4 Tips Memulai Rutin Berolahraga. Kenapa harus Terpaksa?

4 komentar

"Aku mau beli Resistance Band!", ujar suami suatu hari. Suatu ujaran yang tidak pernah terbayangkan sama sekali oleh saya berasal dari suami sendiri.

Sebelum menikah, sebenarnya saya sempat agak rutin berolahraga. Saat saya berkuliah di Bandung, hampir tiap akhir pekan saya sepedaan sampai ke komplek tetangga. Yang seperti kita tahu, Kota Bandung bagian pinggiran atas memiliki kontur naik turun ala perbukitan. Bersepeda menempuh jalur komplek saja cukup menguras keringat sekaligus kardio yang efektif. Setelah pindah ke Jakarta, frekuensi olahraga saya lebih sering. 3 hari di hari kerja saya lari pagi di komplek sebelum berangkat kerja. Saat hari Senin dan Kamis saya mencuci mobil karena saya puasa saat itu. Akhir pekan jalan pagi acak tergantung suasana hati.

Setelah Saya menikah, saya rutin berenang 3-5 kali dalam seminggu. Kebetulan kami tinggal di rumah yang ada kolam renang di 1,5 tahun pertama pernikahan kami. Saat anak pertama kami berusia sebulan,  kami pindah ke apartemen yang ada fasilitas kolam renangnya. Alhasil akses untuk berenang mudah sekali. Meski keadaan hamil dan punya anak, saya selalu menyempatkan diri untuk renang. Kebetulan kami memiliki asisten rumah tangga sehingga saya bisa menitipkan Hasan yang tidur siang selagi saya pergi berenang ke bawah.

Hamil trimester pertama, punya bayi baru lahir, hamil lagi, tidak ada ART. Ulang lagi. Bahkan sekarang ditambah pandemi yang menyebabkan kolam renang tutup. Berkali-kali saya harus berhenti olahraga karena keadaan, alhamdulillah berkali-kali pula saya bisa kembali rutin berolahraga. Bagaimana tips dan triknya?

4 tips rutin berolahraga
4 Tips Rutin Berolahraga

1. Komitmen = Pemaksaan Diri

4 tips rutin berolahraga
Apa yang paling sulit dalam memiliki suatu kebiasaan?
Memulai!

Ah, aku mulai olahraga besok aja deh, hari ini sibuk. Kamudian besok pakai alasan yang sama lagi.
Aku seingin itu olahraga rutin, tapi ga sempat ih, harus ngurus anak dan kerjaan rumah bejibun.

Pernahkah kita memiliki alasan serupa sebagai dalih untuk tidak melakukan pekerjaan? Baik pekerjaan profesional atau pekerjaan rumah. Tentu tidak. Kita berkomitmen mengerjakan pekerjaan kantor karena kita sudah dibayar oleh perusahan. Kita berkomitmen mengerjakan pekerjaan rumah karena itu adalah ladang ibadah kita untuk berkeluarga dengan imbalan pahala. Berkomitmen artinya berjanji kepada diri sendiri untuk melakukannya apapun yang terjadi selama tidak ada kendala berarti.

Rachel Hollis dalam bukunya Girl Wash your Face menuturkan bagaimana ia bisa memulai olahraga secara rutin di salah satu babnya. Pada suatu hari, ia berkomitmen akan berolahraga pada esok harinya. Ternyata esoknya ia sangat sibuk beraktifitas. Bahkan, ia baru pulang ke rumah saat matahari sudah terbenam. Namun karena ia sudah berkomitmen pada dirinya sendiri bahwa hari itu ia HARUS berolahraga, malam-malam setelah pulang kerja itu juga ia langsung menuju basement dan berlari di treadmill. Tidak lama, hanya sekitar 15 menit. Meski hanya sebentar, maknanya sangat dalam. Itu artinya ia menghormati komitmen yang telah ia buat dengan cara mati-matian mewujudkan janji komitmennya menjadi nyata. Esok harinya ia kembali memiliki pola pikir yang sama sampai berolahraga menjadi aktifitas rutin yang tidak bisa ia tinggalkan.

