2019: Dari Rencana Melahirkan Sampai Buang-buang Uang

3 komentar
Tidak terasa kita sudah di penghujung tahun 2018 ya. Apakah 2018-mu cukup berkesan, atau malah merupakan suatu batu pijakan berarti? Atau malah biasa-biasa saja?

Saya sebenarnya bukan orang yang suka membuat resolusi awal tahun. Ya, saya punya target dan rencana, tapi saya tidak menjadikan tahun sebagai ruang lingkup perencanaan suatu rencana saya. Misalnya, saya ingin tetap aktif dan berdaya, di akhir tahun 2017 saya tidak ada memberi lingkupan 2018 sebagai tahun untuk lebih aktif dan berdaya. Kemajuan tidak diukur dengan tahunan, tapi bisa mingguan atau bulanan. Mungkin jatuhnya target jangka pendek ya. Tidak juga sih, target untuk jangka diatas setahun juga ada. Apa yang ingin saya lakukan dilakukan pada tahun 2019 juga sebenarnya bukan sesuatu yang baru, tetapi lebih lanjutan dari apa yang sedang terjadi saat ini.

Daftar 10 Blog Menarik

2 komentar
Kenapa tema sekian blog/akun IG favorit harus begitu banyak. I just enjoying feed from my friend, hence, I can't pick one. They are all my favourite. Maafkan, karena tema blogger perempuan sebelumnya hampir senada, yaitu 5 blogger favorit, jadi (terpaksa) saya salin tulisannya disini. 5 Sisanya? Semoga segera dapat wangsit blog mana saja yang bisa.

10 Akun Instagram Favorit

4 komentar
Kerap kali saya merasa sedikit keberatan setiap ditentukan tema blog yang berhubungan dengan sosial media favorit. I don't do blogwalking and I prefer seeing feed from my friend regularly rather than any popular people. Jadi begitu temanya akun Instagram favorit, 10 buah lagi, benar-benar membuat saya berpikir keras. Sampai saya mengetik kalimat pembuka ini, saya baru mengumpulkan 8 akun yang akan saya tulis. Bahkan, dari kedelapan akun ini tidak semua yang saya ikuti, cuma karena begitu saya nemu di "explore" dan saya suka melihat dan membaca postingannya. Okelah, jadi akun instagram favorit saya bedakan kategorinya menjadi Instagram edukatif, online shop, diskon, dan selebgram.

Traveliving 2018

6 komentar
Terhitung semenjak lahir, sudah banyak kota yang saya diami. Saya lahir di Medan, kemudian tumbuh dan berkembang di Lhokseumawe, Aceh sampai usia 8 tahun. Mampir sebentar selama 1,5 tahun di Medan, pindah ke Jakarta dari SD kelas 6 sampai tamat SMA, kuliah di Bandung selama 6 tahun hingga sampai sekarang, 2018 saya bekerja, menikah dan memiliki anak di Jakarta. Dari keempat kota tersebut, domisili tercepat saya adalah 1,5 tahun. Bersekolah dan menjalani hidup. Namun bagaimana dengan tinggal di sebuah kota hanya dalam tempo 1 bulan saja?


Saya menyebutnya Traveliving. Travelling + Living. Saya puas jalan-jalan santai mengeksplorasi kota selama sebulan, tetapi saya juga melakukan kegiatan hidup seperti belanja, bayar tempat tinggal bulanan, mencuci-menyetrika dan memasak. Minusnya hanya saya tidak berkegiatan seperti berkomunitas karena hanya menetap sebentar. Problematika terbesar melakukan traveliving adalah disaat kita sudah nyaman, kita terpaksa harus meninggalkan kota tersebut. Bagaikan sedang sayang-sayangnya eh diputusin. Maka terjadilah momen yang terkenal dengan sebutan "susah move on".

Tahun 2018 adalah tahun dimana suami saya ditempatkan dalam jangka waktu sebulan di berbagai Rumah Sakit di tiap kota diluar Jakarta sebagai bagian dari program pendidikan spesialis. Suami mengajak saya dan Hasan ikut serta di semua kota, kecuali Banyumas karena terkait lokasi dan tempo kerja. Dalam jangka 1 tahun, praktis kami sudah berpindah tempat dari Purwokerto, Jombang, Yogyakarta, dan Chiang Mai pada bulan Januari, Juni, Juli dan Oktober. Terakhir Desember ini saya dan Hasan hampir ikut ke Pemalang selama sebulan. Namun setelah mempertimbangkan banyak hal, mungkin kami akan menyusul di minggu terakhir di bulan Desember. Semua kota yang kami tempati memiliki plus minus, daya tarik dan cerita sendiri.

