Hamil, Keputusan Besar antara Hidup dan Mati

10 komentar
Terus sekarang apa yang kamu khawatirkan? Takut mati? Kalau takut mati ya ga usah hamil.
Ujaran suami saya itu jelas terngiang kembali di kepala saya. Teringat ujarannya saat kami selesai kontrol kehamilan ke-3 minggu ke-32. Dahulu sebelum hamil anak pertama, hamil yang saya tahu berdasarkan postingan para seleb dunia maya adalah hamil itu indah dan menyenangkan.
"Gw kok kepengen hamil ya, kayaknya suaminya jadi sayang banget sama istrinya.", ujar salah seorang teman sekelas saat kami masih SMA.
Kalaupun hendak memikirkan ketidak-enakan hamil, menurut saya kala itu hanya berkisar kepada mual, berat, sulit bergerak, dan susah tidur. Ternyata, saat saya mengandung anak pertama saya, paradigma itu benar-benar berputar 180 derajat.
hamil hidup mati

Hamil, sebuah keputusan besar

hamil hidup mati
Pikiran saya melayang nostalgia ke masa-masa kehamilan saya saat menggeser lini masa Twitter dan sampai ke cuitan Agnes Anya.

Di cuitannya, Agnes menjelaskan soal betapa beraninya keputusan untuk memilih hamil. Ia mengusung prolog soal temannya yang hamil anak kembar namun harus menerima kenyataan pahit dini karena mendadak detak jantungnya sudah tidak ada dan harus dikuret.

Tidak lama berselang setelah cuitan tersebut, saya melihat kabar duka lainnya dari kanal instagram saya. Istri dari pemilik instagram @ayahkins meninggal 3 minggu paska kelahiran dengan diagnosa PPCM (Post Partum Cardiomiopati) atau kelainan jantung paska melahirkan. Padahal saat pulang dari rumah sakit tidak ada keluhan sama sekali.

Betapa bertubi-tubinya berita sedih terkait hamil dan melahirkan. Teringat di benak saya saat dahulu duduk di tingkat 3 bangku perkuliahan. Ramai bersama teman-teman, kami konvoi menggunakan mobil menempuh jarak PP Bandung-Bekasi untuk menjenguk ponakan pertama kami. Betapa bahagia hati kami karena di usia belia sudah ada teman seangkatan kami yang menikah dan menjadi ayah. Persis minggu depannya kami kembali ke Bekasi, hanya kali ini kabar duka. Istri dari teman seangkatan kami meninggal dunia dengan diagnosa Lupus yang muncul paska melahirkan.

Pengalaman Hamil

hamil hidup mati

1 Mungkin, jika dibandingkan dengan hamil kebanyakan orang, masa kehamilan saya dinilai cukup mudah. Saya tidak merasakan mual berarti pada trimester awal kehamilan-kehamilan saya. Hanya perasaan kurang nafsu makan dan bagaikan masuk angin sehingga banyak bersendawa disaat menjelang makan siang dan makan malam. Trimester kedua adalah masa-masa kehamilan paling enak. Nafsu makan sudah kembali sepenuhnya, pun masih bisa lincah karena perut cenderung masih kecil. Kenaikan berat badan sangat diatur oleh dokter kandunga saya. Kenaikan berat badan sampai trimester kedua tidak boleh lebih dari satu kilogram per minggu. Idealnya setengah kilogram per-bulan. Jadinya beratnya beban yang dibawa hamil sampai akan melahirkan tidak begitu terasa oleh saya.

Kehamilan Pertama

hamil hidup mati

Preklamsia? Sindrom HELLP?

Trimester ketiga, inilah saat dimana paradigma tentang enaknya hamil berubah. Pada minggu ke-32  kehamilan pertama, tekanan darah saya mencapai 120/80. Tekanan yang normal bukan? Namun bagi ibu hamil ini harus mulai dicurigai karena bisa mengacu ke kondisi hamil yang bernama preeklamsia. Kondisi tekanan darah pada ibu hamil seharusnya semakin besar kehamilan, semakin rendah tekanan darahnya. Seperti yang dilansir pada Alodokter, preklamsia adalah kondisi peningkatan tekanan darah disertai dengan adanya protein dalam urin. Keadaan ini dapat mengancam nyawa ibu hamil dan janin. Preklamsia jika dibiarkan bisa mengarah kepada kondisi yang lebih berbahaya, yaitu eklamsia. Gejala yang sangat terlihat adalah kejang-kejang berat.

