Benarkah Boks Bayi Perlengkapan Sia-sia?

20 komentar
“Salah satu barang perlengkapan bayi yang paling tidak ada gunanya: Box bayi. Sudahlah mahal, ujung-ujungnya malah jadi tempat tumpukan barang” kata sebuah postingan di Facebook.

boks bayi

Menjelang kelahiran bayi, para orangtua semakin disibukkan untuk menyiapkan peralatan si kecil mulai dari pakaian, mainan, stroller, hingga boks bayi. Para orangtua yang belum berpengalaman alias yang sedang menunggu kelahiran anak pertama biasanya kalut dan kemudian membeli semua peralatan dan perlengkapan bayi tanpa tahu urgensinya.

Yang penting beli dulu.

Tidak hanya membeli perlengkapan bayi, tapi juga turut membuat kamar bayi atau dalam bahasa gaulnya nursery room. Biar kayak orang-orang bule, ujar beberapa orang tua (di dalam hati).

Salah satu perlengkapan bayi yang dinilai banyak orang (terutama di Indonesia) yang paling sia-sia adalah box bayi. Benarkah boks bayi adalah perlengkapan bayi yang sia-sia?

Fungsi Boks bayi

boks bayi
Di beberapa negara barat, kehadiran box bayi termasuk penting. Misalnya cerita salah seorang teman yang lahir di Belanda. Beberapa bulan sebelum jadwal kelahiran biasanya ada semacam perwakilan yang mengecek ke rumah calon orang tua apakah rumah tersebut layak ditinggali oleh bayi. Salah satu parameter yang dicek adalah boks bayi.

Fungsi dari box bayi sesuai dari tujuan pembuatannya adalah menjaga keselamatan si bayi saat tertidur dari resiko terguling dari kasur. Bagi bayi-bayi kecil baru lahir mungkin terasa aman-aman saja jika menidurkan bayi di kasur karena toh mereka cenderung belum bisa terlalu bergerak. Namun, lambat laun kemampuan motorik bayi meningkat. Dari yang gerak uwel-uwel hingga berbalik badan.

Gerakan uwel-uwel bayi sudah cukup membuat mereka berpindah tempat dari tempat awal ditidurkan. Salah satu solusi yang dilakukan oleh banyak orangtua adalah menaruh bantal di sekeliling mereka saat sedang tidur. Solusi ini biasanya sukses sampai sang anak bisa membalik badannya di waktu yang tidak kita sangka-sangka. Bukan jarang sang anak bisa melewati bantal yang ditumpuk setelah mencapai kemampuan motorik kasar ini.

Setelah bayi semakin banyak bergerak, biasanya banyak orangtua yang memilih tidur di kasur tanpa dipan dengan harapan kalaupun si bayi “jatuh”, maka tidak akan menimbulkan cedera berarti. Beberapa orangtua juga memilih menempelkan kasur ke dinding dan memasang pagar kasur agar si kecil tidak jatuh saat berada di tempat tidur.

Fungsi sekunder boks bayi adalah sebagai tempat menaruh bayi agar sang bayi tidak menjangkau benda-benda berbahaya saat orangtua ingin melakukan hal lain di ruangan yang berbeda, misalnya masak.

Banyak yang mengklaim kehadiran boks bayi tidak sesuai tradisi parenting di Indonesia dan lebih cocok bagi teknik parenting orang-orang barat. Tapi apakah seperti itu?

Boks bayi bagi keluarga kami

boks bayi

Sebagian besar keluarga di Indonesia kontra terhadap penggunaan box bayi, alias sia-sia belaka dan hanya menjadi tempat menumpuk barang belaka. Tetapi tidak dengan keluarga saya.

Orang tua saya tidak menggunakan boks bayi saat saya kecil dahulu, tapi keluarga suami saya menggunakan untuk kelima anaknya. Kami pun diberikan boks bayi sejak dari anak pertama.

Anak pertama kami tidur di boks bayi sampai ia berusia 2 tahun dan kemudian dipindahkan ke kasurnya di kamar sendiri. Ia tidak selalu berada di boks bayi karena sering tengah malam menangis dan saya harus mengambilnya untuk disusui. Dari yang awalnya mengembalikannya ke boks bayi setelah menyusui, lama-lama saya mengetahui kalau si sulung ini menangis sebenarnya tidak butuh menyusui, tapi tersadar saat berada di fase melanjutkan siklus tidur dan ingin “kehangatan” agar ia bisa melanjutkan siklus tidurnya kembali. Alhasil, banyak setengah malam terakhir si sulung di habiskan di kasur kami.

