The Archipelago Writer's Circle, Banyak Kisah Hangat Dibalik Cara Menulis Creative Writing

26 komentar
“Ini adikku ada disini” ujar Ahmet sembari menunjukkan jarinya ke gambar laut saat menjelaskan tentang keluarganya saat proses pengungsian dari Suriah terjadi (The Boy at the Back of the Class - Onjali Q. Rauf).


Akhir bulan Juni, tepatnya Rabu, 29 Mei 2022, saya menghadiri Writer’s Circle yang diselenggarakan oleh The Archipelago, sebuah media luring komunitas internasional yang memberikan perspektif segar soal migrasi, penjajahan, dan isu pengungsi. Tidak hanya berisi tentang tulisan monoton, The Archipelago juga menghimpun tulisan berupa artikel, puisi, memoir, fiksi, hingga karya seni. Penulis dan pengarang berasal dari berbagai negara sehingga memberikan kita cerita dan sudut pandang yang mungkin belum pernah terbayangkan selama ini.

cara menulis creative writing


Mungkin pertemuan saya dengan The Archipelago seperti untaian takdir. Tiba-tiba saya melihat postingan The Archipelago (@archipelago_mag) di kanal sponsored feed saya dan hati saya tergerak untuk mengklik akun @archipelago_mag.

“Wah menarik nih, kanal media internasional yang isinya banyak menekankan soal keberagaman. Isu refugee?” ujar saya dalam hati.

Karena penasaran, maka saya semakin mengeksplorasi postingan @archipelago yang lain. Sampai akhirnya perhatian saya tertuju kepada postingan soal Writer’s Circle yang akan diadakan secara luring dan akan memberikan semacam mini workshop mengenai bagaimana menulis agar tulisan kita lebih menggugah pembaca, atau impactful writing. Tanpa pikir panjang, saya langsung mendaftar di situs terkait dengan harapan mendapatkan umpan balik positif.

Tidak sampai seminggu berselang, saya mendapatkan surel balasan! Saya diminta untuk mencantumkan contoh tulisan saya yang menjelaskan apa yang menginspirasi saya untuk tetap menulis. Intinya, saya menjelaskan bahwa saya "iri" dengan suami yang dokter. Setidaknya, sepanjang karirnya ia akan memberikan manfaat kepada orang lain. Lantas bagaimana dengan saya? Memanfaatkan kegemaran saya akan menulis sebagai wadah penyaluran pikiran saya yang ribut, saya berusaha membuat tulisan saya sebagai amal jariyah yang bisa bermanfaat bagi banyak orang.


Meski nantinya banyak tulisan saya yang memberikan kucuran dana ke dompet. But, it’s not the focus, it’s just the side effect I gain.

The Archipelago Writer's Circle

Alhamdulillah, dua hari setelah saya mengirimkan contoh tulisan, saya mendapatkan email balasan bahwa saya diterima untuk bergabung di acara The Archipelago Writer’s Circle. Yeey! Warsan Weedhsan, selaku salah satu co-founder The Archipelago menghubungi saya via WA dan berkonsolidasi soal kapan acara dilaksanakan.

Acara diadakan di D Hotel, Manggarai. Posisi yang sangat strategis karena dekat dengan rel kereta api dan jalur Trans Jakarta. Bagi saya juga posisi ini tidak terlalu jauh bagi saya karena relatif terjangkau dari rumah.

cara menulis creative writing
Sumber: Agoda

Saya membawa anak kedua yang berusia 3 tahun bersama. Ada perasaan deg-degan sebelum beranjak dari mobil.

“Siapa orang-orang asing yang akan saya temui nanti, apakah saya bisa berbaur?” tanya saya dalam hati. My introverted soul has just arised!

Dengan memantapkan langkah, saya naik ke lantai dua dimana pertemuan diadakan. Wow, there’s a lot of race and we speak English to each other. Perawakan kita berbeda-beda, warna kulit beraneka ragam, dan bahasa yang digunakan juga bervariasi. Bahkan, ada beberapa bahasa yang tidak akan pernah kamu dengar sebelumnya.

Wow, that’s a lot of language I hear in just one desk.”, pekik Eduard Lazarus, seorang Jurnalis, penulis, dan Editor yang juga menjadi penerjemah bagi The Archipelago Mag.

Acara dimulai dari jam 11 dan dibagi menjadi 2 sesi. Sesi pertama berupa perkenalan dan sesi kedua berupa mini workshop.