Purwokerto


Kami memulai awal tahun 2018 di kota ini. Karena mengetahuinya amat sangat mendadak, alhasil kami membeli tiket kereta dengan harga liburan akhir tahun. Mahal. Kami berangkat pada tanggal 30 Desember 2017 menggunakan kereta api dengan durasi 5 jam yang sekaligus merupakan perjalanan kereta api pertama Hasan. Melalui jalan darat, orang tua saya sudah terlebih dahulu sampai di Purwokerto sehingga esok paginya sementara suami bertugas di rumah sakit, kami mencari tempat kos-kosan untuk sebulan. Alhamdulillah ketemu yang bagus dengan harga yang cukup masuk akal.

Saya sempat menulis banyak postingan tentang Purwokerto. Mengenai pengalaman kami disana, atraksi kotainformasi pusat perbelanjaanwisata alamWisata kuliner tradisional, hingga kuliner modern dan kafe. Sebagai salah satu kota mahasiswa karena disana terdapat universitas besar, yakni Universitas Soedirman, Purwokerto jauh melebihi dari ekspektasi kami soal wisata, kuliner dan kenyamanannya. 

Jombang


Jombang berlokasi di Jawa Timur, sekitar 80 km dari dari ibu kota provisi Jawa Timur. Kami melakukan perjalanan melalui Surabaya dahulu menggunakan pesawat terbang. Perjalanan kami bertepatan dengan tanggal orang-orang bersiap untuk mudik, jadi sekali lagi, kami membeli tiket yang agak lebih mahal dari harga biasa. Beruntung kami datang saat ruas tol Surabaya - Mojokerto (Sumo) sudah diresmikan. Perjalanan Surabaya-Jombang yang sebelumnya bisa memakan waktu hampir 3 jam kini bisa ditempuh melalui tol dengan hanya 1 jam lebih saja. Kami dijemput oleh supir untuk kemudian melakukan perjalanan darat dari Surabaya ke Jombang.

Jombang terkenal dengan kota santri. Sebuah kota kecil yang jauh dari hiruk pikuk apalagi kemacetan. Disana kami tinggal di rumah seorang dokter yang menjadi Supervisor suami saya selama disana. Alhamdulillah rejeki karena kami tidak membayar sepeser pun untuk tinggal dan makan disana. Berhubung kota kecil, tak banyak yang saya eksplor disana. Saya menemukan 2 buah taman yang indah, yakni Kebon Ratu yang letaknya agak diluar kota dan Kebon Rojo yang terletak di jantung kota Jombang. Alun-alun Kota Jombang tiap malamnya sangat ramai, apalagi saat akhir pekan. Hasan sangat bahagia dan menjadi pelanggan tetap alun-alun. Bayangkan, cuma bayar lima ribu untuk main sepuasnya di satu wahana! Ada Superindo yang merupakan tempat belanja rutin mingguan saya. Satu-satunya restoran cepat saji yang terkenal yang ada disana hanya ada KFC. Dibalik kesahajaannya, Jombang ternyata banyak memiliki kafe-kafe yang memiliki estetika modern layaknya di kota-kota besar. Bahkan, tak jarang mereka lebih serius dalam menyajikan bijih kopi-nya. 

Setengah bulan kami berpuasa di Jombang dan pertama kalinya kami merayakan Ramadhan di luar Jakarta. Sungguh pengalaman yang menarik. Selain itu, setengah pertandingan Piala Dunia 2018 juga kami tonton disana 😄.

