Menjadi Idealis: Blogger Paruh Waktu

Tidak ada komentar
Apa motivasimu menulis blog?

Dari awal, saya sudah meniatkan diri untuk menulis blog dengan tujuan bersenang-senang saja. Bahkan, saya suka julid dan mengernyitkan dahi melihat fenomena banyak orang yang menulis blog dengan tujuan utama mengejar “angka”. Sebenarnya tidak salah sih, hanya hal seperti itu sangat tidak cocok bagi saya. Suka terbersit juga di pikiran saya untuk menambah sedikit uang saku melalui semacam lomba blog. Tetapi lagi-lagi, berangkat dari sifat idealis, saya hanya akan menulis blog dengan tema yang saya sukai. Ketimbang ikut lomba blog dengan tema kurang menarik dan katakanlah, hadiahnya menggiurkan.


Boleh dicek kalau ada yang iseng, berapa nilai DA saya hehe. Nilai DA bukan motivasi saya menulis blog. Motivasi saya lebih ke aktualisasi diri dan menuangkn isi kepala yang “ribut”. Hal yang harus saya tingkatkan adalah terus memperbaiki teknik penulisan saya serta merutinkan menulis blog. 

Saya sempat pernah menjadi akademisi. Disana saya bisa berkembang dengan memakai prinsip “saya suka, maka saya lakukan. Orang akan memandang dari kualitas dan kecintaan terhadap passion saya”. Saya senang menulis. Saya senang berpikir. Maka jadilah saya yang rajin menulis jurnal dan mempublikasikannya di berbagai seminar. Saya banyak mendapatkan kesan dan rekomendasi bagus dari dosen-dosen saya. Mantan bos saya di suatu universitas negeri juga ternyata mempekerjakan saya karena ia senang dengan saya yang idealis dan memiliki passion untuk terus belajar, padahal bidang kami jauh berlainan. Orang mengenal saya dari pembuktian yang berasal dari kesenangan saya.

Tapi hal itu tidak berlaku di dunia sosial media. Kamu akan dibeli jika “angka” kamu tinggi. Kalau tidak, ya nasibnya sama seperti saya hehe. Saya memiliki proyek setengah serius berupa membuat kurasi tulisan mengenai aman berkendara bersama anak serta ulasan-ulasan carseat. Karena kurang termotivasi dan tidak adanya tenggat waktu, praktis blog ulasan saya terbengkalai dengam sedemikiannya. Saya juga sering terganggu dengan postingan merk-merk carseat di Instagram dan banyak sekali yang mengepos tulisan atau gambar tentang konsep penggunaan carseat gang salah. Saya hubungi via jaringan privat untuk koreksi. Sebagian merespon, sebagian tidak. Akhirnya saya mulai menawarkan untuk menjadi semacam “penasehat” ataupun sebagai pengulas barang mereka. Tentu saya saya menawarkan dengan sangat murah. Istilahnya saya tidak harus tampil. Tapi lagi-lagi dapat ditebak, tawaran saya tidak ada yang disambut hehe.

Inilah resiko menjadi idealis, terutama menjadi idealis di sosial media. Memang saya tidak tersinggung, terapi kesal saja rasanya. Menjadi ibu rumah tangga yang harus mengurus anak membuat waktu berpikir saya menjadi lebih sedikit. Waktu senggang hanya saat anak tidur siang dan malam. Terapi harusnya itu tidak bisa dijadikan dalih. Jika memang senang, saya harus lakukan di waktu saya yang sempit. Lebih memotivasi diri, merutinkan menulis, membuat tenggat waktu, dan memperbaiki teknik penulisan saya kira merupakan suatu langkah menaikkan “angka” saya tanpa harus mengorbankan idealis saya.

Dan yang paling penting, BERSENANG-SENANG 

Memasak Menyenangkan kalau...

Tidak ada komentar
Sejujurnya saya tidak bisa memasak sampai setelah menikah. Tinggal bersama dengan orangtua sampai SMA dan tinggal bersama tante di rumah Bandung, praktis membuat saya tidak menyentuh dapur kecuali memasak kue. Padahal, saya sempat tinggal di kosan selama 8 bulan di awal masa perkuliahan saya. Bahkan kamar-nya pun terletak tepat disamping dapur. Tidak ada hal lain yang saya lakukan di dapur selain menyimpan makanan di kulkas, memanaskannya, memasak telor atau indomie, dan mencuci piring.


