Tampilkan postingan dengan label makanan. Tampilkan semua postingan

8 Rekomendasi Restoran Halal Singapura Daerah Kampung Bugis

19 komentar
Apa saja sih rekomendasi restoran halal Singapura saat kamu berencana menginap di Kampung Bugis, Singapura?

Faktanya, Banyak orang Indonesia mengkaitkan makanan halal di Singapura hanya berupa makanan timur tengah atau India saja. Padahal, ada banyak restoran halal di Singapura dengan menu mancanegara, apalagi di wilayah sekitar Kampung Arab, dimana terletak Mesjid Sultan yang berdiri megah.

Saya dan suami punya “forte” yang sedikit berbeda saat travelling, yaitu wisata kuliner halal. Ada banyak cara mengeksplorasi restoran halal di negara dimana umat muslim bukan mayoritas. Mulai dari survei via daring hingga blusukan. Nah, hal-hal ini yang kami aplikasikan saat travelling ke Singapura tengah tahun 2023 ini. 

Simak 8 rekomendasi restoran Halal dari kami yang berlokasi di Bugis, Kampung Arab Singapura yang bikin kamu bisa mencicip berbagai variasi makanan internasional.

Apa saja rekomendasi restoran halal di Bugis, Singapura?

Definisi restoran di daftar ini tidak terbatas berupa restoran yang lengkap menyajikan makanan dan minuman dengan tempat makan dan mumpuni. Saya juga memasukkan kedai, tempat makan es krim, hingga warung roti.

1. Bistro Eminami

Alamat: 46 Kandahar St, Singapore


Eminami adalah rekomendasi restoran halal di Bugis jika kamu ingin menikmati sajian Vietnam. Memiliki interior bold western dengan detail khas Vietnam, seperti lampu rotan dan poster “propagandanya”. Eminami adalah restoran halal yang dikelola oleh keluarga muslim Vietnam. 

Berhubung saya dan suami menginap di ho(s)tel area Bugis tanpa menyajikan sarapan, maka suatu pagi kami mencoba jalan-jalan di sekitaran Mesjid Sultan dengan harapan menemukan restoran halal yang sudah buka di jam 9 pagi. Maklum, kami harus segera bergegas ke Sentosa supaya sudah berada di Universal Studio Singapore di jam bukanya, 😉 .

Jalanan masih lengang dan restoran masih pada tutup. Berlokasi di Kandahar Street, restoran halal ini berada tepat di seberang Sultan Gate Park. Sejenak kami ragu untuk masuk ke dalam sampai diajak masuk oleh seorang perempuan yang merupakan pelayan di resto tersebut.

Kami memesan Classic Phô, Bún Bò Huê, dan tentu saja Spring Roll. Classic Phô memiliki rasa kaldu sapi yang segar tidak lupa dengan aromatik kemangi dan brussel sprout khas masakan Vietnam. Dipadu dengan daging brisket yang cukup lembut dan bakso yang gurih.

Bún Bò Huê semacam Classic Phô dengan rasa yang lebih pedas. Kuahnya mengandung pasta udang pedas dan dipadu dengan potongan dada ayam dan kol ungu, membuat pengalaman makan masakan ini menjadi cukup unik.

Vietnam Spring Roll yang dibungkus dengan kulit pangsit beras semi transparan membuat cukup meneteskan ludah saat melihat udang segar ginuk-ginuk yang dipadukan dengan kesegaran selada dan kol merah. Kebayang kan nikmatnya bunyi kriuk saat menggigit Spring Roll yang sudah dicelupkan dengan gurihnya saus (semacam hoisin)?

Dugaan saya bahwa Eminami adalah restoran keluarga ternyata tepat. Tidak lama sebelum kami beranjak keluar, seorang bapak-bapak meminta makanan (dengan gratis) ke pelayan. Ia makan Phô sembari menonton televisi yang menyiarkan saluran berbahasa Vietnam.

Thank you for coming!” Ujar si bapak itu.

Tampaknya si bapak itu adalah pemilik restoran, beserta dengan istrinya yang bekerja di dapur dan sang anak perempuan yang bertugas sebagai pelayan sesekali membantu di dapur belakang.

