Mengenal Gastronomi Molekuler: Perkawinan Sains dan Makanan

14 komentar
“Baru matang dari kompor kemudian langsung dimasukkan ke dalam oven? Oh, tampaknya Chef ingin membuat sajian tersebut dalam bentuk bubuk.” Ujar Alton Brown mengomentari salah seorang Chef dalam sebuah acara kuliner favorit saya, Iron Chef.

gastronomi molekuler

Iron Chef adalah acara reality show masak-memasak yang baru diluncurkan di Netflix. Sebenarnya, acara Iron Chef ini adalah acara reality show dari Jepang sejak tahun 1993. Namun baru belakangan ini Iron Chef diproduksi ulang sama Amerika dan jadilah Iron Chef yang dapat kamu tonton di layanan Netflix.

Iron Chef adalah salah satu reality show masak-memasak favorit saya, alasan utamanya karena saya suka cara pembawa acara mengomentari pekerjaan para Chef. Mereka memiliki pengetahuan kuliner yang terverifikasi karena bisa menebak hidangan apa yang akan disajikan oleh Chef hanya dengan mengamati dan menjelaskan teknik-teknik memasak yang mereka gunakan.

Melalui Iron Chef pula saya melihat beberapa teknik memasak yang tidak saya lihat di acara reality show masak-memasak lainnya. Wajar saja para pembawa acara memahami dunia kuliner dan tekniknya begitu mendalam. Alton Brown sudah berpengalaman menjadi pembawa acara masak-memasak dan Kristen Kish adalah seorang Chef yang merupakan pemenang acara Top Chef.

gastronomi molekuler
Sumber: People

Saya kerap memandang sebuah hidangan sebagai hasil peracikan teknis yang piawai berpadu dengan kemampuan eksplorasi palate. Sebuah pola pikir yang tidak populer tapi cukup wajar bagi saya yang lulusan teknik lingkungan ini.

Science of Cooking

gastronomi molekuler

Science of Cooking karangan Stuart Farrington yang kini bertengger di pojok rak dapur saya adalah salah satu pembelian buku terbaik saya. Untungnya, saya beli saat diskon 50% di sebuah toko buku impor. Menang banyak! Di buku ini dijelaskan sangat detil dari A hingga Z soal sains yang terjadi seputar masak. Bahkan dari pemilihan panci dan pisau, lho!

Rasa penasaran saya terhadap sains dalam memasak tidak berhenti disitu. Dua tahun lalu, saya mengambil kursus gratis berjudul “Science of Cooking” dari edx. Tanpa berpikir panjang, saya pun langsung mendaftar kursus gratis ini. Dalam jangka 3 bulan, kita harus menonton video pembelajaran, membaca bahan ajar, mengerjakan kuis, hingga mengerjakan tugas praktek.

Salah satu tugas praktek pertama yang saya ingat adalah “mengenal oven dengan lebih baik.” Intinya, kita melakukan kalibrasi oven sendiri dengan mengacu ke titik leleh gula.

Mempelajari sains dari memasak itu nyatanya bisa membuat kamu lebih paham dengan apa yang kamu masak bahkan menambah kualitas hasil masakan kamu pula. Bahkan, kamu memasak daging pun terjadi proses "penghancuran" dalam daging tersebut. 

Lho, bagaimana maksudnya?

Memasak daging: Proses penghancuran protein

Tahukah kamu kalau kalau proses memasak protein artinya telah terjadi proses penghancuran protein?

Telur mentah mengeras, artinya panas telah menghancurkan struktur protein pada telur tersebut sehingga teksturnya mengeras seiring dengan lamanya memasak. Daging berubah warna dari hitam dan melunak menjadi merah, artinya ada protein yang “dihancurkan” agar makanan tersebut lebih layak untuk dimakan. Itu baru proses fisik dan kimiawi ya, belum termasuk proses biologis yang terlibat seperti matinya bakteri yang dapat menimbulkan penyakit seperti Salmonella.

Sains menarik dalam memasak lainnya adalah sains dibalik snack buah-buahan yang dikemas dalam kemasan. Apa yang terjadi dibaliknya?

Rahasia dibalik snack durian kering dari Thailand


gastronomi molekuler

Saya sering menemui grafik fasa padat-cair-pada di atas di beberapa mata kuliah dahulu. Lucunya, saya lebih mengerti grafik tersebut sekarang ketimbang saat saya duduk di bangku kuliah.

Sebagai contoh, apakah kamu pernah kebayang kenapa bisa ada yang jual snack durian kering? Proses apa yang terjadi dari durian berukuran besar dengan daging lembek basah berubah menjadi durian berukuran kecil?

