Simulasi Gempa di SD Nabawi Jakarta

Tidak ada komentar
Gempa di Lombok yang terjadi pada bulan lalu sarat membuat masyarakat Indonesia was-was, takut, dan bertanya-tanya dimanakah gempa yang akan terjadi berikutnya. Ditambah dengan isu-isu mega gempa yang akan mengguncang Jakarta, semakin besar pula kecemasan yang timbul. Gempa merupakan fenomena alam yang tidak akan dapat kita hindari. Tapi apakah kita siap menghadapi gempa apabila terjadi di lokasi kita?

Kita perlu membekali diri, keluarga dan orang sekitar terkait sikap apa yang harus dilakukan apabila terjadi gempa. Gempa dapat terjadi kapan saja, bisa saat kita di rumah, tempat kerja, sekolah, atau di jalan raya. Kali ini akan dibahas contoh simulasi gempa di sekolah. Dengan adanya edukasi gempa kepada siswa dan sivitas sekolah, anak-anak bisa lebih siap dan orang tua dapat berkurang kekhawatirannya.

Tim SKI (Safekids Indonesia) berjumlah 5 orang mendapat undangan memberikan edukasi serta melakukan simulasi gempa di SD Nabawi Jakarta pada Kamis, 6 September 2018. 

Sebelum kedatangan hari kamis, tim SKI  sudah datang terlebih dahulu untuk mengedukasi dan memberikan pengarahan kepada para guru perihal akan diadakannya simulasi gempa. Sebelum hari H, para guru juga sudah memberitahukan siswa bahwa pada hari kamis akan diadakan simulasi gempa, jadi diharapkan para siswa bersiap. Selain itu, juga sudah ditentukan siapa yang bertugas menjadi Incident Commander (IC) dan Floor Warden (FW). IC berjumlah 1 orang, merupakan pimpinan pada saat kejadian sekaligus yang menentukan kapan dilakukan evakuasi dan kembali beraktivitas. Pada saat kejadian IC berada di titik kumpul. FW berjumlah 1 orang di tiap lantai. Karena SD Nabawi ada 6 lantai dengan 1 lantai tanpa kelas, maka ditentukan 5 orang FW. FW bertugas membantu kelancaran saat evakuasi dilaksanakan serta memastikan tidak ada yang tertinggal. Para guru kelas bertugas menenangkan diri, mengarahkan anak-anak serta mengabsensi keadaan murid.

Floor Warden berjumlah 5 orang
Secara garis besar acara dibagi menjadi 3 garis besar:
  1. Edukasi siswa
  2. Simulasi Gempa
  3. Evaluasi

Edukasi Siswa

Siswa dibagi menjadi 2, yakni kelas 1 sampai 3 dikumpulkan di mesjid dan kelas 4 sampai 6 dikumpulkan di lapangan dalam ruangan. Terdapat 2-3 fasilitator di mesjid maupun lapangan. Meski sedikit berisik, anak-anak tampak antusias mendengarkan arahan dan instruksi. Terlihat saat ditanya apakah ada pertanyaan dan untukmenjadi contoh di depan, puluhan telunjuk mungil teracung, berebut agar ditunjuk.
Antusiasme siswa
Percobaan merunduk, melindungi kepala, leher dan dada

Saat terjadi gempa bumi, ini yang harus dilakukan:
  1. Tetap tenang
  2. Lindungi kepala, leher, dan dada
  3. Jika berada di dalam ruangan, bertahan dibawah benda kokoh dengan mencengkeramnya sampai getarannya berhenti.
  4. Setelah getaran berhenti, keluar dari gedung dengan hati-hati
Pada saat gempa terjadi, banyak manusia yang menganggap bahwa dengan bersegera keluar dari ruangan, maka kemungkinan selamat lebih besar. Faktanya, prosentase selamat yang lebih besar adalah yang diam serta melindungi kepala, leher dan dada. Bukan yang bergerak saat terjadi getaran. Paradigma seperti ini perlu sekali dipahami oleh kita dan anak-anak agar tidak salah tindakan.