2. The Dim Sum Place

Alamat: 791 North Bridge Rd, Singapore 1987



The Dim Sum Place adalah tujuan utama Brunch kami hari itu. Posisinya persis di persimpangan jalan North Bridge Rd. Beruntung kami langsung mendapatkan tempat duduk mengingat keadaan restoran yang sudah sangat ramai meski masih jam 10 pagi, mungkin karena kami hanya berdua ya.

“Tidak lebih dari 1 jam, bisa?” Tanya salah seorang pelayan.

Saya melihat banyak wajah Tionghoa di restoran. Salah satu yang menarik pandangan saya adalah 1 keluarga besar yang terdiri dari ayah, ibu, 2 anak, dan nenek-kakek sedang duduk di meja bulat besar. Makan keluarga besar rupanya. Restoran Tionghoa yang sarat dengan bahan masakan tidak halal seperti babi dan angciu tapi tetap menjadi favorit banyak warga Tionghoa Singapura lokal?

Artinya masakan di restoran ini enak. Period.

Kami memesan cukup banyak di sini, terutama dimsum, mengingat dimsum lah salah satu yang terkenal enak di sini. Lah namanya saja The Dim Sum Place kan, hehe. Kami tidak ada niat memesan makanan besar, cuma kok saya tergoda memesan Duck Leg Noodle Soup karena:

Random pengen makan bebek

Random pengen menyesap rasa herbal khas Tionghoa

Selain itu, kami juga memesan Fried Carrot Cake yang khas Singapura itu serta aneka dimsum seperti Siew Mai ayam, Crystal Shrimp Dumpling, Duck Char Siew Bun. Semua dimsumnya lembut dan moist. Bumbu isiannya juga cukup banyak dengan rasa gurih tidak kebanyakan tepung.

Untuk mie bebek sendiri cukup berkesan bagi saya. Rasa sup herbal yang jarang sekali saya rasakan, Mie yang kenyal tapi tetap ringan, serta paha bebek yang memiliki tekstur kulit krispi tapi daging di dalamnya tetap sukulen.

3. Wong Fu Fu

Alamat: 776 North Bridge Rd, Singapore 198744

Ingin makan crispy chicken khas Taiwan halal di Singapura? Jangan lewatkan Wong Fu Fu sebagai salah satu rekomendasi restoran halal di Kampung Bugis.

Interior warna orang ngejreng dipadu dengan kehangatan warna kayu. Awalnya kita cukup kaget saat melihat harga makanan di restoran ini. Kami tahu, harga makanan di Singapura jauh lebih mahal ketimbang di Jakarta, tetapi harga yang tertera di menu lebih mahal ketimbang di banyak restoran serupa di Singapura. Sebut saja, minimal S$ 35 untuk 1 menu.

Ternyata konsep makan di sini agak unik, kombinasi menu Ala Carte dan All You Can Eat (AYCE). Kami memesan Crispy Chicken Fried Rice yang pilihan sausnya bisa kustom. Ayam goreng tepungnya persis kayak makan ayam Shihlin. Baik saus dan makanan utama disajikan di hot plate. 

Nah, kalau kamu sudah memesan makanan utama, kamu memiliki hak untuk menikmati makanan pendamping sepuasnya. Ada cukup banyak variasinya seperti ubi manis goreng, onion ring, spring roll goreng, nugget kerang, omelet khas Taiwan, dan tumis jamur hitam-kembang tahu-ayam. Tidak cuma itu, kamu juga bisa minum Taiwan Bubble Tea yang bisa kamu susun sendiri komposisi bubble, jeli, hingga takaran gulanya.

Wong Fu Fu bisa menjadi opsi makanan yang cukup murah jika travelling bersama keluarga. Loh, katanya harga 1 menu cukup mahal, bagaimana caranya malah bisa jadi lebih murah?

Jika kamu keluarga dengan anak 2, kamu cukup memesan 2 menu utama saja. Soalnya, selain porsi makanan utamanya cukup banyak, AYCE side dish-nya cukup banyak variasi protein. Sebut saja, ada nugget kerang, omelet, dan tumis jamur-tahu. Sisanya tinggal kamu kombinasikan untuk porsi 4 orang dari 2 menu utama-AYCE tersebut.

Lumayan kan, dengan harga S$70 sudah bisa membeli makanan untuk 4 kepala?


