Tampilkan postingan dengan label parenting. Tampilkan semua postingan

Persiapan Traveliving bersama Tiga Anak

16 komentar
Ribet ga ya kira-kira persiapan traveliving bersama tiga anak?

Tidak terasa, keberangkatan Traveliving 2.0 (Traveliving bersama tiga anak) kami tinggal 3 bulan lagi! Traveliving sendiri artinya traveling selama sebulan. Tentu saja artinya kami traveling sekaligus living disana.

persiapan traveliving

Traveliving 1.0 di tahun 2018 hanya dijalani bertiga karena pada saat itu kami baru punya si sulung saja. Persiapan perjalanan tentu lebih ringkas, begitu juga pengkondisian saat di lokasi traveliving. Traveliving 1.0 kebanyakan di dalam negeri, artinya lingkungan sudah familiar dan tidak perlu banyak adaptasi. Traveliving 1.0 ke luar negeri pun hanya ke Thailand, tidak jauh dari Indonesia serta memiliki kultur, iklim, hingga biaya hidup yang hampir sama dengan di Jakarta.

Bagaimana dengan Traveliving 2.0, yakni traveliving bersama tiga anak? Tidak hanya jumlah anak saja yang membedakan dengan traveliving 1.0, tapi kali ini kami pergi lebih jauh, yakni melintasi 6 zona waktu. Untuk durasi waktu tinggal kurang lebih sama, sebulan.

Kalau 5 tahun lalu persiapan maksimal hanya 2 minggu sebelumnya, persiapan Traveliving bersama tiga anak sudah mulai disiapkan sejak 8 bulan sebelum keberangkatan! Apa saja yang lakukan pada tahapan persiapan traveliving bersama tiga anak?

1. Hunting tiket dan penginapan


2 bulan terakhir di tahun 2022 kami habiskan untuk hunting tiket pesawat dan penginapan. Kok buru-buru amat? Ternyata memesan tiket dan penginapan lebih cepat merupakan persiapan travelling bersama tiga anak paling pertama.

Kami melakukan traveliving 2.0 tepat di puncak liburan warga di negara setempat. Diprediksi, harga tiket pulang (kembali ke Jakarta) akan meningkat pesat jika kami menunda pembelian tiket. Benar saja, saat saya mengecek tiket pulang karena survei tiket untuk ortu yang akan menemani kami pulang, harganya sudah melambung hampir 4 juta lebih mahal!

Pun, berhubung kota tujuan kami bukan kota Metropolitan (meski kota terbesar ketiga di negara itu), pilihan maskapai juga sangat terbatas. Tercatat hanya penerbangan menggunakan Turkish Airlines dan Emirates Airlines yang hanya satu kali transit. Lainnya dua kali transit dan jelas jauh lebih mahal.

Karena kami membawa tiga anak, tentu kami ingin transit sedikit dan sebentar mungkin. Penerbangan juga sebisa mungkin disesuaikan dengan jam tidur anak. Akhirnya kami memilih penerbangan menggunakan Turkish Airlines karena selain relatif sesuai jam tidur anak juga tercepat dan termurah!

Penerbangan jam 9 malam dan sampai subuh waktu Turki, hopefully bocah tidur sepanjang jalan. Yah, walaupun bangun juga tidak lama-lama selama perjalanan. Dengan waktu transit yang relatif cepat, penerbangan tinggal memakan waktu 3,5 jam di pagi hari.

Lantas bagaimana dengan penginapan? Kenapa kami cepat sekali booking?

Berdasarkan pengalaman memesan Airbnb suami tahun lalu disana, cukup sulit mendapatkan penginapan selama sebulan dengan harga terjangkau. Hanya satu penginapan yang sesuai budget meski, yah, jaraknya jauh dari kota, tapi setidaknya relatif dekat dengan tempat internshipnya.

Kami berharap dengan booking lebih cepat maka kami mendapatkan pilihan penginapan yang lebih baik dan tentu dengan harga yang lebih bersahabat pula. Akhirnya rezeki kami menemukan penginapan yang cukup murah untuk tipe sejenis. Dekat dengan jalur metro (kereta bawah tanah), dekat dengan kota, banyak pusat perbelanjaan, cukup luas untuk ditempati berlima, dan memiliki fasilitas untuk sehari-hari yang lebih dari cukup. Kekurangannya cuma terletak di lantai 2 (2 kali naik tangga) tanpa lift serta kulkas yang kecil. Selebihnya tampak direkomendasikan, sesuai dengan testimoni bintang lima dari pengguna yang sudah ratusan.

Keputusan tepat kami memesan Airbnb lebih cepat, saya cek sekarang saja sudah relatif penuh bookingannya. Ternyata benar selaku itu! Yah, semoga menjadi tempat tinggal yang nyaman untuk kami sebulan disana ya.

2. Les Bahasa asing


Bukan bakal kali pertama kami traveliving di negara bukan berbahasa Inggris dan Indonesia. Sebelumnya kami sudah pernah traveliving di Chiang Mai. Berbeda dengan Bangkok, Ibu kota yang setidaknya lebih memudahkan wisatawan asing, orang-orang di Chiang Mai hampir tidak ada yang bisa berbahasa Inggris kecuali semacam pegawai hotel.

Meski mereka tidak berbahasa Inggris dan saya pun hanya mentok berbahasa Thailand berupa angka-angka saja, perasaan saya santai dan tidak gentar selama di sana.


Berbeda dengan traveliving 2.0 nanti, meski sebenarnya mereka lebih banyak yang bisa berbahasa Inggris ketimbang di Thailand, tapi tetap saya dan suami harus mempelajari bahasa setempat.

“Kamu cari yang bisa ngasih les privat Prancis yang bisa datang ke rumah akhir pekan buat ngajarin kita ya!” Pinta suami.
Maka les bahasa asing adalah tahapan yang harus dimulai sedini mungkin dalam persiapan traveliving bersama tiga anak.

Akhirnya kami mendapatkan guru privat Bahasa Prancis yang bisa mengajarkan kami berdua, baik grammar maupun percakapan. Pas awal-awal si sulung juga ikut belajar agar bisa berbicara sederhana seperti menyapa dan membelikan adik-adiknya croissant dan macaron di toko roti setempat.

Kami mulai les sejak awal bulan Januari 2023. Lumayan, semoga setengah tahun les privat bisa memberi kami bekal berbahasa disana untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Sebenarnya suami tahun lalu sudah mengambil les Prancis IFI sampai selesai A1. Setahun berlalu tentu ia sudah lupa kemampuan Bahasa Prancis yang masih dasar itu.

Jujur sebenarnya saya deg-degan menjelang keberangkatan traveliving 2.0, bisa tidak ya saya beli ini-itu disana, “nyambung” tidak kalau nanti ada yang mengajak saya bicara, bisa tidak saya mengutarakan kebutuhan saya saat sedang membutuhkan sesuatu.

“Walaupun agak (pakai) isyarat, tapi mereka senang benar kalau kita ngomong bahasa sana.”

Lyon, kota yang akan kami tinggali sejenak bukanlah kota metropolitan sebesar Paris. Tentu saja yang mampu berbahasa Inggris lebih sedikit. Meski begitu, menurut pengalaman seorang teman lama yang mengambil doktorat disana, warga Lyon lebih hangat menyambut orang asing yang berbahasa Prancis meski tidak fasih.

Perasaan sedikit lebih lega. Ah bodo amat, yang penting mau memanfaatkan semaksimal mungkin berbahasa Prancis disana. Urusan bisa langsung mencerna percakapan balik itu urusan belakangan, hehe.

Berhubung saya yang bertanggung jawab terhadap anak-anak saat suami kerja, maka persiapan traveling bersama tiga anak ini harus benar-benar diseriusi.

3. Sounding ke anak



Sounding ke anak adalah persiapan traveling bersama tiga anak yang tidak boleh dilewatkan dan tentunya harus dilakukan sejak jauh-jauh hari.

Kalau traveliving 1.0 cuma membawa satu anak usia tiga tahun yang sangat kooperatif, maka traveliving 2.0 harus membawa tiga anak yang salah duanya adalah balita. Tentu sounding ke anak sejak jauh-jauh hari adalah syarat mutlak persiapan traveliving bersama tiga anak.

