips dan trik agar bisa liburan satu bulan? Kebayangnya bakalan makan banyak duit ya, padahal tidak sepenuhnya seperti itu. Sini saya cerita sedikit mengenai Traveliving, siapa tahu kamu jadi ikut terinspirasi.

Traveliving 1.0

traveling cara aku

Salah satu momen traveling yang paling berkesan adalah saat Traveliving tahun 2018. Saya jamin, 90% pasti bertanya-tanya apa sih traveliving ini.

Traveliving adalah gabungan dari kata Travel dan Living. Dengan kata lain, saat Traveliving kami melakukan kehidupan biasa layaknya di rumah sendiri seperti belanja bulanan, belanja mingguan, ke pasar, hingga main sama anak di “rumah”. Namun, selain berkehidupan seperti biasa, kami juga melakukan rencana perjalanan panjang seperti hendak traveling pada umumnya.

Loh kok kami bisa Travel dan Living secara bersamaan? Tentu saja, karena traveliving minimal dilakukan selama satu bulan! Alias traveling selama sebulan. Kebayang kan, rencana perjalanan travelling yang biasanya dilakukan dalam 5 hari tapi bisa dilakukan dalam sebulan.

Tentu saja karena rentang waktu sebulan artinya kami bisa mengeksplor tempat wisata dan kuliner lebih dalam dibanding orang-orang lain yang hanya travelling cuma seminggu atau bahkan hitungan hari. Bahkan kami bisa mengamati hal-hal yang sulit teramati bagaikan warga lokal. Meski traveliving makan waktu sebulan, biaya yang dikeluarkan tidak sebesar itu kok karena kami juga belanja dan masak sendiri.

traveling cara aku

Kami berkesempatan Traveliving selama 4 kali di sepanjang tahun 2018. Januari di Purwokerto, Juni di Jombang, Juli di Yogyakarta, dan Oktober di Chiang Mai Thailand.



Perlu saya perjelas, sebenarnya kami berada satu bulan penuh di luar kota bukan dalam rangka murni liburan, tapi ikut suami yang sedang stase luar kota di masa Residensi Bedah Tulangnya. Pada saat itu kami sudah bertiga, yakni bersama si sulung yang berusia tiga tahun. Oleh karena itu, Traveliving bersama balita juga bagian dari babeh-workcation, alias kami yang ikut vacation disaat babeh work 😛.

traveling cara aku

Bukankah ini artinya rejeki bagi kami juga karena bisa berkesempatan mengeksplorasi luar kota lebih lama dengan santai?

Wisata kuliner, sejarah, dan taman

traveling cara aku
Baturaden, Purwokerto. 2018

Saya kurang suka hingar bingar kota megapolitan seperti Jakarta. Beruntung selama Traveliving ini kami berkesempatan travelling ke kota kecil yang penuh sejarah dan tidak hiruk pikuk. Saya juga selalu senang mengeksplor sejarah suatu kota dan peradaban melalui kunjungan museum.

Pucuk ulam dinanti, kami mendapat lokasi Traveliving di kota yang memenuhi kriteria di atas. Sebut saja Yogyakarta, Kota besar namun tetap tenang sekaligus sarat akan momentum historis. Begitu juga Chiang Mai, kota terbesar kedua Thailand yang tenang dan penuh dengan filosofis sejarahnya.

Maka kegiatan autopilot saya menyiapkan rencana traveliving adalah mendata museum, tempat makan populer, hingga taman. Betapa beruntungnya kami bisa mengeksplorasi hampir belasan museum selama di Yogyakarta. Bahkan ada yang sampai dua kali saking seru dan luasnya. Tidak hanya museum dan tempat historis populer, saya juga mengunjungi museum anti-mainstream yang saya jamin 90% tidak menemukannya sebagai rekokmendasi tempat wisata di daftar Google Search.

traveling cara aku
Museum Sandi, Yogyakarta. 2018

Kami (terutama saya dan si sulung) bahkan sampai melakukan komparasi satu jenis makanan di beberapa tempat terkenal sebagai bagian dari wisata kuliner tradisional. Sebut saja Kami mencoba 6 gudeg hanya dalam satu bulan, atau beberapa jenis Sroto di Purwokerto dimana salah satu tempat makan Sroto sampai kami kunjungi empat kali dalam sebulan karena saking cocoknya.

traveling cara aku
Aneka Sroto dan Bakso Purwokerto

Kunjungan lain yang tak boleh kami lewatkan mengingat kami sudah memiliki anak adalah kunjungan taman. Kunjungan taman mungkin sering dilewatkan oleh banyak orang. Apalagi jika hanya travelling beberapa hari. Ngapain melakukan kunjungan taman, toh taman gitu-gitu aja.