Meski cukup puas, sayangnya rating Wong Fu Fu cukup jelek. Perlu saya akui, rasa side dishnya tidak terlalu enak. Kebayang sih, kalau 2 orang dewasa makan di sini, S$70 hilang begitu saja untuk makan side dish yang tidak begitu memuaskan. 

3. The White Label

Alamat: 734 North Bridge Rd, #01-01, Singapore 198702

Keputusan kami untuk blusukan tepat sekali! Terbukti, saat membaca tulisan “Infused French-Malaya Cuisine”, tidak butuh berpikir dua kali bagi kami untuk langsung masuk ke restoran.

Desain interior khas Perancis dengan warna soft duco dipadu padankan dengan furnitur metal dengan warna emas. Tidak kalah lengkap, peralatan makanannya pun berwarna kuning emas.

Kami memesan Egg benedict dan Ondeh-Ondeh Gateau. Egg Benedict yang disajikan berupa Plain Croissant berisi daging cincang manis yang dipadukan dengan telur ceplok air setengah matang, dibanjuri dengan saus hollandaise yang berwarna kuning kunyit dan ditaburi serundeng yang sudah pasti merupakan ciri khas makanan melayu. Tidak lupa salad hijau segar menjadi pelengkap.

Croissant berukuran sedang memiliki kulit renyah tetapi tetap terasa buttery. Kalau biasanya edisi bule Croissant berisi smoked beef, ini berisi sweet pulled beef, yang menurut saya seperti isi filling roti abon. Telur ceplok air setengah matang sempurna sehingga kuning telur yang pecah nikmat sekali dimakan bersamaan dengan saus hollandaise. Ditambah unsur melayu serundeng dan kriuk-kriuk dari salad, Kebayang kan sensasi saat menyantap hidangan ini?

Nah, kami patut mengacungi jempol untuk desert yang kami pilih, Ondeh-ondeh Gateau. Perlu diingat, di Malaysia dan Singapura, Ondeh-ondeh tidak sama dengan Onde-onde di Indonesia. Ondeh-ondeh adalah bahasa melayu dari kue klepon.

Gateau dalam hidangan Prancis berupa kue bolu lembut. Kue bolu pandan 3 tingkat dengan pembatas berupa krim susu rasa pandan. Tidak lupa di atas kue ditaburi oleh kelapa parut yang ditaburi dengan butiran besar gula merah. Benar-benar kue bolu dengan khazanah lokal bukan? Rasa manis dari kue tart bolu ini dilengkapi dengan 1 scoop kecil sorbet kelapa yang segar, Membuat rasa lemak tidak tertinggal setelah menghabiskan desert ini.

Menarik bukan? Hidangan lainnya di restoran ini juga tidak kalah menariknya dari 2 hidangan yang kami pesan ini

5. Swensen’s

Alamat: Bugis Junction, 200 Victoria St, #01-68, Singapore 188021

Berawal dari suami yang kangen dengan es krim Swensen dan ingin nostalgia, ternyata kami menemukan menu “hidden gem” disini. “Fried Chicken”, dengan tanda kutip, karena bukan ayam goreng benaran, tetapi es krim yang dibuat sedemikian rupa sehingga bentuknya seperti ayam goreng bagian paha bawah.

Menggunakan es krim vanilla dengan chocolate swirl, kriuk ayam goreng (tampaknya) menggunakan corn flakes Kellog’s yang dihancurkan. Tidak hanya itu, kita juga bisa mendapatkan ekstra saus yang bisa dipilih. Pada saat itu kami memilih Marshmallow. Nyumm.

Oh ya, semua cabang Swensen’s di Singapura sudah mendapat stempel MUIS (Majelis Ulama Islam Singapura) ya!

6. Momolato Gelato

Alamat: 34 Haji Ln, Singapore 189227

Sebenarnya sebelum berangkat saya sudah menandai tempat makan es krim ini, mengingat penginapan kami berada di Kampung Bugis. Karena masalah waktu, kami tidak sempat menyambangi, tetapi kami tetap bisa mencicip Momolato saat berkunjung ke Pameran industri makanan di Hall Marina Bay Sands. Disana, stand Momolato memberikan free ice cream kepada pengunjung.

