Asyiknya Mengkoleksi (dan Membaca) Buku

Tidak ada komentar
Kalau ditanya barang apa saja yang saya koleks dirumah, jawabannya akan berubah-ubah. Yang konsisten dari dulu hingga sekarang dikoleksi ya cuma satu.

Buku.

Saya pernah senang mengkoleksi diecast mobil-mobil klasik semenjak baru nikah. Namun setelah memiliki anak langsung kandas karena alokasi dananya sudah terpakai di pos yang lain. Bebeda dengan urusan buku. Zaman SD, koleksi Buku. Zaman SMP, koleksi buku. Zaman SMA, koleki buku, zaman jarang baca buku akibat sosmed, tetap koleksi buku. Zaman punya anak, tetap koleksi buku meski nambah koleksi anak.

Zaman TK dan SD saya koleksi komik Doraemon dan majalah Bobo. Pada waktu itu kami langganan mingguan Bobo. Pernah juga langgana koran anak-anak Fantasi. Saya ingat, sewaktu pindahan ke Medan, Bobo tidak dibuang, malah dikumpulkan di kardus dan ikut dibawa ke Medan haha. Saya juga kerap kali membuka ulang dan membaca cerpennya di kala sedang tidak ada bacaan lain. Sewaktu SD saya sudah mulai pelan-pelan membeli novel meski masih jarang karena masih suka pinjam buku bacaan di perpustakaan. Bagi saya, mengobrak-abik koleksi buku perpus amat menyenangkan. Dulu kayaknya saya juga agak penyendiri, pergi ke perpus juga sendirian.

Masa SMP dan SMA saya sudah mulai banyak membeli buku. Bagi saya, pergi ke Toko Buku Gramedia adalah kegiatan yang sangat menyenangkan. Tiap pergi ke toko buku pasti saya menghabiskan waktu berkeliling rak dan meminta untuk dibelikan buku kepada orang tua. Alhamdulillah, orang tua pun suportif, senang membelikan kami buku. Buku yang saya beli kebanyakan berkutat pada novel. Kadang-kadang saya meminjam buku tentang sejarah, biasanya tentang perang dunia, yang kemudian bukunya suka raib di kamar karena dibaca duluan oleh abang saya 😅. Saya menyukai sejarah karena abang saya rajin mengajarkan sejarah sewaktu mau ujian sejarah.

Masa-masa perkuliahan adalah dimana saya  mendadak sangat jarang membaca buku. Bahkan hanya 2-3 buku pertahun. Saya mulai aktif banyak kegiatan dan mulai ekstrover banyak bergaul. Sebenarnya, pembunuh utama minat baca saya adalah media sosial. Media sosial membuat saya membunuh waktu senggang sendirian saya, sampai-sampai tidak ada waktu dan minat lagi untuk membaca. Berbeda dengan abang saya, karena ia tidak terlalu terpapar oleh media sosial, minat bacanya masih tinggi. Sungguh saya iri. Tetapi saya masih rajin beli buku. Meski tidak dibaca-baca sampai beberapa tahun ke depan. Saya hanya tumbuh menjadi bibliografer tapa menjadi pembaca.

Saat memiliki anak, saya masih agak kurang membaca. Apalagi waktu banyak tersita untuk mengurus anak. Saya sudah jarang membeli buku untuk pribadi, namun ternyata nafsu membeli buku saya pindah ke membeli buku anak. Harus agak diakui, pada masa ini saya menjadi agak boros. Garsel buku dan Big Bad Wolfs adalah sumber utama keborosan saya. Banyak sekali buku yang saya beli untuk Hasan. Untung Hasan tumbuh menjadi anak yang rajin membaca buku. Sepertinya, semua buku anak-anak yang saya beli untuknya dibaca, hanya buku-buku yang mana saja berganti sesuai gilirannya. Sesuai minat Hasan pada waktu itu.