Namun saat traveliving apalagi bersama anak, taman kota menjadi suatu tempat yang tak boleh dilewatkan. Apalagi Alun-alun mengingat bahwa Alun-alun adalah simbol pusat kegiatan masyarakat di Pulau Jawa. Memang tidak semua taman kota dan alun-alun yang kami kunjungi “hidup”, tapi dari semua kunjungan itu saya banyak belajar beberapa hal.

traveling cara aku
Alun-alun Jombang, 2018

Saya jadi belajar kalau besarnya sebuah kota berbanding terbalik dengan besarnya riak kehidupan di Alun-alun. Kemeriahan Alun-alun juga berhubungan dengan berapa besar tarif main sepuasnya. Contohnya, alun-alun di Jombang jauh lebih meriah dibandingkan alun-alun di Yogyakarta.

“Lagi main di mal-nya Jombang ya?” Ujar penginap lain di rumah yang kami tumpangi inap saat suami bertugas residensi di RSUD Jombang.

Tentu saja Kota Jombang sebuah kota kecil dan relatif jauh dari Kota Surabaya membuat penghuninya “menggantungkan” hiburannya di Alun-alun yang berada di puncak keaktifan di malam hari. Berbeda dengan alun-alun di Yogyakarta yang banyak hiburan seru lainnya seperti mall dan puluhan kafe kekinian. Kehidupan Alun-alun ini juga berbanding setara dengan harga sekali main. Tarif Alun-alun Jombang hanya Rp 5.000 sementara di Yogyakarta bisa Rp 15.000.

traveling cara aku
Taman Kebon Ratu, Jombang. 2018

Taman kota di Kota Kecil juga berpotensi juga akan sangat menarik dengan karakteristik luas, bersih, dan terutama “hidup”, meski tidak semua kota kecil begitu. Sebut saja Taman Kebon Rojo dan Kebon Ratu yang cukup membuat saya terhenyak, tidak percaya taman seperti itu berada di Kota kecil. Sekali lagi, sedikit banyak ini berhubungan dengan betapa masyarakat di kota kecil menggantungkan hiburannya di tempat-tempat seperti ini: Taman dan Alun-alun.

Tidak cuma berwisata, tapi..

traveling cara aku
Malioboro, Yogyakarta. 2018

Ada hal yang sulit disadari jika kita traveling hanya berburu melaksanakan rencana perjalanan saja, yakni teramatinya kebiasan dan pola sendi kehidupan masyarakat. Sebagai seorang yang senang (diam-diam) mengobservasi (dan menyimpulkan), hal-hal kecil seperti ini penting dan akan melengkapi kepingan puzzle dalam kenikmatan travelling.

Dengan berjalan santai di sekitaran Malioboro, saya jadi tahu bahwa dari gang-gang kecil sekitar sana tumbuh menjadi tempat penginapan bagi turis backpacker. Dari pengamatan jarak jauh, saya jadi bisa menarik kesimpulan bahwa salah satu Gudeg di bilangan Malioboro menetapkan harga seporsi Gudeg berdasarkan kemampuan berbahasa Jawa dan ramainya pengunjung.

Tidak mengejar itinerary travelling secara terburu-buru selama Traveliving membuat saya yang Penggemar Transportasi ini menginventarisasi seluruh moda transportasi di kota tersebut dan menantang diri sendiri untuk merasakan semua moda tersebut. Dari eksplorasi tranportasi saja saya banyak mendapatkan sangat banyak hal.

traveling cara aku
Bus RTC Chiang Mai

Misalnya para supir bus TransJogja yang memiliki kecenderungan memutar dangdut pop koplo populer hingga sistem transportasi umum di Chiang Mai yang sangat jarang dan masih dikuasai oleh “preman setempat”. Pengalaman menggunakan Songthaew selama di Chiang Mai pun menjadi pengalaman begitu berkesan karena supir sana tidak punya rute dan gawatnya lagi tidak bisa berbahasa Inggris.

Dengan Traveliving saya bisa travelling sekaligus menempatkan posisi bagaimana hidup sebagai warga lokal disana sesuatu yang jarang didapatkan jika traveling hanya berburu rencana jalan saja.

Traveliving 2.0

traveling cara aku
Kami relatif tidak terlalu kemana-mana setelah Traveliving di tahun 2018. Apalagi saat pandemi menyerang. Paling kami hanya travelling tipis-tipis ke kota sebelah semacam Puncak, Bogor, dan Anyer. Begitu pandemi mulai surut, baru lah kami merasakan traveling agak lama ke Solo. Sebenarnya bukan murni niat traveling sih, tapi lebih tepat Babeh-workcation.

