Review Workcoffee Jakarta: Kafe yang Tidak Hanya Jualan Spot

13 komentar

Sebelum menulis review Workcoffee Jakarta, saya pernah berpikiran begini, 

“Ngapain sih banyak yang suka posting work from cafe, apalagi Ibu-ibu yang bukan kerja kantoran melainkan paruh waktu. Kan bisa kerja di rumah aja, lebih simpel, ga makan biaya. Bisa sambil jaga anak pula.” ujar saya dalam hati setiap melihat postingan di Instagram.

Saat saya melihat teman sesama Ibu-ibu memposting sedang kerja di kafe melalui beranda Instagram, sering terbersit di benak saya pemikiran-pemikiran “julid” seperti itu. Sampai akhirnya saya merasakan tersendiri sensasi bekerja di kafe.

review workcoffee jakarta

Ibu rumah tangga = adaptasi tanpa batas

Saya memiliki 3 anak berusia 6,5 tahun, 2,5 tahun dan 1 tahun. Pekerjaan saya selain urusan domestik sebenarnya tidak banyak, cuma sekitar penulis konten dan blogger saja. Karena biasanya saya membersamai para bocah ini sampai jam makan siang, saya baru mulai kerja saat anak ke-2 dan ke-3 tidur siang. Itu kalau sempat ya, haha. Soalnreya sering juga sulung kesepian karena cuma dia sendiri yang tidak tidur siang. Alhasil ia berkelakuan rusuh ngajakin adik-adiknya main pas jam tidur siang. Yang harusnya anak-anak tidur siang dan saya mengetik, mereka malah tidak tidur dan membuat saya rungsing sendiri.

Bagi Ibu rumah tangga yang memiliki anak, memiliki kepastian waktu jam kerja adalah nihil. Setiap harinya saya sering meniatkan untuk mengetik sehabis subuh sembari menunggu anak-anak bangun, siang hari saat anak tidur siang, dan malam hari sebelum tidur. Namun kenyataanya malah habis subuh si bungsu minta dikeloni tidur, jam tidur siang anak-anak pada melek, setelah anak-anak tidur malam pun saya malah sudah mengantuk duluan.


Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh Ibu-ibu yang banyak berada di rumah adalah kemampuan adaptasi dan tidak “ngoyo”. Ya kalau tidak sesuai yang direncanakan, kita harus bisa adaptasi dan berdamai dengan diri sendiri. Oleh karena itu, saat mengambil “objekan”, selalu kenali diri sendiri dan pastikan beban kerja bisa berkompromi dengan “ketidakpastian” dari waktu luang kita.

Kalau ternyata keseharian saya tidak sesuai rencana, ya saya harus adaptasi. Tidak sempat mengetik sehabis subuh, ya sudah ngetik colongan sewaktu anak main air saat mandi pagi. Ketikan masih belum kelar saat malam sudah datang, ya saya korbankan waktu membaca buku sebelum tidur malam.

Tetap prioritaskan waktu tidur

Kalau kerjaan belum selesai tapi badan saya sudah tidak dapat diajak kompromi untuk bergadang bagaimana? Prioritas tidur dong! Haha. Ditch my work. Karena kalau tidur cukup, pikiran lebih segar dan emosi stabil. Esok harinya saya tidak marah-marah ke anak. Otak pun mendadak lebih pintar sehingga bisa mengerjakan ketikan lebih cepat dan efektif dari biasanya.


Faktanya, meski secara logika saya “ngutang” kerjaan, pada kenyataannya saya selesai membayar utangan kerjaan tersebut satu (atau sampai dua) hari berikutnya.

Jadi, know your body, know your limit. Jangan sampai menumbalkan tidur ya buibu!

Teknik adaptasi lainnya untuk mendapatkan suasana efektif saat bekerja adalah dengan cara mengasingkan diri dan “berpisah” sementara dengan anak. Salah satunya adalah kerja di kafe.

Review Workcoffee Jakarta



Pucuk ulam tiba, Hasan ada jadwal sekolah offline pukul 7.30. Maka dari itu, malamnya jari saya sudah menjelajah Google Map di gawai mencari tahu kafe mana yang sudah buka pukul segitu. Mayoritas kafe buka jam 10, beberapa buka jam 8. Akhirnya saya hanya menemukan satu kafe yang sudah buka sejak jam 7!