Tahun ini, 2018, saya merevolusi diri sendiri untuk kembali kepada membaca buku. Saya mulai komit dan menyusun strategi. Pada awal tahun, saya menargetkan membaca 36 buku dalam setahun. Saya mulai menyusu strategi dengan melihat kesibukan hari-hari saya. Saya mulai meniatkan diri untuk tidak kebanyakan sosial media, dan itu berhasil. Sebagai contoh, saat menemani Hasan tidur malam, alih-alih saya membuka sosmed, saya membaca buku via kindle. Menurut saya waktu kelonan malam itu adalah penyumbang besar waktu membaca buku saya. Kemudian saat Hasan tidur siang, saya sangat membatasi diri membuka sosmed jika tidak ada pekerjaan rumah lainnya. Alhasil saya dapat progres lain membaca. Memang kecepatan membaca buku saya menjadi amat lambat. 300 halaman bisa hampir seminggu. Tapi kekonsistenan dan minat baca buku saya tercapai. Pada kuartal ketiga 2018, saya sudah menamatkan 36 buku. Kemudian saya menaikkannya menjadi 48. 3 buku lagi sampai tercapi target. Saya optimis bisa tercapai hehe. Daftar lengkap buku-buku yang saya baca pada tahun 2018 dapat dilihat di profil goodreads saya. Alhamdulillah saya telah menangkis siklus hanya bibliografer saja menjadi bibliografer juga pembaca yang rajin. Sekarang pun kalau hendak membeli buku saya selalu  memutukan membaca buku yang pada bulan itu akan dibaca juga. 

5 Buku Nonfiksi Favorit

Tidak ada komentar
Tahun 2019 adalah titik balik saya untuk kembali banyak membaca buku setelah tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya hanya membaca 2-3 buku per-tahun. Miris bukan? Oleh karena itu, postingan kali ini saya dedikasikan sebagai bentuk apresiasi saya kembali membaca. Daftar buku dibawah juga berdasarkan daftar bacaan saya tahun 2018 yang selengkapnya bisa dilihat di goodreads saya. Kali ini saya akan coba merekomendasikan 5 buku non fiksi, tanpa sesuai urutan favoritnya.

1. Mindset: The New Psychology of Success - Carol S. Dweck

Suka penasaran tidak kenapa banyak anak kecil yang dianggap sebagai child prodigy kebanyakan hanya mampu mekar pada tempo waktu yang singkat. Biasanya saat mereka sudah dewasa, kiprahnya malah jarang terdengar. Akhirnya saya mengetahui alasannya setelah membaca buku ini.

Carol S. Dweck membagi pola pikir manusia menjadi dua: growth mindset dan fixed mindset. Growth mindset adalah pola pikir yang mendorong kita untuk selalu berkembang. Sementara fixed mindset adalah pola pikir yang menyatakan bahwa apa yang terjadi ya memang begitu adanya, karena kita pintar misalnya. Sebagai contoh, apabila anak anda berhasil menjadi juara kelas, pujian apa yang hendak kita ujarkan?

a. Wah hebat, kamu sudah banting tulang kerja keras untuk belajar. Kamu pantas mendapatkan penghargaan
b. Anak mama memang pintar, pantas menjadi juara kelas

Opsi a adalah bentuk growth mindset dan b adalah fixed mindset. Growth mindset mengapresiasi usaha yang diberikan untuk mencapai hasil. Fixed mindset mengapresiasi bakat. Apabila kita mendidik anak menjadi fixed mindset, bisa jadi ini akan menjadi bumerang bagi dirinya apalagi saat terjadi kegagalan.

Buku ini sangat mencerahkan bagi saya sebagai orang tua yang akan memiliki anak berusia sekolah. Saya jadi belajar bagaimana mendewasakan diri apabila anak mendapat penolakan atau kegagalan. Menariknya, buku ini membahas berbagai aspek dalam kehidupan perihal fixed dan growth mindset ini. Mulai dari bisnis, olahraga, parenting, pelatih-murid, hingga dunia olahraga. Selain itu kita bisa membaca banyak studi kasus misalnya bagaimana Muhammad Ali yang memiliki fisik jauh dari badan seorang petinju tetapi bisa menjadi juara dunia yang melegenda.

Buku ini banyak menjadi sumber dasar buku parenting-parenting lainnya seperti How to Talk So Kids Will Listen, Danish Way Parenting dan Enlightening Parenting.

2. How to Talk So Kids Will Listen & Listen So Kids Will Talk - Adele Faber & Elaine Mazlish

Dari buku ini, saya mendapatkan pencerahan yang banyak sekali apalagi perihal bagaimana berkomunikasi terhadap anak saya yang memiliki karakteristik keras kepala. Salah satu teknik yang sangat ditekankan adalah acknowledge feeling, atau menerima emosi anak tanpa harus menceramahi terlebih dahulu. Ternyata menggunakan pendekatan seperti itu bisa mendorong anak untuk terbuka dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Menyangkal perasaan anak hanya membuat anak membangun pagar defensif. Alih-alih bercerita, anak akan kabur karena merasa tidak nyaman. Selain itu, buku ini juga menyarankan orang tua untuk tidak melakukan teknik pendekatan yang menggunakan bentakan, sogokan, hukuman atau hadiah. Bagi Hasan, teknik mengenal perasaan ini cukup ampuh. Dengan sendirinya Hasan menceritakan masalah yang dihadapi. Kemudian saat ia sudah mulai terbuka itulah saatnya menanamkan nilai dan bagaimana menyelesaikan masalah sendiri tanpa mendobrak nilai-nilai yang sudah kita tanamkan. Padahal Hasan masih berusia 3 tahun. Sejauh ini belum pernah tantrum berlebihan dan jika rewel ada masalah benar-benar cepat selesai. Anak bahagia, orang tua pun bahagia.