Yogyakarta


Kami meninggalkan Jombang menuju Yogjakarta pada tanggal 30 Juni menggunakan kereta api yang ditempuh dalam waktu 4 jam. Sebenarnya suami bertugas di RSUD Klaten, namun dengan alasan agar kami tidak kebosanan, kami memutuskan untuk tinggal di Yogyakarta. Saya mencari kos-kosan menggunakan aplikasi Mamikos sudah semenjak berada di Jombang. Berhubung Yogyakarta adalah kota pelajar, tentu tidak susah mencarinya. Yang susah adalah mencari mana yang pada akhirnya kami ambil. Kosan yang saya pilih dekat dengan bandara dan tidak jauh dari jalan raya utama menuju Klaten. Menurut saya itu adalah pilihan terbaik karena suasananya enak rumahan, secara berkala ada yang memberihkan, lengkap dapur dan mesin cuci serta ke RSUD Klaten hanya ditempuh kurang dari setengah jam. Selain itu, saya juga bisa berjalan kurang dari 1 km menuju halte Trans Jogja terdekat.

Yogyakarta adalah kota paling enak yang kami tinggali dibandingkan dengan Purwokerto dan Jombang. Kota besar yang tidak terlalu besar, sedikit sekali ruas macet, dan berlimpah kuliner dengan harga yang jauh lebih murah ketimbang di Jakarta. Selain itu yang membuat saya sangat puas sebagai maniak sejarah adalah Yogyakarta bertabur dengan museum-museum, sesuai dengan statusnya sebagai kota sejarah. Kayaknya saya hampir tiap hari keluar rumah supaya terkekejar mengunjungi semua museum yang menarik hati.

Biasanya mobil dibawa suami pulang pergi ke Klaten. 2 kali seminggu saya antar jemput suami karena ingin menggunakan mobil untuk mengeksplorasi Yogyakarta. Jika saya malas menggunakan mobil, saya juga kerap kali menggunakan opsi Trans Jogja.

Kami juga berkesempatan mengunjungi kota Solo pada akhir pekan ketiga di bulan Juli. Berhubung suami harus masuk dulu ke RSUD, saya dan Hasan pergi duluan ke Solo menggunakan Kereta Api (KRL) Prambanan Ekspres. Haa, akhirnya resolusi saya menggunakan Prameks tercapai. Menarik sih soalnya tiketnya hanya 8000 rupiah per orang. Seperti yang saya duga, karena Stasiun Maguwo adalah stasiun terakhir di Kota Yogyakarta, jadi saya tidak memiliki ekspektasi perjalanan selama sejam mendapatkan kursi. Benar saja, saat kami menginjakkan kaki di Prameks, manusia-manusia sudah berjejal. Kami berdiri sekitar 15 menit sampai saya menawarkan anak saya untuk duduk dengan posisi saya berjongkok. Seorang bapak di dekat saya tidak tega dan menawarkan kursinya kepada kami. Alhamdulillah, rejeki.

Selain itu kami juga berkesempatan mengunjungi wisata alam yang berada sedikit di luar kota seperti Punthuk Setumbu yang populer karena AADC dan area museum disekitar Merapi. Karena makanan yang variatif dan murahnya harga, kami jadi sering jajan disana. Gudeg saja saya sampai mencoba 5 jenis, dan itu pun merasa masih kurang 😁! 

Chiang Mai


Terbaik! Satu-satunya kota yang berada di luar Indonesia. Awalnya suami mengajukan penempatan Chiang Mai untuk bulan Maret, meski tertunda alhamdulillah akhirnya suami dijadwalkan mendapat stase Chiang Mai untuk bulan Oktober. Saya diberi kabar ini oleh suami sekitar bulan Juli. Artinya 3 bulan sebelum keberangkatan.

Berawal dari drama pencarian tiket, akhirnya kami berangkat juga pada tanggal 29 September. Disana kami tinggal di dorm yang sudah disediakan oleh pihak sana (tapi tetap bayar!) yang berlokasi di kompleks FK Chiang Mai University (CMU) dan RS Maharaj daerah Suandok. Memang rejeki kami, bulan Oktober ada 2 libur panjang di Thailand: tanggal merah kematian Raja Chulalongkorn (Rama V) di minggu kedua dan kematian cucunya, Raja Bhumibol Adulyadej (Rama IX) minggu depannya. Artinya kami terutama suami jadi memiliki waktu lebih banyak untuk mengeksplorasi Chiang Mai, bahkan ke tempat wisata yang ada di luar kota.