Barulah di pertengahan tahun 2023 nanti, Insya Allah kami merencanakan Traveliving kembali. Ini tidak mendadak, sejujurnya kami sudah merencanakannya dari setahun sebelumnya.

Traveliving 2.0 ini tetap bagian dari Babeh-workcation. Yang terasa berbeda adalah jika saat traveliving 1.0 kami hanya bertiga, kini kami berlima, dengan tambahan 2 balita. Jika dulu suami melakukan stase luar residensi bedah tulang, sekarang ia melakukan fellowship sub-speialisnya.

How world sometimes different but still same, though!

Wow, bakal seru dan menantang banget bukan? Bagaimana cara kami menghadapinya?

Packing yang tepat

traveling cara aku
Bawaan Jombang - Yogyakarta via Kereta Api

Traveliving 1.0 dengan teknik mengemas barang paling menantang adalah pada saat ke Chiang Mai, Thailand. Berbeda dengan sekadar traveling membawa baju, kami juga harus turut membawa beberapa mainan dan buku bacaan anak. Tidak hanya itu, kami juga harus membawa beberapa peralatan masak dan bumbu. Tidak tanggung-tanggung, kami juga membawa peralatan dapur seperti kompor listrik dan Happy Call. Barang sebanyak itu harus muat dengan total bagasi 60 kg karena kami naik Low Cost Carrier Airlines. Alhamdulillah dengan metode yang tepat, kami berhasil membawa seluruh barang tersebut hanya dengan 1 koper ukuran besar, 1 koper ukuran sedang, dan 1 koper kecil (kabin).

traveling cara aku

Karena statusnya kami bukan murni liburan, otomatis kami hanya harus adaptasi seperti mengikuti dimana suami akan tinggal. Suami harus tinggal di dormitory kampus dimana tidak ada dapur. Terjawab kan kenapa saya sampai membawa peralatan masak segitu hebohnya. Kami harus bikin dapur mini di pojokan kamar. Bahkan saya memotong makanan basah seperti daging dan ikan mentah di wastafel kamar mandi hehe.

Kalau 3 orang saja butuh koper segitu, bagaimana dengan kebutuhan 5 orang?

“Kami batasi cuma bawa 2 koper Large dan 2 koper kabin. Pengalaman naik kereta cepat berlima, ga boleh bawa barang terlalu banyak.” Jelas seorang teman yang sering travelling bersama 3 orang anaknya yang masih kecil-kecil.

Betul juga, saya cuma kepikirannya dengan 5 orang menggunakan pesawat, kami bisa memaksimalkan membawa 5 koper 30 kg, belum termasuk kabin. Namun ternyata tidak begitu, kami lupa mengkalkulasi perihal mobilisasi. Apalagi kami harus mendorong stroller kembar yang diduduki dua balita.

Akhirnya kami mengkalkulasi hanya membawa 1 koper besar, 2 koper sedang, dan 2 koper kecil. Berbeda dengan perjalanan teman saya, kami kan harus membawa mainan dan buku serta beberapa peralatan dapur karena kami bakal “hidup” sebulan disana sehingga pastinya butuh koper lebih banyak. Mobilisasi koper banyak diselesaikan dengan menggunakan taksi dari/ke bandara.

Berbeda dengan saat Traveliving 1.0, si sulung kini sudah bisa diminta bantuan untuk membantu barang bawaan dan menertibkan adiknya. Rencananya si sulung turut mendorong 1 koper kabin di bandara.

Perencanaan yang matang

traveling cara aku

Lantas akan kemana kami di rencana Traveliving 2.0 yang akan datang? I hate to spill this since it is still 6 months to go. Agak aneh aja ya. Yang jelas Traveliving 2.0 perlu perencanaan yang lebih matang ketimbang Traveliving 1.0. Dimulai dari anggota keluarga yang lebih banyak hingga persiapan perjalanan yang lebih panjang dan rumit.

Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan jauh-jauh hari untuk mempersiapkan dokumen aplikasi visa, contohnya kami sudah harus mempersiapkan tempat tinggal dan tiket pesawat sejak akhir tahun 2022. Rencanakan liburan di Traveloka adalah salah satu ikhtiar kami mempersiapkan perjalan sesiap dan sedini mungkin. Portal aplikasi Traveloka sangat lengkap sehingga sangat membantu perjalanan kami dari A hingga Z.

1. Hunting tiket pesawat

traveling cara aku

Tahap yang paling mudah sekaligus paling menyerap biaya tapi harus dilakukan sejak awal demi verifikasi dokumen visa adalah adalah hunting tiket pesawat. Ada banyak pilihan berbagai maskapai dengan opsi round trip yang bisa dipilih berdasarkan harga, jarak tempuh, dan jam penerbangan. Pemesanan tiket pesawat via Traveloka cukup mudah dan bertabur promo, apalagi untuk penerbangan internasional.