Buku ini terdiri dari 6 bab yang sekaligus merupakan penjelasan strategi bagaimana berbicara dengan anak dan anak mendengarkan kita: Bab 1 "Membantu Anak Menenal Perasaannya", Bab 2 "Berkooperasi", Bab 3 "Alternatif dari Hukuman", Bab 4 "Mendorong Otonomi", Bab 5 "Pujian", Bab 6 "Membebaskan anak dari Label".

3. Read-Aloud Handbook - Jim Trelease

Read-Aloud Handbook adalah buku yang sudah diterbitkan sejak tahun 1982 dan sekarang sudah sampai pada edisi revisi ke-6. Jim Trelease tampak berdedikasi sekali terhadap buku ini, dapat dilihat dari banyaknya referensi yang ia gunakan serta konsisten terus merevisi bukunya dan menyesuaikannya dengan perkembangan zaman. 

Buku ini berisi tentang bagaimana pentingnya membaca, terutama membaca keras. Ia menekankan selain meningkatkan hubungan antara orang tua-anak, membaca keras bisa meningkatkan kosa kata jika dibandingkan dengan hanya mendengarkan dari percakapan. Karena kosa kata di buku lebih kaya dan terstruktur. Mendengarkan bacaan juga terbukti sebagai suatu terapi dan meningkatkan efisiensi pekerjaan.

Di edisinya yang terbaru, pengarang juga mengangkat isu televisi dan dunia digital lainnya yang membunuh minat membaca. Pengurangan selama 20 tahun sangat signifikan. Televisi termasuk salah satu pembunuh utama. Menurut penelitian, menonton televisi akan memberikan manfaat bagi anak hanya dalam durasi 2 jam. Lebih dari itu, hanya akan menyebab kecanduan.

4. The Life Changing Magic of Tidying-up: The Japanese Art of Decluttering and Organizing

Adakah disini yang sebelum ujian malah menghabiskan waktunya untuk beres-beres? Siapa sih sekarang yang tidak mengenal metode Konmari? Konmari adalah metode "bersih-bersih" yang dipopulerkan oleh Marie Kondo. Menurutnya, dengan membebaskan hal yang tidak penting dari tempat tinggal kita akan merevolusi pikiran kita menjadi lebih segar. Malah bagi sebagian orang, merubah hidup.

Buku ini dimulai dengan menjelaskan filosofis dari bersih-bersih hingga penjelasan tahap demi tahap bagaimana cara menyingkirkan barang tidak penting untuk kemudian disusun kembali. Buku ini menekankan pada kita bagaimana menaruh tempat di tempat yang semestinya. Tidak ada alokasi barang bukan berarti harus menambah rak. Dengan belajar menyortir barang, kita belajar untuk menentukan mana barang yang menimbulkan "spark" atau percikan kebahagian dan mana yang tidak sehingga untuk kemudian kita hidup di lingkungan yang benar-benar memberikan kita kebahagiaan.

Buku ini sukses membuat saya yang malas untuk urusan bersih-bersih menjadi sangat termotivasi. Sisi baiknya adalah kita dapat merubah gaya hidup yang boros untuk membeli hal yang tidak perlu serta belajar untuk mendonasikan barang-barang yang sudah tidak kita butuhkan lagi.

5. Gulag Archipelago - Aleksandr Solzenitsyn

Mungkin ini adalah buku yang memiliki kategori berbeda dari 4 buku lainnya di daftar ini. Saya memasukkan buku ini karena benar-benar mendapatkan fakta dan kesan yang mendalam dari Gulag Archipelago. Buku ini juga pemenang hadiah Nobel.

