Tampilkan postingan dengan label lifestyle. Tampilkan semua postingan

Pentingnya Menumbuhkan Growth Mindset bagi Anak

16 komentar
“Hasan gapapa? Santai aja, gapapa kok gagal, itu lumrah. Yang penting kita cari tahu kenapa kita gagal. Gagal itu biasa kok, malah itu sarana untuk menjadi lebih baik. Ada yang mau dibantu? Nanti coba ujian lagi ya!” Ujar saya saat mengetahui Hasan tidak lulus ujian kenaikan sabuk Taekwondo.
 
growth mindset bagi anak

Jujur saya agak syok, bagaimana mungkin bisa terjadi. Apalagi saat saya tahu bahwa ia adalah salah satu dari dua anak saja yang tidak lulus ujian kenaikan sabuk kuning dari puluhan anak lainnya. Ini tidak hanya ujian baginya. Ini menjadi ujian buat saya juga

Bagaimana cara saya menyikapi hal ini dibalik inner child saya yang pennuh ambisi? Bagaimana saya bisa tetap tenang? Bagaimana saya bisa menenangkan anak? Bagaimana saya bisa tetap membangkitkan semangat anak? Bagaimana saya bisa menerapkan growth mindset kepada anak?

Sejenak saya tarik napas dalam-dalam dan berpikir, ini lah saatnya menanamkan anak growth mindset. Pelan-pelan saya mendekatinya.

“Hasan, kecewa ya ga lulus ujian sabuk? Tidak apa-apa kok kecewa.” Percakapan pun saya mulai dari memvalidasi emosinya.

Setelah berbicara dalam kepada Hasan, ia pun kembali melangkah menuju Sabeomnimnya (guru Taekwondo) untuk melakukan ujian ulang sabuk. Alhamdulillah, akhirnya ia bisa melangkah ke sabuk kuning bersama teman-teman TK lainnya.

Sebenarnya apa sih itu growth mindset? Seberapa penting seorang anak memiliki growth mindset?

Mengenal Growth Mindset

growth mindset bagi anak

Konsep Growth mindset pertama kali dipopulerkan oleh Carol Dweck, seorang Psikologis dari Amerika dalam bukunya yang populer, Mindset. Growth mindset adalah pola pikir yang menganggap kegagalan adalah sebuah cara untuk terus maju. Faham growth mindset menganggap bahwa bakat dan kemampuan adalah hal yang terus berkembang jika terus diasah.

Kerap kali kita sering minder saat melihat orang lain yang kita anggap berbakat di bidang yang sedang ditekuninya. Kita merasa tidak dapat mengejar mereka karena memiliki suatu anugerah dari Tuhan yang tidak kita miliki sejak awal.

Padahal kenyataanya bukan seperti itu. Orang yang berbakat namun tidak memiliki pola pikir growth mindset akan kalah dengan orang yang “kurang” berbakat tetapi memiliki pola pikir growth mindset. Mereka percaya bahwa kemampuan akhir adalah perkawinan dari bakat, kegigihan, serta pengalaman yang ditempat bertahun-tahun.

Growth Mindset vs Fixed Mindset

growth mindset bagi anak
Sumber: Alterledger

Lawan dari Growth Mindset adalah Fixed Mindset. Fixed mindset percaya bahwa bakat adalah dan kemampuan adalah anugerah dan bawaan dari lahir. Mereka kerap merasa superior . Namun, kondisi ini bisa sangat rawan. Apabila seseorang memiliki fixed mindset dan di kemudian hari dia sedang di fase kegagalan, mereka bisa sangat down dan sulit untuk bangkit. Para pemilik fixed mindset akan merasa egonya terluka sebab kemampuan mereka menjadi diragukan.

Berbeda dengan orang yang memiliki growth mindset. Alih-alih patah semangat, mereka melihat kegagalan ini sebagai peluang untuk tumbuh. Mereka percaya kalau kecerdasan dan kemampuan bisa bertumbuh. Alih-alih patah semangat saat menghadapi kegagalan, mereka lebih  memilih untuk mempelajari kegagalan, mengambil umpan balik dan mengolahnya menjadi strategi untuk masa datang.

Dulu saya sempat sering berpikir, mengapa anak yang dinobatkan sebagai anak genius sejak usia dini biasanya tidak kedengaran lagi kabarnya saat mereka dewasa. Ternyata (ini praduga saya saja sih), mayoritas dari mereka dibesarkan dengan fixed mindset. Mereka terlalu terbuai dengan apresiasi masyarakat bahwa mereka adalah anak prodigy. Satu kegagalan saja membuat mereka mempertanyakan kejeniusan mereka. Tak jarang banyak anak prodigy yang lebih memilih menarik diri ketimbang melanjutkan bidang yang sedang mereka dalami.

