4 komentar
Bosan banget ni udah lama ga keluar. Liburan keluar rumah apa ya yang aman?
Staycation aman ga sih?
Ujaran-ujaran diatas kerap kali kita dengar akhir-akhir ini. Apalagi dengan longgarnya peraturan protokol pemerintah saat pandemi ini, membuat banyak masyarakat yang mencari celah agar bisa berkeliaran bebas di luar rumah. Sebagian tetap berhati-hati dengan menggunakan pengaman lengkap meski hati diliputi kecemasan, sebagian lain bersikap bodoh amat dengan tidak memakai pelindung apapun. Padahal, diutamakan sekali untuk tetap berada dirumah jika tidak ada kepentingan esensial. Stay home, save lives. Berada dirumah, menyelamatkan nyawa.

Ternyata, pandemi menyebabkan momen traumatik. Terjadi Peningkatan cemas dan depresi seperti Marah, tidak berdaya, takut mati, dan ingin segera kembali normal. Ini juga dapat mengakibatkan p[erubahan pola tidur, pola makan, pola seksual, pola aktivitas, dan pola pengambilan keputusan.
we the health

We The Health

Hari ini, Sabtu, 27 Juni 2020, saya coba meluangkan waktu saya untuk mendengarkan We the Health, Webinar tentang kesehatan di masa pandemi ini yang dilakukan di platform Zoom. Kebetulan, suami sibuk beraktifitas di tempat kerja sampai sore. Dibandingkan bengong, saya bisa mengisi waktu lebih berfaedah disela-sela mengurus rumah dan 2 anak. Webinar menarik ini membahas banyak hal, mulai dari pola hidup sehat, kesehatan mental, kulit, seksual, kehamilan hingga bagaimana menjalani New Normal. Acara ini didukung penuh oleh Jovee dan Lifepack. Menariknya, acara ini gratis! Jadi benar-benar acara untuk semua kalangan. Tinggal butuh kuota dan duduk manis.

Bagi yang belum tahu, Jovee adalah paket vitamin dan suplemen yang sudah direkomendasikan para tim dokter, apoteker dan nutrisionis. Jadi kita tidak usah repot lagi bingung mencari tahu vitamin dan suplemen apa yang cocok untuk kita. Harganya pun cukup terjangkau. Jovee sudah tersedia di aplikasi yang siap diunduk di gawai lho! Lifepack juga tidak kalah keren. Kita bisa menebus resep dokter melalui apotik daring yang nantinya obat tersebut akan dikirimkan ke kita. Tidak hanya itu, pengepakan obatnya juga sudah sesuai hari dan urutan minum. Sangat memudahkan hidup! Kita juga bisa berlangganan dan konsultasi dokter secara daring. Saya sungguh tidak menyangka ternyata aplikasi semacam ini sudah hadir di Indonesia.

we the health joveewe the health lifepack

Sesi paling pertama yang dimulai pukul 9.00 menghadirkan Emil Dardak selaku Wakil Gubernur Jawa Timur, Mochammad Nur Arifin selaku Bupati Trenggalek, dr. Slamet selaku Staf Ahli Bidang Teknologi dan Kesehatan, Rico Mardiansyah selaku Sehatpedia Kementrian Kesehatan Indonesia, dan Natali Ardianto selaku Co-founder Jovee dan Lifepack. Sesi spesial ini membahas peran swasta dalam peningkatan sektor kesehatan di daerah. Di masa pandemi ini, masyarakat takut berobat karena takut terpapar virus, dokter juga cenderung takut memeriksa karena takut ketularan dari pasien. Mulailah muncul istilah tele-konsultasi. "Cukup membantu meskipun tidak semua bisa diselesaikan seperti sulitnya dokter memeriksaa gejala dan harus dilakukannya tindakan khusus seperti operasi", terang Pak Emil. dr, Slamet juga menerangkan perlunya digitalisasi dan new normal bergerak bersama-sama.

Pak Arifin juga menjelaskan perihal program-program canggih yang sudah berlaku di Kabupaten Trenggalek, seperti dibayarnya masyarakat yang memeriksakan diri ke Puskesmas, bahkan ODP diberikan saldo top up ojek online sebesar Rp 200.000 untuk transaksi dari rumah. Menurut saya, ini cukup menjanjikan karena membuat masyarakat tidak menutup-nutupi diri apabila dirinya terindikasi ODP sehingga akan lebih terpantau penyebarannya.