Anak kedua kami tidur di boks bayi sampai usia 2 tahun lebih 1 bulan. Berbeda dibandingkan si sulung, kehadiran boks bayi bagi si tengah SANGAT VITAL. Si tengah tipe tidur yang teramat lasak (bergerak kesana kemari). Beberapa kali menaruh si tengah tidur malam di kasur kami dan berujung dengan ketidaknyamanan saya tidur karena berulang kali ia hampir jatuh.

Bahkan, saat sakit pun jika ia berada di kasur kami baik tidur saya dan tidur si tengah sama-sama tidak nyenyak. Kenyamanan si tengah untuk melanjutkan siklus tidur adalah bau saya ibunya, jadi asal ia dibekali daster kotor saya untuk dipeluk, maka bakalan nyenyak tidurnya. Itulah alasan kenapa bahkan saat si tengah sakit saya lebih memilih menaruhnya tidur di boks dengan bekal daster kotor saya. Tidurnya dan tidur saya sama-sama menjadi nyenyak. Bukan kah salah satu resep cepat sembuh adalah tidur yang cukup? Si tengah cepat sembuh dan saya meminimalisir ikut-ikutan sakit karena minim tidur.

Anak ketiga kami memiliki pola kurang lebih sama dengan si sulung, tipe haus “kehangatan” jadi ia sering terbangun tengah malam menangis dan minta menyusu sebagai bentuk minta “kehangatan”. Si bungsu tidur di boks bayi hanya sampai usia 22 bulan saja karena ia lebih senang didekap saat sebelum tidur.

Pro-kontra boks bayi

boks bayi

Boks bayi banyak tidak terpakai karena banyak orangtua yang lebih memilih menyusui si kecil sambil tiduran. Tentunya penggunaan boks bayi tidak akan efektif karena ngapain harus memindahkan si bayi lagi ke boks bayi dengan risiko terbangun padahal ia sudah jatuh tertidur di kasur orangtuanya. Bayi yang terbangun malam hari juga sesimpel disusui sambil tiduran juga, jelas lebih simpel ketimbang harus mengambil dari boks bayi, menyusuinya, dan mengembalikannya lagi ke boks bayi tetap dengan risiko bayi terbangun.

Salah satu yang menjadi alasan pokok saya lebih senang menggunakan boks bayi adalah karena saya tidak bisa menyusui sambil tiduran. Pernah sih saat jaman anak pertama, tapi kerap kali puting saya lecet. Ketimbang risiko puting lecet meningkat, saya lebih memilih menyusui duduk. Begitulah saya menyusui sampai di akhir menyusui anak ketiga ini.

Kontra boks bayi berikutnya adalah karena ada opsi lain mengurangi potensi cedera jatuh pada si kecil berupa penggunaan kasur tanpa dipan dan penggunaan pagar tempat tidur. Penggunaan kasur tanpa dipan bagi kami bukan lah opsi karena tidak ergonomis dan tidak ada ruangan lain untuk menyimpan headboard dan dipan. Pun, kami tetap tidak sreg jika harus menggunakan kasur dengan pagar.

Pro boks bayi lainnya bagi kami adalah untuk tempat menaruh anak saat saya sedang mandi atau pun masak. Mungkin bayi akan menangis meraung-raung saat saya tinggalkan sendirian di kamar, tapi itu adalah opsi yang lebih baik ketimbang potensi bahaya yang ia hadapi jika membiarkan ia tetap merangkak atau jalan di lantai dan menjangkau benda-benda berbahaya. Mungkin bayi yang sudah bisa berdiri memiliki potensi memanjat boks bayi dan keluar dengan potensi jatuh dari pagar boks bayi. Namun, potensi kemungkinan itu terjadi tetap lebih kecil ketimbang bahaya di luar boks bayi.

Boks bayi atau tidak?

boks bayi

Pada akhirnya, pilihan untuk menggunakan boks bayi atau tidak sama sekali adalah pilihan dari masing-masing orangtua dengan mempertimbangkan gaya hidup dan pola asuh yang diterapkan. Bagi keluarga saya sih kehadiran boks bayi penting dan tetap akan menggunakannya hingga kami memiliki bayi lagi nantinya. Bahkan, saya sampai meminjam boks bayi kedua dari teman karena selisih umur si tengah dan si bungsu hanya 19 tahun sehingga sama-sama membutuhkan boks bayi.

20 komentar

  1. Menarik ini. Setiap keluarga tetap punya pilihan masing-masing ya Mbak. Saya masuk ke anggota tanpa box bayi. Yang penting nyaman untuk semuanya.

    BalasHapus
  2. Saya tim tanpa box bayi, yaitu tadi alasannya repot kalau harus nyusuin bayi malam-malam mesti pindah-pindah.

    BalasHapus
  3. Saya gak pakai box bayi. Karena kondisi rumah yang sempit gak memungkinkan. Selain itu untuk new born rasanya masih repot kalau tidur terpisah saat malam. Karena masih sering menyusu. 6 bulan kayanya udah oke ya Mom pakai box bayi.