Berkomitmen ada hubungannya dengan prioritas. Komitmen berhubungan dengan mengalokasikan waktu. Jika pasangan kita mengajak pergi makan bersama, akankah kita menolaknya dengan alasan sibuk? Tentu tidak. Karena pasangan kita adalah prioritas, kita akan berusaha mengalokasikan waktu untuk bisa memenuhi keinginan pasangan. Begitu juga dengan olahraga. Jika kita menganggapnya sebagai prioritas, kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjadikannya bagian dari diri kita, bagian yang akan terasa pincang jika kita tidak melakukannya. Percayalah, jika sudah dilakukan berulang-ulang kali dan sudah mencapai level rutin, kita malah menjadi "tantrum" jika sekali saja tidak melakukannya.

2. Cari Motivasi yang Paling Krusial

4 tips rutin berolahraga
Apa motivasi kamu untuk bisa rutin berolahraga? Ingin sehat? Ingin kurus? Ingin memiliki body goal

Apapun motivasi yang melatar belakanginya, sebaiknya merupakan motivasi dasar yang cukup kuat, bukan impulsif. Ingin sehat karena barusan melihat hasil medical check up yang amburadul. Ingin kurus karena barusan dikomentari oleh lingkungan. Ingin punya body goal karena barusan melihat Instagram selebmom. Hampir bisa dipastikan bahwa motivasi yang berbau impulsif tidak akan cukup kuat dan akan memudar seiring dengan jalannya waktu. Carilah motivasi jangka panjang. Misalkan jika ingin sehat, kita membayangkan masa tua yang masih bugar dan bisa main dengan cucu. Jika ingin kurus kita membayangkan betapa dengan berat badan lebih ideal membuat kita lebih mudah menjalani kehidupan sehari-hari. Jika ingin memiliki body goal, kita bisa membayangkan betapa menyenangkan menjadi lebih cantik untuk diri sendiri dan pasangan.

Motivasi saya untuk rutin berolahraga sedikit berubah sejak saya membaca buku Strong Curves: A Woman's Guide to Building a Better Butt and Body oleh Brett Contreras. Brett menjelaskan soal postur tubuh. Bagaimana otot dorman yang kurang aktif membuat otot bagian tubuh lain kerja ekstra melebihi kapasitasnya. Ini akan menyebabkan keluhan-keluhan klasik semacam sakit pinggang. Brett juga memberi gambaran, betapa bermanfaat untuk kehidupan kita sehari-hari apabila rutin berolahraga. Misalnya lebih kuat mengangkat belanjaan, berlari-lari mengajak anak main, bahkan sampai semakin meningkatkan kehidupan intim bersama pasangan.

Memiliki postur yang baik dan memudahkan kehidupan sehari-hari. 2 alasan tersebut adalah pondasi motivasi terbesar saya untuk rutin berolahraga. Disaat saya dihadapkan pada keadaan harus berhenti olahraga dahulu seperti memasuki hamil trimester pertama, 2 motivasi itu yang akan kembali membawa saya untuk kembali berolahraga di saat sudah bugar saat memasuki trimester kedua. Motivasi dasar itu pada saat hamil akan berkembang menjadi memiliki postur baik sehingga minimalisir keluhan-keluhan fisik saat hamil besar dan membantu serta memudahkan persalinan karena terbiasa memiliki stamina lebih baik.

3. Ajak Anggota Keluarga

4 tips rutin berolahraga

Ketimbang sendiri, mungkin kita akan lebih bersemangat jika di sekeliling kita ada yang ikut memiliki komitmen yang sama. Namanya juga manusia, iman saja ada naik turun, apalagi motivasi. Ini sangat membantu saat mulai banyak godaan menerpa seperti malas. 

