Tampilkan postingan dengan label menulis. Tampilkan semua postingan

Hindari 3 Kesalahan Ini dalam Membangun Personal Brand Blogger

13 komentar
“Saya diundang jadi pembicara suatu konferensi nih. Bisa saja kesempatan ini saya berikan ke orang lain. Tapi ternyata orang tersebut tidak bisa karena cuma saya yang bisa melakukannya. Jadilah entitas unik yang tidak terlupakan.” ujar mantan atasan saya di sebuah lingkup akademisi beberapa tahun silam.

personal brand blogger

Saya pernah menjadi asisten peneliti di sebuah Universitas Negeri di Bogor selama hampir 2 tahun. Dalam hanya waktu sesingkat itu, saya sangat terkesan dengan mantan atasan saya saat itu.

Mantan atasan saya adalah tipe orang yang senang ngobrol dan kerap mendorong “anak bimbingannya” untuk terus maju. Dengan segala kerendahan hatinya, Ia juga senang bercerita tentang kisah pribadinya Mayoritas yang mendengarnya akan merasa terinspirasi.

Setelah terjun ke dunia blog dan sosial media, baru saya ketahui nasihat mantan atasan saya tersebut adalah soal personal branding agar membentuk diri memiliki personal brand blogger yang tidak terlupakan.

“Personal brand adalah apa yang orang pikiran tentang kamu setelah bertemu secara langsung atau dengan hanya mencari nama kamu di internet. Personal branding adalah apa yang kamu lakukan untuk membuat personal brand kamu menguntungkan.” Tekan Coach Muqiet

Sayangnya, banyak blogger yang melakukan kesalahan saat sedang membentuk personal brand blogger mereka. Jangan sampai kemampuan kita sebagai seorang blogger tersia-siakan karena gagal membentuk personal brand yang tepat.

3 kesalahan utama saat membangun personal brand blogger

personal brand blogger

Personal branding bisa dipelajari dimana saja dan sudah menjadi hal yang umum di dunia digital ini. Namun, ternyata tetap banyak blogger yang melakukan kesalahan dalam personal branding di dunia maya. Menurut Coach Muqiet, ada 3 kesalahan terbesar dalam membangun personal brand yang kerap tidak disadari!

1. Tanpa kisah diri

Bayangkan, jika tiba-tiba ada seseorang yang mendekatimu kemudian tanpa tedeng aling-aling langsung menawarkan produk, apa yang kamu rasakan? Terganggu pastinya.

Dalam ilmu psikologi, menceritakan kisah diri apalagi jika objek kita memiliki kesamaan pengalaman akan membangun rapport atau kedekatan. Jika rapport terbentuk maka akan semakin mudah mempengaruhi pembaca blog. Kisah diri yang dikemas dengan baik dapat membuat personal brand blogger kita menjadi sangat berkesan bahkan tidak terlupakan.

2. Tanpa value

Jadilah blogger yang memiliki nilai unik dan solid. Blogger ada banyak, tapi value yang kita usung lah yang membuat kita menjadi selalu dicari-cari.

Saya membentuk personal brand blogger dengan kualitas situs bagus, rangkaian tulisan yang memikat, dan mampu menyediakan sudut pandang teknis dengan bahasa awam karena saya yakin tidak banyak blogger yang sekaligus seorang (mantan) akademis.

3. Tanpa identitas

Di jaman serba elektronik ini, bukan sebuah rahasia kalau apa-apa kita bergantung kepada Google. Public Relation sebuah perusahaan menyaring kandidatnya berdasarkan sosial media. Faktanya, 1 milyar nama dicari tiap hari melalui Google dan 65% orang percaya dengan hasil yang mereka temukan di internet.

Pastikan kita memiliki sosial media yang mewakili identitas personal brand blogger. Sosial media bagaikan portfolio seorang blogger yang menceritakan hasil pekerjaan dan menyediakan identitas personal yang kredibel. Personal brand blogger yang kuat dan terpercaya akan membuat identitas kita menjadi dapat diakses publik kapan pun.

Untuk melakukan riset kecil soal personal brand blogger, kamu bisa mencari nama lengkapmu atau bahkan melekatkan profesi di samping nama di Google. Misal, saya bisa mencari “Zeneth Ayesha Thobarony” atau bahkan “Blogger Zeneth Ayesha Thobarony” di Google.