Saya pun mendadak merasa kurang kekinian saat mendengar bahwa Kementrian Kesehatan telah membesut aplikasi yang bernama Sehatpedia, sebuah aplikasi yang salah satunya menyediakan fitur konsultasi dokter. Setidaknya, kurang lebih ada 800 dokter yang sudah tergabung. Fitur ini sangat memudahkan masyarakat pelosok Indonesia untuk mendapatkan info kesehatan dan berkonsultasi dari ahlinya di masa pandemi ini. Aplikasi ini sudah tersedia di App Store dan Google Play. Sudahkah kamu mengunduhnya?
we the health

Pentingnya Kesehatan Mental dan Fisik

we the health

Sesi kedua yang saya simak merupakan sesi krusial, yakni membahas kesehatan mental saat pandemi bersama Ade Binarko, founder sehatmental.id pada pukul 10.00. Ada permasalahan trivial yang dibahas, yaitu menyangkut mana yang lebih penting, apakah kesehatan mental atau finansial. Seorang penanya menanyakan mana yang ia dahulukan, apakah meminta pertolongan mental atau membangun kembali finansial. Ia harus memilih salah satu karena dana yang terbatas, apalagi masa sulit pandemi begini. Ade mengingatkan bahwa keduanya penting untuk didahulukan karena bagaimana mau cari uang kalau mental tidak sehat. Kita bisa meminta bantuan advokasi mental di puskesmas, sehingga lebih irit biaya dibandingkan di rumah sakit. 

Kehidupan WFH (Work From Home) ternyata bermuka dua. Pada awalnya masyarakat senang karena tidak harus bersusah-susah bertemu kemacetan dan hiruk pikuk perjalanan menuju tempat kerja. Lama-lama banyak yang merasa jenuh. Ini semakin sulit bagi ekstrover yang merasa terkungkung dan terlucuti kegiatan sosialnya karena keluar dan bercengkerama baginya adalah keharusan. Perempuan malah lebih dirugikan, lebih banyak tekanan terhadap perempuan. Bagi seorang ibu bekerja dan memiliki anak, tingkat stress naik menjadi-jadi. Peningkatan kadar stres bisa lebih besar 54% dari biasanya. Disaat harus mengurus anak, mereka juga memiliki tanggung jawab mengurus rumah. Hal ini bisa diperparah dengan pulangnya asisten rumah tangga karena takut tidak bisa pulang menjelang Lebaran. Stress saat WFH dan kehidupan pribadi harus dikelola dengan baik. Pilih daftar prioritas dan cari solusi tiap masalah.

Terlalu banyak dirumah juga dapat menyebabkan cabin fever (perasaan tidak nyaman karena terlalu lama di rumah). Coba gali hal-hal positif apa yang dapat kita lakukan di rumah. Misalnya mencoba hobi baru seperti memasak, berkebun, menjait, hingga rajin bebersih. Tidak ada alasan untuk tidak bahagia. Banyak celah untuk selalu bersyukur dan bahagia.

Karena saya penasaran dengan sesi paralel We The Health yang lainnya dan dilakukan di jam yang sama, saya kerap kali mengganti ruangan Zoom ke ruangan sebelahnya. Sesi paralel ini menghadirkan ibu Puspita Dewi yang meski sudah berkepala lima, tampilan awet mudanya cukup menggegerkan publik. Beliau menjadi pembicara tentang kiat menjaga kebugaran tubuh dan awet muda. Ada 3 prinsip yang sangat ditekankan jika ingin hidup sehat:
  1. Apa yang dipikirkan
  2. Apa yang dilakukan
  3. Apa yang dikonsumsi
we the health

Selain itu, kita harus memprioritaskan olahraga untuk mencapai hidup sehat. Tidak usah lama-lama, 30 menit sehari juga sudah cukup. Tidak usah repot, jika tidak ada barbel bisa menggunakan botol air minum yang sudah terisi. Lantas bagaimana olahraga yang disarankan? Menurut dr. Jaka Pradipta, pembicara dari sesi terakhir yang bertajuk Persiapan dan Adaptasi Menghadapi Rutinitas di New Normal, ada beberapa kondisi dalam olahraga yang dianjurkan, seperti tidak dilakukan dalam keramaian, intensitas ringan-sedang, dilakukan di lingkungan rumah, dan tetap menjaga jarak dengan orang lain.