Tentu kita tidak menginginkan anak kita tumbuh memiliki fixed mindset alih-alih menjadi growth mindset bukan?

Tumbuh dengan growth mindset bersama Biskuat Academy

growth mindset bagi anak

Prestasi tidak melulu soal prestasi akademik. Ada beberapa anak yang memiliki kecerdasan kinestetik sehingga ia sangat menonjol. Sayangnya, banyak orangtua yang belum teredukasi bahwa prestasi kinestetik adalah prestasi yang juga membanggakan dan patut dibina seserius mungkin.

Untuk membangun kepedulian ini, Biskuat mendorong pencapaian anak-anak Indonesia di bidang olahraga, terutama di sepak bola melalui Biskuat Academy. Biskuat percaya bahwa setiap anak unik dan masing-masing dari mereka memiliki potensi tak terbatas melebihi apa yang mereka lihat. Kekuatan sejati dan unik itu sesungguhnya terletak di dalam diri mereka sendiri.

growth mindset bagi anak

Tidak banyak produk kemasan yang peduli dengan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak Indonesia. Salah satunya Biskuat yang merupakan brand unggulan Mondelez International yang memiliki tujuan mulia menciptakan #GenerasiTiger agar anak tidak hanya berprestasi, tapi juga memiliki kekuatan baik dari dalam (inner strength) yang tercermin dari karakter positif anak.

Tentunya Biskuat Academy juga mendorong agar anak memiliki growth mindset untuk terus bertumbuh meskipun menghadapi rentetan kegagalan demi kegagalan.

Melalui Biskuat Academy, anak dapat mengembangkan potensi dari dalam untuk mencapai mimpi mereka menjadi pesepakbola handal. Mulai dari peningkatan kemampuan sepak bola dari pelatih berlisensi UEFA A sebagai persiapan menjadi pemain sepak bola profesional di masa depan hingga bertemu langsung pemain profesional dari Tim Nasional Sepak Bola Indonesia untnuk memotivasi mereka. Kini cita-cita untuk menjadi pemain sepak bola profesinoal bukan hanya mimpi!

growth mindset bagi anak

Tertarik? Jangan khawatir, Biskuat Academy terbuka secara umum untuk seluruh anak Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Cara ikutannya juga sangat mudah! Tinggal membeli Biskuat kemasan khusus dan mendaftarkannya melalui WA sehingga sah mengikuti Biskuat Academy. Jika kamu beruntung dan menang Grand Final, bukan tidak mungkin kamu ikut tur ke stadion bola di Eropa. Menarik bukan?

growth mindset bagi anak

Growth mindset pada anak yang didukung oleh sumber daya

Apapun kemampuan anak, kita sebagai orangtua tidak boleh mengerdilkan anak sama sekali. Terus dukung anak saat mereka memiliki kemampuan non-akademis. Didik dan tanamkan anak kepribadian growth mindset agar mereka selalu siap menerima tantangan dan kegagalan. Sedih saat gagal itu wajar, tapi harus segera bangkit dan menjadikan kegagalan itu sebuah pembelajaran.

Jika si kecil memiliki minat dan bakat yang besar di bidang olahraga terutama sepak bola, bisa segera mendaftarkan mereka ke Biskuat Academy.



Unleash their potential, you never know what gonna happen if they have growth mindset and work hard on what they love!

growth mindset bagi anak


“Artikel ini diikutsertakan pada lomba KEB X Biskuat Academy”





Abangku Guruku, Uniku Idolaku

16 komentar


“Tu, wa, tiga, epat, lima, ena, ujuh, lapaa, bilaaa, puluu,” ujar si bungsu yang belum genap dua tahun tempo lalu.

Sontak saya sedikit kaget, perasaan dulu si sulung dan si tengah belum bisa berhitung komplit sampai sepuluh di usia yang belum genap dua tahun. Jangankan berhitung, mereka mulai banyak ngomong saat usia mendekati dua tahun.

Tiap anak memang berbeda-beda. Meski berasal dari rahim yang sama, tapi kemampuan, bakat, dan sifat bisa berbeda-beda pula.

Si sulung dan si genap termasuk lama baru bisa ngomong. Pun, si tengah yang kini berusia 3,5 bulan masih kerap tidak mengucapkan sebuah kata lengkap dengan huruf matinnya. Misalnya makan masih maka dan minum menjadi minu.