Perjalanan traveliving tengah tahun nanti merupakan perjalanan pertama menggunakan pesawat bagi kedua balita kami. Sekalinya naik pesawat langsung belasan jam ya, haha. Saya rutin sounding ke anak bahwa nanti akan ada perjalanan pesawat panjang, supaya mereka sabar, sehat-sehat, dan tidak saling berantam. Kepada si sulung pun saya menceritakan tentang perjalanan belasan jam tersebut. Bahwa akan ada entertainment on-air berupa tv pesawat yang bisa digunakan untuk nonton dan main game agar tidak kebosanan serta menjelaskan agar ia bisa kooperatif serta membantu kami orangtuanya dalam menenangkan adik-adiknya agar tidak kebosanan.

Tidak hanya soal perjalanan ke Prancis saja, tetapi juga soal selama ada di Prancis. Menerangkan kepada tiga anak seperti pekerjaan rumah apa saja yang bisa dilakukan untuk membantu saya disana hingga menjelaskan soal lingkungan dan bahasa yang bakal berbeda dibandingkan kehidupan kita di Jakarta.

Sounding sudah kami lakukan sejak awal tahun dan berulang-ulang saat secara tidak sengaja percakapan kami mulai menjurus ke traveliving 2.0 nanti. Semoga sewaktu saatnya tiba, mereka sudah lebih siap, ya. Aamin!

4. Menyiapkan Visa


“Daftar Visa yuk!” Ajak suami di pertengahan Januari kemarin.
“Loh, kita berangkat hampir setengah bulan lagi lho, daftar sekarang , kemudian Febuari baru dipanggil, dan Visa mungkin baru kelar paling lambat Maret. Apa ga kecepatan tu?” Pikir saya.

Ternyata setelah daftar Visa melalui web resmi dan mengajukan jadwal wawancara di situs TLS (lembaga resmi pembuatan Visa Prancis), kami baru mendapat jadwal di pertengahan April!

Loh kok? Hahaha.

Tampaknya berbondong-bondong orang hendak ke Prancis pasca pandemi. Kalau tahun lalu suami hanya menunggu pengajuan wawancara TLS tidak lebih dari sebulan, kalau kami sekarang bisa tiga bulan! Akhirnya saya baru paham cerita mertua saat travel temannya re-route jadwal tur Eropa via Polandia karena ramai sekali antrian wawancara Visa Prancis. Kalau dihitung, pengurusan Visa bisa memakan waktu 4 bulan mulai dari pengajuan hingga Visa selesai, alias turis biasa yang mepet mau berangkat tidak bisa buru-buru.

Kalau semua lancar, diharapkan akhir April kami sudah mendapatkan Visa. Visa didapatkan 2 bulan sebelum keberangkatan Insya Allah lebih dari jarak aman.

Pendaftaran Visa kami lakukan sendiri, sejujurnya lumayan jereng juga ya sekali mengurus Visa 5 orang di situs resmi Visa Prancis. Setelah keluar dokumen pendaftaran Visa, pendaftaran wawancara via TLS jauh lebih sederhana karena detil yang dimasukkan relatif sedikit.

Kami sudah mulai menyiapkan dokumen pendukung sejak pertengahan Maret ini dengan alasan agar menjalani ibadah Ramadhan lebih tenang. Dokumen pendukung dasar seperti akte dan kartu keluarga tinggal cetak dari Google Drive. Dokumen pendukung seperti reservasi tiket dan penginapan juga tinggal cetak. Sisanya adalah pembelian asuransi perjalanan dan pencetakan rekening koran.

Alhamdulillah dokumen kami lengkap, tapi kami agak deg-degan mengingat tahun lalu hasil pengajuan Visa suami yang kurang memuaskan. Dulu dia mengajukan tiga bulan (karena tiga bulan internshipnya) dan hanya mendapat izin perjalanan sebulan saja. Sekarang kami pergi berlima, tentu pertimbangan dari pihak yang mengeluarkan Visa lebih besar. Namun bedanya sekarang agak lebih tenang karena suami mengajukan Visa business dengan surat undangan sebagai acuan. Kami yang pengajuannya di bawah suami artinya juga berangkat dibawah business Visa meski jenis Visa yang kami ajukan adalah jenis Tourist Visa.

Yah, semoga semua berjalan lancar dan mudah. Tinggal 2,5 minggu lagi nih! Tidak disangka mengajukan permohonan Visa merupakan persiapan traveling bersama tiga anak ke Prancis yang harus disiapkan dari berbulan-bulan sebelumnya.

5. Menabung dan merencanakan keuangan


Menabung adalah persiapan traveliving bersama tiga anak yang sangat krusial. Memang sejauh pengalaman kami traveliving 1.0, tidak ada lonjakan biaya hidup bulanan kami. Apalagi hampir semua traveliving kami di kota kecil Pulau Jawa dimana biaya hidupnya lebih rendah dibandingkan di Jakarta. Biaya hidup di Chiang Mai meski beda negara juga relatif sama, bahkan lebih murah. Lonjakan pengeluaran berarti paling berupa sewa tempat tinggal dan biaya keinginan cafe hopping serta berwisata.

Namun bagaimana dengan traveliving 2.0? Kami akan ke negara yang kami prediksikan biaya hidupnya 2-3 kali lebih besar dibandingkan di Jakarta. Termasuk pula biaya sewa tempat tinggal yang di traveliving 1.0 hanya maksimal 2 jutaan namun di traveliving 2.0 yang ah sudahlah berkali-kali lipatnya 😏.

Belum lagi fakta bahwa selama 3 bulan suami internship disana tidak ada pemasukan. Tidak hanya suami yang menabung, tapi saya juga menabung Euro via rekening Jenius tiap bulannya sejak  akhir tahun 2022. Saya berharap dengan tabungan saya itu bisa menambah sumber pengeluaran kami selama traveliving itu sekaligus sebagai sumber dana buat jajan pribadi.

Dengan lonjakan pengeluaran ekstra di tengah tahun, tentu kami harus merencanakan keuangan, baik sebelum berangkat, saat disana, dan saat kami pulang traveliving (suami masih tinggal dua bulan disana). Saya juga sudah mulai merencanakan teknik-teknik dan strategi traveliving bersama tiga anak agar tidak boncos.

Gimana caranya? Tunggu ya di tulisan blog berikutnya!

6. Menyiapkan peralatan dokumentasi (dan menyusun rencana konten)


Berbeda dengan traveliving 2.0 dimana saya hanya mengandalkan peralatan dokumentasi berupa kamera HP, kini saya ingin menggunakan peralatan yang lebih baik. Ditambah lagi fakta kalau sekarang kami harus sambil membawa tiga anak saat sedang traveliving, tentu saya menginginkan peralatan yang memudahkan dokumentasi selagi menjaga bocah-bocah sebagai persiapan traveliving bersama tiga anak.

Saya bukan travel blogger/vlogger, hanya seorang momblogger yang ingin mendokumentasikan perjalanan pribadi sekaligus kecil-kecilan dibuatkan konten. Maka daftar rencana peralatan dokumentasi kami hanya ini saja.


Setelah mendapat racun dari teman, DJI Osmo Pocket adalah most wanted list saya. Saya pun menabung dan merencanakan untuk membeli seken agar lebih murah di bulan April/Mei. Alhamdulillah, ternyata suami sangat murah hati dan membelikan DJI Osmo Pocket 2 dari rencana DJI Osmo Pocket 1. Kebetulan DJI Osmo Pocket 2 seken yang kami beli harganya sangat terjangkau dengan bonus sangat banyak. Bonusnya termasuk memory card 256 MB, tripod kecil, hingga wireless dual mic. Alhamdulillah mengurangi pengeluaran dokumentasi.

Tidak hanya peralatan dokumentasi, sepertinya sebelum berangkat saya juga harus mulai bikin rencana jadwal konten termasuk kapan harus dishoot. Pengalaman traveliving 1.0, banyak hal yang ingin saya tulis di blog dan posting di Instagram. Namun karena overwhelming, akhirnya hanya sekedar rencana saja di otak. Sayang kan? Saya harap dengan membuat perencanaan konten, saya tidak overwhelmed dan bisa berbagi konten travelling bersama anak yang bermanfaat bagi para orangtua lain.

7. Mencicil barang bawaan yang kurang



Karena kami melakukan traveliving dan bukan traveling belaka, maka barang-barang yang akan kami bawa tentu akan membludak. Tidak sekedar pakaian, alat mandi, serta obat-obatan dasar juga, tetapi  kami juga harus membawa beberapa perlatan dapur tambahan, starter pack food, hingga mainan dan buku anak-anak.