2. Hunting tempat menginap

Karena kami menginap selama sebulan penuh, mencari sewaan apartemen selama sebulan adalah opsi terbaik. Menyewa langsung ke agen apartemen di negara bersangkutan sangat tidak dianjurkan jika hanya ingin menyewa selama sebulan diakibatkan peraturan setempat yang rumit serta keharusan untuk memberikan uang deposit yang cukup besar.

Pada Traveliving 2.0 ini, kami tidak hanya tinggal di satu tempat selama sebulan, tetapi juga merencanakan untuk melakukan roadtrip serta menginap di beberapa kota. Mencari penginapan melalui Traveloka adalah cara yang paling tepat dan mudah karena tersedia cukup banyak data penginapan .

3. Hunting asuransi perjalanan

traveling cara aku


Tahap terakhir yang harus dipersiapkan sesegera mungkin untuk persiapan pembuatan Visa adalah asuransi perjalanan. Pemesanan asuransi perjalanan ternyata sangat mudah dilakukan di Traveloka, bahkan pilihan asuransi untuk sebulan penuh (30 hari) juga ada dengan harga sangat terjangkau.

4. Hunting experience

traveling cara aku


Apa saja yang akan dilakukan selama Traveliving? Hunting experience berupa taman, wisata kuliner, taman, hingga hiburan memang bisa dipesan belakangan, tapi surveinya bisa memakan waktu berbulan-bulan sebelumnya.

Di aplikasi Traveloka terdapat menu Attractions yang menawarkan berbagai Xperience. Salah satunya saya bisa menemukan tiket masuk Disneyland yang jauh lebih murah ketimbang mengeceknya di situs resmi. Karena beberapa kunjungan sangat singkat, jadi kami merasa memesan Hop on bus terasa lebih ekonomis untuk kami sekeluarga karena jadi bisa mengunjungi banyak tempat tanpa harus naik turun metro.

5. Hunting internet roaming

traveling cara aku


Fasilitas internet adalah hal yang tidak kalah pentingnya yang harus dipersiapkan saat hendak melakukan perjalanan ke luar negeri. Apalagi jika perjalanan sampai sebulan seperti Traveliving kami.

Sebenarnya saya selalu bingung dalam memilih apakah sebaiknya membeli nomor baru di bandara tujuan atau menggunakan nomor Indonesia dan membeli paket internet roaming. Akhirnya saya memutuskan untuk memilih paket roaming Telkomsel Internet Roamax via menu International Data Plans. Opsi ini lebih mudah dibandingkan jika saya harus bongkar pasang SIM.

Traveliving with Traveloka: Mountain to Beach, City to Suburb

traveling cara aku

Kami berencana memulai rangkaian perjalanan Traveliving 2.0 setelah merayakan Idul Adha bersama dengan keluarga. Berhubung keberangkatan hari Kamis, Insya Allah kami sudah ada di lokasi tujuan pada hari Jumat sehingga kami bisa menikmati akhir pekan bersama. Akan ada 5 akhir pekan selama kami berada di negara tujuan. Tentunya ini harus kami maksimalkan mengingat suami harus bekerja sehingga tidak bisa jalan-jalan bersama.

Alasan mayor lainnya mengapa kami melakukan Traveliving di Bulan Juli adalah karena bertepatan dengan summer break suami di negara tujuan. Padahal kalau dipikir-pikir, ngapain ikut-ikutan musim panas padahal di Indonesia kita merasakan musim panas sepanjang tahun. Lumayan kan kami bisa melakukan perjalanan darat dan berkelana keluar kota bersama di saat suami summer break.

Alasan melakukan perjalanan musim panas lainnya yang belakangan saya temukan adalah ternyata musim panas adalah salah satu dari dua waktu diadakannya sale besar-besaran di seantero toko di negara yang kami tuju. Wah, keputusan yang tepat bukan 😁.

Kota tujuan utama Traveliving 2.0 adalah kota terbesar ketiga di negara tersebut yang juga dinobatkan sebagai World Heritage City oleh UNESCO. Lagi, saya merasa bersyukur kepada Allah karena kebetulan dapat kota yang demikian cocoknya untuk kami untuk berpetualang serta berkehidupan.

Mungkin terdengar lebay, tapi saya sudah hilir mudik melakukan survei via browser dan Google Map untuk berbagai wisata kuliner halal, taman, supermarket, hingga wisata sejarah.