Chiang Mai sungguh menyenangkan. Bayangkan, tempo hidup masyarakatnya yang seperti Yogyakarta, hampir tidak ada kemacetan dan pelataran alam pegunungan seperti Bandung dan Malang. Ya, Chiang Mai merupakan kota terbesar ke-2 di Thailand yang berada tepat disamping gunung (doi) Suthep serta tidak jauh dari gunung tertinggi di Thailand, Doi Inthanon. Orangnya juga ramah-ramah. Minus disana cuma bukan negara non muslim yang membuat kita tidak bisa sembarang makan, transportasi publik yang jelek dan minimnya masyarakat lokal yang bisa berbahasa Inggris. Lainnya, sempurna!

Dengan segala kemampuan, akhirnya saya bisa menemukan celah transportasi publik, tempat makan halal, dan tempat-tempat belanja produk halal. Yang saya senangi disini adalah, karena transportasi publik minim dan mahal kemana-mana, saya jadi banyak jalan. Dari standar jalan biasa saya di terakhir di Yogyakarta untuk jarak dibawah 1 km, di Chiang Mai bertambah menjadi dibawah 2 km!

Oh ya, biaya hidup disini juga lebih murah dari Jakarta, senangnya! Harga belanjaan dan standar makan di resto juga jadi murah. Bahkan harga sebuah boneka bebek yang lucu! Cerita dramatisasinya bisa dibaca disini. Hehe.

Sebagai penggemar sejarah, saya sangat puas dengan Chiang Mai. Kota bekas kerajaan dan museum-museum bagus nan terawat yang memberikan edukasi sejarah secara menakjubkan. Kalau dihitung kayaknya hampir tiap hari saya keluar rumah buat eksplorasi kota. Tetapi tetap saja, sebulan di Chiang Mai tidak cukup untuk menikmati semua wisata yang ditawarkan. Padahal kami tidak mengunjungi Wat (kuil) sama sekali. Wisata alam juga hanya Green Canyon dan Queen Sirikit Botani Garden. Padahal masih melimpah atraksi alam yang bagus-bagus disana. Bahkan kami belum sempat ke tempat wisata dalam kota, yakni Royal Park Rajapruek yang menawan dan Museum Nasional Chiang Mai.

Sepertinya Chiang Mai adalah kota yang paling memberikan kesan kepada kami. Benar-benar nyaman tetapi kemudian seperti langsung disuruh pulang buru-buru tanpa bisa mengucapkan selamat tinggal.

Longing for Russia

Tidak ada komentar
Moscow, where the city covered of snow enriched with Romanov dynasty heritage and architecture.



Moskow, atau Rusia lebih umumnya adalah salah satu daftar kota dan negara (non-muslim) yang paling saya inginkan untuk dikunjungi. Klasik, karena alasan sejarah dan arsitektur saya menyukai kota ini. Sebelumnya saya sudah pernah menjejakkan kaki di Moskow, tetapi hanya ruangan tunggu pesawat di Bandara Demodedovo karena keperluan transit, tidak sampai menembus batas imigrasi tanah merah tersebut. Saya datang pada awal Januari 2009, dimana musim dingin sedang berada di puncak. Itu adalah pengalaman musim dingin saya pertama kali sekaligus pengalaman keluar negeri pertama setelah 12 tahun sebelumnya terakhir ke Singapura. Suasana dingin menusuk tulang sudah terasa semenjak keluar dari pintu pesawat dan melintasi garbarata. Angin dingin pun berhembus bahkan terasa saat petugas hilir mudik membuka pintu penghubung antara ruang tunggu dan garbarata. Di luar tampak tumpukan salju tebal serta petugas pengatur pesawat memakai jaket musim dingin berbulu yang amat tebal. Oh, ternyata seperti ini musim dingin di tanah merah.

Ketertarikan saya kepada Rusia berawal semenjak saya kelas 6 SD. Pada saat itu saya dan abang saya sering bermain game komputer bergenre simulator terbang yang berjudul Sukhoi-27. Sukhoi adalah pesawat yang berasal dari pabrikan Rusia. Secara tidak sengaja saya pun menemukan daftar huruf cyrilic saat sedang mencari tombol-tombol kendali saat bermain. Langsung saja saya catat di kertas, dihapal dan kemudian menerjemahkan huruf-huruf cyrilic di logo klub bola Rusia pada majalah Liga Champion. Saat SMP saya menerjemahkan huruf cyrillic teks lagu grup band t.A.T.u. Berlanjut kuliah, saya malah mendengarkan lagu-lagu band Rusia dan lagi-lagi membaca, dan mengetik liriknya dalam huruf cyrillic. Terakhir, saya malah menonton film-film Rusia termasuk salah satu film legendaris Rusia, Иди и Смотри (Come and See), berakhir saya sampai mengetahui percakapan-percakapan dasar bahasa Rusia 😂. Pemahaman-pemahaman terbatas tentang Bahasa Rusia pernah saya tuliskan dalam blog ini.