Salah satu parameter terjadinya preeklamsia adalah tekanan darah yang tinggi. Melihat kecenderungan tekanan darah saya yang meningkat padahal sebulan sebelumnya berkisar 110/70, dokter menganjurkan saya untuk segera diambil sampel urin agar diketahui apakah terkandung protein pada urin. Selama menunggu hasil, jantung saya berdebar-debar. Bagaimana kalau kandungan protein positif? Jika positif, otomatis kehamilan saya harus diterminasi, artinya harus segara operasi SC dan hampir pasti bayi masuk NICU karena prematur. Selain sangat mengkhawatirkan kesehatan janin, pada saat itu saya sangat mengkhawatirkan permasalahan biaya karena jujur saja pada saat itu kami dalam keadaan ekonomi pas-pasan. SC + NICU? Entah berapa besar biaya yang akan kami gelontorkan. Akankah kami mampu membayarnya?

Jadwal kontrol berikutnya 2 minggu setelah jadwal kontrol terakhir. Alhamdulillah hasil protein urin negatif. Meski begitu, hati saya tetap berdebar selama 2 minggu itu karena dianjurkan untuk diperiksa tekanan darahnya 2-3 jam sekali. Sekali saja tekanan darah naik, harus segera minum obat. Setelah menerima anjuran tersebut, saya tinggal di rumah ortu dimana ada pengukur tekanan darah otomatis dan rumah mertua yang juga ada pengukur tekanan darah manual. Ketemu suami setidaknya seminggu sekali saat akhir pekan mengingat tempat kerja suami cukup jauh. 

Alhamdulillah saya tidak harus mengkonsumsi obat karena tren tekanan darah saya tidak naik, hanya stagnan. Apalagi protein urin negatif, saya pun optimis saat kontrol ulang. Ternyata saya belum bisa bernapas lega. Saya dicurigai Sindrom Hellp. Seperti yang dilansir oleh halodoc, Sindrom HELLP merupakan gabungan dari beberapa kondisi yang merupakan komplikasi kehamilan yang dapat mengancam nyawa yang biasa terjadi di trimester ke-tiga kehamilan. HELLP singkatan dari:

H: Hemolisis atau pecahnya sel darah merah
EL: Elevated Liver enzyme atau enzim-enzim hati meningkat
LP: Low Platelet 

Setiap saya menanyakan ini apa kepada suami, selalu berakhir dengan keheningan. Saya juga dilarang berat untuk sibuk mencari via internet karena kenihilan saya mengenai pemahaman medis malah bisa menyebabkan persepsi yang berbeda. Entahlah, bisa jadi memang ini keadaan gawat dan saya lebih baik tidak tahu agar tidak stres. Alhamdulillah sampai kelahiran tidak ada permasalahan berarti meski tekanan darah saya masih berkisar 120/80

Permasalahan Kulit

hamil-hidup-mati

Mungkin memang rejeki saya cenderung mudah di trimester awal namun menantang di akhir masa kehamilan. Selain perihal tekanan darah, permasalahan kulit menjadi momok besar. Dimulai dari wajah yang dibombardir jerawat sejak awal kehamilan. Wajah saya dipenuhi jerawat yang meradang tanpa henti, diperburuk dengan kondisi kulit saya yang mudah meninggalkan bekas jerawat kehitaman.

Tidak hanya jerawat, menjelang trimester ketiga saya dihantui dengan kegatalan kulit yang kerap kali membuat saya tidak bisa tidur! Benar-benar level gatal yang luar biasa, seperti muncul banyak titik-titik di bagian kaki dengan level gatal-sakit yang benar-benar tidak dapat diacuhkan. Makin besar usia kehamilan, makin parah rasa gatal. Saya sampai diresepi salap steroid agar bisa mengurangi sedikit rasa gatal tersebut. Makin lama rasa gatal tersebut benar-benar di sekujur tubuh, tidak hanya di area-area kritis seperti bagian perut yang memang kerap dirasakan gatal oleh ibu hamil akibat kulit meregang.