    BalasHapus
  4. Saya juga tim Box bayi, mba. Banyak kelebihannya menyediakan box bayi di rumah, meski sesekali juga kita menidurkan baby di samping kita. Bukankah keharmonisan rumah tangga juga perlu dijaga, yaa.jika baby punya tempat sendiri, artinya ayah bundanya masih punya we time juga, hehehe.

    BalasHapus
  5. Wah, kalau aku pribadi sih lebih memilih box bayi karena memang sepenting itu untuk baby dan ortunya.
    Baby jadi lebih aman dan bebas bergerak dan ortunya masih ada waktu quality time.
    Tapi, tidak bisa dipungkiri bahwa setiap keluarga mempunyai pilihannya masing-masing ya, Mba.

    BalasHapus
  6. Tiap kluarga punya opininya masing2 ya.

    Klo saya dulu pas punya bayi pakai engga ya? Kok lupaaaaa😁😂

    BalasHapus
  7. Aku dulu sewa box bayi juga untuk naruh bayi saat ditinggal mandi atau masak. Sangat berguna, ketimbang was-was ngglundung ke sana kemari. Kalau malam bayi mmg lebih praktis di sisi ibunya biar bisa disusui langsung.

    BalasHapus
  8. Box bayi di keluarga Indonesia agaknya masih sedikit penggunaannya.
    Walau dari keluargaku dulu semua tidur di box dan hanya diangkat ketika waktunya menyusu. Yang bikin box bayi ini tampak nyaman bagi si Ibu juga karena bisa disesuaikan dengan tinggi sang Ibu yang kalau dalam tradisi Jawa, belum boleh terlalu banyak bergerak semaunya.

    BalasHapus
  9. Iya apalagi klo si bayi sudah mulai merangkak, boks bayi sangat membantu. Ibu juga merasa lebih aman dan nyaman.

    BalasHapus
  10. Keluarga saya sepertinya cenderung gunakan boks bayi. Waktu kakak dan saya masih kecil juga pakai boks bayi. Adik saya paki boks bayi. Banyak manfaatnya. Selain tidurnya aman gak jatuh, main pun bisa di.boks bayi. Trua ortunya juga jadi punya kualitas istirahat lebih baik.

    BalasHapus
  11. Jadi punya insight baru nih tentang box bayi. Ada keinginan banget punya..cuma masalahnya.rumah belum mendukung

    BalasHapus
  12. Menurut saya tergantung kemampuan orang tua untuk membeli barang seperti box bayi ini. Dulu anakku nggak beli sih, soalnya setahun lalu saudaraku punya jadi dipinjemin. Sekarang ama saudaraku dijadikan tempat mandi bola deh box bayinya.

    BalasHapus
  13. Tiga anakku pakai boks bayi, rasanya lebih aman aja kalau anak-anakku ketika bayi tidur di boks bayi sampai usia sembilan bulan bahkan ada yang setahun. Pakainya juga turun-temurun wkwkwk, setelah mantap ngak nambah lagi aku kasih ke saudara yang masih punya bayi, sayang masih bagus soalnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah persis banget ya mba. Ini bahkan aku sampai minjam temanku (gratis) karena jarak anak 2-3 dekat banget

      Hapus
  14. Sekarang banyak yang memilih sewa box bayi mbak, mungkin karena berpikir jarang bisa dipakai lagi
    Kalau aku sih nggak pernah punya dan pakai box bayi untuk anak-anakku

    BalasHapus
  15. Ini kembali pada keluarga ya kalau diluar negeri memang dibiasakan bayi tidue sendiri sejak lahir ya. Beda dengan di indonesia. Kalau dikeluarga saya tidka model box bayi repot juga kalau kebangun2 untuk menyusui. Biasanya justru model ayunan bayi buat tidur siang

    BalasHapus
  16. Setuju mba. Kalau useless atau tidaknya tergantung kebutuhan tiap keluarga dan prinsip yang diambil untuk menidurkan bayi

    BalasHapus
  17. Kalau cukup tempat dan ada dananya lebih baik pastinya kalau ada box bayi. Tapi kembali lagi pada kenyamanan dan kebiasaan ibu dan bayinya ya.

    BalasHapus
  18. Dulu pas anak pertama udah kepikiran beli box bayi tapi mempertimbangkan rumah kami yang kecil dan dari kanan kiri alhasil gak jadi beli box bayi, pun saat anak udaj dua

    BalasHapus
  19. Dulu anak saya nggak punya box bayi, tapi ada tempat tidur yang ada kojongnya pemberian keluarga. Menurut saya balik ke kebutuhan sih

    BalasHapus