Selain menetap, kami juga berencana melakukan perjalanan darat (road trip) lintas negara. Dari pegunungan hingga pantai, dari kota megapolitan hingga desa pinggiran di 10 hari terakhir sebelum kepulangan saya dan anak-anak (suami masih harus 2 bulan menetap di sana).

traveling cara aku

Kami rencana 2 hari menginap di Ibu kota dengan menggunakan kereta cepat pulang pergi. Kemudian kami akan menyewa mobil untuk melakukan perjalanan darat selama 5 hari. Di mulai dengan mampir singkat ke negara sebelah dimana berdiri markas pusat nuklir dunia. Kemudian kami mengingap sehari di salah satu desa dimana terdapat kereta gantung tertinggi di negara tersebut. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan menembus salah satu gunung tertinggi dan menginap 2 malam di negara tetangga yang terkenal akan klub sepakbolanya. Terakhir, kami sisiri pinggir laut dan menginap 2 malam di kota pinggir pantai sembari sebelumnya mampir di salah satu negara termahal di dunia.

Perjalanan darat pun berakhir dan kami menginap semalam di kota asal untuk mempersiapkan perjalanan pulang ke Indonesia keesokan malamnya.

Penasaran akan kemana saja kami dan bagaimana perjalanan kami menembus gunung hingga pantai serta menyelusuri kota megapolitan hingga dengan membawa 3 anak? Saksikan terus tulisan-tulisan Traveliving kami di blog ini!

“Net, gw pernah 3 minggu bosan dengan wisata yang itu-itu saja disana. Gw saranin lo mulai bikin itinerary dari sekarang dan variasikan wisata supaya ga bosan kayak gw.” Ujar seorang teman mengingatkan.

Let's #LifeYourWay! Traveling tidak harus memilih bukan?

Resep Spaghetti Aglio Olio Mudah untuk Anak

17 komentar
Penasaran resep spaghetti aglio olio mudah yang rasanya gurih mendekati buatan chef Italia asli?

resep spaghetti aglio olio

Saat memeriksa lemari penyimpanan makanan kering, saya menemukan sisa spaghetti kering yang sudah lama tidak tersentuh. Langsung terpikirkan untuk membuat sarapan untuk anak dengan bahan dasar spaghetti. Masak apa ya? Saat itu di pikiran saya hanya ada 3 berdasarkan ketersediaan bahan: Aglio Olio, Carbonara, Bolognaise.

Bikin Bolognaise rada bosan ya, Carbonara agak segmented mengingat kuning telur yang tidak matang rentan tidak disukai anak. Akhirnya saya memutuskan untuk membuat Aglio Olio saja karena sangat simpel anti ribet.

Resep Spaghetti Aglio Olio memang banyak beredar di jagat maya. Masing-masing memiliki karakteristik masing-masing. Tapi ada satu hal tahap yang menurut saya sangat krusial dan kebanyakan resep Spaghetti Aglio Olio di Indonesia tidak lakukan.

Apakah tahap krusial resep Sphagetti Aglio Olio yang sangat sering terlewatkan oleh warga Indonesia? Tak lain dan tak bukan adalah memasukkan air rebusan pasta pada tahap saucing. Kebanyakan resep Spaghetti Aglio Olio di Indonesia hanya masak spaghetti dengan tumisan bawang putih saja. Padahal filosofi memasak dari air rebusan pasta yang memiliki karakteristik kental dan “berasa” akan memberikan warna serta mencampurkan rasa dari berbagai elemen “sederhana” pada Spaghetti Aglio Olio.

Simak Resep Spaghetti Aglio Olio anti ribet dan bakal disukai oleh anak ini!

RESEP SPAGHETTI AGLIO OLIO

resep spaghetti aglio olio


Bahan:
  • Spaghetti secukupnya
  • Bawang putih 4, dicacah kecil
  • Cabe bubuk
  • Garam
  • Lada
  • Minyak zaitun
  • Parmesan
  • Semprotan minyak truffle
  • Butter
Cara memasak:
  1. Panaskan air satu panci hingga mendidih. Masukkan Spaghetti kering. Masukkan juga garam dalam jumlah lumayan pasta dan air rebusannya berasa.
  2. Tumis bawang putih dengan menggunakan minyak zaitun di wajan lain. Jika senang sedikit rasa pedas, bisa tambahkan cabe bubuk sesuai selera saat bawang putih sudah harum
  3. Masukkan spaghetti yang sudah matang ke panci. Aduk hingga rata
  4. Masukkan 3-5 sendok air bekas rebusan pasta. Jangan lewatkan tahap ini
  5. Koreksi rasa dengan menambahkan garam dan lada
  6. Sajikan ke piring. Parut keju parmesan di atasnya. Bisa juga semprotkan truffle infused agar terlihat lebih menggugah selera. Bisa juga tambahkan sesendok kecil butter di atasnya untuk menambah sensasi “lemak”

Saya tinggal menambahkan dadar telur sebagai asupan protein untuk anak. Tertarik untuk mencoba resep Spaghetti Aglio Olio ini?