Paket laki dan perempuan

Saya punya tiga anak: 1 laki-laki dan 2 perempuan. Baru si sulung saja yang laki-laki. Selisih si sulung dan si tengah 3,5 tahun lebih, selisih yang cukup lumayan termasuk perkembangan kemampuannya. Sementara, 2 anak perempuan saya berusia cukup dekat, hanya 1,5 tahun. Jenis kelamin yang sama dan jarak usia yang dekat membuat mereka sering main bersama dan memiliki rentang perkembangan dan kemampuan yang tidak jauh berbeda.

A kid imitates what her big sibling does.

One, two, three, four, five, six, seven, eight, nine, ten!” Teriak si tengah yang berusia 3,5 tahun.

Beruntung yang menjadi anak pertama si sulung yang istilahnya benar-benar wonder boy yang cocok menjadi proyek percontohan. Si sulung patuh, rapi, suka keteraturan, tidak manja, kuat, rajin membersihkan mainan, dan yang paling menarik dia senang mengajarkan sesuatu.

Termasuk mengajarkan adik-adiknya. Perlu saya akui, banyak kemampuan dini yang si tengah kuasai adalah berkat jasa si sulung. Adik bisa main puzzle, adik hapal al-fatihah, adik bisa berhitung dalam bahasa Inggris.

Hanya ada satu yang ia tidak meniru keteladanan si sulung. Adik manja dan malas membersihkan mainan haha.

Si sulung kini sudah sekolah, meninggalkan adik-adiknya berantam di rumah. Meski si sulung sekolah full day, tapi tetap masih bisa banyak ia ajarkan ke adik-adiknya. Selanjutnya, tentu saja si bungsu banyak belajar dari si genap.

Paket ganjil dan genap

Unik sekali, anak-anak saya kalau ingin dirangkun bisa disebut paket ganjil dan paket genap. Tentu istilah semacam ini tidak hadir begitu saja. Paket ganjil, yakni anak urutan ganjil (si sulung dan bungsu) memiliki fisik yang relatif sama meski berbeda jenis kelamin. Rambut lurus, kulit lebih coklat, muka bulat, hidung lebar, dan kelakuan pun sama teladannya. Sementara paket genap, yakni anak urutan genap (si tengah) memiliki fisik dan sifat berbeda signifikan. Rambut kribo, muka lonjong, kulit putih, dan kelakuan bak ratu.


“Minuuuuuuum” rengek si tengah sebagai kode ke saya minta diambilkan minum yang CUMA berjarak 10 cm.

Saya sih ogah ya melayani si kemanjaan si tengah haha. Namun, tiba-tiba tanpa disuruh ada si bayi mandiri turun dari kursinya dan mengambilkan minum si tengah komplit dengan mengantarkan langsung ke tangan si tengah.

Gawat banget kan ya.

Makanya saya sering bilang, si bungsu itu seperti si sulung cuma menjadi agak kurang mandiri karena suka meniru si tengah. Uniku idolaku menurutnya. Apa yang dilakukan Uni langsung mentah-mentah dilakukan, bagaikan yang dilakukan Uni adalah cara hidup yang benar di dunia haha.

Si tengah mau baca buku, si bungsu juga mau pegang buku. Si tengah menolak jalan keluar, si bungsu juga menolak padahal sudah diimingi buat mencari kucing yang merupakan hewan kesayangannya di jalanan komplek. Yang lucunya, si tengah punya kebiasaan aneh untuk tidur sambil memeluk daster kotor sore saya. Merasa itu adalah tindakan yang harus dicontoh, si bungsu pun merengek minta daster saya juga meski ia tidak faham kenikmatan apa yang didapatkan uninya oleh daster kotor itu hehe.

Karena jarak usia mereka dekat, maka perkembangan kemampuannya juga dekat. Makanya banyak ilmu-ilmu yang dimiliki si tengah sudah dimiliki si bungsu, seperti berhitung satu sampai sepuluh.

Kuartal akhir tahun ini juga saya bersama si tengah sesekali hilir mudik untuk survey calon TK untuk tahun depan. Tidak cuma si tengah yang berkeliling dan main, tapi si bungsu pun ikutan. Belum lagi kepribadian si bungsu yang sangat supel sehingga tanpa berpikir ia mau bergaul dengan orang yang baru dikenal.

Pentingnya anak pertama sebagai percontohan

Melihat perkembangan ketiga anak ini, sering terbersit di hati saya kalau saya sangat sangat bersyukur memiliki si sulung sebagai anak pertama. Ia merupakan tipe anak yang membuat orangtua ingin memiliki selusin anak. Tanpa disadari pun si sulung jadi sering memberikan pengaruh positif bagi adik-adiknya. Si sulung memeberikan contoh positif kepada si tengah, si tengah pun turut memberikan contoh positif ke si bungsu. Begitu pula seterusnya jika (insya Allah nanti) si bungsu punya adik lain.