Untuk pakaian pun berasa ada yang kurang karena harus pergi panjang. Entah celana panjang anak kurang lah karena robek, kurang jaket lah, kurang kaos lah, pokoknya macem-macem. Starter pack food juga penting, apalagi untuk perjalanan jauh. Meski lokasi supermarket dan restoran halal dekat, pasti awal-awal sampai bakalan mager keluar. Belum lagi kami punya tiga buntut. Akan lebih simpel untuk menyiapkan starter pack food seperti beras, chicken nugget, kornet, sayuran frozen, dan lain-lain.

Peralatan dapur juga harus dibawa beberapa, contoh yang paling krusial ya rice cooker kecil. Meskipun di AirBnb sewaan kami ada dapur, kecil kemungkinan bakal ada rice cooker di dapur orang non Asia.

Perlengkapan-perlengkapan yang kurang ini jika dibeli sekaligus akan membutuhkan lonjakan dana yang cukup lumayan. Oleh karena itu kami menjadwalkan pembelian barang-barang yang kurang ini di beberapa bulan sebelum keberangkatan. Misalnya persiapan terkait barang dapur dan ransum yang kurang baru akan saya lengkapi sebulan terakhir tentunya.

8. Packing!


Aaaand,, it's almost there!

Packing harus sudah mulai direncanakan sebulan terakhir sebelum keberangkatan. Saat mulai packing, maka mulai terasa barang-barang apa saja yang kurang sehingga akan lebih mudah melengkapinya sebelum keberangkatan tiba. Minimal persiapan sih dua minggu sebelum keberangkatan sebenarnya, setidaknya sudah mulai pilih-pilih baju.

Meski secara defacto jatah koper kami bisa sampai 30 kg x 5 (orang) atau bisa sampai 5 koper besar, tapi tidak elok ya berangkat kayak mau minggat 😝. Jadi kami berencana bawa 1 koper besar, 2 koper sedang, 2 koper kabin, dan 1 twin stroller.

Koper tambahan nanti beli saja lah disana kalau ternyata barang bawaan pulang terlalu banyak haha.

Are you ready?

Keberangkatan tinggal beberapa bulan lagi. Jujur rasanya makin excited sekaligus rada overthinking. Bisa mulus tidak di perjalanan nanti? Bakal nemu kendala apa saja? Bagaimana kalau nanti selama disana ada dari kami yang tidak fit? Apakah kami bisa lancar melancong tanpa kendala bahasa?

Dan seribu pertanyaan lain.

Yah, yang penting sudah direncanakan supaya persiapan lebih baik kan? Antisipasi hal juga sudah dilakukan. Tinggal berdoa semoga diberi kemudahan dan kelancaran dari Allah 😀.




Cara agar Anak Tidak Defensif

12 komentar
Tidak semua anak punya "bakat" defensif, namun bagaimana cara agar anak tidak defensif apabila si kecil punya "bakat" itu?

Di kalangan orang-orang terdekat, terutama keluarga, saya dikenal sebagai sosok yang defensif. Ketimbang mendengarkan nasihat saat berbuat salah, saya cenderung “menutup” telinga dan berusaha kabur dari momen diceramahi. Pun, hanya perkara masalah waktu saya menumpuk semuanya sehingga saya menjadi pribadi yang tidak terbuka dengan keluarga inti.

Saya tumbuh di keluarga yang tentram dan cenderung tidak ada masalah. Namun perlu diakui bahwa saya kurang memiliki kedekatan secara emosional terhadap keduanya.

Yah, terkadang suka iri melihat teman-teman yang kok kayaknya bisa cerita banyak ke orangtua masing-masing, sementara saya rasanya berat untuk bercerita. Apa sih yang saya pikirkan sampai rasanya malas bercerita ke orangtua?

anak tidak defensif

Atensi terhadap cerita kurang dan cenderung memotong cerita dengan buru-buru memberikan “masukan”, hingga tidak merasa berada di level yang sama saat kami sedang mengobrol.

Itu dalam suasana ceria ya, alias saat sedang tidak ada masalah atau keonaran yang saya buat. Kebayang jika ada kesalahan yang saya buat seperti apa respon dan ceramah yang saya dapatkan?

Perasaan saya tidak divalidasi, cerita saya tidak didengarkan. Pun, saya langsung di-counter dengan ceramah panjang kali lebar. Apakah saya mendengar? Tentu tidak. Adanya saya merasa momen-momen dinasehati ini menjadi arena tidak menyenangkan dan kerap membuat saya ingin “kabur” secepatnya.

Dengan kata lain, saya jadi kurang betah di rumah. Sebisa mungkin di rumah hanya aktivitas rutin sehari-hari tanpa ada emosional yang terlibat.


Kami dua bersaudara. Meski yang kami hadapi sama, hanya saya yang defensif. Abang saya cenderung lebih terbuka dan lebih mau mendengarkan. Saya tidak tau sejauh apa terbuka dan mendengarkannya, apakah seperti yang saya bayangkan atau tidak. Yang jelas, abang saya lebih baik interaksinya ketimbang saya

20 tahun lebih hidup, saya clueless dengan apa yang terjadi. Sampai akhirnya saya membaca sebuah buku.

How to Talks so Kids Will Listen, sebuah buku dari Adele Faber

anak tidak defensif
Mungkin takdir membawa perhatian saya ke buku ini sehingga memasukkannya ke radar “Wants to Read” di Goodreads. I was an avid reader. Dari dulu sampai sekarang kalau ditanya hobinya apa, pasti saya jawab membaca. Namun karena mulai kemunculan media sosial di masa perkuliahan, lama-lama medsos menjadi distraksi  dalam membaca buku sehingga sebuah keberuntungan saya menamatkan 6 buku dalam setahun pada saat itu. Sungguh kemunduran literasi mengingat saya yang dengan gampangnya melahap buku semenjak kecil.

Di tahun 2018, tepatnya saat kami bertiga (saya, suami, dan seorang anak) melakukan traveliving 1.0. Karena bakal ada di kota kecil lain selama sebulan, saya kebayang jangan-jangan bosan akan menghantui saya disana. Kemudian saya mulai menyusun daftar buku yang akan menjadi bacaan selama disana. Eh keterusan, alhamdulillah hobi membaca buku saya berangsur kembali sehingga saya sekarang kembali bisa menamatkan hingga puluhan buku dalam setahun meski dalam kondisi mengurus tiga anak.

How to Talks so Kids Will Listen adalah buku yang menjadi incaran bacaan saya di tahun 2018 itu. Betapa tertohoknya saya karena akhirnya saya mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang menghantui saya selama ini.

Pertanyaan di dalam diri kenapa saya bisa menjadi se-defensif ini dan sulit menerima masukan dari orang lain.

Cara agar anak tidak defensif

anak tidak defensif

Saat si sulung memasuki usia prasekolah, saya baru sadar bahwa tampaknya ia memiliki “bakat” yang sama dengan saya. Saya tidak ingin berjarak jauh dengan si sulung. Saya juga tidak mau menganggap saya cuma Ibu dengan kedekatan emosional yang minim.

Saya mencoba mengaplikasikan tips agar anak tidak defensif ala Adele Faber melalui bukunya “How to Talk so Kids Will Listen”. Apa saja tips agar anak tidak defensif yang sampai sekarang masih saya usahakan agar selalu konsisten dilakukan?

1. Memvalidasi perasaan anak

Memvalidasi perasaan anak adalah tips agar anak tidak defensif pertama dan harus dilakukan pertama kali. Apalagi di usianya yang masih dibawah 10 tahun ini, terkadang anak masih sulit menafsirkan emosinya dari apa yang sedang ia hadapi.

"Ma, tadi tanganku luka karena pegang gunting."
"Pasti sakit ya?"

Dengan membantu anak menafsirkan emosi dari apa yang sedang dihadapi akan membuka kedekatan kepada anak (rapport) karena ia merasa didengarkan. Anak yang semakin terbuka akan membantu kita memahami permasalahan anak dari berbagai sudut pandang. Mereka yang sudah menganggap orangtua sebagai teman berceritanya juga akan lebih mudah menerima masukan dari orangtuanya.

2. Tidak memotong saat anak bercerita

anak tidak defensif

Jujur saja, sampai sekarang saya sering tergelitik untuk "memotong" saat anak bercerita. Saat ia bercerita atau mengungkapkan perasaannya, yang dipikiran saya malah ittenary agar dia melakukan hal-hal berikutnya yang harus dia kerjakan.