Ternyata problematika rasa gatal pada tubuh saya terjawab. Saya merasakan 2 jenis tipe gatal. Pada bagian pinggang kebawah, rasa gatal pada tubuh disebabkan oleh kulit kering. Pada area lutut kebawah mulai muncul titik-titik bentuknya bagaikan jerawat di muka. Bintil yang bengkak kemerahan rasanya gatal-sakit apalagi setelah mandi. Tak jarang saya meringis kesakitan di dalam hati setiap selesai mandi. Setelah konsul ke dokter kulit, saya disarankan mandi menggunakan air dingin agar kulit tidak kering dan mandi menggunakan sabun "mahal" semacam Sebamed. Saya juga menggunakan losion khusus merk Ceraderm. harganya tidak begitu mahal, hanya tidak dijual di apotek bebas dan hanya bisa dibeli di apotek RS Permata Cibubur, tempat konsul. 

Tipe gatal yang kedua adalah kulit tidak boleh terlalu berkeringat, dialami oleh bagian pinggang ke atas. Perut, punggung dan sekitarnya akan terasa sangat gatal, apalagi menjadi lebih gampang berkeringat. Di trimester tiga saya juga mulai dianjurkan jalan 30 menit sehari untuk menunjang fisik menjelang kelahiran. Jalan pagi menjadi kurang menyenangkan. Bukan, bukan karena badan sudah menjadi berat sehingga semakin sulit bergerak, tetapi karena baru sebentar saya sudah berkeringat! Alhasil berjalan kaki sembari menahan rasa gatal di tubuh.

Ini juga berpengaruh kepada suasana tidur. Coba dibayangkan, jika AC terlalu dingin, kulit saya menjadi kering dan bagian kaki akan gatal. Jika AC terlalu panas malah akan berkeringat dan bagian pinggang ke atas akan gatal. Sulit bukan? Alhasil setelah berkali-kali uji coba, kondisi tidur paling ideal di kamar tidur kami adalah suhu AC 20 derajat, berselimut sampai kaki pinggang saja sehingga kaki tidak kering dan badan tidak berkeringat.

Benar-benar pada saat itu yang terbayang-bayang agar segera lahiran. Supaya segala prahara kegatalan ini lekas minggat. Tekanan darah tinggi, dugaan preklamsia, keluhan kulit. Menjadi momok yang saya khawatirkan untuk kehamilan-kehamilan berikutnya.

Kehamilan Kedua

hamil-hidup-mati

Setelah Hasan berumur 1 tahun lebih, kami mulai merencanakan untuk persiapan anak kedua. Ternyata perencanaan kami tidak semulus orang-orang di sekitar kami. Saya baru hamil kembali setelah Hasan berumur 2 tahun 2 bulan. Betapa gembira hati saya, apalagi saya sangat berharap dan baru kesampaian setelah 1 tahun berlalu. Kontrol pertama, doktor menyatakan ada kantong hamil di rahim saya dan bukan merupakan hamil anggur atau kelainan hamil lainnya. Alhamdulillah.

Saya hanya merasakan sedikit mual. Saya pikir ini wajar, mengingat kehamilan pertama saya yang kurang lebih seperti itu. Namun lama-kelamaan saya mulai curiga, kok semakin tidak mual? Saya ceritakan kegundahan saya kepada suami, namun suami hanya merespon wajar karena tidak semua bumil merasakan mual. Kontrol kedua saya terlewat dari jadwal seharusnya karena kami harus keluar kota. Saat ke luar kota itu, perasaan saya makin tidak karuan karena saya merasakan sudah "tidak ada lagi". Ternyata kekhawatiran saya terbukti. Saat kontrol kedua tidak ditemukan janin maupun detak jantung janin bahkan melalui USG intravaginal. 

Betapa hancur hati saya saat dinyatakan bahwa janin gagal berkembang. Dokter menyatakan bukan salah saya tidak hati-hati, tapi murni semacam seleksi alam. Gen yang dibawa tidak bagus. Akhirnya dokter segera menjadwalkan kuret. Di mobil, saya menangis sejadi-jadinya. Rasanya kayak dibenci banget. Sudahlah kami menunggu lama, eh malah keguguran. Suami hanya terdiam menenangkan. Saya tidak tahu, ternyata dibalik tenangnya respon suami tersimpan kekecewaan dan kesedihan yang tak kalah besar dibanding saya.

Tekanan darah tinggi, dugaan preklamsia, permasalahan kulit. Kini ditambah dengan ketakutan akan keguguran, menjadi bayang-bayang kekhawatiran yang akan terus menggelayuti saya di kehamilan-kehamilan berikutnya.