Saat Anak Mulai Terlihat "Matre"

15 komentar

 "Ma, Hasan suka naik mobilnya A karena luas dan bagus. Hasan ga suka naik mobil lama", ujar Hasan tiba-tiba, sembari membuat jantung saya berdetak lebih cepat.

"Mobil lama maksudnya?" Tanya saya memastikan sambil berharap yang saya pikirkan salah.

"Hasan ga suka naik mobil Jazz sama Livina (yang merupakan mobil kami)."

Tahun 2022 ini Hasan genap 7 tahun dan pertama kalinya menjadi murid SD. Saat memilih SD, salah satu parameter adalah biayanya mulai dari uang pangkal hingga SPP bulanan. Salah satu alasannya selain agar ekonomi keluarga kami tetap stabil, kami ingin lingkungan pergaulan Hasan tidak beda dengan ekonomi kami.

Ternyata lingkungan pergaulan Hasan sesuai dugaan kami. Relatif setara meski tetap ada yang "di atas".

Kebetulan beberapa minggu terakhir ini diberlakukan kebijakan "shuttle" oleh sekolah. Jalanan di depan sekolah Hasan kecil sehingga saat jam antar dan jemput sekolah terjadi penumpukan kendaraan tidak tanggung-tanggung. Sudahlah numpuk, macet pula! Sebagai ilustrasi, jarak dari rumah ke sekolah Hasan hanya 2,5 km, tapi saat menjemput saya harus berangkat setengah jam sebelumnya! Kurang lebih sampai ke rumah kembali bisa makan total waktu 1 jam. Tentu saja, kendaraan antri menumpuk di sepanjang jalan depan sekolah Hasan kontan mendulang protes dari warga.

Akhirnya salah satu skenario untuk mengurai kemacetan adalah diberlakukannya "shuttle mandiri", alias tiap kelas mengorganisir sendiri jadwal shuttle dari kerelaan para orang tua yang menggunakan mobil kapasitas besar untuk menjemput anak dengan jumlah banyak sekaligus. Nantinya dengan kesepakatan internal, para orangtua menetapkan dimana titik penjemputan anak dari mobil shuttle.

Tentu saja anak-anak bahagia karena bisa ramai-ramai gaduh dalam satu mobil. Bahkan sebagian anak mengeluh kenapa trayeknya pendek sekali sehingga mereka hanya bisa bersama dalam jangka waktu pendek.

Namun, bagi sebagian anak menjadi ajang merasakan mobil temannya yang lain, termasuk bagi Hasan.

Sontak saja pernyataan Hasan di atas membuat saya sangat terkejut. Bagaimana mungkin, Hasan terbiasa "proletar" sejak kecil karena ekonomi keluarga kami masih belum stabil. Saya sering sekali mengajak Hasan naik angkutan umum kesana-kemari. Intinya, semua jenis moda angkutan umum sudah dirasakan Hasan. Hotel dari kelas rakyat sampai mewah juga sudah pernah ia rasakan. Selain itu Hasan juga bukan tipe anak yang merengek meminta sesuatu untuk dibelikan. Sampai belakangan ini sering terdengar,

"Ma, mau beli kartu pokemon di PIM kayak E"

Bahkan bisa berujung bad mood hingga setengah jam ke depan.

Bukan berarti ia matre

Jujur, memang awalnya saya terkaget-kaget dengan sikap Hasan belakangan ini. Namun saya berusaha berpikir jernih dan merasa mungkin Hasan sedang melewati fase "ledakan emosi". Apalagi ia punya kecenderungan FOMO (Fear of Missing Out), maka semakin terdoronglah alam bawa sadarnya menuntut agar ia bisa menyamai apa yang dilakukan dan dimiliki teman-temannya.

"Ajari dia kalau kita bukan ATM, ajari dia buat menabung!", respon suami setelah mendengar keluhan saya.

Memang betul, ini adalah momen yang tepat untuk mengajarkan anak mengendalikan diri dan mengajarkannya untuk menabung. Tidak semua yang diingini harus didapatkan. Tidak semua yang orang lain miliki harus kita miliki.

Hasan sejujurnya juga belum terlalu khatam perihal uang. Dia bisa menghitung uang cuma konsep konkretnya tetap belum 100% terbayang di otak dia. Buktinya, pernah beberapa kali dia menggunakan uang dan tidak minta kembalian dari sisa uang yang harus didapatkannya.