"Ma, liat ini Hasan baru bikin jembatan dari blok kayu yang baru dibeli...."

ketimbang merespon soal hasil karyanya, saya malah merespon,

"Oh ya, Hasan jangan lupa abis main langsung mandi terus makan malam ya!"

What a lousy parent am I.

Padahal ia menginginkan untuk didengar dan diapreasi, apalagi love language Hasan adalah sentuhan fisik dan afirmasi. Bisa defisit tanki cintanya apabila saya tidak rutin mengisi tanki cintanya terutama melalui dua bentuk bahasa cinta itu.

Setelah saya merenung cukup lama, ternyata dahulu saya sering direspon seperti itu. Respon yang dilakukan puluhan tahun di bawah alam sadar terserap oleh saya dan saya aplikasikan ke pada anak-anak.

3. Berlaku setara

anak tidak defensif

Cara agar anak tidak defensif berikutnya adalah berlaku setara. Pastikan saat berbicara dengan anak, kita memposisikan sebagai "teman" dan pendengar yang baik, bukan di posisi superior karena akan membuat anak mengeluarkan tamengnya dan enggan mengeluarkan isi hatinya. Lebih baik lagi kalau kita berbicara sejajar dengan mata anak.

Salah satu teknik membuat anak membuka diri adalah membentuk rapport atau kedekatan. Kita bisa bercerita hal serupa dengan yang anak alami sehingga anak merasa "senasib sepenanggungan". Teknik rapport ini pertama kali saya kenal saat membaca webtoon Dr. Frost. 

Hahaha,, what a fun way to know something,

4. Mengapresiasi anak

Mengakui sebuah kesalahan dibutuhkan keberanian yang besar. Dengan mengapresiasi anak karena ia telah mengaku akan membuat ia merasa dihargai. Ia kemungkinan besar tidak akan segan-segan untuk mengakui hal lainnya tanpa harus merasa terpuruk.

Ia tahu itu salah, karena itu ia bercerita karena siap menerima konsekuensinya.

"Terima kasih ya nak, udah bercerita."
Saya mengingat dahulu jika belum apa-apa sudah dicecar, yang ada saya malah ingin kabur. Ketimbang mengakui kesalahan, lebih baik saya alih-alihkan topik supaya itu tak terbahas. Tidak terbahas syukur, terbahas rasanya agak traumatik. Ini lah beberapa hal yang membuat saya defensif.

Bisa jadi kalian menganggap saya kerdil. Namun, bagi saya itu adalah ketakutan yang terus dipupuk. Saya tidak ingin anak-anak tertutup sama kami orangtuanya. Apapun yang terjadi, bagaimanapun kesalahannya, kami akan terima. Dengan merasa mendapat penerimaan, anak-anak akan lebih gampang dinasihati dan diajak bicara empat mata.

5. Mengajarkan soal konsekuensi

Every fault comes with consequence
Salah satu alasan yang membuat anak-anak tidak mengakui dan bercerita atas kesalahan yang dibuat adalah karena mereka takut akan konsekuensinya. Mereka takut dihukum. Oleh karena itu, orangtua wajib mengajarkan anak perihal konsekuensi.

Ketahuan melakukan kesalahan itu pengalaman tidak mengenakkan. Pengajaran soal konsekuensi kesalahan akan sulit sampai kepada anak apabila anak belum berada di tahap "menerima". Oleh karena itu, sebelum mengajarkan konsekuensi, pastikan anak sudah dalam fase "terbuka". Konsekuensi dan kesalahan adalah satu paket dan jangan sampai mereka abai terhadap itu.


Apakah saya berhasil menerapkan semuanya?

anak tidak defensif

Oh, tentu saja tidak.

Salah satu cara agar anak tidak defensif yang harus saya lakukan adalah mengenal diri sendiri. Mencoba berandai-andai, bagaimana rasanya jika saya mendapatkan perlakuan seperti itu. Perasaan divalidasi, didengarkan, dan diapresiasi sebelum ditunjukkan kesalahan dan diajarkan soal konsekuensi dan bagaimana berlaku lebih baik.

Tentu saja, saya sering merasa di tengah jalan tidak mematuhi poin-poin di atas. Terkadang alih-alih saya validasi perasaannya, saya sudah duluan menyalahkannya. Dia belum selesai cerita, sudah saya potong dengan alasan masih ada urutan kerjaannya yang belum dilaksanakan,

Tiap salah tahap, saya kerap menyesal. Namun yang saya tahu pasti, perlahan saya lebih mendengarkan anak ketimbang saat ia masih kecil. Semoga kami para orangtua dan anak-anak memiliki ikatan orangtua-anak yang bagus dan tidak label orangtua-anak tidak hanya status.

Mambruk Hotel Anyer, Hotel Favorit di Anyer yang Underrated

30 komentar
Banyak penginapan berjejer di sepanjang Pantai Anyer, salah satunya Mambruk Hotel Anyer.

mambruk hotel

Anyer menjadi salah satu lokasi wisata favorit masyarakat Jabodetabek yang menginginkan wisata pantai karena jaraknya relatif dekat jika ditempuh dengan perjalanan mobil. Sebenarnya ada tiga pilihan lokasi pantai populer bagi warga Jabodetabek: Ancol, PIK, dan Anyer. Ancol dinilai terlalu ramai sehingga kebersihannya kerap dipertanyakan. PIK ditutup akses pantainya dan hanya diperbolehkan menikmati pemandangannya saja dari sudut-sudut jalan setapak saja. Maka tinggallah opsi pantai Anyer karena di area sana terdiri banyak hotel dan cottage yang bisa menjadi pilihan untuk menghabiskan liburan dengan cara bermain pantai.

Kami pun sebenarnya tidak sering-sering amat ke Anyer. Paling hanya sekali dalam setahun. Desember 2022 kemarin kami akhirnya berkesempatan menjajal Pantai Anyer kembali. Bermula dari si tengah dan si sulung yang tiba-tiba minta ingin main pantai.  Akhirnya kami ke sana lagi pada Desember 2022 setelah mencocokkan jadwal dengan suami.

Sebenarnya akhir tahun bukan lah waktu ideal mengunjungi Pantai Anyer, musim hujan dan harga kamar yang lebih mahal dari biasanya.

Mengunjungi pantai saat musim hujan sebenarnya bukan ide terbaik karena ombak pantai akan lebih ganas. Belum lagi kemungkinan hujan besar, padahal kita kan maunya main pantai di cuaca cerah. Sementara, harga yang tinggi dipicu dengan liburan akhir tahun dan liburan sekolah anak. Semua hotel serempak menaikkan harga. Beruntung kunjungan kami di 1 akhir pekan sebelum libur sekolah dan akhir tahun. sehingga hanya dikenai tarif akhir pekan biasa.

Opsi ada di 4 penginapan: Novus Jiva, Kadena Glamping Dive Resort, Aston Anyer, dan Mambruk Hotel. Novus Jiva memiliki akses pantai yang harus menggunakan buggy terlebih dahulu karena menyebrang jalan sehingga tidak cocok untuk kunjungan singkat kami yang hanya dua hari satu malam. Kadena Glamping Dive Resort kabarnya harus pesan minimal 3 bulan sebelumnya sehingga mustahil bagi kami mendapatkan reservasi. Akhirnya kami pun memilih Mambruk Hotel karena suami menginginkan suasana yang lebih “cottage”.

Setelah menginap semalam di Mambruk Hotel, saya sangat merekomendasikan hotel ini sekaligus (ada beberapa aspek) yang tidak kami rekomendasikan. Apa saja?

Kenapa pilih Mambruk Hotel Anyer?

mambruk hotel


Sebenarnya kami cukup puas menginap semalam di Mambruk Hotel Anyer. Sangat puas malah. Berikut alasan kenapa kami sangat merekomendasikan Mambruk Hotel Anyer.

1. Lokasi paling depan

mambruk hotel

Kalau kamu jalan ke Anyer, maka Mambruk Hotel Anyer adalah hotel bagus yang kamu temui pertama kali, alias paling dekat dari Jakarta! Tentunya ini menjadi poin plus apabila jika masuk peak season, kita jadi tidak perlu bermacet-macet ria menyusuri bibir pantai Anyer.

Apalagi yang berniat hanya menginap semalam, lumayan tidak buang-buang waktu kan?