Kota yang Menarik

  • Moskow merupakan ibukota dari Rusia sekaligus kota terpadat dan terbesar di Rusia bagian Eropa. Selain itu, Moskow juga termasuk kota besar terdingin di dunia. Terdapat situs warisan dunia seperti Kremlin dan Lapangan Merah.
  • St. Petersburg merupakan kota terbesar kedua di Rusia. Selain menjadi salah satu kota paling modern di tanah merah, St. Petersburg juga menjadi ibukota budaya dan dipertimbangkan menjadi situs peninggalan sejarah oleh UNESCO.
  • Yekaterinburg, yang teringat pertama kali di otak saya adalah merupakan kota dimana keluarga Tsar terakhir dibantai. Merupakan kota terbesar keempat dan disebut-sebut sebagai ibu kota keempat di Rusia.
  •  Vladivostok, Kota yang berada di bagian Asia ini sangat dekat dengan garis perbatasan Cina dan Korea Utara. Kota ini amat menarik karena banyak percampuran sejarah dengan Cina, Jepang dan Korea.

Yang Ingin Dilakukan

Naik kereta Trans-Siberia! Meskipun cuma segmen kecil yang dilalui, saya sangat ingin berpetualang menggunakan kereta tersebut. Perjalanan melintasi Rusia dan melakukan napak tilas amatlah menarik. Selain itu tentu setidaknya mengunjungi keempat kota yang sudah saya sebutkan diatas. Eksplorasi kota, mengambil foto berunsur arsitektur, naik transportasi umum, dan tentu kunjungan museum ke museum dan tempat-tempat bersejarah. Jika ditanya saya tipe pengembara yang mana, maka saya akan menjawab pengembara kota. Dan saya merasa Rusia adalah negeri yang cocok sekali dengan kepribadian dan ketertarikan sejarah saya!

5 Pola Hidup Sehat Jiwa dan Raga

2 komentar
Jika kita ditanya soal bagaimana hidup sehat, kebanyakan akan menjawab soal kegiatan dan rutinitas fisik yang harus dilakukan untuk mencapainya. Tapi ternyata hidup sehat tidak melulu soal fisik loh. Sehat meliputi jasmani dan rohani. Mens sana in corpore sano. Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Memang melakukan pola kehidupan secara fisik terlebih dahulu disinyalir sebagai titik awal menuju sehat jiwa dan raga. Berikut beberapa tips dari saya untuk mendapatkan kesehatan.


1. Minimalisir karbohidrat

Sejauh ini, saya belum pernah ikut diet. Tetapi bagi kasus saya, meminimalisir karbohidrat sangat menambah kebugaran saya. Dimulai dari banyak keluarga besar saya yang melakukan diet keto, atau diet non karbo tinggi lemak. Berangkat dari situ, saya mulai mencoba jauh mengurangi karbohidrat. Sebenarnya saya bukan penggemar nasi, jadi bagi saya tidak sulit-sulit amat. Sebelum meniatkan diri mengurangi karbo, sebelumnya ukuran makan karbo saya juga memang sudah sedikit. Pagi makan oatmeal atau roti, siang dan malam tidak makan nasi sama sekali. Kemudian saya memulai dengan malam tidak makan nasi putih sama sekali. Karena merasa biasa saja, saya melanjutkan dengan cara tidak makan nasi saat makan siang. Saya juga tidak suka goreng-gorengan. Setelah melakukan rutinitas makan seperti ini untuk beberapa lama, saya asli tidak bisa makan banyak lagi. Makan nasi saat makan siang atau malam jika hanya pada saat jajan di luar. Itupun kalau bisa memesan menu lauk tanpa nasi. Kalau memesan nasi buat Hasan saya berusaha sebanyak mungkin porsi nasi yang dimakan Hasan dan seminimal mungkin nasi sisa yang saya habiskan. Kalau kebanyakan makan nasi perut rasanya sangat tidak enak dan rasanya seperti dosa.