Saya baru bisa memasak setelah saya nikah karena dituntut untuk bisa memasak. Sebenarnya bukan dituntut sih, tapi saya jadi merasa lebih bertanggung jawab menyediakan makanan untuk keluarga. Katering dan jajan makanan di luar terus-terusan rasanya sangat tidak berfaedah karena adanya hanya pemborosan semata. Akhirnya saya mulai mencari tahu resep makanan yang sederhana via internet. Setelah beberapa kali mencari dan mendapatkan logika memasak makanan ala Indonesia barulah saya menyadari kalau ternyata sederhana sekali konsepnya. Masakan Indonesia memiliki unsur utama tumisan bawang. Mulai dari masakan sederhana sampai yang tersulit bampir semua ada unsur menumis bawang, baik dalam bentuk cincangan atau halus. Sisanya ya tinggal komponen bumbu lain yang menyesuaikan.

Sebagai contoh, untuk menumis sayur cukup memumis perbawangan dan kemudian memasukkan sayuran yang sudah dicuci dan dipetik. Untuk opor, giling bumbu halus yang tentunya ada unsur bawang bersama bahan-bahan lain, kemudian tumis dengan dedaunan semacam sereh dan daun jeruk.  Masukkan ayam lalu ungkep. Masakan lain juga kurang lebih seperti itu, hanya kejelian kita mengatur racikan bumbu dengan jenis dan takaran yang pas.

Bersyukur, tampaknya saya menyadari bahwa indera perasa saya lumayan sensitif meski tidak terasah. Terkadang, saya bisa menebak bumbu apa saja yang digunakan pada suatu makanan. Saat saya mencoba mencari resep makanan yang hendak akan saya coba biasanya saya membaca singkat hanya untuk mendapatkan bumbu apa saja yang digunakan, komposisi kuantitasnya serta trik khusus jika tercantum. Kemudian saya menerka-nerka jumlah bumbu yang digunakan. Alhamdulillah sejauh ini hasilnya sukses.

Namun, saya sangat tidak suka memasak makanan yang meski cara masak dan bumbunya amat sederhana, tetapi yang disiapkan teramat banyak. Contohnya Selat Solo. Padahal, bumbunya hanya merica, garam, gula, ketumbar, kecap dan kaldu. Tapi, yang disiapkam meliputi telor pindang yang sebelumnya juga direbus dahulu, daging galantin, rebusan sayur, kentang san mustard jawa. Saya merasa tidak beres-beres menyiapkannya saat dulu memasaknya. Sebenarnya saya sudah kebayang bakalan repot, tetapi berhubung saya sedang “ngidam”, akhirnya saya terpaksa membuatnya.

Memasak itu menyenangkan, satu-satunya yang tidak menyenangkan adalah mencuci piring. Entah kenapa, meski masakan yang saya masak sederhana seperti tumis sayuran dan ikan goreng, pasti hasil cucian piringnya segambreng. Apalagi kalau saya masak makanan yang banyak persiapannya semacam selat Solo, wah, lenih-lebih lagi cucian piringnya. Oleh karena itu, apabila kami sedang yidak ada asisten rumah tangga, saya dan suami berbagi tugas, saya memasak dan suami mencuci piring. Alhamdulillah saat suami mampu ia sangat menyamggupinya. Suami saya juga tipe yang bisa mengerjakan pekerjaan rumah dan rapi pula.

Weekday, Family Day

1 komentar
Bukan seorang ibu bekerja, kadang-kadang orang melihat tidak ada perbedaan aktivitas signifikan antara hari kerja dan akhir pekan. Tetapi bagi saya, ada beberapa perbedaan apalagi jika suami sedang tidak bertugas ke luar kota. Suami yang terbiasa berangkat pagi dan biasanya pulang setelah matahari tenggelam, praktis waktunya untuk berbagi untuk saya dan Hasan hanya setelah itu. Sehari-hari di rumah ada asisten rumah tangga yang membantu pekerjaan rumah tangga.