Puaskah saya dengan hasilnya?

Bantu Personal brand-mu dengan PamerBio


personal brand blogger


Efisiensi adalah melakukan hal baik, efektif adalah melakukan hal baik dengan benar - Peter F. Drucker

Dalam melakukan personal branding diperlukan strategi agar apa yang kita lakukan efektif. Jangan sampai kemampuan dan kualitas diri kita sia-sia hanya karena kita tidak dapat melakukan personal branding yang tepat.

Jika ada klien yang tertarik ingin mengetahui kita sebagai blogger lebih jauh, halaman mana yang akan kita tunjukkan ke calon klien?

personal brand blogger

PamerBio adalah aplikasi pemasaran online yang dapat membantu merepresentasikan diri kita di dunia jagat maya. Uniknya, PamerBio menyediakan aplikasi pameran online yang menyediakan fitur kustomisasi tanpa batas. Lupakan situs landing page membosankan lainnya. Kita dapat mengutak-atik apa saja yang ditampilkan mulai dari jenis huruf, warna huruf, hingga warna latar belakang.

PamerBio juga menyediakan berbagai pilihan domain premium dan menyediakan fitur kustomisasi lebih melimpah untuk mendukung personal brand blogger. Jangan khawatir, harga premium yang ditawarkan PamerBio juga sangat terjangkau!

Ini contoh landing page PamerBio aku.

Tertarik menggunakan PamerBio untuk personal brand bloggermu?

The Archipelago Writer's Circle, Banyak Kisah Hangat Dibalik Cara Menulis Creative Writing

26 komentar
“Ini adikku ada disini” ujar Ahmet sembari menunjukkan jarinya ke gambar laut saat menjelaskan tentang keluarganya saat proses pengungsian dari Suriah terjadi (The Boy at the Back of the Class - Onjali Q. Rauf).


Akhir bulan Juni, tepatnya Rabu, 29 Mei 2022, saya menghadiri Writer’s Circle yang diselenggarakan oleh The Archipelago, sebuah media luring komunitas internasional yang memberikan perspektif segar soal migrasi, penjajahan, dan isu pengungsi. Tidak hanya berisi tentang tulisan monoton, The Archipelago juga menghimpun tulisan berupa artikel, puisi, memoir, fiksi, hingga karya seni. Penulis dan pengarang berasal dari berbagai negara sehingga memberikan kita cerita dan sudut pandang yang mungkin belum pernah terbayangkan selama ini.

cara menulis creative writing


Mungkin pertemuan saya dengan The Archipelago seperti untaian takdir. Tiba-tiba saya melihat postingan The Archipelago (@archipelago_mag) di kanal sponsored feed saya dan hati saya tergerak untuk mengklik akun @archipelago_mag.

“Wah menarik nih, kanal media internasional yang isinya banyak menekankan soal keberagaman. Isu refugee?” ujar saya dalam hati.

Karena penasaran, maka saya semakin mengeksplorasi postingan @archipelago yang lain. Sampai akhirnya perhatian saya tertuju kepada postingan soal Writer’s Circle yang akan diadakan secara luring dan akan memberikan semacam mini workshop mengenai bagaimana menulis agar tulisan kita lebih menggugah pembaca, atau impactful writing. Tanpa pikir panjang, saya langsung mendaftar di situs terkait dengan harapan mendapatkan umpan balik positif.

Tidak sampai seminggu berselang, saya mendapatkan surel balasan! Saya diminta untuk mencantumkan contoh tulisan saya yang menjelaskan apa yang menginspirasi saya untuk tetap menulis. Intinya, saya menjelaskan bahwa saya "iri" dengan suami yang dokter. Setidaknya, sepanjang karirnya ia akan memberikan manfaat kepada orang lain. Lantas bagaimana dengan saya? Memanfaatkan kegemaran saya akan menulis sebagai wadah penyaluran pikiran saya yang ribut, saya berusaha membuat tulisan saya sebagai amal jariyah yang bisa bermanfaat bagi banyak orang.


Meski nantinya banyak tulisan saya yang memberikan kucuran dana ke dompet. But, it’s not the focus, it’s just the side effect I gain.