Akhirnya kami berencana untuk memberinya uang jajan secara harian dengan jumlah yang relatif kecil. Mungkin 2000 atau 5000 rupiah, menunggu didiskusikan dahulu bersama suami. Ia boleh membelanjakan uangnya setelah terkumpul, tapi harus memastikan bahwa tetap ada uang yang disisihkan untuk ditabung. Mungkin saya menuntut agar maksimal hanya boleh membelanjakan setengah dari uang yang didapatkannya.

Dari memberikan uang jajan, saya berusaha untuk mengajarkan bagaimana untuk selalu bersyukur, menahan diri dari nafsu membelanjakan, menabung, hingga berhitung.

Benarkah Boks Bayi Perlengkapan Sia-sia?

20 komentar
“Salah satu barang perlengkapan bayi yang paling tidak ada gunanya: Box bayi. Sudahlah mahal, ujung-ujungnya malah jadi tempat tumpukan barang” kata sebuah postingan di Facebook.

boks bayi

Menjelang kelahiran bayi, para orangtua semakin disibukkan untuk menyiapkan peralatan si kecil mulai dari pakaian, mainan, stroller, hingga boks bayi. Para orangtua yang belum berpengalaman alias yang sedang menunggu kelahiran anak pertama biasanya kalut dan kemudian membeli semua peralatan dan perlengkapan bayi tanpa tahu urgensinya.

Yang penting beli dulu.

Tidak hanya membeli perlengkapan bayi, tapi juga turut membuat kamar bayi atau dalam bahasa gaulnya nursery room. Biar kayak orang-orang bule, ujar beberapa orang tua (di dalam hati).

Salah satu perlengkapan bayi yang dinilai banyak orang (terutama di Indonesia) yang paling sia-sia adalah box bayi. Benarkah boks bayi adalah perlengkapan bayi yang sia-sia?

Fungsi Boks bayi

boks bayi
Di beberapa negara barat, kehadiran box bayi termasuk penting. Misalnya cerita salah seorang teman yang lahir di Belanda. Beberapa bulan sebelum jadwal kelahiran biasanya ada semacam perwakilan yang mengecek ke rumah calon orang tua apakah rumah tersebut layak ditinggali oleh bayi. Salah satu parameter yang dicek adalah boks bayi.

Fungsi dari box bayi sesuai dari tujuan pembuatannya adalah menjaga keselamatan si bayi saat tertidur dari resiko terguling dari kasur. Bagi bayi-bayi kecil baru lahir mungkin terasa aman-aman saja jika menidurkan bayi di kasur karena toh mereka cenderung belum bisa terlalu bergerak. Namun, lambat laun kemampuan motorik bayi meningkat. Dari yang gerak uwel-uwel hingga berbalik badan.

Gerakan uwel-uwel bayi sudah cukup membuat mereka berpindah tempat dari tempat awal ditidurkan. Salah satu solusi yang dilakukan oleh banyak orangtua adalah menaruh bantal di sekeliling mereka saat sedang tidur. Solusi ini biasanya sukses sampai sang anak bisa membalik badannya di waktu yang tidak kita sangka-sangka. Bukan jarang sang anak bisa melewati bantal yang ditumpuk setelah mencapai kemampuan motorik kasar ini.

Setelah bayi semakin banyak bergerak, biasanya banyak orangtua yang memilih tidur di kasur tanpa dipan dengan harapan kalaupun si bayi “jatuh”, maka tidak akan menimbulkan cedera berarti. Beberapa orangtua juga memilih menempelkan kasur ke dinding dan memasang pagar kasur agar si kecil tidak jatuh saat berada di tempat tidur.

Fungsi sekunder boks bayi adalah sebagai tempat menaruh bayi agar sang bayi tidak menjangkau benda-benda berbahaya saat orangtua ingin melakukan hal lain di ruangan yang berbeda, misalnya masak.

Banyak yang mengklaim kehadiran boks bayi tidak sesuai tradisi parenting di Indonesia dan lebih cocok bagi teknik parenting orang-orang barat. Tapi apakah seperti itu?

Boks bayi bagi keluarga kami

boks bayi

Sebagian besar keluarga di Indonesia kontra terhadap penggunaan box bayi, alias sia-sia belaka dan hanya menjadi tempat menumpuk barang belaka. Tetapi tidak dengan keluarga saya.

Orang tua saya tidak menggunakan boks bayi saat saya kecil dahulu, tapi keluarga suami saya menggunakan untuk kelima anaknya. Kami pun diberikan boks bayi sejak dari anak pertama.

Anak pertama kami tidur di boks bayi sampai ia berusia 2 tahun dan kemudian dipindahkan ke kasurnya di kamar sendiri. Ia tidak selalu berada di boks bayi karena sering tengah malam menangis dan saya harus mengambilnya untuk disusui. Dari yang awalnya mengembalikannya ke boks bayi setelah menyusui, lama-lama saya mengetahui kalau si sulung ini menangis sebenarnya tidak butuh menyusui, tapi tersadar saat berada di fase melanjutkan siklus tidur dan ingin “kehangatan” agar ia bisa melanjutkan siklus tidurnya kembali. Alhasil, banyak setengah malam terakhir si sulung di habiskan di kasur kami.