Rasa-rasa yang ditawarkan menarik sekali, tidak hanya rasa dasar seperti vanila, cokelat, dan strawberry, tapi juga rasa khas makanan manis melayu seperti ondeh-ondeh! Tekstur es krim ini cukup creamy, lembut seperti gelato Italia, dan tidak terlalu manis. Wajib dicoba!

7. Bhai Sarbat Teh Tarik

Alamat: 21 Bussorah St, Singapore 199439

Ke Singapura dan Malaysia tidak lengkap tanpa menyesap es teh tarik. Kebetulan di area Bugis ada kedai teh tarik terkenal, Bhai Sarbat. Kayaknya Bhai Sarbat ini nama pemiliknya, ia menempel artikel tentang ketenaran dirinya yang dimuat oleh koran. 

Rasa teh tariknya cukup creamy. Yang paling menarik adalah bagaimana sang pemilik melakukan atraksi saat sedang meracik teh tarik. Oh iya, selain teh tarik, dijual juga gorengan, tapi kami tidak mencobanya.

8. Konditori

Alamat: 33 Bussorah St, Singapore 199451

Berawal dengan melihat jajaran pastry di balik kaca sebuah Jalan dengan suasana mesjid sultan, suami “memaksa” saya untuk mencoba beli. Ternyata tidak salah pilih, pastry di Konditori enak banget! Renyah, crispy, dan toppingnya loyal. Ukuran dan harganya cukup masuk akal untuk standar Singapura.

Oh ya, Konditori ini adalah “anak” restoran dari Fika Swedish Meatball, Sebuah Restoran Skandinavia yang terletak di area Mesjid Sultan juga. Nah, Konditori ini fokus menjuali pastry dan sudah berlabel Halal Singapura!

Rekomendasi Restoran Halal Singapura Lainnya

Restoran Halal di Singapura tidak cuma berkutat di makanan India dan Arab saja. Banyak jenis makanan dari bagian belahan dunia lain yang halal sehingga wajib kamu jajal. Di Singapura, banyak juga fast food yang sudah mendapat sertifikasi halal MUIS seperti KFC, McD, Burger King, hingga Jollibee, Fast Food chain yang tidak ada di Indonesia. 

Pokoknya, konsep makan di luar negeri adalah:

Makanlah makanan yang tidak ada di Indonesia.

Jadi kamu jangan lupa menjajal makanan khas Singapura-Melayu seperti varian nasi lemak, Kwetiau, hingga Chili crab.

Selain itu, kamu juga wajib mempertimbangkan Restoran Go-ang Pratunam yang menyajikan nasi ayam khas Thailand dan juga masuk michelin list. Ada juga Aisyah Restaurang yang menjual masakan khas Cina bagian Xinjiang. Jika ingin makan steak halal Singapura, bisa ke Royz et vous dan Picanhas’. Jika ingin makan India, bisa coba Sankranti Restaurant. Dimana coba di Indonesia yang menyediakan makan India bagian utara? Restoran India di Indonesia biasanya menyajikan menu India bagian selatan.

Bagaimana, sudah mulai terinspirasi untuk menjajal kuliner halal yang lebih bervariasi? Mana restoran yang paling ingin kamu kunjungi saat ke Singapuran nanti?

Filosofi Memasak

Tidak ada komentar
Kehidupan memasak saya resmi berubah selepas tanggal 22 Maret 2014, yakni tanggal pernikahan saya dan suami. Kalo boleh jujur, kehidupan masak-memasak saya tergolong menyedihkan. 

Latar Belakang

Saya tumbuh besar dari keluarga yang menekankan bahwa kebanggaan diri seorang wanita ada pada dapur. Ibu saya yang Ibu rumah tangga yang handal untuk urusan memasak, baik makanan ataupun kue. Hal ini berangkat dari edukasi nenek saya. Nenek saya sangat lihai untuk memasak makanan dan kue. Beliau bahkan punya "buku sakti" yang berisi resep makanan, kue kampung, tradisional sampai kue jaman dahulu (kue Belanda). Yang paling telaten membuat kue, ibu saya. Yang telaten membuat makanan tante dan wak perempuan saya. Tante saya sekarang single parent dan dokter gigi, tapi beliau terkadang masih sempat memasakkan makanan anak-anaknya. Wak perempuan saya wanita karir yang sibuk, tapi di hari libur beliau menyempatkan diri memasakkan makanan untuk keluarga berangkat karena senang. Wak saya yang laki-laki juga pandai memasak. Beliau yang memasakkan ibu saya ketika beliau hamil dan ditinggal pergi ayah saya ke luar negeri.