New Normal, New Life

we the health

Dunia mungkin sudah tidak sama lagi. Entah belum atau memang tidak akan sama. Manusia adalah makhluk yang cepat beradaptasi. Di tengah segala tekanan, manusia bisa mengambil solusi. Menjalani New Normal tetap harus dalam jalur protokol kesehatan guna mencegah penularan COVID-19. Meskipun pemerintah sudah menerapkan, pada dasarnya kondisi Indonesia masih jauh dari ideal. Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga harus turut berperan aktif menerapkan protokol kesehatan di tiap lini kehidupan.
12 komentar
Saya suka turut sedih jika mendengar cerita-cerita orang tua yang memaksakan anaknya untuk bisa membaca di usia sedini mungkin. Semakin cepat anak bisa membaca, semakin bangga orang tua. Bahkan tak jarang cara-cara yang digunakan malah dapat "mencederai" anak ketimbang mendidik dengan penuh kasih sayang. Menurut seorang psikolog anak, David Elkind, dalam bukunya The Hurried Child, kecenderungan masyarakat untuk mendorong anak agar secepatnya bisa membaca menjadi lebih buruk dibanding 2 dekade tahun yang lalu. Entah karena tuntutan sekolah atau demi kebanggaan semu orang tua semata.

Sedikit yang mengetahui bahwa proses untuk bisa membaca adalah proses panjang yang terbina sejak dari duduk dalam pangkuan. Otak anak kecil mempersiapkan kemampuannya untuk membaca jauh lebih dini ketimbang yang kita kira. persepsi, konsep dan kata menjadi bahan mentah proses kemampuan membaca. Dalam perjalanannya, anak-anak menggabungkan berbagai pandangannya menjadi bahasa tertulis yang biasa kita gunakan.
Bisa cepat membaca itu bonus, yang penting pemahaman dan pembiasaan! - Indri Ayu Lestari, Pegiat Literasi Anak
minat baca anak

Buku adalah Keluarga Kami

minat baca anak
Tinggal di apartemen, terkadang banyak tamu yang mengeluhkan betapa terjejalinya ruang apartemen kami dengan buku. Saya tumbuh dan besar di lingkungan buku. Sejak belum bisa membaca, katanya saya sering sekali minta dibacakan buku hingga bisa baca sendiri tanpa diajari detail saat akan memasuki usia 5 tahun. Meski saya bukan tipe pembaca cepat, saya rutin baca buku sampai sebelum digempur oleh tren media sosial, saat saya menduduki bangku perkuliahan. Beruntung beberapa tahun belakangan ini, saya berhasil menata kembali diri saya untuk mengurangi aktifitas media sosial dan kembali memfokuskan untuk menuntaskan buku-buku yang belum selesai.

Suami saya juga pada dasarnya pecinta buku, sampai sekarang ia juga rajin belajar melalui text book meski kadang lebih suka main komputer.

Meski masih banyak buku di rumah yang belum saya baca, tapi saya secinta itu dengan buku.

Saya mulai membiasakan Hasan dengan buku semenjak ia masih bayi, mungkin sekitar 6 bulan. Dimulai dari buku kain, board book, hard cover hingga buku kertas biasa. Kebetulan, Hasan memiliki motorik halus yang sangat baik sehingga saya bisa menyajikan buku kertas biasa lebih cepat. Dengan kemampuan membuka tiap halaman dengan baik, Hasan jarang sekali merobek buku. Hanya sesekali saja jika "kecelakaan". Hampir tiap hari saya membacakan buku untuk Hasan. Dari saya yang menawarkan hingga ia memilih bukunya sendiri untuk minta dibacakan. Dari yang hanya betah dibacakan 3 lembar buku sedikit tulisan, hingga menagih selesai 1 buku dengan halaman penuh tulisan. Semua itu butuh proses. Ketika Hasan tumbuh menjadi anak yang memiliki minat baca tinggi, rasa keingintahuan besar dan senang belajar, rasanya proses yang sudah dibina sejak dini menjadi tidak sia-sia.