Saya memiliki suami yang beratnya memasuki 1 kuintal saat kami menikah. Sekarang beratnya sudah turun hampir 30kg dan cenderung stabil sampai saat ini. Anehnya, kondisi badan yang lebih baik membuat suami jauh bersemangat untuk urusan olahraga. Dahulu, disuruh untuk bersepeda ke kantor mengingat jarak kantor yang dekat saja ia ogah. Dahulu, disuruh renang ke bawah saja susahnya bukan main. Sekarang rutin sepedaan ke kantor. Terkadang meski lebih ideal naik mobil, malah dibela-belain bersepeda. Sekarang, sebelum pergi atau setelah pulang kerja malah rutin olahraga yang bersifat calisthenic. Sekarang, malah dia yang beli Resistance Band.

Suami yang di depan mata saya berulang kali berolahraga itu benar-benar membuat saya iri dan ingin bela-belain untuk latihan. Berasa tidak adil saja, suami semakin sehat, bugar, dan fit, masa saya loyo dan tidak bugar begini. Suami saya benar-benar seperti layaknya kapal terakhir yang akan ikut membawa saya dikala motivasi untuk berolahraga sedang turun. 

4. Ciptakan Lingkungan yang Mendukung

4 tips rutin berolahraga

Mungkin faktor adanya anggota keluarga yang ikut berkomitmen berolahraga merupakan salah satu lingkungan mendukung. Usaha lain untuk membuat lingkungan yang mendukung adalah dengan mencari support group. Bisa dengan berkomunitas atau bergabung dengan grup daring. Sebagai contoh, tiba-tiba saya diseret oleh seorang teman untuk turut bergabung di WAG COYMFitMum. Ini berawal dari WAG Circle of Young Mom (CoYM) yang kemudian beberapa orang bertekad untuk mencari sparing group bersama agar semakin terpacu untuk hidup lebih sehat. Banyaknya postingan ambisius dan postingan makanan benar-benar membuat anggota grup lain terpacu loh! Ditambah dengan bersama-sama menggunakan personal coach untuk membuat lingkungan "terpaksa". Terpaksa yang membawa ke efek positif.

Cara yang lain adalah dengan cara mengikuti kelas berbayar. Mungkin kalau hanya mengikuti zoom excercise gratisan, tidak ada komitmen yang mengikat untuk terus mengikutinya. Dengan mengikuti kelas berbayar apalagi harga yang lumayan, membuat rasa komitmen kita muncul. Tidak mau dong kita menggelontorkan uang dengan percuma. Mengeluarkan sejumlah uang merupakan salah satu menciptakan lingkungan "terpaksa".

Cara remeh temeh berikutnya yang bisa membuat terpacu adalah membeli peralatan elektronik yang mendukung. Bisa dengan membeli smart watch dan timbangan skala. Asli, semenjak saja (di)beli(kan) smart band, saya menjadi seantusias itu untuk tidur lebih baik dan berolahraga rutin. Ada fitur pelacakan tidur dan mengkonversikannya menjadi nilai sehingga saya terpacu untuk memiliki skor tidur yang bagus. Ada berbagai mode olahraga seperti workout, interval workout, running, swimming, sampai cycling yang membuat kita bersemangat melihat hasil dari olahraga kita.

Baca: 4 Manfaat Memiliki Fitbit HR

Memulai = komitmen = terpaksa!

Terkadang kita butuh kondisi keterpaksaan untuk mencapai suatu kondisi yang lebih baik. Terpaksa jatuh untuk bisa bangkit lagi. Terpaksa kekurangan untuk lebih cerdik mencari akal. Terpaksa berkomitmen agar rutin berolahraga. Keterpaksaan menghasilkan komitmen. Komitmen harus dilakukan mau tidak mau kecuali halangan mendesak.

Kalau kamu, apa tips untuk rutin mulai berolahraga? Pernahkah kamu merasa "terpaksa" tapi malah memberikan dampak positif bagi hidupmu?

4 komentar

  1. Hahhahaa mantapp... Tulisan terpaksa gw juga bahas ini, tp masih di draft. Ga tau deh submit apa ngga wkwkkwk

    BalasHapus
  2. Thanks tipsnya, saya perlu banget ini, secara saya manusia yang menganggap olga adalah pekerjaan paling sulit di dunia ini heheheh

    BalasHapus