Jika dulu saya sedikit menyesalkan kenapa jarak si sulung dan si tengah cukup jauh, maka kini saya agak bersyukur karena saya merasa banyak waktu bersama si sulung berdua saja dan kesempatan menanamkan nilai nilai kepribadian positifnya.

Manfaat Jalan Kaki ke Sekolah bersama Anak

13 komentar
Meski jarak SD si sulung dari rumah kurang dari 3 km, saya rutin jalan kaki ke sekolah bersama anak. 

Tiap hari saya mengantarkan si sulung ke sekolah menggunakan mobil. Kadang-kadang banget sih babehnya antar, karena biasanya babehnya sudah sepedaan ke kantor sejak jam setengah 7. Terakhir babehnya mengantarkan si sulung saat dua adik gadisnya si sulung sakit dan ART saya pulang bulan lalu.

Lho, katanya antarnya naik mobil, kok tetap jalan kaki ke sekolah bersama anak?

manfaat jalan kaki

Begini, jarak sedekat itu kalau full menggunakan mobil harus spare waktu hampir 40 menit sebelum jam masuk supaya si sulung tidak telat masuk. Harus mengantri lampu merah simpang dan mengantri di jalan kecil depan sekolah si sulung lah yang menyebabkan waktu perjalanan sangat lama.

Tidak rela dong saya rumah dekat banget tapi butuh 40 menit mengantarkan sekolah. Beruntung saat awal-awal suami mengantarkan si sulung ke sekolah, ia menemukan jalur pintas ke sekolah supaya tidak usah repot-repot antri lampu merah dan antri di jalan kecil. Jadi, mobil cukup diparkirkan di lahan parkir depan depo gas dan bengkel di samping gang, kemudian kami jalan melewati gang rumah-rumah warga sejuah 300 m.

Kini kami bisa berangkat 20 menit sebelum jam masuk sekolah! Meski harus combo jalan kaki ke sekolah bersama anak, justru saya semangat menyambut pagi tiapi mau antar anak ke sekolah. Tidak kebayang jika saya harus menghabiskan 40 menit untuk mengantar si sulung sekolah 5 hari dalam seminggu. Sudahlah capek hati, habis bensin pula.

Ternyata ada beberapa manfaat jalan kaki ke sekolah bersama anak yang membuat saya bersemangat tiap Senin hingga Jumat meski harus bangun lebih pagi.

1. Menaikkan mood

manfaat jalan kaki
Saya tipe orang yang saat keluar rumah, inginnya sudah mandi. Dulu aja jaman kuliah pagi jam 7, saya rela mandi meski hanya 2 menit saat telat bangun pagi (dulu sehabis subuh suka tidur lagi ehehe). Ketimbang saya keluar rumah dalam keadaan pliket, muka berminyak, panas, tidak segar, dan hanya membungkus diri dengan jilbab dan jaket tambahan, mending saya maksa mandi meski kilat tapi dalam keadaan penampilan sudah siap beraktivitas.

Saat jalan kaki ke sekolah bersama anak pun membuat diri terpapar sinar matahari. Jalan kaki 600 m pulang-pergi artinya membuat saya melakukan aktifitas fisik ringan di tiap Senin dan Jumat.

Menurut buku Why We Sleep karangan Matthew Walker, langsung beraktifitas saat matahari terbit membuat tubuh memaksimalkan siklus sirkadian yang menandakan tingginya kewaspadaan. Terpapar matahari pagi juga menekan pelepasan melatonin dalam tubuh yang merupakan hormon tidur. Melatonin ini bisa terus dikeluarkan oleh tubuh saat dalam keadaan gelap. Makanya, Ikut jalan kaki bersama si sulung dibandingkan di rumah saja sangat berpengaruh untuk mood saya seharian itu.

Jalan kaki ke sekolah bersama anak pulang-pergi sejauh 600 meter menghabiskan waktu sekitar 10-15 menit tergantung jalan cepat atau jalan santai. Saya yang tipe introver pemikir ini tentu akan sangat memaksimalkan momen kesendirian ini karena saya bisa sendiri dan berpikir dengan tenang sembari menghirup udara segar di luar ruangan. Bagi saya kesendirian ini tiap harinya cukup penting mengingat saat pulang ke rumah saya relatif tidak memiliki waktu untuk pikiran sendiri karena harus berinteraksi sama 2 adik gadisnya si sulung.

Inilah manfaat jalan kaki ke sekolah bersama anak yang selalu saya rasakan tiap harinya.