The Archipelago Writer's Circle

Alhamdulillah, dua hari setelah saya mengirimkan contoh tulisan, saya mendapatkan email balasan bahwa saya diterima untuk bergabung di acara The Archipelago Writer’s Circle. Yeey! Warsan Weedhsan, selaku salah satu co-founder The Archipelago menghubungi saya via WA dan berkonsolidasi soal kapan acara dilaksanakan.

Acara diadakan di D Hotel, Manggarai. Posisi yang sangat strategis karena dekat dengan rel kereta api dan jalur Trans Jakarta. Bagi saya juga posisi ini tidak terlalu jauh bagi saya karena relatif terjangkau dari rumah.

cara menulis creative writing
Sumber: Agoda

Saya membawa anak kedua yang berusia 3 tahun bersama. Ada perasaan deg-degan sebelum beranjak dari mobil.

“Siapa orang-orang asing yang akan saya temui nanti, apakah saya bisa berbaur?” tanya saya dalam hati. My introverted soul has just arised!

Dengan memantapkan langkah, saya naik ke lantai dua dimana pertemuan diadakan. Wow, there’s a lot of race and we speak English to each other. Perawakan kita berbeda-beda, warna kulit beraneka ragam, dan bahasa yang digunakan juga bervariasi. Bahkan, ada beberapa bahasa yang tidak akan pernah kamu dengar sebelumnya.

Wow, that’s a lot of language I hear in just one desk.”, pekik Eduard Lazarus, seorang Jurnalis, penulis, dan Editor yang juga menjadi penerjemah bagi The Archipelago Mag.

Acara dimulai dari jam 11 dan dibagi menjadi 2 sesi. Sesi pertama berupa perkenalan dan sesi kedua berupa mini workshop.

Sesi 1: Buah apakah kamu?

cara menulis creative writing

Di sebuah ruangan berukuran menengah dengan wallpaper coklat jadul, meja disusun berbentuk U sehingga kami dapat melihat satu sama lain. Warsan yang bertindak sebagai MC meminta kami untuk memperkenalkan diri secara berurutan. Uniknya, kami disuruh untuk memilih satu buah favorit yang merepresentasikan diri masing-masing.

Saya mendengar banyak buah, mulai dari kurma, durian, mangga, semangka, hingga buah yang tidak pernah dengar karena (katanya) merupakan buah khas di negaranya. Sejujurnya saya bingung harus memilih apa, akhirnya saya memilih Buah Naga yang sekaligus buah favorit si sulung. Saya pun mendeskripsikan diri saya seperti Buah Naga, like Dragon Fruit which have different appearance apart the skin and the fruit itself, I’m kinda unexpected!

cara menulis creative writing
Setelah semuanya memperkenalkan diri, Warsan dan Kieren Kresevic Salazar sebagai co-founder dari The Archipelago Mag menjelaskan secara singkat mengenai The Archipelago dan bagaimana media ini memberdayakan semua orang dengan menitikberatkan keberagaman. Di ruangan tersebut saya banyak bersama para pengungsi (refugee) mulai dari Afghanistan, Somalia, dan beberapa negara konflik lainnya. Meski banyak pengungsi, tapi mereka tidak ingin dikenal sebagai seorang pengungsi yang rapuh.

“We’re not the refugee media, we just write about refugee and other thing”, tekan Warsan

Acara Writer’s Circle ini juga dihadiri oleh penulis Indonesia seperti Rain Chudori dan Awi Chin, editor seperti Eduardus Lazarus, serta tamu spesial Dr. Beth Yap yang merupakan penulis Malaysia-Australia.

Sesi 1 diakhiri dan masuk ke jam istirahat dimana kita bisa Sholat dan makan siang. Mushola ada di sebelah ruang pertemuan dan hall prasmanan untuk makan siang di lantai yang sama pula. 

Sesi 2: Your heart full of heartwarming stories

cara menulis creative writing

Setelah makan siang dan sholat, saya kembali masuk ke ruangan pertemuan. Kaget, ternyata meja sudah disusun ulang menjadi tiga grup kecil. Ternyata akan dilangsungkan mini workshop yang akan dipandu oleh penulis tamu. Dua meja lain dipandu oleh Rain Chudori dan Awi Chin serta Kieren dan Eduard Lazarus. Saya dan 5 rekan lain: Mozhdeh, Sakina, Taher, Rabia, dan Mariza, kebetulan berkesempatan dibimbing langsung oleh Dr. Beth Yahp yang dengan kerendahan hatinya rela terbang dari Australia ke Indonesia. Beliau merupakan seorang dosen menulis kreatif di salah satu University of Sydney dan memenangkan beberapa penghargaan sebagai penulis dan editor.