A Postcard to 1 Year Later of Myself

Tidak ada komentar
Yes, I have ambition(s), but I never consider myself melancholy as I write letter to my future me 1 year later. I plan myself in a big blue print but still, I rarely write in a notes. Being a housewife instead never put out my ambition. Thanks Allah, though I feel early in my choosen path at least I have something to pursue indeed.

Two weeks ago, I attended some kind of talkshow and motivation discussion in Cipete, held by Lingkaran. The event put "Dare To be" as talkshow theme. They would choose 50 participants based on form we filled to listen sharing from 4 interviewees and having motivational group discussion from one of them. The 4 interviewees  represent from 4 field: Artist, entepreneur, blue collar, and renaissance (or jack-of-all-trade).  Considering what I wanted to be, I choosed in renaissance group. Since it was a motivational discussion for young people who still "feeling lost", I kinda pessimist that I would be the older one in there.
First session, all the 4 speakers sat in front of the audience, talking a little bit about their life. How they failed, how people scoffed to the, how they reawaken from their lowest point. This session quite enlightened me in order not too fast to give up to fate. We have options, once we choosed, it means we accept all the consequences.
Second session was group discussion, along with other renaissance people, we got Maria Juliana as our mentor. She did many things to do to overcome her boredom. She listened all the participant's story attentively, then give the enlightened opinion. Another participant cant give their opinion as well.
After all group participant confided their problem, the 4 groups regathered in hall. The fasilitator choose 1 person each group to talk in front of the hall. After all sessions, I felt more confident to my path and decision. Then, the MC distribute the postcard. She said, "please write to your next 1 year of you". The event organization would collect all written postcard and promised to sent to all of us in next 1 year.
So here I wrote:

Dear me, you are awesome. You will be in the middle of dream you are pursue. You are something. So keep going!

Youtuber Favorit Anak dan Saya

Tidak ada komentar
Lagi-lagi saya harus disuruh menulis blog dengan tema yang menjemukan dan tidak saya suka. Karena memang saya tidak memiliki Youtuber favorit. Kabar baiknya, tampaknya ini adalah postingan terakhir dari daftar dimana harus menulis daftar daftar sosial media favorit. Sekali lagi, saya tidak suka blogwalking dan nonton youtube. Kalaupun disini termasuk yang saya tulis karena kebetulan anak saya senang dan banyak teman-teman di FB saya mengeposkan. Videonya juga menarik. Tapi bukan berarti saya pelanggan tetap penonton. Hanya kebetulan membuka saja.

2019: Dari Rencana Melahirkan Sampai Buang-buang Uang

3 komentar
Tidak terasa kita sudah di penghujung tahun 2018 ya. Apakah 2018-mu cukup berkesan, atau malah merupakan suatu batu pijakan berarti? Atau malah biasa-biasa saja?

Saya sebenarnya bukan orang yang suka membuat resolusi awal tahun. Ya, saya punya target dan rencana, tapi saya tidak menjadikan tahun sebagai ruang lingkup perencanaan suatu rencana saya. Misalnya, saya ingin tetap aktif dan berdaya, di akhir tahun 2017 saya tidak ada memberi lingkupan 2018 sebagai tahun untuk lebih aktif dan berdaya. Kemajuan tidak diukur dengan tahunan, tapi bisa mingguan atau bulanan. Mungkin jatuhnya target jangka pendek ya. Tidak juga sih, target untuk jangka diatas setahun juga ada. Apa yang ingin saya lakukan dilakukan pada tahun 2019 juga sebenarnya bukan sesuatu yang baru, tetapi lebih lanjutan dari apa yang sedang terjadi saat ini.

Daftar 10 Blog Menarik

2 komentar
Kenapa tema sekian blog/akun IG favorit harus begitu banyak. I just enjoying feed from my friend, hence, I can't pick one. They are all my favourite. Maafkan, karena tema blogger perempuan sebelumnya hampir senada, yaitu 5 blogger favorit, jadi (terpaksa) saya salin tulisannya disini. 5 Sisanya? Semoga segera dapat wangsit blog mana saja yang bisa.