Kehamilan Ketiga

hamil hidup mati
Saya baru hamil kembali kira-kira setengah tahun setelah kuret kehamilan kedua. Setelah melewati perasaan putus asa karena usaha tidak pernah membuahkan hasil. Pengalaman keguguran sebelumnya membuat saya was-was setengah mati. Saya masih tidak begitu merasakan perasaan mual, begitu terasa perasaan ingin muntah entah kenapa hati saya girang sekali. Alhamdulilah, benar masih hamil kalau begitu.

Trimester pertama terlewati. Memasuki trimester kedua hati saya agak lega karena masa-masa rentan keguguran terlewati. Bersama suami, saya dan Hasan juga banyak berpelesir karena suami sedang menempuh stase luar kota. Trimester kedua terlewati. Memasuki trimester ketiga, saya mulai terbayang-bayang tekanan darah tinggi dan kulit yang gatal. Alhamdulilah, kehamilan ketiga ini tampak menyenangkan. Entah karena ini anak perempuan, muka saya mulus. Memasuki trimester ketiga saya kerap menunggu kapankah prahara gatal ini datang. Ternyata baru datang diatas 32 minggu. Itu pun gatal ringan, jauh sekali jika dibandingkan dengan gatal di hamil pertama. Saya pun tidak mengalami tekanan darah tinggi. Tiap konsul muncul bawaan was-was. Akankah tinggi tekanan darah saya? Akankah ditemukan ketidak-beresan dalam janin? Alhamdulillah semua berjalan lancar.

Sampai saat saya memasuki kamar bersalin. Benar kata orang-orang, di kehamilan kesekian, ambang rasa sakit lebih tinggi. Banyak yang merasakan perasaan tidak nyaman baru pada saat (tampaknya) bukaan 5 keatas. Saya cuma merasakan perasaan rasa sakit setaraf kontraksi palsu, hanya rutin. Kalau tidak dipaksa untuk segera ke rumah sakit, mungkin bisa jadi saya malah bisa jadi lahiran di mobil 😨. Benar, ternyata saya sudah bukaan 3. Seperti protokol biasanya, dihitung tensi saya. 130/80. Saya mulai bergidik. Ternyata tekanan darah tinggi itu datang kembali.

Saya baru merasakan perasaan resah jam setengah 1 siang, kemudian saya bergegas solat dan makan siang, takut malah tak mampu karena rasa sakit. Saat selesai solat dan makan siang, saya jalan-jalan di dalam kamar dan berhenti saat kontraksi yang datang mulai sakit. Tak lama kemudian pecah ketuban keruh di lantai. Suami meminta bantuan perawat dan kemudian saya dibantu naik ke kasur.  Ternyata sudah bukaan 7. Alhamdulillah semua berjalan lancar. Bilqis lahir tidak lama kemudian. Jarak bukaan 5 ke 10 mungkin hanya sekitar sejam. Dokter pun belum ada yang sedia 😂. Jadinya saya menunggu sekitar 10-15 menit dengan tali pusar masih terhubung kepada Bilqis sampai dokter kandungan yang sedang praktek di gedung sebelah datang untuk menjahit luka lahiran.

Berbeda dengan kehamilan pertama dimana tekanan darah berangsur cepat pulih paska lahiran. Tekanan darah saya baru normal memasuki minggu ke-4 paska lahiran. Kembali mengalami perjuangan menyusui karena Bilqis sempat bingung puting karena minum dot saat 24 jam penyinaran membuat saya tertekan dan kurang tidur sehingga tekanan darah tinggi. Begitu spekulasi saya.

Pertaruhan Nyawa

hamil hidup mati

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Kemudian ayahmu.”

Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan seorang ayah. Hal ini bukan untuk mendiskreditkan jasa seorang ayah kepada anak-anaknya. Seorang ibu mengalami kesulitan saat masa hamil, melahirkan, menyusui dan merawat anak. Meski dalam merasa perawatan anak berbagi bersama suami.