Ketimbang menggurui, saya senang dengan tone sederhana yang diajarkan oleh Dr. Beth, Ia memulai dengan cerita personalnya yang membuat kami merasa lebih dekat dengannya.

“Saya lahir dan besar di Johor Bahru, sebuah kota yang sangat dekat dengan Singapura. Ayah saya suku Cina dan Ibu punya darah Thailand. Anehnya, saya tidak bisa bahasa Cina sama sekali, hanya bahasa Inggris dan melayu pada saat itu.” Cerita Dr. Beth.

Sebagai seorang perempuan yang bukan merupakan warga asli tempat tinggalnya sekarang, Dr. Beth mengalami diskriminasi meski ia tinggal dan berkarya di sebuah negara yang katanya maju itu. Bagaimana bisa seorang yang tidak bisa berbahasa Inggris dari lahir, bukan warga negara asli, dan seorang perempuan bisa menjadi seorang pengajar di jurusan Bahasa Inggris di sebuah universitas ternama? Tapi Dr. Beth datang di waktu yang tepat. Pada saat itu, fakultas tempat ia bekerja sekarang sedang memiliki proyek penelitian kebudayaan dan sastra ASEAN sehingga menempatkan ia sebagai orang yang tepat di fakultas.

Melalui layar laptop, kami diajarkan bagaimana teknik-teknik menulis kreatif sehingga membuat para pembaca mendapatkan pesan dari apa yang ingin disampaikan oleh penulis. Dalam menulis kreatif juga harus memaksimalkan kelima indra yang dipunya: penglihatan, pendengaran, sentuhan, pengecap, dan pembau. Bahkan, ternyata ada indera keenam yang harus dimaksimalkan agar pembaca seolah-olah sedang berada di imaji yang dibentuk oleh penulis. Indera tersebut adalah menerjemahkan indera lain ke dalam perasaan.

“Coba lihat ruangan ini, kamu bisa lihat ruangan ini berwarna coklat, apa yang kamu rasakan?” tanya Dr. Beth.
Murky” jawab saya, “Because this room uses brown old school wallpaper and is not bright as it can be.

cara menulis creative writing
Mini workshop ini tidak berjalan searah, kami semua melakukan diskusi dua arah. Setelah materi selesai diberikan, Dr. Beth meminta kami menuliskan di kertas mengenai salah satu tempat yang membuat kami bahagia. Sembari kami menuliskan cerita di secarik kertas, Dr. Beth sembari menginstruksikan hal-hal mengenai indera kami sehingga kami dapat mengadopsinya dan mendeskripsikan di dalam tulisan kami.

“Siapa yang membuat kamu bahagia. Mengapa kamu senang berada di sana. Bagaimana kamu melihat tempat tersebut. Bau apa yang dapat kamu ingat saat berada di sana. Perasaan apa yang kamu rasakan selama disana.” Rinci Dr. Beth.

Kami pun menulis cerita versi kami masing-masing. Sebelumnya Dr. Beth juga sudah menyarankan agar kami jangan terlalu banyak berpikir saat menulis cerita tersebut. Langsung tulis apa yang langsung terbayang di benak. Tidak disangka, kami berhasil menuliskan cerita tentang tempat yang membuat kami bahagia dalam 2,3 hingga ada yang 4 lembar kertas.

Well, congratulations to you all! Since you write this in your second language, not you are born with, it must be hard for you. I myself am not sure can do it in a fast way like you”, puji Dr. Beth.

Dr. Beth pun meminta kami membacakan cerita kami satu persatu. Tidak hanya mendengar, kami juga diminta untuk memberikan opini terhadap cerita rekan kami.

Saya tidak menyangka, betapa hangatnya mendengarkan 5 gaya tulisan yang saling berbeda dengan pandangan memori masing-masing. Ada yang mengutarakan dengan gaya yang aneh tapi unik, ada yang punya sisi humor sangat bagus, hingga ada juga yang seperti cerita dongeng.