Grafik di atas adalah jawabannya. Durian yang baru dibelah berada dalam area warna ungu dimana cairan buahnya berada dalam fasa cair. Kemudian, suhu diturunkan sehingga cairan durian membeku dan fasanya berada di area oranye. Setelah itu, tekanan diturunkan secara drastis sehingga merubah cairan durian yang tadinya beku berubah menjadi gas dan menguap ke udara. Tada! Jadilah snack durian kering dimana sekarang kondisi cairannya berada di area hijau.

Jadi, durian kering yang kamu makan itu sudah hampir tidak mengandung air, makanya bisa berukuran kecil dan bisa dikemas di kantong plastik. Tidak hanya itu, makanan yang memiliki kadar air rendah bakal memiliki ketahanan (shelf life) yang jauh lebih tinggi.

Proses pengeringan makanan menjadi bentuk bubuk seperti yang dikomentari Alton Brown di acara Top Chef juga melalui cara serupa. Menggunakan oven adalah salah satu cara proses pengeringan. Caranya dengan menyetel oven dengan suhu rendah (60 derajat Celcius) ditambah dengan membuka pintu oven sedikit agar sirkulasi udara lancar. Jangan menyetel suhu lebih tinggi dari itu karena akan membuat makanan bertambah tingkat kematangannya.

Proses pengeringan makanan berdasarkan diagram di atas hanyalah salah satu partikel kecil dari ilmu kuliner yang dijelaskan secara sains. Jika kita biasanya hanya memahami proses masak-memasak hanya sebagai ketepatan meracik bumbu dan menyajikannya secara pantas (asal tidak gosong atau kematangan), maka saatnya kamu mengenal gastronomi molekuler.

Ilmu kuliner ini sangat memperhatikan segala aspek fisis dan kimiawi sebagai bentuk rekayasa. Oleh karena itu, saya menyebutnya teknik kuliner. Mari mengenal gastronomi molekuler lebih dalam!

Mengenal Gastronomi Molekuler

gastronomi molekuler



Gastronomi molekuler adalah cabang ilmu kuliner yang fokus kepada proses fisis dan kimia yang terjadi pada saat proses memasak terjadi. Proses dan interaksi ini dieksplorasi dan dimanipulasi untuk menghasilkan rasa yang maksimal hingga menghasilkan penampakan akhir yang artistik.

Istilah gastronomi molekuler ini juga pertama kali ditemukan tahun 1988 oleh dua ilmuwan yang berasal dari Oxford, Nicholas Kurti dan Hervé This. Awalnya, gastronomi molekuler merupakan salah satu cabang sains yang mempelajari proses fisis dan kimia selama memasak. Namun tidak untuk sekarang.

Gastronomi molekuler ini seperti mendobrak ilmu kuliner tradisional yang berfokus pada produksi makanan dalam skala industri alias dalam skala massal. Intinya asal hasil masakan enak dan dimasak dengan benar.

gastronomi molekuler

Alat-alat yang digunakan para chef gastronomi molekuler juga layaknya ilmuwan di laboratorium. Mereka menggunakan nitrogen cair, pipet, gel, alat pembakar, dan alat-alat laboratorium lainnya.

Ilmu sains yang dipelajari di gastronomi molekuler biasanya berkutat pada transfer panas, interaksi makanan tiap fasanya, kestabilan aroma, masalah kelarutan suatu zat, hingga hubungan tekstur-aroma. Kalau kamu hobi nonton acara masak-memasak seperti Masterchef, Top Chef, Hell's Kitchen, dan lain-lain, pasti kamu akan familiar dengan komentar yang mengomentari hubungan tekstur-aroma sebuah hindangan dan bagaimana bisa menghancurkan satu sama lain jika tidak diramu dengan cermat.

Sekarang mulai bermunculan restoran-restoranyang fokus pada gastronomi molekuler. Saya menganggapnya restoran yang menyajikan penipuan.

Bukan, bukan penipuan dalam arti negatif, tapi dari arti positif haha. Banyak restoran gastronomi molekuler yang memiliki visi sebagai fun dining dengan mengoptimasi seluruh indera di tubuh demi menikmati makanan secara maksimal. Bahkan, terkadang Chef dari restoran fun dining tersebut menyediakan makanan yang secara bentuk berlawanan 180 derajat dengan rasanya.

Contoh molekular gastronomi adalah kamu dihadapkan dengan sebuah apel di atas piring namun nyatanya makanan itu memiliki rasa seperti steak. Persepsi kamu terkecoh dengan indra kamu sendiri. Inilah yang menyebabkan menyantap hidangan di resto gastronomi molekuler menjadi sangat menyenangkan.

You prepare to be surprised!

Pekan lalu, saya dan suami berkesempatan menikmati sepaket sajian hidangan dan hiburan di sebuah restoran molekuler gastronomi di bilangan Jakarta Selatan. Sejujurnya, saya tidak pernah membayangkan akhirnya bisa duduk di salah satu kursi restoran ini mengingat harga sekali makan disana yang cukup tidak masuk akal.