Patut saya akui, saya mengalami panic buying dalam membeli buku untuk Hasan, anak pertama kami, bahkan di bulan-bulan awal kelahiran dia. Buku yang belum menjadi jangkauan usianya juga kerap saya belikan. Pameran buku BBW, lapak cuci gudang buku, semua saya jabanin. Bahkan ada beberapa buku yang harganya cukup lumayan, tetap saya beli. Seiring dengan perkembangan usia Hasan dan penuhnya rak apartemen kami secara signifikan, saya mulai menjadi pembeli buku anak yang penuh perhitungan. Saya sudah lebih memahami buku  macam apa yang Hasan butuhkan di umurnya. Apalagi, Hasan sudah mulai bisa memilih buku yang ia sukai.

Apakah saya menyesal?
Tidak sepenuhnya.

Sudah banyak sekali buku di apartemen, dibanding penuh begitu, masukin aja ke kardus sebagian.

Saya mendengar ujaran tersebut saat Hasan kira-kira berusia 3.5 tahun. Saat itu saya merenung sejenak, hingga akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa meski ada seratus lebih buku anak di apartemen kecil kami, ternyata TIDAK SATU PUN yang luput oleh Hasan untuk minta dibacakan. Tidak satu pun buku yang belum pernah minta dibacakan. Saya tertegun sedikit tidak menyangka. Sampai sekarang pun Hasan suka minta dibacain buku di tumpukan entah mana yang bahkan saya tidak ingat sama sekali pernah membelikan buku itu.

Membaca sejak di Pangkuan

minat baca anak
Semuanya bermula dari hangatnya pangkuan orang yang mereka cintai. Banyak riset yang membuktikan  bahwa waktu yang dibutuhkan oleh seorang anak mendengarkan cerita dari orang tua-nya dapat menjadikan prediktor kemampuan baca mereka. Sedikit sekali yang mengetahui bahwa seorang anak kecil yang duduk mendengarkan cerita sembari melihat gambar berwarna telah belajar bahwa dari tiap halaman terdiri dari berbagai huruf, huruf menjadi kata, kata menjadi kisah, dan suatu kisah tersebut dapat diceritakan berulang-ulang kali. Tahap ini menjadi prekursor penting perkembangan kemampuan baca seorang anak.

Proses berikutnya adalah meningkatnya kemampuan memahami gambar. Sistem visual sudah berfungsi penuh sejak usia 6 bulan. Sistem pemerhati ini akan menempuh jalan panjang untuk pematangannya. Sistem konseptual mereka juga tumbuh hari hari ke hari. Saat kemampuan atensi dan perseptual anak berkembang, mereka akan semakin tertarik dengan prekursor terpenting dalam membaca, perkembangan bahasa dini, dan kemampuan mengaitkan bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki nama. Misalnya yang bisa diminum itu air minum, yang bisa dimakan itu makanan. Sebenarnya,  anak baru akan menyadari bahwa segala sesuatu di dunia ini punya nama pada saat berusia 18-24 bulan. Ini didasari bahwa pada saat itu otak mulai mampu menghubungkan dua atau lebih sistem untuk mendapatkan pengetahuan baru. Otak anak akan mampu mengintegrasikan beberapa sistem seperti penglihatan, kognisi dan bahasa.

Dari munculnya konsep penamaan ini, keberadaan buku menjadi sangat penting. Semakin banyak seorang anak berbicara, semakin faham ia bahasa oral. Semakin banyak anak membaca, semakin berkembang kemampuan kosa kata-nya. Jalinan antara bahasa oral, bahasa tertulis dan kognisi membuat masa awal tumbuh kembang anak sebagai masa emas perkembangan bahasa. Perkembangan bahasa meliputi perkembanga fonologi, semantik dan gramatikal.

Anak mempelajari emosi melalui cerita-cerita di buku. Bayangkan seorang anak berusia 3,5 tahun yang duduk di pangkuan orang yang sering membacakannya cerita. Anak ini perlahan akan paham bahwa gambar tertentu berkaitan dengan cerita tertentu. Cerita tersebut akan menggambarkan emosi dan perasaan melalui tulisan. Disinilah hubungan berkesinambungan antara perkembangan emosi dan membaca. Anak kecil yang belajar merasakan emosi melalui membaca, mempersiapkan diri mereka untuk lebih memahami emosi yang lebih rumit.
minat baca anak
Tahap terpenting lainnya dalam membaca bisa membeli nama alfabet. Setelah anak mampu, pertanyaan berikutnya adalah seberapa dini anak dapat membaca sendiri. Sebuah pertanyaan yang menjadi harapan bagi para orang tua, bahkan menjadi bahan iklan program-program pra-membaca. 