Efek fisik yang terjadi pada tubuh saya adalah saya menyusut secara drastis. Tentu saja ini dibarengi oleh olahraga rutin. Dari berat saya 74 kg pasca hamil menjadi 63 kg saja. Bahkandiawal hamil kedua badan saya menyusut kembali menjadi 61 kg. Perubahan fisik signifikan yang lain adalah wajah saya yang dahulu dipenuhi jerawat-jerawat kecil semacam komedo yang menyebalkan, sekarang wajah saya bersih, tanpa perawatan wajah berarti. Terlebih apalagi saya sedang hamil sekarang. Jika dibandingkan dengan hamil pertama yang membuat wajah saya tidak karu-karuan padahal sudah dibantu obat muka, sekarang dengan perawatan minimalis saja benar-benar mulus. Efek-efek inilah yang membuat saya sangat nyaman dengan pilihan minimalisir karbohidrat.

2. Berolahraga rutin

Ini harus dan penting. Keadaan tubuh saya yang sekarang tentu tidak akan menjadi jika tidak diiringi dengan olahraga. Memulai olahraga memang sangat berat bagi mayoritas kita tidak terkecuali saya. Apalagi ditambah dengan keadaan saya harus memikirkan mengurus anak. bermula dari saya yang iri dengan kebanyakan orang yang memiliki alat treadmill di rumahnya. Wah enak sekali mereka bisa lari di treadmill tanpa harus meninggalkan anak, pikir saya. Sangat praktis. Kemudian saya berhenti berpikir mencari pembenaran dan alasan. Saya mulai mencari jalan dengan melihat keadaan saya sekarang. Kebetulan saya tinggal di apartemen yang memiliki kolam renang di tiap kolamnya, yang artinya rutin berenang tiap hari bukan hal yang mustahil, jika benar-benar punya niat dan semangat untuk melakukannya.

Berangkat dengan memaksa diri, saya memulai untuk renang. Awalnya sulit, begitu juga dengan badan saya. Tubuh yang entah kapan terakhir berolahraga ini melakukan 3 lapse aja setengah mati. Tapi perasaan yang saya dapatkan meski suah payah adalah perasaan bahagia dan ingin melakukannya terus. Rutinitas renang saya dimulai dengan 2 kali seminggu. Lama kelamaan vitalitas dan daya tahan saya naik. Saya mulai berenang 2 lapse nonstop dengan total 10 lapse hingga 3 lase nonstop dengan total 15 lapse. Memang benar kata kebanyakan orang, dengan berolahraga badan mengeluarkan endorfin melalui kelenjar pituari. Endorfin dilepaskan menambah perasaan bahagia. Dari bahagia, pikiran negatif saya banyak yang berubah menjadi positif.

Kemudian karena saya ketagihan, saya mulai mencari cara bagaimana berenang lebih efektif. Hingga pada banyak web saya menemukan metode olahraga yang terdiri dari pemanasan - inti - pendinginan.
  • Pemanasan disarankan selama 10 menit. Berdasarkan hitungan kasar saya, 10 menit kira-kira setara dengan 5 lapse renang. Jadi 5 lapse nonstop pertama saya lakukan dengan tempo renang yang belum terlalu diforsir.
  • Inti disarankan minimal 15 menit. Berdasarkan hitungan yang sama, kira-kira bisa ditempuh dengan 15 lapse nonstop. Jadi lapse nonstop berikutnya dilakukan dengan tempo renang yang cepat.
  • Pendinginan disarankan 5 menit. Jadi 3 lapse nontstop juga sudah cukup. Lapse nontop terakhir yang digunakan untuk pendinginan dilakukan dengan santai.
Artinya dalam tempo setengah jam saya melakukan total 23 lapse dengan uraian 5 lapse-15 lapse-3 lapse. Dengan melakukan metode seperti ini, saya merasa renang saya lebih maksimal. Untuk pemanasan dan pendinginan berikutnya tidak bertambah, yang saya tingkatkan ada pada saat inti dan tempo. Jika pada awalnya saya hanya nonstop 15 lapse, lama kelamaan saya tambah menjadi 22 lapse sehingga memiliki total 30 lapse. Bahkan dulu saya total 30 lapse itu hanya dalam tempo 35 - 40 menit saja. Saya mulai renang dari 2 kali seminggu hinggal renang 5 kali seminggu yang artinya tiap hari kecuali akhir pekan karena waktunya keluarga.