Seminggu silam, saya melihat postingan yang Review Workcoffee Jakarta melalui akun @jktgo. Tidak disangka, lokasinya sangat dekat dengan rumah saya. Terbersit keinginan muncul untuk mengunjungi, tapi kapan? Ngapain? Dalam rangka apa?

Ternyata saya berjodoh mengunjungi kafe ini sembari menunggu 1.5 jam Hasan sekolah di pagi hari. 15 menit waktu tempuh dari sekolah Hasan. 15 menit waktu tempuh yang sama kembali ke sekolah Hasan. Saya punya 1 jam waktu buat singgah di Workcoffee. Kenapa saya tidak sekalian saja mengetik sembari menikmati secangkir kopi hangat? 

Sekalian juga bikin tulisan review Workcoffee Jakarta ini.

Suasana yang nyaman

review workcoffee jakarta

Saya sampai di Workcoffee Pondok Labu jam 8 kurang. Meski terhitung masih pagi, ternyata sudah ada pengunjung lain yang datang. Terparkir sebuah mobil hitam dan 1 sepeda motor di sisi lainnya. Benar saja, sudah ada 3 pengunjung yang datang.

review workcoffee jakarta

Saya segera menuju meja kasir dan memesan segelas cappucino. Kasir melayani dengan ramah, hanya saja yang sedikit saya sesalkan, pembayaran yang diterima hanya gesek debit! Entahlah, menurut saya ini cukup aneh, padahal kafe ini tidak baru banget. Saya minta via QRIS tidak bisa. Bahkan pembayaran tunai yang merupakan metode pembayaran konvensional juga tidak bisa.

Petugas kasir menanyakan di mana saya duduk dan memberikan nomor tunggu berbentuk kayu segi enam sedikit tebal dengan ukiran angka disana.

Sembari menunggu kopi saya diracik, saya berkeliling ke seluruh penjuru Workcoffee Pondok Labu. Konsepnya cukup menarik. Katanya, gaya arsitektur yang digunakan adalah Bauhaus yang meleburkan gaya indistrual dengan tetap memperhatikan aestetik dan fungsional secara bersaman. Area Workcoffee Jakarta secara garis besar dibagi menjadi indoor, semi outdoor, dan outdoor.

Area Indoor berada di belakang kasir. Menyediakan meja panjang untuk meeting bersama maupun meja-meja kecil sebagai spot apatis.

review workcoffee jakarta
review workcoffee jakarta

Area semi outdoor seperti pilihan tempat saya duduk. Ada meja panjang dengan colokan di tengahnya serta meja-meja kecil dan meja ukuran bar. 

review workcoffee jakarta

Untuk area outdoor, pengunjung bisa memilih duduk di meja batu ataupun memilih duduk santai sembari bercengkerama di beanbag. Ada juga area outdoor lantai dua sebagai area kapasitas tambahan bagi pengunjung. Namun mengingat matahari Jakarta yang panas terik, area outdoor semacam ini tidak cocok dijubeli siang hari, mungkin sore hari dimana matahari lebih bersahabat dan saat malam hari.

review workcoffee jakarta
review workcoffee jakarta

Saya pun duduk di spot semi outdoor dan saya adalah satu-satunya pengguna meja panjang tersebut. Sesekali saya merasakan angin semilir sejuk berhembus mengenai ujung kulit berhubung semalam sempat hujan. Matahari Jakarta Selatan juga belum terik karena masih tergolong pagi.

Banyak pengunjung yang mengatakan review Workcoffee Jakarta seperti di Bandung meskipun sampai sekarang saya tidak paham dengan suasana Bandung apa yang dimaksud. Padahal, saya sempat 6 tahun tinggal di Bandung dan sama sekali tidak merasakan romantisasi yang dibesar-besarkan seperti itu. Romantisasi Bandung bagi saya hanya berupa kehidupan kampus yang penuh kenangan, teman-teman yang menyenangkan dan segala aktivitas di segala sudut kota Bandung. Kota Bandung yang menyenangkan karena tidak butuh AC untuk tidur karena bahkan menyentuh lantai di malam hari saja pun sangat dingin.