2. Bonding

manfaat jalan kaki
Si sulung dan adik tertuanya berjarak 3,5 tahun lebih, artinya selama 3,5 tahun itu pula saya mudah melakukan bonding time degan si sulung, termasuk saat melakukan traveliving. Semua berubah saat adik kedua dan ketiganya lahir. Bisa dihitung, saya cukup jarang melakukan bonding time lama bersama si sulung saja tanpa terdistraksi adik-adiknya. Terakhir yang saya ingat adalah saat mengantarkan Hasan ke dokter kulit berdua saja 2 tahun lalu.

Meski si sulung sudah beranjak besar, tangki perhatian untuk si sulung harus diisi selalu. Kalau saya dapat berduaan dengan si sulung minimal 20 menit tiap 5 hari dalam semingu, why not? Selama di mobil kami bisa ngobrol tanpa terdistraksi adik-adiknya yang minta perhatian. Begitu juga saat jalan kaki ke sekolah bersama anak. Bahkan hal-hal remeh temeh pun bisa kita perbincangkan dan menjadi salah satu momen pergi sekolah.

Saat sampai di sekolah, saya juga bisa lebih proper mengantarnya di depan sekolah. Menyalami dan mencium pipinya. Rasanya beda jika saya melepas si sulung pergi sekolah di rumah saja.

Namun, kami tidak selalu berdua saja. Si tengah suka sudah bangun dan akan merengek untuk ikut mengantar abangnya. Dibanding bertengkar, mending saya boyong saja sekalian hehe. Lumayan, si tengah yang suka “manja” itu jadi terpaksa ikut jalan kaki 600 meter dan secara tidak langsung berjemur di bawah matahari sambil menghirup udara segar.

Coba kalau di rumah di ajak jalan keluar, pasti suka malas-malasan dia. Lumayan kan salah satu manfaat jalan kaki ke sekolah beserta si tengah juga termasuk melatihnya mampu jalan jauh. Mempersiapkan fisiknya saat travelling nanti.

3. Mengamati sekitar

manfaat jalan kaki

Ada banyak hal yang bisa diamati saat jalan kaki dibandingkan saat naik transportasi umum atau naik mobil pribadi. Saat naik kendaraan bermotor, kita begitu cepat melewati suatu area sehingga tidak sempat mengamati sekitar lebih detil. Itulah makanya saat travelling, saya sebisa mungkin menyempatkan jalan kaki di pinggir jalan demi mengamati hal-hal yang "tidak" terlihat.

Misalnya saat kami traveliving sebulan di Yogyakarta. Meski kami bawa mobil, kadang-kadang saya jalan-jalan bersama si sulung naik trasportasi umum yang pastinya harus disertai kombo berjalan kaki. Saat saya berjalan kaki di area Malioboro, saya bisa mengamati jenis manusia apa yang lalu lalang, arah tujuan manusia yang bersliweran, hubungan harga-waktu-pengunjung di Gudeg Mbah Lindhu, hingga menemukan hidden gem berupa kafe di gang semping Sosrowirjan.

Mengamati sekitar adalah manfaat jalan kaki yang selalu saya nikmati. Saat jalan kaki ke sekolah bersama anak pun saya bisa melihat denyut dan sendi kehidupan warga di sekitar sekolah si sulung. Mengetahui bahwa banyak guru sekolah si sulung yang ngekos di area tersebut. Ada juga adik-kakak yang sama-sama murid satu sekolah dan secara kebetulan sering kami lihat saat mereka berangkat sekolah.

Hal-hal lucu lainnya adalah ternyata area gang-gang pemukiman di sekitar sekolah si sulung sering dipakai untuk syuting. Belakangan saya baru tahu (lebih tepatnya akhirnya tahu karena ngintip hehe) bahwa itu adalah syuting sinetron “Tukang Ojeg Pengkolan”. Kami juga melewati kandang ayam yang terkadang ayamnya sudah bersliweran serta kandang yang berisi musang yang ditangkap warga dan sepertinya kemudian dipelihara.

Begitulah manfaat jalan kaki ke sekolah bersama anak yang benar-benar saya nikmati di tiap harinya. Alih-alih tertekan karena harus sudah bersiap sejak pagi, saya malah menyambut dengan sukacita karena bisa merasakan banyak hal dengan hanya jalan kaki ke sekolah mengiringi si sulung.


Mood yang stabil, bonding bersama anak, aktifitas fisik ringan, terpapar sinar matahari, hingga mengamati hal unik di sekitar. Hampir tidak ada deh alasan tidak senang ikut jalan kaki ke sekolah bersama anak :)