2. Baru renovasi

mambruk hotel

Saya cukup kaget saat tahu bahwa Mambruk Hotel adalah salah satu hotel paling lama di jajaran bibir pantai Anyer. Bagaimana mungkin, sebab menurut penelusuran awal saya via internet pertama kali, interior dan eksterior hotel berbintang empat ini sangat modern. Lebih tepatnya industrial minimalis.

Ternyata Mambruk Hotel Anyer baru saja direnovasi sekitar 2 tahun lalu. Kebayang kan bakal “segar” banget menginap hotel yang masih “baru”?

“Iya net, soalnya pernah ada pekerjaan konstruksi di laut sunda, nah kontraktornya pada nginap di Mambruk Hotel, dijadikan mess karyawan.” Ujar seorang teman mengomentari.

3. Suasana cottage

mambruk hotel

Di sepanjang Anyer terdapat berbagai macam jenis penginapan. Ada yang berbentuk gedung hotel dan ada juga yang berbentuk pondok-pondok alias cottage. Kebetulan suami lebih memilih yang bentukannya cottage karena ingin merasakan suasana lebih “pantai”.

Seluruh tipe kamar di Mambruk Hotel Anyer bergaya cottage. Maksimal ada di lantai dua di beberapa bagian. Salah satu keuntungan tinggal di penginapan berbentuk cottage adalah eksplor pantai dan halaman yang lebih mudah.

4. Halaman luas

mambruk hotel
Mambruk Hotel Anyer yang menempati lahan 7 hektar membuat hotel ini sangat nyaman dieksplorasi. Karena luasnya area, terdapat banyak parkiran mobil dan halaman yang luas. Saking luasnya bahkan sampai banyak anak-anak yang menjadikan halaman tengah untuk bermain sepak bola. Ada juga outdoor mini playground yang bisa dinikmati si kecil

Di sepanjang bibir pantai terdapat trotoar setapak yang menghubungkan 4 anjungan menjorok ke pantai yang bisa digunakan sebagai spot untuk berfoto, terutama saat matahari tenggelam.

5. Lokasi kolam renang dan bibir pantai

mambruk hotel
mambruk hotel


Bagi saya, Mambruk Hotel Anyer adalah hotel to the point yang tidak bikin kita terlalu banyak jalan untuk menikmati kolam dan pantai.

Berhubung kami memesan kamar yang dekat dengan pantai, jalan sedikit sudah ketemu kolam dan restorannya. Di depan kolam juga langsung pantai. Enak sekali, tidak usah jalan jauh. Jadi sehabis main pantai, langsung bilas di area peralihan kolam-pantai, kemudian bisa langsung nyebur ke kolam.

Karena lokasi kolam yang benar-benar sampingan dengan pantai, pengunjung tidak usah bingung karena bisa menaruh barang-barang di kursi di sekeliling kolam renang. Oh ya, tiap sore bakal ada bean bag dan payung-payung kecil yang disiapkan untuk bersantai menikmati matahari tenggelam.

Not to mention, ini adalah pantai pribadi (hotel)! Jadi aman dan tidak ramai. Kalau ingin menikmati olahraga pantai seperti Banana Boat, tinggal jalan sedikit ke arah bibir pantai yang lain.

Kekurangan Mambruk Hotel Anyer

mambruk hotel
Dibalik segala keunggulannya, Mambruk Hotel Anyer  memiliki kekurangan yang cenderung krusial bagi kami yang memiliki anak tiga ini. Apa saja? 

1. Ukuran kasur

Berhubung kami keluarga dengan anak 3, pemilihan hotel berdasarkan kasur sangat krusial. Bahkan saya baru pertama kali langsung japri hotel untuk menanyakan lebar kasur saat sudah beranak 3.

Menyewa 2 kamar bukan pilihan bagi kami saat ini. Anak-anak masih suka “ngungsi” jadi kurang bonafid. Pun, kami bukan tipe keluarga yang menganggarkan biaya menginap cukup besar. Kami berfokus pada pengalaman, tidak perlu berlebihan hotel experience, asal kami bisa tidur cukup nyaman saja.

Pilihan kami yang memiliki anak 3 ini perihal kasur:
  • Kalau ukuran kasur 180 cm, minta extra bed
  • Kalau ukuran kasur 160 cm, minta extra bed
  • Kalau lebar kasur 200 cm, bisa langsung booking, dengan catatan maksimal menginap 2 malam saja
  • Kalau tahu ukuran kasur 180 cm atau bahkan hanya 160 cm saja, langsung minta kamar tipe twin bed dan menanyakan apakah bisa digabung atau bahkan apakah bisa model hollywood style
  • Kamar tripel bed

Sangat disayangkan, Mambruk Hotel tidak menawarkan kamar dengan tipe kasur lebih dari satu. Maksudnya model-model two-bedroom apartment.

Salah satu poin paling minus buat Mambruk Hotel Anyer adalah ukuran kasurnya!

Kasur tipe double bed hanya queen saja. Mau pilih kamar tipe twin bed eh malah tidak bisa digabung. Pesan extra bed pun mengecewakan. Loh memang kayak apa banget sih extra bed-nya?

2. Extra bed yang kurang memuaskan

Extra bed yang saya tahu di hotel-hotel lain adalah kasur minimal lebar 90 cm dengan ambalan yang mumpuni.

“Mau pesan satu atau dua extra bed-nya?”, tanya mbak Front Desk.

Hah dua, pikir saya. Memang cukup?

Ternyata extra bed di Mambruk Hotel Anyer hanya berupa kasur tipis debar 80 cm dan tanpa ambalan! Untuk beberapa orang pasti tidak akan nyaman disitu dan akan merasa kedinginan akibat kontak langsung kasur dengan lantai.

Sudahlah kasur tipe queen, kasur extra bed kentang pula!

Pilihan terbaik untuk saat itu

mambruk hotel

Kami hanya memiliki 3 pilihan hotel untuk menginap yang memenuhi ambang batas minimum kami pada saat itu. Hotel mewah dengan pantai menyeberang jalan, hotel dengan bentukan gedung, dan Mambruk Hotel yang menawarkan suasana cottage. Hotel mewah tidak butuh extra bed, hotel bentuk gedung harus memesan tipe kamar triple bed, dan Mambruk Hotel yang harus memesan extra bed. Ketiga pilihan memiliki harga kurang lebih sama.


Pilihan kami jatuh pada Mambruk Hotel Anyer dengan menimbang short stay dan suasana cottage. Apa kami akan menginap kembali di Mambruk Hotel Anyer di kali berikutnya? Belum tentu! Mambruk Hotel Anyer adalah hotel yang tidak cocok bagi kunjungan keluarga besar.

Tentu kami akan mencoba opsi menginap di hotel lainnya. Hotel yang mana lagi ya kira-kira?

mambruk hotel



Dua Cerita Pendek tentang Aliran Rezeki tak Terduga

17 komentar
Manusia kerap menerjemahkan aliran rezeki hanya perkara material. Padahal rezeki memiliki arti yang sangat luas. Mulai dari keluarga yang baik, kemudahan hidup, kesehatan, lingkungan keluarga yang suportif, kepastian bisa makan tiap hari, hingga nikmat iman.

Aliran rezeki pun tidak sekaku perkara gaji bulanan yang rutin didapatkan saja. Lagi ingin jajan martabak tiba-tiba dibeliin suami martabak tanpa harus bilang juga termasuk rezeki. Lagi butuh uang tiba-tiba nemu seratus ribu nyelip di saku celana juga termasuk rezeki.

Aliran rezeki juga tidak sesempit apa yang murni kita usahakan saja. Kita disunnahkan untuk menyisihkan sebagian uang untuk sedekah secara rutin. Sedekah bagaikan bertransaksi dengan Allah dimana tidak akan pernah rugi. Bahkan dilipat gandakan. Eits, tapi jangan sampai niat utama bersedekah itu karena ingin “diganti berlipat-lipat” apalagi dalam bentuk uang, lho! Bersedekah itu harus ikhlas.

Tidak hanya itu, kita memperlancar hidup orang lain juga termasuk pintu masuk rezeki dan menambah aliran rezeki kita.

aliran rezeki

Cerita dibalik sebuah stroller pinjaman

Alkisah beberapa tahun lalu saat anak kami baru satu dan masih berusia balita, orangtua saya mengajak kami sekeluarga besar ramai-ramai ke Taman Safari. Karena rumah orangtua lebih dekat dengan Taman Safari, kenapa kami tidak sekalian menginap disana.