You describe the place in your story very accurately and feel alive. Your story is moving, I guess you must be a good writer when it comes to fiction.” saran Mozhdeh mengomentari cerita saya

Saya seperti merasa wow. Maksudnya, seumur-umur tidak pernah terbersit di pikiran untuk menulis cerita fiksi. Saya hanya tertarik untuk menulis cerita non-fiksi dan pengalaman saja, seperti yang saya tulis di blog saya ini. Well, mungkin saya harus mencoba kapan-kapan menulis cerita pendek?


Setelah kami semua membacakan cerita kami, Warsan menginstruksikan bahwa waktu tinggal setengah jam lagi. Sembari menyodorkan biskuit di meja, Dr. Beth menawarkan apakah ingin mempelajari materi lagi atau ingin berdiskusi saja. Serempak kami menjawab ingin berdiskusi. Setelah mengambil snack dan kopi di meja seberang, kami berdiskusi tentang banyak hal. Tidak hanya perihal menulis, tetapi juga tentang cerita hidup.

“Saya punya blog dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, tapi setelah saya baca keduanya, saya seperti memiiki dua kepribadian berbeda dalam tulisan tersebut. Kepribadian dalam tulisan bahasa Indonesia, dan kepribadian dalam tulisan bahasa Inggris.” Tanya saya penasaran.

Setelah sesi mini workshop selesai, Warsan mengedarkan kertas survei, menutup acara dan mengajak kami semua berfoto bersama.

An impecable experience!

cara menulis creative writing


Selain anak tengah saya yang beberapa kali terdengar minta segera pulang, siang itu berkesan sekali. Saya tidak hanya belajar hal baru, tapi juga mengenal orang baru, mendengar cerita baru, hingga mengetahui hal trivial seperti ternyata orang Afghanistan bahasanya bukan Arab.

Saya sadar betul, dalam satu ruangan tersebut banyak teman-teman pengungsi yang berasal dari puluh ribu kilometer jauhnya dari kota ini. Saya yang dari kecil hingga sekarang hidup dengan damai dan bahagia berbeda de nga beberapa dari mereka yang terpaksa mengalami suasana yang mencekam hingga terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka. Bahkan, beberapa dari mereka sempat merasakan hidup yang nyaman sampai satu waktu situasi politik memanas sehingga mereka terusir dan meninggalkan kehidupan nyaman mereka.

Saya sendiri sebenarnya sadar bahwa Indonesia kedatangan pengungsi dari negara krisis. Saya kerap membacanya beberapa kali di media daring dan cetak. Tapi berita tentang pengungsi ini sangat jarang. Kehadiran teman-teman pengungsi yang dari berbagai latar belakang dan negara membuat saya sadar ternyata banyak teman-teman pengungsi yang harus menempuh jalan hidup keras, tinggal di negara baru, belajar tekun bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, hingga setengah mati berjuang agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Setelah saya membaca buku The Boy at the Back of the Class karya Onjali Q. Rauf, saya terbayang sekaligus penasaran untuk mengetahui cerita pahit yang membawa mereka ke Indonesia. Tapi, saya tahu saya tidak pantas menanyakan hal tersebut. Biarlah itu menjadi cerita mereka sampai mereka bersedia menceritakannya kepada orang lain.

Ingat kutipan buku tentang pengalaman sang anak Suriah yang menunjukan adiknya ada di gambar laut?


*Rekomendasi Buku

Tamu-tamu spesial di The Archipelago Writer’s Circle ini saat memperkenalkan diri di sesi pertama menunjukkan buku-buku karangan mereka. Berikut saya sertakan judul buku mereka, siapa tahu kamu tertarik membacanya.

  • Eat First, Talk Later - Dr. Beth Yahp. Sebuah cerita heart-waming tentang orang tuanya yang berbeda latar belakang tapi sangat hangat.
cara menulis creative writing
Sumber: Goodreads

  • Rain Chudori - Imaginary City. Cerita sentimentil seorang wanita yang mengunjungi kembali kota dimana dia berasal dan mengalami hal-hal yang membuat ia terkenang.
  • cara menulis creative writing