Zaman sudah maju, Ilmu kedokteran juga sudah semakin berkembang. Jika ada masalah saat proses melahirkan, bisa dibantu dengan proses sesar. Jika ditemukan permasalahan bayi baru lahir, bisa dibantu dengan peralatan-peralatan NICU. Bayangkan zaman dulu dimana belum hadir kemampuan operasi sesar dan peralatan NICU. Tidak bisa dibayangkan, ibu yang mengandung bayi dengan kondisi kurang baik hanya menunggu meregang nyawa saja. Bayi baru lahir yang kesehatannya terganggu tidak bisa dibantu banyak. Bukan berarti melahirkan di zaman sekarang tidak menjadi ajang pertaruhan nyawa lagi. Beruntung lah kita hidup di zaman sekarang, dengan resiko pertaruhan nyawa lebih minimal. Sungguh Allah pemilik nyawa yang memberi kemudahan dalam proses hamil-melahirkan.

Sebelum mengalami proses hamil-melahirkan, saya masih belum faham kenapa sebagian rekan-rekan ada yang tidak berminat memiliki anak lagi atau paling tidak menunggu dalam waktu kurun lama sebelum memilih menambah anak lagi. Sebagai contoh, ada yang sudah melakukan tes dan (calon-calon) anaknya berpotensi besar terkena penyakit gen. ada juga yang proses melahirkannya sangat traumatik sehingga hampir meregang nyawa. Setelah melahirkan anak pertama, saya semakin mengerti untuk berada di posisi mereka. Menambah anak bukan hal preoregatif kita untuk kepo dan mengatur. Itu adalah keputusan pasangan tersebut, dengan keputusan mutlak dari Allah, karena banyak juga yang berencana tidak memiliki anak dengan ikhtiar memakai KB tetapi akhirnya malah kebobolan juga.

Apapun yang terjadi, semoga kita bisa selalu ikhlas dengan proses yang dijalani. Surga balasannya karena betapa maha berat prosesnya. Kalau ringan mungkin balasannya cuma piring cantik ya 😜!


10 komentar

  1. Luar biasa perjuanganmu, mbak, semoga selalu sehat anak-anak dan ibunya. Aamiin

    BalasHapus
  2. Besar sekali pengorbanan seorang ibu dan baru kali ini aku mendengar cerita yang berbeda dari ibu-ibu lainnya. Kalau biasa ibu-ibu lain cerita hanya mengalami mual, muntah, nggak nafsu makan, muncul jerawat karena hormon berubah tapi kakak malah ngalamin kejadian lain yang bisa dibilang lebih berat dan menyeramkan. Baca postingan ini aja bikin aku deg-degan kak, gimana kakak yang waktu itu mengalami 😅
    Sangat amat bersyukur karena semuanya pada akhirnya bisa berjalan lancar ya!

    Tapi aku jadi mikir-mikir, gimana nanti kalau hamil ya, ternyata bukan hanya proses lahirannya aja yang ngeri, tapi pas hamil juga banyak yang bikin ngeri 😭

    Btw, sehat selalu ya buat kakak dan kedua anak kakak. Perjuangan hamil yang sangat luar biasa, hebat kakak bisa kuat melaluinya 💪🏻

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku yang termasuk "receh" klo dibandingin sama rekan2 aja bawaannya khawatir pisan haha. Terima kasih yaaa

      Hapus
  3. waktu melahirkan anak pertama, sulit banget jadi dalam hati sudah ah anaknya satu saja, tapi seiring waktu kalau lht ibu hamil mau hamil lagi biar ada adiknya. jadi hamil lagi anak kedua, dan sudah cukup 2 saja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biasanya suka gitu sih ya, malah pengen ketagihan. Apa pun itu insya Allah terbaik! :)

      Hapus
  4. Memang hamil dan melahirkan itu suatu pengalaman yang luar biasa ya, mbak. Aku juga merasa melewati proses kehamilan dam bersalin yang mudah. Tapi aku masih trauma sama masa mengurus newborn. Sampai sekarang belum mau nambah anak lagi. Apalagi di pandemi gini, aku ga sanggup kayanya menghadapi risiko harus ke dokter tiap bulan untuk cek kehamilan

    BalasHapus
    Balasan
    1. bagi sebagian orang memang punya newborn itu sisi traumatis lainnya. banyak juga bahkan sampai ke level baby blues dan PPD :( Semangat mba!

      Hapus
  5. Hamil & melahirkan itu berat ya, ga heran surga di telapak kaki ibu, perjuangannya beneran sekuat tenaga

    BalasHapus
  6. Bener ya Mbak, kalau jadi Ibu itu jalan surga. Semoga kita selalu dikutkan untuk menggapai yang terbaik di mata Allah SWT sebagai seorang Ibu....

    BalasHapus