Semua juga tahu kalau Taman Safari memiliki area yang sangat luas. Meski beberapa area dilakukan dengan perjalanan mobil, area yang ditempuh dengan berjalan kaki juga tidak kalah luas. Pasti lah stroller menjadi barang yang tidak boleh terlupakan.

Sayangnya, saya baru ingat kelupaan membawa barang maha penting ini ketika sudah sampai di rumah ortu. Padahal, sebelum berangkat sudah saya patri di otak saya agar jangan sampai lupa terbawa.

Qadarullah, kami pun harus bersikap adaptif. Saya berusaha mencari rental stroller di sekitar Cibubur (area rumah orangtua) namun tidak kunjung ketemu. Akhirnya terbersit di pikiran saya untuk mencari pinjaman stroller hanya untuk sehari saja di beberapa Whatsapp Group (WAG) yang saya tahu ada beberapa yang berdomisili di Cibubur. Tidak lama kemudian saya mendapat balasan seperti ini.

“Gw tinggal di Apartemen Cibubur, gw ada stroller tipe x. Mau pinjam?”

Pucuk ulam tiba, saya pun menyambut tawaran tersebut. Karena agak sibuk saya memutuskan mengambil barang tersebut melalui Gocar. Biaya Gocar juga tidak mahal karena lokasinya yang relatif dekat.

Betapa stroller memudahkan perjalanan kami saat membawa si sulung di Taman Safari. Tepat dugaan saya, banyak jalan antar wahana kandang di taman safari yang menanjak. Tidak kebayang rasanya jika harus menggendong anak balita, sepanjang perjalanan, meski menggunakan gendongan sekali pun.

“Makasih ya, asli strollernya berguna banget. Minta waktu bentar ya mau cari londrian dulu.” Ketik saya di Whatssapp.
“Ga usah, dibalikin langsung juga ga masalah kok, hehe.”

Asli saya merasa tidak enak. Udah lah dipinjam gratisan, yang punya juga menolak agar stroller dicuci dahulu. Memang saya sudah meminimalisir sedemikian mungkin agar stroller tidak jorok selama perjalanan. Tapi tetap saja kan, apalagi sempat hujan di Taman Safari. Kebayang kan lumpur yang lengket paling tidak di roda stroller?

Saya pun segera memesan Gocar dan mengembalikannya ke teman saya itu. Sampai tiba-tiba saya mendapat balasan WA yang mengejutkan.

“Asli ga nyangka banget, begitu gw minjamin stroller, tiba-tiba suami gw dapat rejeki tidak terduga!”

Wah, ini kah salah satu contoh memudahkan orang lain dibalas dengan aliran rezeki instan lainnya?

Cerita dibalik makanan katering


Kali ini contoh cerita aliran rezeki tak terduga bukan saya yang mengalaminya. Tetapi ustadz (guru sekolah) si sulung.

“Ma, Hasan mau ikut catering kayak teman!” Pinta Hasan.

Si sulung biasanya membawa bekal makan siang dari rumah. Namun, karena beberapa temannya ikut katering, tentu saja ia ingin merasakan makan katering bersama teman-temannya. Makanya tiap seminggu per-bulannya si sulung langganan katering. Kebetulan penyedia katering adalah ibu dari salah satu teman Hasan. Jadinya enak komunikasi memesan kapan saja si sulung mau katering.

Biasanya saat akhir pekan saya menawarkan kapan si sulung mau katering di bulan tersebut. Namun Qadarullah, di bulan Februari ini saya lupa sekali menawarkan si sulung. Sampai di suatu hari senin ia mengatakan kapan ikut katering karena merasa sudah lama tidak ikutan.

Maka saya langsung pesan katering sampai senin depannya (biar genap lima hari) kepada ibu temannya Hasan.

Qadarullah, esoknya Hasan sakit panas. Saya lupa bilang soal katering ini kepada ustadz Hasan agar disalurkan saja jatah Hasan kepada yang membutuhkan. Sampai saya mendapat pesan Whatsapp ini.

“Ummu, katering Hasan boleh saya makan?”

Tentu saja saya memperbolehkan. Tahu ia butuh, mending saya langsung sampaikan agar langsung konsumsi saja. Lagian saya pikir esok hari Hasan sudah masuk lagi melihat riwayat ia sakit yang hanya sebentar. Ternyata dugaan saya salah. Hasan izin sakit sekolah sampai 4 hari! Alias hampir seminggu saat menyatakan ia ingin katering esok harinya.

Alhamdulillah, artinya saya mentraktir ustadznya Hasan makan siang selama 4 hari ya, haha. Tentu saja saya tidak berkeberatan, unik saja kalau diingat-ingat. Secara tidak langsung ustadz si sulung mendapat aliran rezeki tak terduga dari orangtua salah satu muridnya berbentuk makan siang.

Insya Allah si sulung masuk senin nanti. Namun kasihan juga ya, dia minta katering tapi hanya menikmati sehari. Tampaknya saya akan memperpanjang katering si sulung sampai hari Jumatnya, alias nambah empat hari.

Sebuah rezeki tambahan untuk ibu temannya si sulung bukan?

Di momen seperti ini menjadi waktu yang tepat juga mengajarkan si sulung soal aliran rezeki tak terduga. Saya juga menceritakan soal makanan kateringnya yang saya putuskan untuk dikonsumsi ustadznya saat dia tidak masuk. Insya Allah si sulung ikhlas dan tidak  berkeberatan.

Insya Allah rezeki kami semua selalu berkah, melimpah dan terbuka aliran rezeki tak terduga dari banyak pintu. Aaamin ya rabbal ‘alamin.

Jujur dalam Minta Izin kepada Anak

14 komentar

 "Ayo cepat pergi sekarang, mumpung anak lagi nonton TV dan tidak sadar ibunya pergi."

Ada yang pernah mendengar ujaran saran semacam itu?

minta izin kepada anak

Kebetulan, kami dikaruniai 2 dari 3 anak yang memiliki sifat attachment yang tinggi terhadap orangtuanya, terutama saya ibunya. Ini juga berlaku pada si sulung meski usianya sudah 7,5 tahun. Satu lagi adiknya yang memiliki rasa attachment yang tinggi hampir berusia 4 tahun. Melihat gaya anak kami yang seperti itu, sering sekali saya mendengar sekeliling saya berkata agar segera meninggalkan mereka saat mereka sedang tidak melihat saya yang hendak pergi tanpa mereka.

Perkataan ini sering terdengar dari mulut ART saya. Memang sepertinya gaya parenting "kabur selagi anak tidak melihat" itu populer di parenting jaman dulu ya. Karena tidak hanya keluar dari mulut ART, tapi beberapa "orang tua" jaman dulu.

"Biarin anak nangis, yang penting izin pergi di depan mukanya, bukan menghilang tiba-tiba." Tekan mertua saya.

Memang "kabur selagi anak tidak melihat" adalah jalan super instan saat hendak pergi meninggalkan anak yang memiliki rasa attachment  yang kuat kepada orangtuanya. Tapi nyatanya perilaku seperti itu lambat laun hanya akan menimbulkan luka trust issue kepada orangtuanya yang semakin dalam. Semakin mereka tumbuh, luka ini akan semakin menganga dan akan menimbulkan banyak masalah hubungan antar orangtua - anak nantinya.

Efek meninggalkan anak tanpa izin yang benar

Ada banyak sekali efek meninggalkan anak tanpa izin yang mungkin tidak terlihat di awalnya dan BARU akan terlihat di tahun-tahun mendatang. Jangan sampai kita meninggalkan anak tanpa izin yang benar dengan dalih agar kita bisa pergi dengan tenang dan mereka tidak menangis meraung-raung. SELALU jujur dalam minta izin kepada anak dengan benar saat meninggalkan dengan benar sebelum terjadi beberapa masalah di bawah ini.

1. Kehilangan orang tua

Anak memiliki ekspektasi bahwa orangtuanya ada di sekitarnya meski ia sedang menoleh atau asik kepada arah lain. Begitu ia menoleh, eh orangtuanya hilang. Ekpektasi dan realita berbeda jauh. Tentu mereka akan sangat panik dan bukan tidak mungkin alih-alih mereka tenang saat kita pergi malah menangis meraung-raung dan baru akan berhenti saat orangtua muncul kembali di hadapan mereka.

Anak akan merasa sangat panik menghadapi situasi ini. Jangankan anak-anak, apa yang kita rasakan sebagai orangtua saat sedang pergi bersama anak ke mal namun tiba-tiba saat menoleh kembali sang anak tidak ada?