Anak kedua kami tidur di boks bayi sampai usia 2 tahun lebih 1 bulan. Berbeda dibandingkan si sulung, kehadiran boks bayi bagi si tengah SANGAT VITAL. Si tengah tipe tidur yang teramat lasak (bergerak kesana kemari). Beberapa kali menaruh si tengah tidur malam di kasur kami dan berujung dengan ketidaknyamanan saya tidur karena berulang kali ia hampir jatuh.

Bahkan, saat sakit pun jika ia berada di kasur kami baik tidur saya dan tidur si tengah sama-sama tidak nyenyak. Kenyamanan si tengah untuk melanjutkan siklus tidur adalah bau saya ibunya, jadi asal ia dibekali daster kotor saya untuk dipeluk, maka bakalan nyenyak tidurnya. Itulah alasan kenapa bahkan saat si tengah sakit saya lebih memilih menaruhnya tidur di boks dengan bekal daster kotor saya. Tidurnya dan tidur saya sama-sama menjadi nyenyak. Bukan kah salah satu resep cepat sembuh adalah tidur yang cukup? Si tengah cepat sembuh dan saya meminimalisir ikut-ikutan sakit karena minim tidur.

Anak ketiga kami memiliki pola kurang lebih sama dengan si sulung, tipe haus “kehangatan” jadi ia sering terbangun tengah malam menangis dan minta menyusu sebagai bentuk minta “kehangatan”. Si bungsu tidur di boks bayi hanya sampai usia 22 bulan saja karena ia lebih senang didekap saat sebelum tidur.

Pro-kontra boks bayi

boks bayi

Boks bayi banyak tidak terpakai karena banyak orangtua yang lebih memilih menyusui si kecil sambil tiduran. Tentunya penggunaan boks bayi tidak akan efektif karena ngapain harus memindahkan si bayi lagi ke boks bayi dengan risiko terbangun padahal ia sudah jatuh tertidur di kasur orangtuanya. Bayi yang terbangun malam hari juga sesimpel disusui sambil tiduran juga, jelas lebih simpel ketimbang harus mengambil dari boks bayi, menyusuinya, dan mengembalikannya lagi ke boks bayi tetap dengan risiko bayi terbangun.

Salah satu yang menjadi alasan pokok saya lebih senang menggunakan boks bayi adalah karena saya tidak bisa menyusui sambil tiduran. Pernah sih saat jaman anak pertama, tapi kerap kali puting saya lecet. Ketimbang risiko puting lecet meningkat, saya lebih memilih menyusui duduk. Begitulah saya menyusui sampai di akhir menyusui anak ketiga ini.

Kontra boks bayi berikutnya adalah karena ada opsi lain mengurangi potensi cedera jatuh pada si kecil berupa penggunaan kasur tanpa dipan dan penggunaan pagar tempat tidur. Penggunaan kasur tanpa dipan bagi kami bukan lah opsi karena tidak ergonomis dan tidak ada ruangan lain untuk menyimpan headboard dan dipan. Pun, kami tetap tidak sreg jika harus menggunakan kasur dengan pagar.

Pro boks bayi lainnya bagi kami adalah untuk tempat menaruh anak saat saya sedang mandi atau pun masak. Mungkin bayi akan menangis meraung-raung saat saya tinggalkan sendirian di kamar, tapi itu adalah opsi yang lebih baik ketimbang potensi bahaya yang ia hadapi jika membiarkan ia tetap merangkak atau jalan di lantai dan menjangkau benda-benda berbahaya. Mungkin bayi yang sudah bisa berdiri memiliki potensi memanjat boks bayi dan keluar dengan potensi jatuh dari pagar boks bayi. Namun, potensi kemungkinan itu terjadi tetap lebih kecil ketimbang bahaya di luar boks bayi.

Boks bayi atau tidak?

boks bayi

Pada akhirnya, pilihan untuk menggunakan boks bayi atau tidak sama sekali adalah pilihan dari masing-masing orangtua dengan mempertimbangkan gaya hidup dan pola asuh yang diterapkan. Bagi keluarga saya sih kehadiran boks bayi penting dan tetap akan menggunakannya hingga kami memiliki bayi lagi nantinya. Bahkan, saya sampai meminjam boks bayi kedua dari teman karena selisih umur si tengah dan si bungsu hanya 19 tahun sehingga sama-sama membutuhkan boks bayi.