Kemudian karena banyak hal terjadi hingga pada saat ini saya hamil, saya sempat berhenti renang dan memulai lagi. Sekarang saya mampu renang dengan porsi inti 18 lapse. Tentunya mungkin disesuaikan dan tidak sekencang dahulu temponya. Frekuensi renang saya juga cuma 2 kali seminggu. Semoga segera bisa saya tingkatkan menjadi 3 sampai 4 kali seminggu.

3. Bersyukur dan kurangi sosial media

Sekarang beralih ke kebiasaan dan rutinitas jiwa. Sosial media memang ladang bagi setan untuk merayu kita agar selalu merasa iri kepada kehidupan orang lain dan berubah menjadi rasa tidak bersyukur. Sosial media identik dengan ajang pencitraan. Yang kita lihat kenyataannya belum tentu seperti kenyataannya. Karena banyak yang menampangkan kebahagian, riskan sekali kita membandingkan kehidupan kita dengan pajangan. Maka, bijaklah dan bersosial media. Kurangi membuka hal yang tidak perlu. Jika ingin lebih konkrit, batasi penggunaan sosial media dalam sehari. Bersyukur sangatlah krusial karena merupakan salah satu kunci kedamaian hati dan jiwa. Dengan selalu bersyukur, kita akan merasa selalu cukup terhadap apa yang ada di depan kita, bukan fokus dengan apa yang tidak kita punyai.

4. Khusnuzon

Langkah penting berikutnya adalah selalu berprasangka baik kepada Allah. Hati yang susah akibat musibah sangatlah berat. Dengan sabar sebagai kunci, kita harus selalu berprasangka baik kepada Allah kalau segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini ya atas kehendak Allah dan merupakan terbaik dari rancangannya. Otak kita tidak mampu memikirkannya disebabkan keterbatasan akal manusia. Jujur bagi saya untuk selalu berprasangka baik adalah hal yang tidak mudah. Kesedihan, kegagalan, nasib tidak baik, semuanya sudah ditentukan. Tanpa harus mematahkan diri, kita harus selalu berusaha dan berpikir positif bahwa hal negatif yang sedang kita alami ini sifatnya tidah permanen. Negatif hanyalah sekarang, semua akan baik-baik saja nantinya.

5. Rutin datang ke kajian agama

Langkah terakhir ini adalah langkah yang banyak orang kelewat. Kalau kita peduli pendidikan dunia kita sampai sarjana, magister dan doktor bahkan, tetapi banyak dari kita yang tidak peduli pada bekal pendidikan akhirat kita dan membiarkan pengetahuan kita hanya selevel anak SD. Padahal dunia ini sementara dan akhirat itu kekal. Dengan rutin datang ke kajian agama, secara rutin juga membersihkan pikran dan hati kita dari segala penyakit-penyakit jiwa yang membuat keresahan terhadap dunia. Datang ke kajian memperbaiki pola pikir dan fokus kita. Melenyapkan segala yang tidak perlu dan mengganti dengan yang perlu.


Asyiknya Mengkoleksi (dan Membaca) Buku

Tidak ada komentar
Kalau ditanya barang apa saja yang saya koleks dirumah, jawabannya akan berubah-ubah. Yang konsisten dari dulu hingga sekarang dikoleksi ya cuma satu.

Buku.

Saya pernah senang mengkoleksi diecast mobil-mobil klasik semenjak baru nikah. Namun setelah memiliki anak langsung kandas karena alokasi dananya sudah terpakai di pos yang lain. Bebeda dengan urusan buku. Zaman SD, koleksi Buku. Zaman SMP, koleksi buku. Zaman SMA, koleki buku, zaman jarang baca buku akibat sosmed, tetap koleksi buku. Zaman punya anak, tetap koleksi buku meski nambah koleksi anak.

