Kalau Aku Bekerja maka Anakku...

Tidak ada komentar
Sejak Hasan lahir hingga hari ini hingga berusia 5 bulan, saya masih berstatus menjabat stay-at-home mom. But I was a "santai" working woman. Kalau ditanya pengen kerja ga dalam waktu dekat ini sih, jawabannya enggak. Nanti ga bisa bikin kurikulum bayi lagi. Hahaha. Tapi kadang-kadang sering berandai-andai, kalau saya kerja, anak bagaimana?



Ada beberapa alternatif yang biasa orang-orang sekitar saya yang bekerja dalam menitipkan anak:

  1. Orang tua
  2. Baby sitter
  3. ART merangkap momong bayi
  4. Daycare
Namun, saya kembali menilik jika saya memakai pola pikir ibu bekerja. Cukup pantaskah saya lakukan jika saya di posisi itu?

Orang Tua


Kalau di kondisi saya, terlepas dari kondisi tempat tinggal ya, tempat menitip ini menurut saya yang paling sangat tidak pantas di pikiran saya. Big no no. Kenapa? Orang tua dan mertua saya tipe yang banyak aktifitas. Pengajian dan lain-lain. Mendingan mereka beraktifitas dan pergi ke pengajian deh. Semenjak punya bayi, saya jadi merasakan ternyata mengurus bayi seribet dan sesabar itu. Lagian mereka dahulu sudah disibukkan mengurus kita saat bayi. Masa sekarang mesti mengurus cucu juga? Dan ini dengan kondisi usia berbeda yang pasti sudah tidak sebugar saat mengurus kita bayi dulu. Selain itu juga masalah berat bayi. Ibu saya yang padahal belum setua itu dan Hasan beratnya cuma persentil 50 aja sudah berat. Gimana orang tua yang lebih berumur dengan bayi yang lebih montok. Saya merasa kasian sejujurnya :(.

Baby sitter


Menurut saya ini masih lebih baik ketimbang menitipkan ke orang tua. Ini juga menjadi alternatif para ibu yang tinggal di kota yang bebeda dengan orang tua atau mertua.Baby sitter biasanya terlatih dan sudah mendapatkan pengajaran. Mereka menjaga bayi, tanggung jawab karena sudah dibayar. Pilihlah baby sitter yang memang penyayang bayi dan anak-anak. Sekali lagi, mereka menjaga bayi karena dibayar. Tiadanya hubungan darah kerap kali membuat para baby sitter tidak menjaga dan mengurus bayi dengan tidak semestinya. Hal lain adalah bayi akan dibawa baby sitter ke pergaulan ART sekitar. Kita tidak tahu entah apa yang diperbincangkan. Bahasa, Tingkah laku. Selain itu kita juga tidak tahu anak diikutkan dalam aktivitas rumah apa saja. Misal ikut nonton sinetron yang dibawah alam sadar si anak akan membuat dirinya mencontoh. Saya pribadi sangat menghindari anak menonton televisi. Biarlah nanti dia mengenal televisi saat sudah besar.

ART


Pilihan ini kira-kira kurang lebih dengan pilihan Baby Sitter, hanya lebih tidak preferrable menurut saya. Mengurus urusan rumah disambi dengan rumitnya mengurus bayi hanya akan membuat saat mengurus bayi ala kadarnya saja. Selain itu, jika kita tidak percaya betul ART ini, akankah kita percayai juga untuk menjaga anak kita?

Daycare


Kalau saya nantinya harus bekerja, mungkin pilihan ini yang akan saya ambil. Well, minus yang paling signifikan adalah biayanya paling mahal. Menitipkan anak di daycare setidaknya tampak lebih aman karena anak diawasi tidak hanya oleh seorang. Setidaknya penyalahasuhan anak bisa dihindari. Selain itu, anak bisa belajar bergaul dan bersosialisasi dengan teman sebayanya. Tidak hanya bersosialisasi, anak akan mendapat "kurikulum bermain" juga mesti tidak seperti yang kita ingini

Tidak ada komentar