6 komentar
Saya: Semenjak pulang dari Pemalang, aku merasa traumatis banget buat konsumsi gula. Biasanya relatif gampang beli minuman manis. Chatime aja tinggal ngesot juga jadi. Ini tiap tiba-tiba kerasa pengen minum minuman manis, benar-benar bergulat dalam pikiran beli atau engga, yang 98% berujung dengan ga beli. Ternyata gula sejahat itu ya?
Suami: Loh, baru sadar?

Apakah yang terjadi di Pemalang? Kenapa saya sampai segitu traumatisnya dalam mengkonsumsi gula? Perkara berat, atau?


Gula dan Saya

Dari dulu saya merasa diri saya adalah sweet-tongue. Saya suka makanan manis, meski saya tidak rutin mengkonsumsinya. Saya bukanlah orang yang rutin mencari makanan manis secara harian. Kalau pun mencicipi makanan manis, saya tidak bisa banyak-banyak. Tapi, sekalinya makan atau minum yang manis, harus manis banget. Sejatinya saya suka membuat kue dan minuman manis. Tapi bertahun-tahun saya tidak membuatnya dengan alasan tidak ada massa yang menghabiskannya. Anak saya tidak suka ngemil. Saya pun tidak bisa makan banyak-banyak. Mana lagi sekarang suami ikut diet keto-fastosis. 

Sebelum berangkat ke Pemalang akhir Desember kemarin, konsumsi gula berlebih yang secara sengaja kalau dipikir-pikir relatif sedikit. Saya bangun pagi dengan minum jus tanpa gula, minum susu kotak full cream. Jarang sekali beli bubble tea  dan cemilan manis semacam martabak dengan alasan bakhil sama pengeluaran 😝. Tidak minum softdrink dan tidak suka beli minuman kemasan di supermarket. Pun, tidak jajan biskuit-biskuit. Beli kue juga super jarang.

Sewaktu saya berlibur ke Semarang dan Pemalang, praktis minimal makan 2 kali sehari di restoran untuk makan siang dan makan malam. Yang saya pesan es teh manis atau jeruk manis. Bayangin saja, selama 11 hari berturut-turut terpapar 2 gelas minuman manis. Total 22 gelas minuman manis! Jumlah yang cukup mengerikan. Belum termasak makan cemilan kue-kue ya.

Setelah kembali ke Jakarta, saya gelisah tidak berani naik timbangan karena bakal tau pasti hasil timbangan akan mengejutkan. Akhirnya saya beranikan diri untuk naik ke timbangan. Benar saja, berat saya naik sampai 3.5kg hanya dalam waktu 11 hari! Saya tahu betul karena beberapa hari sebelum ke Semarang saya menimbang dulu. Saya pun makin kalut karena 2 hari setelah pulang dari luar kota, saya ada jadwal kontrol kehamilan dimana dokter obgyn saya terkenal disiplin terhadap kenaikan berat badan.

Yang bikin saya agak skeptis, timbangan di rumah sakit itu manual dan suka lebih berat dibanding dibanding timbangan saya dirumah. Mana lagi saya was-was lagi pakai baju yang berat ditambah datang ke rumah sakit sehabis makan malam. Ternyata kegelisahan saya terbukti. Berat saya menjadi naik 4.5kg dalam 11 hari dengan menggunakan timbangan di rumah sakit 😱! Ini membuat saya ada di keadaan hamil 26 minggu sudah naik 6,5kg!Benar-benar mengerikan. Gila, efek gula itu ternyata se-signifikan itu.

Keadaan yang sedemikan rupa membuat saya sangat traumatis terhadap gula. Seminggu sekembali saya ke Jakarta dengan konsumsi gula super minim ditambah olahraga membuat berat saya turun 1 kilo. Tidak sampai 2 minggu sudah turun 2 kg. Berat badan saya saat kontrol 26 minggu adalah 67.5 kg. Sebulan kemudian saat kontrol 30 minggu, berat saya 66,5 kg dengan selisih hampir sekilo penambbahan berat bayi. Hamil tapi turun berat. Itu artinya apa?

GULAAAA!

Belakangan ini, salah satu WA grup saya sedang membahas tentang clean eating karena minggu lalu diadakan seminar tersebut oleh Inge Tumiwa. Seperhatian saya, ternyata berbagai macam diet dan pola makan yang baik benar-benar memerangi gula. Di salah satu lembar bukunya tertulis kalau mereka sekeluarga dulu yang gemar mengkonsumsi makanan manis setelah 2 minggu menghilangkan konsumsi gula berlebih, mereka merasa tidak ingin mengkonsumsi makanan dan minuman manis kembali. Bahkan roti tawar putih pun jadi terasa manis. Memang pada 2 minggu itu terjadi tahap ketergantungan dimana mood menjadi jelek dan merasa resah.

Hal yang sama juga terjadi dengan saya. Yang awalnya senang mengkonsumsi makanan dan minuman dengan rasa super manis, mendadak kehilangan ketertarikan. Padahal saya punya stevia. Yang dulunya meneteskan sampai 2 tetes di segelas 200 ml teh demi menciptakan rasa giung, sekarang saya pun malas merasakan manis.

Fakta Soal Gula dan Berat Badan


Gula memang sering dituduh sebagai biang keladi kegemukan. Hanya diperlukan satu gigitan gula untuk merangsang otak melepaskan dopamin, yaitu hormon di otak yang memicu motivasi dan juga keinginan makan. Ini membuat rasa adiksi kita terhadap gula. Efek senang yang diberikan oleh gula akan menyebabkan kita utuk makan berlebihan dan akhirnya makin gendut. 

Konsumsi gula berlebih juga menghambat hormon leptin, yakni sensor kenyang. Saat otak kita tidak melepaskan hormon yang memberi sinyal bahwa kita sudah kenyang, maka kita akan terus makan.

Gula akan meningkatkan jumlah insulin dalam badan secara kronis yang akhirnya akan meningkatkan jumlah produksi lemak tubuh. Insulin adalah hormon yang menyalurkan gula dalam peredaran darah ke dalam sel agar dapat digunakan sebagai energi. Saat kita makan, jumlah insulin akan meningkat dan ini merupakan peristiwa yang normal. Akan tetapi, dengan asupan gula yang berlebihan, tubuh akan menjadi kebal terhadap insulin. Artinya tubuh harus meningkatkan produksi insulin agar gula tetap dapat digunakan oleh sel-sel tubuh. Insulin memiliki fungsi lain, yakni sebgai penyimpan lemak. Konsumsi gula berlebihan akan menyebabkan predaran insulin tinggi yang bersifat kronis dan tubuh akan meningkatkan penyimpanan lemak.

Gula tidak membuat kita merasa kenyang walaupun energi yang diberikan sangat tinggi, oleh karena itu gula disebut kalori yang bersifat "kosong". Gula memberikan energi (dalam satuan kalori) yang sangat tinggi. Bahkan, 1 sendok makan gula memberikan 50 kalori, sama dengan 1 tangkai brokoli. Meski begitu, gula tidak mengandung vitamin, mineral dan protein yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh tubuh kita.

Hmm,, tampaknya selama 11 hari itu yang terjadi pada saya adalah asupan gula tambahan segentong tiap hari, kemudian makin lapar jadi banyak ngemil dan kebanyakan ngemil yang tidak berfaedah,. Hal itu diperparah dengan aktifitas saya yang relatif tidak melakukan kegiatan berat berarti,

Oh, pantes.