Zaman TK dan SD saya koleksi komik Doraemon dan majalah Bobo. Pada waktu itu kami langganan mingguan Bobo. Pernah juga langgana koran anak-anak Fantasi. Saya ingat, sewaktu pindahan ke Medan, Bobo tidak dibuang, malah dikumpulkan di kardus dan ikut dibawa ke Medan haha. Saya juga kerap kali membuka ulang dan membaca cerpennya di kala sedang tidak ada bacaan lain. Sewaktu SD saya sudah mulai pelan-pelan membeli novel meski masih jarang karena masih suka pinjam buku bacaan di perpustakaan. Bagi saya, mengobrak-abik koleksi buku perpus amat menyenangkan. Dulu kayaknya saya juga agak penyendiri, pergi ke perpus juga sendirian.

Masa SMP dan SMA saya sudah mulai banyak membeli buku. Bagi saya, pergi ke Toko Buku Gramedia adalah kegiatan yang sangat menyenangkan. Tiap pergi ke toko buku pasti saya menghabiskan waktu berkeliling rak dan meminta untuk dibelikan buku kepada orang tua. Alhamdulillah, orang tua pun suportif, senang membelikan kami buku. Buku yang saya beli kebanyakan berkutat pada novel. Kadang-kadang saya meminjam buku tentang sejarah, biasanya tentang perang dunia, yang kemudian bukunya suka raib di kamar karena dibaca duluan oleh abang saya 😅. Saya menyukai sejarah karena abang saya rajin mengajarkan sejarah sewaktu mau ujian sejarah.

Masa-masa perkuliahan adalah dimana saya  mendadak sangat jarang membaca buku. Bahkan hanya 2-3 buku pertahun. Saya mulai aktif banyak kegiatan dan mulai ekstrover banyak bergaul. Sebenarnya, pembunuh utama minat baca saya adalah media sosial. Media sosial membuat saya membunuh waktu senggang sendirian saya, sampai-sampai tidak ada waktu dan minat lagi untuk membaca. Berbeda dengan abang saya, karena ia tidak terlalu terpapar oleh media sosial, minat bacanya masih tinggi. Sungguh saya iri. Tetapi saya masih rajin beli buku. Meski tidak dibaca-baca sampai beberapa tahun ke depan. Saya hanya tumbuh menjadi bibliografer tapa menjadi pembaca.

Saat memiliki anak, saya masih agak kurang membaca. Apalagi waktu banyak tersita untuk mengurus anak. Saya sudah jarang membeli buku untuk pribadi, namun ternyata nafsu membeli buku saya pindah ke membeli buku anak. Harus agak diakui, pada masa ini saya menjadi agak boros. Garsel buku dan Big Bad Wolfs adalah sumber utama keborosan saya. Banyak sekali buku yang saya beli untuk Hasan. Untung Hasan tumbuh menjadi anak yang rajin membaca buku. Sepertinya, semua buku anak-anak yang saya beli untuknya dibaca, hanya buku-buku yang mana saja berganti sesuai gilirannya. Sesuai minat Hasan pada waktu itu.

Tahun ini, 2018, saya merevolusi diri sendiri untuk kembali kepada membaca buku. Saya mulai komit dan menyusun strategi. Pada awal tahun, saya menargetkan membaca 36 buku dalam setahun. Saya mulai menyusu strategi dengan melihat kesibukan hari-hari saya. Saya mulai meniatkan diri untuk tidak kebanyakan sosial media, dan itu berhasil. Sebagai contoh, saat menemani Hasan tidur malam, alih-alih saya membuka sosmed, saya membaca buku via kindle. Menurut saya waktu kelonan malam itu adalah penyumbang besar waktu membaca buku saya. Kemudian saat Hasan tidur siang, saya sangat membatasi diri membuka sosmed jika tidak ada pekerjaan rumah lainnya. Alhasil saya dapat progres lain membaca. Memang kecepatan membaca buku saya menjadi amat lambat. 300 halaman bisa hampir seminggu. Tapi kekonsistenan dan minat baca buku saya tercapai. Pada kuartal ketiga 2018, saya sudah menamatkan 36 buku. Kemudian saya menaikkannya menjadi 48. 3 buku lagi sampai tercapi target. Saya optimis bisa tercapai hehe. Daftar lengkap buku-buku yang saya baca pada tahun 2018 dapat dilihat di profil goodreads saya. Alhamdulillah saya telah menangkis siklus hanya bibliografer saja menjadi bibliografer juga pembaca yang rajin. Sekarang pun kalau hendak membeli buku saya selalu  memutukan membaca buku yang pada bulan itu akan dibaca juga.