Panik? Takut? Tentu saja. Berbagai pikiran berkecamuk di pikiran kita. Kemana sang anak? Apakah mereka aman? Apakah mereka tersesat? Apakah ada orang jahat yang menculik mereka?

Sama. Seperti itu jugalah yang mereka rasakan.

2. Trust issue kepada orang tua sendiri

Saat orangtua mereka hilang tiba-tiba tanpa pamit, mereka akan merasa sangat dikhianati.

Kenapa mereka menghilang tanpa sepengetahuanku? Anak merasa tidak dianggap oleh orangtua sendiri saat orangtuanya hilang tiba-tiba. Padahal anak adalah entitas yang bahkan perasaannya harus kita perhatikan selayaknya manusia seutuhnya. Anak merasa orangtua tidak memvalidasi perasaan dan keberadaan mereka.

Lambat laut luka mereka semakin menganga seiring waktu. Anak semakin tidak percaya kepada orangtuanya.

Bagaimana perasaan kita saat mengetahui anak kita nanti tiba-tiba kabur dari rumah tanpa sepengetahuan kita? Apa yang kita rasakan? Tentu rasa pengkhianatan dan pendurhakaan akan menghantam kita dalam-dalam.

3. Merasa tidak aman

Anak memiliki naluriah alami bahwa orangtua adalah tempat teraman bagi mereka. Menghilang tiba-tiba akan membuat perasaan aman mereka bolong dan mereka pun akan merasa sangat "terancam" dengan lingkungannya. Banyak anak kecil merasa bahwa mereka aman sebab ada orangtua dan orang yang mereka percayai ada di sekitar mereka.

Begitu mereka tahu orang tua mereka hilang tiba-tiba? Tentu mereka panik dan takut dengan lingkungan mereka.

Jujur dalam minta izin kepada anak 

Setelah sekian tahun sejak memiliki anak, rasanya saya dan suami belum pernah pergi ke luar kota berdua saja. Saat suami berkesempatan tugas operasi di Palembang di sebuah akhir pekan, langsung terbersit di pikiran saya untuk sekalian ikut pergi bersama suami. Toh sudah lama kami tidak berpelesir kedua. Hitung-hitung quality time bersama suami tanpa "gangguan" anak.

Kami pun berencana menitipkan ketiga anak kami di rumah orangtua saya. Saya langsung mengantar anak-anak dan ART ke rumah orangtua sepulang sekolah si bungsu. Tentu orangtua saya senang sekali karena bakal bermain bersama cucu. Jarang-jarang juga kan menitipkan mereka disana menginap selain saat saya melahirkan. Rencananya anak-anak akan kami jemput di Hari Senin, kebetulan saat itu sedang tanggal merah.

Beberapa sebelum keberangkatan kami, saya sudah sounding ke anak-anak, terutama ke si sulung. Tentu ada sedikit penolakan, apalagi si tengah yang masih benar-benar tidak ingin lepas. Benar saja, saat kami berada di rumah orangtua, si sulung sudah mulai galau. Sepanjang hari sampai mobil saya meninggalkan rumah ia terus galau. 

Saya pun selalu memeluk si sulung saat ia galau dan terus validasi perasaan dan afirmasi bahwa tidak mengapa ia sedih, kami hanya sementara saja meninggalkan ia. Meski saya meninggalkan ia dalam keadaan galau, tidak lama kemudian ipar saya mengkonfirmasi ia kembali ceria dan bermain bersama sepupunya.

Si tengah hanya menolak saat saya memasukkannya ke mobil orangtua saya yang akan kembali ke rumah. Namun, Ibu saya berkata hanya beberapa menit di mobil, si tengah kembali ceria.

Bagaimana dengan si bungsu? Wah tidak ada perubahan, malah ia asik mendadahi saya dan sibuk ngemil sesampai di rumah orangtua saya hehe.

Saya yang mengetahui semua kabar itu sesampai di rumah merasa lega. Betul saya sudah mempersiapkan hal ini dan memprediksi gejolak sementara emosi mereka. Alhamdulillah, semua berjalan dengan lancar.

Resep Tart Susu, Cemilan High Protein untuk Anak

19 komentar
Sebenarnya cemilan tart susu ini saya buat untuk suami yang menjalankan diet keto. Setelah dipikir-pikir, ternyata tart susu ini juga cocok menjadi cemilan high protein untuk anak. Kenapa?

Bagi orang yang menjalani diet keto, untuk makan besar sehari-hari cukup mudah, tinggal masak makanan tanpa menggunakan karbohidrat besar dan pemanis seperti gula. Makanan utama pun tidak mesti harus menyantap masakan rumah yang dibuat agak “customize”, beli di warung makan pun bisa seperti restoran padang atau sekedar beli ayam goreng di warteg.

Tidak untuk makanan cemilan.

Merupakan wajib adanya cemilan bagi suami secara dia penyuka manis. Inginnya sehabis makan besar ya ngemil yang manis-manis. Cemilan keto yang biasa ada di rumah biasanya es krim, cheese cake, dan selai kacang yang sering ia bikin sendiri. Roti juga kalau bisa rutin ketersediaannya. Nah, kalau ini saya yang buat meski proses pembikinannya lebih rumit dan lebih lama dibandingkan roti biasa hehe.

Stok roti sudah habis, tapi saya belum punya mood dan waktu agak banyak untuk membuat cemilan keto suami karena anak kurang sehat. Harus bikin cemilan keto apa?

Akhirnya terpikirkan oleh saya untuk bikin tart susu yang resepnya pernah dibagikan oleh mertua yang rutin buat camilan tersebut di rumahnya. Resepnya cepat, gampang dan instan. Hanya butuh waktu kurang lebih 50 menit untuk menyelesaikan tanpa perlu skill khusus. Karena tujuan utamanya untuk orang dengan diet keto, maka tepung terigu diganti menjadi tepung keto dan gula menjadi Lakanto serta sukralos.


Setelah tart susu jadi, saya random berpikir, wah satu loyang saja pakai 10 telur, bisa banget kan buat cemilan tinggi protein dan tinggi kalori buat anak. Apalagi jika gula diganti menjadi lakanto, bakal menjadi cemilan tanpa gula.

Oh ya, whipping cream bisa kok diganti susu cair biasa, tapi saya merekomendasi susu UHT atau Pasteurisasi, jangan susu bubuk dicairin ya.

Resep Tart Susu

resep tart susu



Bahan:
  • 10 telur pisah kuning dan putih
  • Whipping Cream (bisa ganti susu cair) 250ml
  • Air 250ml
  • Mentega 2 sdm
  • Tepung terigu 1 sdm
  • Gula 250 gr (Lakanto 70gr sukralos 20 tetes)
  • Vanilla 1 sdt
  • Garam secukupnya
  • Cream of tartar 1 sdt

Cara membuat:
  1. Panaskan oven dengan suhu 180 derajat Celcius
  2. Campur kuning telur, whipping cream atau susu, air, mentega, tepung terigu, dan gula atau pemanis, vanilla, dan garam
  3. Masak di panci sambil terus diaduk agar tidak hangus hingga timbul letupan kecil
  4. Tuang ke wadah kaca tahan panas yang sebelumnya sudah dilumuri mentega
  5. Panggang 30 menit di dalam oven
  6. Campur putih telur dengan Cream of Tartar dan kocok cepat hingga kaku
  7. Setelah 30 menit, keluarkan adonan kuning telur yang sudah dipanggang dari oven
  8. Tuang adonan putih telur yang sudah mengembang dan ratakan. Hias bagian atas dengan memberi irisan kurma atau kismis
  9. Panggang kembali selama 10 menit
  10. Biarkan tar susu yang panas hingga menjadi temperatur ruang sebelum dimasukkan ke dalam kulkas
  11. Sajikan saat dingin!

Tips!

Beberapa tips, saat memisahkan antara putih dan kuning telur, diusahakan agar putih telur tidak terkena kuning telur (yang mungkin saja ada yang pecah) dan air. Kalau terkena dua bahan tersebut ada dua kemungkinan: Putih telur kurang mengembang atau tidak mengembang sama sekali.

Adonan kuning telur juga sebenarnya bisa saja tidak usah dimasak dahulu. Namun, proses pemasakan ini mempercepat kematangan. Kalau dimasak dahulu butuh setengah jam di oven, maka dibutuhkan waktu 1 jam pemanggangan oven kalau kamu memutuskan untuk tidak memasaknya.