Membaca merupakan ketergantungan kemampuan otak untuk menghubungkan dan mengintegrasikan beberapa sumber informasi, terutama visual dengan auditori, linguistik, dan area konseptual. Proses integrasi ini sangat tergantung dengan pematangan tiap bagian, wilayah asosiasi, dan kecepatan tiap bagian-bagian otak untuk saling terhubung. Menurut neurolog perilaku Norman Geschwind, bagian-bagian ini tidak akan terhubung dan terintegrasi penuh hingga usia sekolah, yaitu antara 5-7 tahun bagi sebagian besar anak. Geschwind juga memiliki hipotesis bahwa biasanya anak laki-laki lebih lambat untuk lancar membaca dibandingkan anak perempuan. Anak perempuan akan lebih cepat melakukan tugas penamaan dibanding anak laki-laki hingga usia 8 tahun.

Ketika anak-anak mencapai usia taman kanak-kanak, yakni 5-6 tahun, semua prekursor terjadinya proses membaca mulai terkoneksi. Jika sebelumnya anak-anak tidak mengerti saat diajari cara-cara membaca, pada usia ini mereka mulai tampak paham, seperti bagaiana menggabungkan huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, hingga kata menjadi kalimat. Kata dan kalimat yang masing-masing memiliki maknanya masing-masing.

Metode Membacakan Buku untuk Hasan

minat baca anak
Di usianya yang sebentar lagi genap 5 tahun, saya menggunakan beberapa pendekatan metode dalam membacakan Hasan. Untuk buku Bahasa Indonesia dengan tulisan sedikit dan diulang-ulang, saya menggunakan metode read-aloud (membaca nyaring) sembari menunjukkan tulisan seiring saya baca. Sesekali di kata yang berulang-ulang saya menyuruh dia menebak. Jika buku berbahasa Indonesia dengan kalimat panjang, saya membacakan utuh persis seperti yang tertulis. Untuk buku Bahasa Inggris dengan sedikit kalimat, saya membacakan utuh dengan Bahasa Inggris sambil sesekali bertanya menggunakan Bahasa Inggris. Jika buku berbahasa Inggris dengan tulisan panjang, biasanya jenis ensiklopedi, saya menceritakan atau mendongeng sambil menunjukkan ilustrasi gambar. Di luar itu, Babehnya Hasan juga kerap kali membacakan Hasan dengan cara mendongeng. Baik itu buku Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Inggris

Seperti yang dilansir pada Asian Parent, Menurut Rosie Setiawan, pakar yang mendalami membaca nyaring, metode membaca nyaring memiliki segudang manfaat seperti menstimulasi otak anak agar berkembang secara maksimal serta memperkenalkan anak pada kemampuan dasar literasi, yaitu mendengarkan. 90% dari perkembangan otak anak terjadi pada usia 0-6 tahun, sehingga membiasakan membacakan kepada anak harus segera dilakukan.

Manfaat lain dari membaca nyaring adalah meningkatkan kedekatan antar orang tua dan anak serta menumbuhkan rasa cinta membaca. Begitu bayi duduk di pangkuan sang pembaca, bayi tersebut akan mengasosiasikan kegiatan membaca sebagai bentuk curahan cinta. Menurut Jim Trealease pada bukunya Read-Aloud Handbook, metode membaca nyaring juga dapat meningkatkan kosakata anak. kosa kata yang digunakan saat berbicara jauh lebih sedikit dibandingkan kosa kata pada buku. Ini sangat membantu tingkat literasi anak, bahkan orang dewasa. Menurut para ahli, dibacakan buku adalah salah satu tahap mempersiapkan anak untuk membaca.