Honestly, I'm dying to writing the full review for the food and experience. But unfortunately, please wait until the end of this year since I don't want to ruin the fun and the food that planning to be served. I'm not that viral FOMO ike people in Tiktok.

"Kok bapaknya tahu ini makanan apa, habis lihat di TikTok ya?" Duga sang pelayan menanggapi tanggapan tebakan suami saya.
Jadi saya cuma bisa kasih sneak peak saja ya, supaya semakin penasaran haha. Lebih baik lagi kalau langsung cuss ke restorannya (saya rasa sih sebagian besar yang baca ini sudah tahu restoran apa).

Contohnya ini. Menurut kalian ini makanan apa?

gastronomi molekuler

Apa yang kamu harapkan jika yang disediakan "cuma" seperti ini?

gastronomi molekuler

 clue: coba berpikir out of the box

Stelah saya dan suami melakukan fun dining disana, persepsi saya terhadap mahalnya makan di restoran gastronomi molekuler mahal berubah. Harga tersebut SANGAT MASUK AKAL.

“Aku makan bukan fine dining cuma dapat four course di Prancis aja harganya setengah dari restoran ini yang menyajikan 17 menu. Kata temanku juga makan sebanyak itu dijamin kenyang”. Ujar suami tempo hari.


Setelah mengenal gastronomi molekuler, tertarik mencoba fun dining di restoran gastronomi molekuler?

14 komentar

  1. Tertarik sekali, sayang tinggalnya di pelosok yang belum ada resto sejenis.
    Btw, kenapa harus nunggu akhir tahun dulu ya utk sharing menu? Maaf mungkin saya ada misinfo.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena katanya mereka baru akhir tahun ganti menu, jadi ntar spoiler buat yang mau makan hehe

      Hapus
  2. Habis baca artikel ini, aku langsung penasaran sama gastronomi molekuler loh Kak. Selain itu kayaknya aku kepengen nonton reality show masak-masak Iron Chef di Netflix.

    BalasHapus
  3. Wah jadi penasaran sama hidangan makanan di restoran Gastronomi molekuler. Kayanya aku mau ceki-ceki ke reality show Iron chef juga biar makin klop sama ilmu di artikel ini...

    BalasHapus
  4. Ternyata Ilmu kuliner bukan sekedar meramu bumbu dengan cobek ya. Atau goreng menggoreng. Ada sainsnya juga.

    BalasHapus
  5. Asik, dapat ilmu baru di dunia masak memasak. Plus penasaran banget dengan gastronomi molekuler

    BalasHapus
  6. Sewaktu masih tinggal dan kerja di Jakarta, saya kerap menghadiri acara dengan konsep fun dining. Apalagi kala itu acara-acara semacam masterchef baru populer. Pernah terbengong-bengong melihat piring yang lebarnya gedhe tapi isi makanannya cuma buah apel jadi pie, ada toletan saus, lalu sedikit saus di unung lainnya serta sefruit es krim. Enak banget sih. Lebih enak soalnya gratis soalnya diundang aja. Kalo intip menunya, bisa ilang gaji hanya dalam beberapa hari. Wkwkwk.

    BalasHapus
  7. Saya baru tahu istilah gastronomi ini, sekarang jadi paham kenapa hidangan di restoran mahal, karena prosesnya juga mahal

    BalasHapus
  8. Anyway aku suka liat IGS artis atau selebgram dan cuplikan vlog mereka lagi makan gastronomi molekuler alias fun dining. Seru banget. Pingin cobain tp pricey. Tp jika dipelajari itu sih worth to buy ya. Soalnya sama experiencenya not only food

    BalasHapus
  9. Aku paling suka dan penasaran tentang ilmu gastronomi molekuler kayak rekayasa makanan gitu ya, cuma belum pernah coba semoga suatu saat bs cobain langsung😃

    BalasHapus
  10. Wih, kompleks bgt ya bearti proses memasak itu. Biasanya cuma tau masakan dimasak dan dikasih bumbu sampai enak untuk dimakan, gak pernah mikirin science-nya.

    BalasHapus
  11. Seru banget ya tektek bengek masak bisa dianalisis dari segi sains, meski bikin otak muter. Tapi kalau soal fun dining kalau saya kayaknya ya buat sesekali doang aja, ga kuat di dompet euy hihi. Suka kesel juga piring gede tapi makanannya cuma seuprit.

    BalasHapus
  12. wah aku suka banget acara reality show kontes masak-memasak tapi sejauh ini baru ngikutin MasterChef Indonesia aja sejak musim pertama. aku mau ikutan nonton Iron Chef ah, eh tapi mesti perpanjang Netflix dulu nih wkwkwk.

    BalasHapus
  13. Nah.. pegiat kulineran perlu berterima kasih nih sama Nicholas dan Hervé. Bisa jadi bahan ilmu saat menghasilkan suatu hidangan yang menarik, ya kan?

    BalasHapus