Segelas kopi yang digarap serius

review workcoffee jakarta

Tak lama kemudian, pelayan datang memberikan pesanan cappucino saya sembari meminta kembali nomor tunggu. Saya pun menyesap kopi yang suhunya nyaman untuk langsung diminum. Tidak terlalu panas namun tetap memberikan rasa hangat di dada.

Saya suka dengan pilihan biji kopi yang disajikan pada secangkir cappucino saya. Rasanya seperti sereal manis di regukan awal dengan sensasi bersih dan menyisakan sedikit rasa kelat di pinggir lidah saat sudah melewati kerongkongan.

Salah satu alasan saya memilih Workcoffee sebagai tempat transit saya sembari menunggu anak pulang sekolah karena saya sempat membaca review Workcoffee Jakarta menyajikan kopi dengan kualitas yang tidak main-main. Benar saja, Workcoffee menggunakan biji kopi dengan judul “Divergent” hasil roastery Libertad Union. Tampaknya Workcoffee Jakarta bekerja sama dengan Libertad Union, tampak dengan bangunan hitam beratap runcing dengan gaya industrial menjadi pusat lansekap Workcoffee Jakarta.
Biji kopi tidak akan menghasilkan performa maksimal jika tidak disajikan dengan baik. Barista yang berpengalaman meramu biji kopi kualitas terbaik dengan mesin espresso La Marzocco Classic dan digiling dengan mesin Victorio Arduino Coffee Grinder menjadi segelas kopi pilihan kamu. Oh ya, Workcoffee Jakarta juga bisa menyajikan manual brew method sepereti v60 ya!

Break untuk lebih produktif

review workcoffee jakarta

Satu jam ditemani oleh segelas cappuccino nikmat dengan suasana yang nyaman membuat satu artikel kerjaan saya selesai. Sulit dibayangkan. Tidak saya hanya artikel, tetapi saya juga masih sempat bercengkrama sebentar dengan barista serta berkeliling untuk memfoto suasana kafe agar saya dapat membuat review Workcoffee Jakarta ini.

Harga

Harga seluruh minuman dan makanan di Workcoffee Jakarta menurut saya cukup mahal untuk ukuran kafe yang berlokasi sedikit di pinggiran Jakarta, bukan di jantung Ibukota seperti SCBD ataupun Kuningan. Namun, jika mempertimbangkan Workcoffee Jakarta yang menyajikan minuman berkualitas didampingi dengan suasana yang menenangkan nan estetik, rasa-rasanya banderol harga yang diberikan cukup masuk akal.
Selain itu, pengunjung tidak usah pusing dengan harga "bohong", karena harga yang ditampilkan di menu sudah termasuk pajak lho! You pay what you see.

Saya pun melangkah keluar dari kafe dengan perasaan puas dan bahagia. Memang kadang-kadang kita para Ibu perlu “menghadiahi” diri sendiri dengan caranya masing-masing. Yang ekstrover suka bergaul, mungkin bisa pergi nongkrong dengan teman sebentar tanpa dirongrongi anak. Yang introver seperti saya, bisa menyendiri sembari menikmati secangkir kopi favorit sebentar di suasana yang berbeda.

Tidak perlu sering, tidak perlu mahal, dan tidak perlu lama seperti saya yang (mungkin) membatasi work from cafe maksimal seminggu sekali dan hanya menikmati segelas kopi sendirian di suasana baru selama satu jam. “Hadiah” kecil buat diri sendiri seperti ini tidak melulu perkara soal menghabiskan waktu dan uang ataupula cuma sok-sokan.

Ternyata break seperti ini juga bisa membuat kita lebih produktif dan bahagia. Termasuk dengan melakukan break ini, nambah deh konten blog saya soal review Workcoffee Jakarta haha.

Menyenangkan juga ya eksplor kafe. Jadi tertarik membuat konten kafe sekitaran tempat tinggal saya yang memiliki nuansa pinggiran, urban, dan sekaligus pusat dinamika bisnis kulner. Semoga segera muncul kontek seperti review Workcoffee Jakarta ini.


Kalau kamu, bagaimana “hadiah” kecil untuk diri sendiri yang ternyata membuat lebih produktif dan bahagia?