Awal Mula

Tapi entah kenapa rantai masak memasak tampak putus di generasi berikutnya. Saya, dan sepupu-sepupu saya. Entah karena perihal luput atau apa. Mungkin kalau untuk saya, karena selepas SMA, saya kuliah S1 dan S2 pisah dari orang tua, yakni di Bandung. Kehidupan kos pun hanya sekitar 8 bulan, selebihnya tinggal bersama tante dan sepupu-sepupu saya. Saat kos, entah kenapa keinginan saya memasak masih belum tumbuh, padahal kamar kos saya disamping dapur persis. Setelah menginjak tingkat 3, keinginan tersebut muncul. Lebih tepatnya keinginan belanja sendiri ke pasar, berkhayal akan masak apa, masak sendiri kemudian dimakan. Sebenarnya keinginan ini dipacu karena saya melihat banyak justru teman lelaki saya seperti Dewa dan Gandhi malah senang memasak. Namun saya berasa sudah telat. Menyesal dulu tidak rajin memasak semasa jaman kos. Pada saat itu saya sudah tinggal di rumah,  ada mbak sehingga pergerakan dapur saya terbatas dan semakin menimbulkan alasan malas masak karena sudah ada yang masak.

Kehidupan Per-kue-an

Sebenarnya, saya memulai kehidupan dapur saya sejak SMA, dan itupun hanya terbatas perihal memasak kue. Kue pertama saya yang saya masak dari awal sampai akhir adalah black forest. Sebelumnya saya hanya bantu Ibu saya memasak kue semenjak masih SD. Biasanya cuma di bagian mixing dan... mencolek adonan .____. Saya cuma suka masak kue basah. Karena kue kering menurut saya repot di pembuatan dan di finalisasi aka membentuk-bentuknya. Beberapa kue yang saya biasa masak dapat dibaca di blog saya sebelah. Waktu favorit saya masak kue adalah pagi atau sekalian malam. Pagi kalau kue itu membutuhkan waktu relatif lama dan dalam kuantitatif banyak. Biasanya kue basah semacam black forest, red velvet, dan lain lain. Malam jika kue sederhana seperti cupcake. 

Red Velvet
Black Forrest

Dahulu ketika SMP, kelas akselerasi saya mendapat semacam ekstrakurikuler wajib tiap sabtu. minggu ganjil elektronika, minggu genap tataboga. Untuk tata boga, 1 kelas dibagi 4 kelompok. Kemudian kita dituntut membawa perlengkapan makan, taplak meja dan dekorasi meja, serta bahan makanan. Tiap pertemuan ditentukan tiap temanya. Pada saat tema spongecake, cuma kelompok saya saja yang kuenya tidak bantet alias mengembang #bukansombong hehe.

Tingkat 2 sampai awal tingkat 4 orang tua saya tinggal di luar negeri. Atas permintaan tante saya, kompor oven ibu saya diangkutlah ke Bandung. Rasanya senang sekali, saya menjadi bebas masak kue sesuka saya. Saat orang tua saya kembali ke tanah air, kompor oven tersebut diboyong kembali ke Jakarta. Semakin susah rasanya kalau ingin masak kue kembali. Akhirnya hanya menyisakan masak cupcake yang bisa menggunakan microwave oven tante saya. Adapun perjuangan masak kue basah selain itu luar biasa karena harus mengangkut adonan ke rumah sepupu saya yang sekomplek untuk menggunakan ovennya.

Kehidupan Pernikahan

Entah kenapa, menjelang pernikahan saya, persiapan saya untuk masak-memasak cenderung nihil. Sering dikasih tau sih, cuma moodnya kayak belum ada aja. Kemudian setelah saya menikah semua mendadak berubah. Saya sebetulnya ditawari asisten rumah tangga oleh ortu. Mertua pun juga menyarankan. Tapi saya menolak mentah-mentah tawaran itu. Memang berat rumah sebesar itu jika saya yang urus semua. Tapi ternyata ada penjaga rumah laki-laki yang biasa membersihkan rumah tiap pagi. Saya tinggal hanya membersihkan kamar dan kamar mandi dalam kamar. Cuci gosok juga saya kerjakan sendiri. Jadi Insya Allah masih bisa kehandle sendiri meski saya juga bekerja. Saya baru mengiyakan tawaran tersebut jika sudah waktunya. Saya ingin merasakan jadi kepala dapur. Mengontrol rumah sendiri. Dan terbukti keputusan saya tepat. Yang awalnya tiap hari terpikirkan "masak apa ya" hari ini (pikiran khas emak-emak :p) menjadi "mau coba masak ini ah besok". Lama kelamaan menjadi rileks dan seru. 