Gulag Archipelago dikarang oleh Aleksandr Solzenitsyn, seorang perwira yang sempat mencicipi bagaimana kehidupan di kamp Gulag. Versi aslinya terdiri dari sekitar 1200 halaman, namun versi sekarang yang banyak diterbitkan termasuk yang saya baca adalah versi ringkas yang terdiri dari 600-an halaman. Peringkas menyusun kembali dengan mempertimbangkan hal-hal penting saja dan melewatkan hal-hal yang hanya bisa diketahui oleh pembaca yang berasal dari Rusia. Buku ini sangat kontroversi bagi Pemerintah Uni Sovyet (sebelum menjadi Rusia pada tahun 1991) karena disebut-sebut membuka dan menyebarkan kebobrokan dari dalam. Solzenitsyn sendiri baru bisa kembali ke Rusia setelah 20 tahun pengasingan

Penulis dengan gamblang menceritakan kehidupan masyarakat dan politik di Uni Sovyet pada era Stalin. Dimulai dengan masa yang dikenal wabah penangkapan, dimana pemerintah seperti mengejar kuota untuk menangkap sebanyak-banyanya masyarakat untuk memenuhi kuota. Bahkan orang yang bersalaman dengan tersangka sebelum penangkapan pun bisa ikut-ikutan ditangkap. Inilah kenapa penangkapan disebut bagaikan wabah. Kemudian disebutkan bagaimana ada hukum 15 tahun, yakni sekali ditangkap, maka akan dijatuhkan total hukuman 15 tahun. Solzenitsyn juga menyebutkan kejamnya cara penangkapan, kehidupan penjara dan kerja paksa. Bahkan disebutkan bahwa hampir pasti orang-orang yang melaluinya akan gila. Hanya orang-orang luar biasa yang bisa bertahan untuk tetap waras.

5 Link Blog Favorit

Tidak ada komentar
Meskipun saya lumayan sering menulis blog, tetapi anehnya saya kurang suka melakukan blogwalking. Masuk ke blog biasanya ya hanya kalau artikelnya sedang relevan atau lagi dicari saja. Saya lebih suka membaca artikel berita atau buku. Tapi berhubung karena tema hari ini blogger favorit, baiklah saya akan mempersempit ruang spesifikasi dari kata "favorit", yaitu blog yang menarik dan langganan acuan saya jika mencari artikel.

5 barang yang Ada di Tas

Tidak ada komentar
Saya dari dulu orangnya simpel, tidak suka merepotkan diri sendiri dengan bawa barang banyak di tas. Pokoknya seminimalis mungkin. Suami saya juga sama saja. Kalau menurut saya bawaan saya sudah sesederhana mungkin, suami lebih simpel dari saya haha. Meski sudah punya anak prinsip bawaan simpel saya tidak berubah, apalagi dengan keadaan anak yang sudah berumur 3 tahun sekarang. Tas yang saya bawa sekarang dengan sebelum ada Hasan tidak jauh beda. Paling hanya di material tas saja karena saya cenderung mencari tas yang ringan.

5 Restoran Halal di Chiang Mai

Tidak ada komentar
Alhamdulillah, pada bulan Oktober kemarin kami mendapatkan rezeki tinggal sebulan di Chiang Mai. Berkali-kali saya menulis postingan mengenai Chiang Mai, tak henti-heti pula saya masih baper kepada kota yang memiliki keramahan dan kesantaian ala Yogyakarta dan memiliki pelataran alam seperti Bandung. Chiang Mai pun belum banyak populer di kalangan orang Indonesia yang hendak berwisata ke Thailand. Sebagai kota terbesar ke-dua di Thailand dan memakan waktu 1 jam lebih menggunakan perjalanan udara, apakah susah mencari makanan halal di Chiang Mai?
But First, please Install "Smart Halal" App on your smartphone.

5 Hal Tentang Saya

Tidak ada komentar
Saya selalu malas menulis macam-macam seperti ini. Berasa narsis gitu, dalam bentuk tulisan 😂. Tapi terkadang nulis seperti ini ada baiknya. Untuk lebih mengenal diri sendiri. Agar bisa lebih bersyukur.

Media Sosial, Pembunuh Utama Minat Membaca Buku

2 komentar
Media sosial (medsos) memang menarik. Jaman sekarang, apa saja bisa didapatkan dari medsos apabila kita tahu menggunakannya dengan bijak. Banyak yang bisa berkarya dan mencari nafkah darinya. Suatu wahana aktualisasi diri sekaligus ajang memperluas relasi. Facebook, Twitter, Instagram. Pengemasan media yang menarik, info-info aktual, diskusi menantang, tak jarang membuat kita untuk terus terpaku tetap menggeser, menggeser dan terus menggeser layar gawai ke bawah. Kehadiran gawai pintar turut mempermudah kita untuk mengakses medsos. Social media for everyone.