Simulasi Gempa

Setelah edukasi selesai, para siswa dan guru kembali ke kelas masing-masing untuk melanjutkan aktifitas kegiatan belajar-mengajar seperti biasa. Uniknya, karena sebelumnya anak-anak telah diberitahu akan adanya sirene penunjuk simulasi gempa dimulai, mereka antusias tidak sabar. Terus menanyakan kapan sirene akan berbunyi.

Sebelum simulasi dimulai, para guru, IC dan FW dikumpulkan untuk pengarahan terakhir. Tiap kelas ada 2 guru kelas. Ketika 1 guru sedang mengajar, maka 1 guru lainnya ikut pengarahan. Setelah pengarahan selesai, sivitas sekolah yang tersisa kembali ke tempatnya masing-masing, IC dan FW mengambil posisi, Tim SKI memantau perkembangan di tiap lantainya. Karena tim berjumlah 5, jadi tiap orang memantau 1 lantai untuk kemudian diobservasi dan dievaluasi apa yang terjadi.

Sirene pertama dibunyikan, para siswa tanggap mengambil tempat berlindung dibawah meja mereka masing-masing dengan tempo yang singkat. Para guru ikut berlindung sekaligus mengawasi dan mengoreksi siswa yang mengambil posisi salah. Jarak sirene berikutnya sekitar 5 menit. Dalam waktu 5 menit itu pula mereka bertahan di posisi berlindung.


Sirene kedua berbunyi, anak-anak berhamburan keluar kelas, turun tangga melalui jalur evakuasi yang sudah ditentukan sebelumnya. Namun situasi agak kacau karena beberapa anak-anak fokus mengambil sendal di rak yang letaknya berbeda-beda tiap anak. Para guru memantau siswa yang keluar kelas sambil mengarahkan ke jalur evakuasi, FW menertibkan siswa yang turun tangga, menenangkan agar tidak panik dan tidak dorong-dorongan. Situasi berjalan terkendali.

Di lantai bawah, tepatnya di titik kumpul, IC sudah menunggu dan menginstruksikan anak-anak untuk berkumpul di titik kumpul dan berbaris tiap kelas. Dibantu para guru dan FW yang sudah dibawah, mereka mengabsensi siswa dan memastikan keadaan siswa apakah perlu pertolongan P3K atau tidak. IC-lah yang menentukan kapan situasi dinyatakan aman sehingga dapat menginstruksikan siswa dan sivitas sekolah lainnya untuk kembali ke dalam gedung.
Siswa dan guru berbaris di titik kumpul

Evaluasi

Saat kegiatan belajar mengajar kembali dilanjutkan seperti biasa, para guru yang tidak mengajar, IC dan FW dikumpulkan di mesjid untuk dilakukan evaluasi. IC diberi kesempatan pertama untuk memberikan evaluasi. Kemudian FW dan selanjutnya guru. Setelah itu, baru para fasilitator memberikan evaluasinya masing-masing. Diskusi dijalankan dengan informatif. Ternyata, ilmu yang diberikan dengan hasil simulasi bisa berbeda. Belajar dari itu, maka muncul saran apa saja yang harus dibenahi. Misal siswa yang berantakan karena sibuk fokus mengambil sendal, siswa yang memilih jalur evakuasi jauh dibandingkan tangga terdekat, atau juga barisan siswa yang kelasnya tidak berurut dari 1 sampai 6 sehingga menyulitkan pengabsenan. Evaluasi dilakukan, saran diberikan, rencana perubahan dilakukan.

Acara simulasi gempa selesai. Percobaan pertama dilakukan dengan keadaan siswa dan sivitas sekolah sudah tahu terlebih dahulu. Bagaimana jika diadakan dengan keadaan warga sekolah tidak diberitahu dahulu? Apakah keadaan akan sama? Apakah siswa dan guru panik?

Pengetahuan akan gempa sangat perlu dimiliki kita dan keluarga. Simulasi gempa yang diadakan di sekolah maupun gedung perkantoran tidak kalah pentingnya. Dengan adanya simulasi, dapat ditentukan organisasi evakuasi serta pemilihan kondisi yang optimal untuk tercapainya hasil evakuasi maksimal dan minimnya korban. 

Apabila ada yang tertarik diadakan simulasi gempa di sekolah anak, bisa langsung hubungi Safekids Indonesia melalu instagram @safekidsindo ato ke situs resminya!.


Tidak ada komentar