Saya mulai menyadari potensi saya. Masak itu semenyenangkan itu ketimbang harus mencuci piring setelahnya (eh). Saya jadi sadar, ternyata saya paling lemah soal goreng-gorengan, padahal suami doyannya gorengan.

Sama seperti ibu saya, mertua saya jago masak. Beliau mendidik kelima anak laki-lakinya agar mengerti masak. Om-om suami saya juga sebagian besar jago masak. Dan karena lelaki, kemampuan mereka masak bukan cuma masakan standar rumah, tetapi masakan yang tidak biasa atau masakan barat dan lain-lain.

Dan ternyata, suami saya adalah seorang yang mengapresiasi makanan dengan standar tinggi. Ilmu kuliner dia luas. Mengerti ilmu dan jenis masakan dalam negeri, asia dan barat. Bisa dengan mudah membedakan mana bahan makanan yang masih bagus atau bukan, melempem atau belum. Cara masak yang dia tahu juga lebih banyak dibanding saya. Alhasil, doi sering menyuruh saya mencoba bikin variasi makanan yang belum pernah saya buat sebelumnya seperti saus bechamel, bibimbab, tteobokki, dll. Saya malah menganggapnya tantangan dan saya sangat senang jika dia sudah memesan. Ternyata saya enjoy "bereksperimen" di dapur. Karena pengetahuan suami saya ini, saya suka menyuruh dia coba masak di dapur, biasanya laki-laki kalo jago masak pasti seninya bagus. Dia bilang tidak bisa, karena dia tidak memiliki kemampuan imajinasi mencampur bahan dan rasa makanan. Padahal poin itu adalah salah satu kemampuan saya. Sayapun sontak bilang, "yaudah, kamu edukasi aku aja, nanti aku yang latihan dan mengembangkan dengan imajinasi". Nanti tiba-tiba 10 tahun lagi kami punya restoran. Who knows? LOL.

Pihak yang bersangkutan :p

Jujur saja, jika membandingkan akhir tahun lalu, saya tidak menyangka bisa begini. Sebelum menikah saya banyak ditanyain pernah memasak atau belum. Benar seperti kata Ganis, semua perempuan bisa memasak. Itu sudah insting perempuan jika berkeluarga. Mertua saya memulai rumah tangga dari tidak bisa memasak. Uci (nenek dari suami) saya juga memulai rumah tangga dari tidak bisa memasak. Sekarang bagaimana? Mereka semua adalah pemasak yang handal.

Filosofi Memasak

Entah karena ini memang cari berfikir orang teknik atau bukan, tapi beginilah cara berfikir saya. Saya tidak nyaman jika menggunakan, atau memandang sesuatu yang saya tidak mengerti logika cara berfikirnya. Sebagai contoh, saya tidak mau melakukan jailbreak pada gadget android saya karena saya tidak mengerti logika cara bekerjanya. Semua gadget saya, saya harus mengerti logika berfikir dan cara bekerjanya. Begitu juga dengan belajar pelajaran kuliah, sains, ataupun permasalahan mobil. Mungkin saja ini karena pola didik ayah saya. Tapi saya tidak merasa nyaman jika saya tidak mengerti logikanya. Kalau saya mengerti, ada permasalahan apapun saya menjadi faham bagaimana menyikapinya dan memperbaikinya. Apabila salah memperbaiki pun saya bisa mencari akal-akalan agar permasalahan tersebut dapat diperbaiki. Filosofi inilah yang saya pegang dan menjadi ciri khas saya.

Ternyata memasak punya filosofi dan "cara berfikir"nya juga. Sebagai contoh dalam hal memasak kue; putih telur punya fungsi sebagai pengembang alamiah sementara kuning telur sebaliknya. Inilah contoh apabila suatu resep mengatakan pisahkan putir telur dan kuning telur, jangan sampai putih tercampur kuning telur. Nanti adonan tidak mengembang.