Mudah dan cepat bukan resep tart susu ini. Biasanya tiap ada tart susu, semua anggota keluarga alngsung tertarik termasuk anak-anak. Putih telurnya ringan dan rasa kuning telurnya yang enak membuat anak nagih minta lagi dan lagi. 

Eh jadinya ini cemilan relatif mahal ya karena pakai 10 telur, apalagi jika pakai kuning telur omega haha.

Tertarik untuk memasak ulang resep tart susu ini?

Starcrossed, Kenapa Kamu Harus Baca Novel Tentang Pasangan Beda Agama Ini

18 komentar
pasangan beda agama

Memiliki pasangan beda agama mungkin bukan terlalu momok di jaman sekarang. Dulu pasangan beda agama harus memutar otak dimana harus melangsungkan pernikahannya agar tercatat legal. Mereka biasanya lebih memilih menikah di luar negeri. Australia contohnya sebagai negara terdekat yang mencatat pernikahan antar agama secara legal.

Kini banyak pasangan beda agama yang menuntut “hak” nya agar bisa melangsungkan pernikahan beda agama di Indonesia. Pucuk ulam tiba, beberapa Pengadilan Negeri (PN) menginstruksikan agar pernikahan beda agama bisa dicatat di catatan sipil. PN Tangerang dan PN Surabaya adalah beberapa contoh PN yang setuju mencatat pernikahan beda agama ke dalam catatan sipil.

Di tengah isu hangatnya pernikahan beda agama, seorang teman saya, Reytia, melampiaskan kegelisahannya ke dalam bentuk tulisan fiksi. Maka terbitlah rangkaian tulisannya yang berjudul Starcrossed di Gramedia Writing Project (GWP). Gramedia Writing Project adalah portal menulis (calon) penulis muda yang topik dan isinya sangat terkurasi.

Starcrossed sendiri berdasarkan definisi Wikipedia adalah pasangan yang karena satu dan lain hal tidak bisa bersama-sama. Sebenarnya sudah lumayan lama saya tahu Reytia menulis Starcrossed, tapi setelah tahu ceritanya berkutat tentang apa, saya pun langsung tidak sabar membacanya. Inilah alasan yang membuat saya merasa Starcrossed ini wajib dibaca oleh (hampir) semua kalangan.

1. Berkisah tentang pasangan beda agama

pasangan beda agama

Di tengah tren memiliki pasangan beda agama, novel Starcrossed ini cukup krusial dibaca agar lebih mengenal identitas diri sebelum yakin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Tentunya cocok sekali bagi yang sedang di pucuk kegalauan. Apakah lebih memilih menggadaikan agama dan berpisah dengan keluarga demi mengejar cinta.

Starcrossed bercerita tentang Nadya yang memiliki “pacar tidak resmi” beda agama dan sudah dekat sejak 5 tahun silam. Karena sebuah insiden tidak terduga, mereka terpaksa berpikir tentang pernikahan. Apakah hubungan mereka dilanjutkan? Siapakah yang harus berkorban?

Cinta kan butuh pengorbanan, but is it worthed?

2. Menceritakan betapa kuat sekaligus rapuhnya dalam satu keluarga

pasangan beda agama

Tentu saja keputusan Nadya untuk meneruskan hubungan dengan pasangan beda agama bikin huru-hara di rumahnya. Ibunya mendukung, ayahnya menolak keras, dan sang kakak diplomatis.

Reytia menggoreskan suasana penuh patah hati pada novelnya melalui betapa kecewanya Nadya terhadap sikap bapaknya yang hendak memutuskan hubungannya sebagai seorang anak padahal biasanya ia adalah Daddy’s little girl. Ayahnya sampai berbulan-bulan menghindar setiap berpapasan dengan Nadya.

Di sisi lain, sang kakak Ryoma yang sebenarnya menolak mentah-mentah atas ide “gila” adiknya berusaha lebih diplomatis dengan cara mengajak ngobrol dan menjadi pendengar setia. Saya senang sekali dengan hubungan keluarga kakak-adik yang begitu kentalnya dan bisa menjadi penengah di kala terjadi huru-hara dengan anggota keluarga lain.

3. Belajar bagaimana berkomunikasi dengan benar

pasangan beda agama

Kok bisa Ryoma yang begitu kontranya bisa menjalin hubungan akrab dengan Nadya dan menjadi tempat keluh kesah adiknya? Yuk mari kita perhatikan teknik komunikasi dengan benar yang dilakoni oleh Ryoma yang. Teknik yang juga melatih growth mindset bagi anak.

Teknik komunikasi dasar yang dilakukan Ryoma di hampir semua interaksinya adalah penerimaan dan validasi. Reaksi sang ayah yang “melukai” Nadya malah membangun tembok begitu besar diantara mereka. Mau nasehat seperti apapun tidak akan masuk ke Nadya yang sudah terlanjur berada dalam mode defensif.

Ryoma selalu berkomunikasi dengan santun. Memvalidasi perasaan adiknya sehingga adiknya mau bercerita banyak. Dengan penerimaan yang dilakukan sang kakak, Nadya membuka besar-besar pintu hatinya sehingga segala nasihat yang diutarakan Ryoma didengarkan meski yah,, hatinya masih kebas.

Setidaknya Ryoma membuat Nadya berfikir kembali soal keputusan yang telah dibuatnya.

4. Cocok dibaca (hampir) semua kalangan


“Kok masuknya ke kategori Religi, bukan Romansa?” Tanya saya heran kepada sang penulis begitu melihat kolom kategori.

Setelah saya baca, baru saya tahu alasannya. Memang sebenarnya buku ini lebih cocok dibaca oleh penganut agama yang dibahas di buku ini meski tidak menutup kemungkinan yang beragama di luar itu ikutan baca.

Dari sini, maka kalangan yang cocok membaca Starcrossed adalah:
  • Kalangan yang sedang menghadapi dilemma melanjutkan atau memutuskan untuk ke jenjang berikutnya bersama pasangan beda agama.
  • Kalangan yang awam agama
  • Kalangan yang familiar dengan pemahaman agama yang dituliskan

Tidak boleh disangkal, buku ini harus harus dibaca bagi yang memiliki pasangan beda agama. Dengan membacanya membuat kamu lebih arif berpikir dalam memutuskan apa yang akan dilakukan.

Bagi kalangan yang awam agama juga sangat direkomendasikan untuk membaca Starcrossed karena banyak hal yang luput dan tidak diketahui padahal hal-hal tersebut adalah dasar dan pondasi dalam beragama.

Tidak menutup kemungkinan bagi kalangan yang familiar dengan pemahaman agama tersebut. Membaca Starcrossed bagaikan pengingat dan membuat kita merasa lebih cinta dan ingin belajar agama lebih lanjut.

5. Belajar menerima konsekuensi dibalik suatu pilihan

Keputusan Nadya untuk pindah agama mengikuti pilihan calon pasangan hidupnya bukan bukan dengan konsekuensi, bahkan konsekuensi yang sangat besar seperti kehilangan keluarga dan agama.

Nadya dan pasangannya, Dirga, sepakat untuk saling berjuang maksimal agar pernikahan mereka bisa berlangsung. Namun kemudian Ryoma berusaha untuk menyentil otak Nadya sehingga lambat laun ia juga berpikir,

“Is it worthed?”

6. Menemukan makna hidup

pasangan beda agama

Merasa hidup tidak artinya dan mengejar mati-matian kefanaan adalah fenomena yang sering kita lihat di masyarakat. Melalui bacaan ringan berjudul Starcrossed ini, kita diajak belajar lebih dalam mengenai makna hidup. Apa sih tujuan hidup? Untuk apa kita diciptakan ke dunia?

Setelah mati terus apa? Worthed kah apa yang dijalani hidup selama ini?


Saya menamatkan Starcrossed ini hanya dalam waktu sehari sembari macet-macetan menjemput anak hingga menunggui mereka tidur. Gaya bahasa penulis yang lugas beserta selentingan-selentingannya yang tepat membuat saya penasaran di setiap babnya.

Starcrossed ini sangat cocok dibaca oleh kamu yang menginginkan bacaan ringan tanpa harus memiliki komitmen banyak waktu untuk menyelesaikannya. Buku ini juga cocok dibaca bagi yang sedang mengalami reading slump karena membuat kamu mencintai kembali membaca buku.