Minat Baca Anak dan Literasi Indonesia

Budaya literasi Indonesia sangat rendah jika dibandingkan peringkat dunia. Penelitian yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 2016 terhadap 61 negara di dunia, Indonesia menduduki peringkat ke-60, hanya satu tingkat diatas Bostwana. Kemendikbud menyusun Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca). Kegiatan literasi dipengaruhi beberapa faktor: akses, alternatif, dan budaya. Kategori Indeks Alibaca terdiri dari sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. DKI Jakarta menduduki peringkat tertinggi dengan nilai hampir mencapai 60%. Sementara rata-rata indeks Alibaca nasional hanya mencapai 37,32% yang tergolong rendah.

Jika dibandingkan negara lain, sistem pendidikan Indonesia kurang menitik beratkan tentang pentingnya membaca. Jika melihat buku terbitan Amerika atau Inggris, kita sering melihat buku tersebut ada di tingkatan mana. Tingkat pengenalan (usia prasekolah), tingkat 1, tingkat 2 atau tingkat 3
  • Tingkat 1: Siap membaca Prasekolah-TK
  • Tingkat 2: Membaca dengan bantuan (Prasekolah-Kelas 1)
  • Tingkat 3: Membaca sendiri (Kelas 1-3)
  • Tingkat 4: Membaca paragraf (Kelas 2-3)
  • Tingkat 5: Siap untuk membaca bab (Kelas 2-4)
minat baca anak
Diambil dari Julius Jr. Howdy-Doodle-Doo
Tiap tingkatan memiliki karakteristik model bacaan tersendiri. Seperti pada tahap 1, buku akan disertai dengan tulisan berhuruf besar, berima dan gambar untuk menebak bacaan. Di tahap 2, buku akan terdiri dari kosa kata dasar, kalimat pendek, serta cerita yang sederhana untuk dimengerti oleh anak. Tingkat 3 dimana anak sudah dapat membaca sendiri, karakteristik bacaan mulai lebih rumit seperti perngkarakteran tokoh, plot cerita yang mudah, dan topik-topik populer. Pada tahap 4 anak sudah mulai bisa membaca paragraf sehingga kosa katanya lebih menantang, jalan cerita juga lebih menarik. Di tahap 5, anak sudah dipersiapkan untuk membaca dalam bagian bab, otomatis paragraf akan lebih panjang.

Aplikasi Let's Read

minat baca anak
Saya jarang menemukan pengkategorisasian seperti ini pada kebanyakan buku anak di Indonesia. Namun, sekarang sudah ada aplikasi Let's Read yang bisa diunduh disini. Sementara hanya tersedia untuk pengguna Android. Untuk pengguna iOS jangan khawatir, kita bisa membukanya melalui daring. Di aplikasi ini kita bisa banyak menemukan buku anak-anak dari pengarang seluruh dunia yang sudah dikategorikan sesuai bahasa maupun tingkatannya. Dengan banyaknya ragam buku yang disertai ilustrasi menarik, semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses buku berkualitas. Untuk membaca semua buku juga gratis tanpa dipungut biaya. Aplikasi ini juga cocok buat berpergian. Tanpa harus membawa banyak buku fisik, kita bisa memberikan pilihan bacaan kepada anak. Buku cerita bisa diunduh dalam format epub untuk memudahkan penggunaan tanpa sinyal.

Saat saya menunjukkan aplikasi ini melalui gawai kepada Hasan, ia sungguh tertarik untuk mengeksplorasi buku apa saja. Pilihan pertama jatuh pada judul Ayo, Sini Pus! karangan Karen Lilije, tentang kucing peliharaan seorang anak yang dicuri oleh monster. Buku ini secara cerdas tersirat menjelaskan kepada anak pentingnya membuang sampah di tempatnya, dengan alegori berupa semakin banyak sampah maka semakin besar monster. 

Mari Tingkatkan Minat Baca Anak Indonesia!

Melihat rendahnya tingkat literasi Indonesia, perlu langkah taktis dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, selain mengandalkan pemerintah, ada baiknya kita sebagai orang tua kembali membudayakan membaca dan mendorong agar anak-anak kita menjadi generasi melek literasi. Dengan membaca, kita lebih memahami persoalan. Dengan membaca, kita menjadi generasi bukan penyebar hoax. Dengan membaca, kita siapkan generasi yang adaptif terhadap perubahan.

Daftar Pustaka:
Maryanne Wolf (2008). "Proust and The Squid: The Story and Science of The Reading Brain.".Iconbooks. Hal.81-101