Logika lain yang saya baru kepikiran adalah, jika teknik dasar dalam memasak makanan rumahan indonesia adalah menumis, teknik memasak dasar dalam membuat makanan barat yang creamy adalah butter cair dan tepung. Teknik ini menurut saya adalah "tumis"nya masakan barat yang creamy

DIY Chicken Mushroom Asparagus Cream Soup

Saya mengemukakan ide ini ke suami saya. Respon doi,

"Jadi kamu sudah selangkah lebih maju dalam masakan barat. Selangkah dan masih ada ribuan langkah lagi. Itu artinya kamu harus banyak belajar. Tanya dan belajar dari mami. Tanya mama juga kalo ada masakan lain kamu bingung. Mereka jago".

Senang sekali rasanya punya suami yang suportif serta menghargai ide dan kreasi.

Dahulu saya sering dikomentari oleh mama saya kalau membantu beliau memasak di dapur. Ternyata saya baru sadar, teknik mengolah makanan di dapur seperti memotong, merajang, mengupas, menggoreng itu adalah teknik yang bisa berkembang jika dilakukan secara terus menerus. Semakin sering melakukan, semakin tahu bagaimana cara yang benar dan efektif.

Memasak juga urusan perasaan. Menakar bumbu dan bahan dasar makanan hingga semakin hari, semakin pas rasanya.

"Masterchef aja bahkan untuk urusan menaruh garam, mereka menggunakan tangan karena percaya pada perasaan mereka".
"Masakan harus sering diulang-ulang untuk mendapatkan rasa terbaik dan tidak lupa".

Itulah beberapa yang mertua saya katakan.

Junior Masterchef

"Efektiflah dalam memasak. Kerjakan hal lain secara bersamaan sehingga waktu yang digunakan lebih cepat. Dapur jangan kotor, semuanya harus diperhitungkan sehingga kemungkinan luput dapat dihindarkan".

Itulah salah satu yang mama saya katakan.

Memasak juga sangat dibutuhkan kemampuan mengetahui kinerja peralatan dapur kita. Jika baru mencoba suatu resep, belum tentu waktu pengerjaan yang tercantum di resep cocok sesuai keadaan dapur kita. Belum tentu takaran bahan yang tercantum di resep sesuai dengan bahan makanan yang kita punya. Oleh karena itu suatu makanan harus diulang-ulang untuk mendapat takaran dan waktu terbaik sesuai dengan dapur kita. Improvisasi.

"Aya belum bisa masak roast beef nak. Aya belum dapat takaran kerja oven Aya untuk masakan ini agar mendapatkan hasil terbaik".

Itulah salah satu ujaran Om Harry, salah satu om suami saya yang berdasarkan testimoni keluarga bisa membuat steak lebih enak dari abuba steak! :9

Selain itu, frekuensi memasak kita juga penting. Tingkat pemahaman soal rasa masing-masing ingredient akan terbentuk seiring dengan frekuensi dan waktu. Jika ini sudah terbentuk, kemampuan kita berimajinasi dalam mengkombinasikan masing-masing ingredient akan semakin lihai sehingga bisa menciptakan rasa makanan khas kita. Kemudian lama kelamaan terciptalah "your signature dishes". Jujur saja, ini menjadi salah satu cita-cita kuliner saya. Sejauh ini saya baru menciptakan hanya 1 "my signature". Itupun minuman. Hershey's Black Choco Coffee with Lime. Racikannya bisa dilihat disini :)

Sampai detik ini, saya masih merasa seorang yang sangat payah untuk urusan perdapuran. Tapi saya masih semangat untuk belajar lagi dan lagi agar masakan yang saya buat semakin enak dan pas. Alhamdulilah, learning is one of my trait. #notboasting

Jadi, bagi seluruh perempuan yang sebentar lagi akan menikah dan tidak familiar dengan urusan dapur, jangan khawatir. Keadaan setelah menikahlah yang akan membentuk kita menjadi bisa memasak. Insting. Otomatis. Dan yang paling penting adalah juga harus memiliki keinginan untuk terus mau belajar lagi dan lagi.