13 komentar

  1. Kerja di rumah menurut gue nyaman tapi kadang kita butuh sesekali tempat yang beda buat ngerasain hal yang beda. Karena kadang di rumah lebih banyak distraksi, jadi di kafe kadang malah jadi lebih produktif, pikiran jadi lebih terbuka. Gue mulai suka ngafe semenjak jaman skripsi, terus jadi rutinitas semenjak resign. Setiap ad proyek, pasti ngejadwalin 1-3 x yang dikerjain di kafe, semacam menghadiahi diri seperti kata lo net.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah baru kali ini gw dapat insight dari emang yang rutin kerja. Apalagi kalau ngerjain proyekan baru ya, suka dapat inspirasi baru

      Hapus
  2. Sebenarnya saya nggak kesulitan untuk mengatur jam kerja di rumah (untuk saat ini) karena anak-anak sudah besar dan ada asisten tapi sesekali merasa perlu ganti suasana kerja dan kafe jadi pilihan. Apalagi kalau suasana dan kopinya enak tuh bisa bikin lebih produktif. Karena nggak mungkin ke Workcoffee Jakarta saya jadi penasaran dengan Libertad Union, ngintip Tokpednya dulu, ah.

    BalasHapus
  3. Wah...bisa juga nih idenya, explore aja sekitaran rumah untuk konten blog. Sejak ada wifi, malah mager nih saya. Hum...bagus desain Workcoffee Jakarta yah...Malah jadi produktif ditemani secangkir kopi

    BalasHapus
  4. Sesekali keluar dari keseharian atau keluar rumah untuk ganti suasana, bisa banget bikin saya lebih produktif. Mungkin karena pikiran seperti direfresh ya sehingga apa yang dirasa buntu sampai gak bisa mikir, kemudian terasa plong dan muncullah ide-ide segar. So, mom, sesekali ngafe atau cari suasana kerja baru itu perlu :)

    BalasHapus
  5. wah keren ya t4nya. bisa jd refrensi t4 nongki nih. btw, pondok labunya bagian mn?

    BalasHapus
  6. Ah iya, saya kadang KLO bosen kerja dari rumah, kadang melipir ke kafe
    KLO kerja di workcoffee ini pasti nyaman ya mbak
    Suasananya nyaman, kopinya enak
    Banyak spot foto yg instagramable, bisa deh sekalian buat konten disini

    BalasHapus
  7. rehat sejenak dari kesibukan itu juga perlu supaya nggak jenuh dengan aktivitas kita yang padat. dengan merelaksasikan diri, kita bisa membawa hawa segar untuk tubuh kita maupun pikiran kita. dan ngafe menurut aku salah satu cara yang bagus sih buat merefresh pikiran sekalian kan cari suasana baru

    BalasHapus
  8. Waah keren nih sistem pembayaran nya jadi kepo dengan ownernya "lho wkwk" Karena dengan pembayaran begini nggak Ada ribet lagi pegawai jujur/nggak karena semua Transaksi via debit ya mbak

    BalasHapus
  9. Aku juga termasuk Ibu yang senang sekali menunggu anak sekolah dengan makan di cafe.
    Ini menjadi waktu-waktu produktif bagiku karena bisa melakukan banyak hal tanpa gangguan dan rengekan, meski anakku sudah terbilang usia besar dan mandiri.

    Workcoffee Jakarta bisa jadi andalan menulis konten dengan bahagia.
    Mungkin mirip Bandung kalau melihat desain interiornya yang semi-industrial gitu yaa..

    BalasHapus
  10. saya malah dulu banget melakukan kerja di cafe ini. saat blm booming medsos.
    maklum kerja mobile jadi bisa dimana aja
    biasanya sambil makan dan ngadem
    awalnya memang dianggap agak gimana gitu oleh orang, tapi sih santuy aja
    sekarang dah biasa banget melihat orang kerja di kafe
    bahkan anak2 kuliah pada ngumpul di kafe tuk kerjakan tugas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau diingat-ingat aku juga gitu haha. Pas kuliah terus udah diusir karena kesorean (lab tutup), aku lebih suka nangkring ke kafe langganan dulu buat ngelarin. Sampe rumah tinggal santai-santai aja haha

      Hapus
  11. Workcoffee Pondok Labu suasananya nyaman banget, terlihat bersih, asri. Suasana juga asik banget

    BalasHapus