Sesi 1: Buah apakah kamu?

cara menulis creative writing

Di sebuah ruangan berukuran menengah dengan wallpaper coklat jadul, meja disusun berbentuk U sehingga kami dapat melihat satu sama lain. Warsan yang bertindak sebagai MC meminta kami untuk memperkenalkan diri secara berurutan. Uniknya, kami disuruh untuk memilih satu buah favorit yang merepresentasikan diri masing-masing.

Saya mendengar banyak buah, mulai dari kurma, durian, mangga, semangka, hingga buah yang tidak pernah dengar karena (katanya) merupakan buah khas di negaranya. Sejujurnya saya bingung harus memilih apa, akhirnya saya memilih Buah Naga yang sekaligus buah favorit si sulung. Saya pun mendeskripsikan diri saya seperti Buah Naga, like Dragon Fruit which have different appearance apart the skin and the fruit itself, I’m kinda unexpected!

cara menulis creative writing
Setelah semuanya memperkenalkan diri, Warsan dan Kieren Kresevic Salazar sebagai co-founder dari The Archipelago Mag menjelaskan secara singkat mengenai The Archipelago dan bagaimana media ini memberdayakan semua orang dengan menitikberatkan keberagaman. Di ruangan tersebut saya banyak bersama para pengungsi (refugee) mulai dari Afghanistan, Somalia, dan beberapa negara konflik lainnya. Meski banyak pengungsi, tapi mereka tidak ingin dikenal sebagai seorang pengungsi yang rapuh.

“We’re not the refugee media, we just write about refugee and other thing”, tekan Warsan

Acara Writer’s Circle ini juga dihadiri oleh penulis Indonesia seperti Rain Chudori dan Awi Chin, editor seperti Eduardus Lazarus, serta tamu spesial Dr. Beth Yap yang merupakan penulis Malaysia-Australia.

Sesi 1 diakhiri dan masuk ke jam istirahat dimana kita bisa Sholat dan makan siang. Mushola ada di sebelah ruang pertemuan dan hall prasmanan untuk makan siang di lantai yang sama pula. 

Sesi 2: Your heart full of heartwarming stories

cara menulis creative writing

Setelah makan siang dan sholat, saya kembali masuk ke ruangan pertemuan. Kaget, ternyata meja sudah disusun ulang menjadi tiga grup kecil. Ternyata akan dilangsungkan mini workshop yang akan dipandu oleh penulis tamu. Dua meja lain dipandu oleh Rain Chudori dan Awi Chin serta Kieren dan Eduard Lazarus. Saya dan 5 rekan lain: Mozhdeh, Sakina, Taher, Rabia, dan Mariza, kebetulan berkesempatan dibimbing langsung oleh Dr. Beth Yahp yang dengan kerendahan hatinya rela terbang dari Australia ke Indonesia. Beliau merupakan seorang dosen menulis kreatif di salah satu University of Sydney dan memenangkan beberapa penghargaan sebagai penulis dan editor.

Ketimbang menggurui, saya senang dengan tone sederhana yang diajarkan oleh Dr. Beth, Ia memulai dengan cerita personalnya yang membuat kami merasa lebih dekat dengannya.

“Saya lahir dan besar di Johor Bahru, sebuah kota yang sangat dekat dengan Singapura. Ayah saya suku Cina dan Ibu punya darah Thailand. Anehnya, saya tidak bisa bahasa Cina sama sekali, hanya bahasa Inggris dan melayu pada saat itu.” Cerita Dr. Beth.

Sebagai seorang perempuan yang bukan merupakan warga asli tempat tinggalnya sekarang, Dr. Beth mengalami diskriminasi meski ia tinggal dan berkarya di sebuah negara yang katanya maju itu. Bagaimana bisa seorang yang tidak bisa berbahasa Inggris dari lahir, bukan warga negara asli, dan seorang perempuan bisa menjadi seorang pengajar di jurusan Bahasa Inggris di sebuah universitas ternama? Tapi Dr. Beth datang di waktu yang tepat. Pada saat itu, fakultas tempat ia bekerja sekarang sedang memiliki proyek penelitian kebudayaan dan sastra ASEAN sehingga menempatkan ia sebagai orang yang tepat di fakultas.

Melalui layar laptop, kami diajarkan bagaimana teknik-teknik menulis kreatif sehingga membuat para pembaca mendapatkan pesan dari apa yang ingin disampaikan oleh penulis. Dalam menulis kreatif juga harus memaksimalkan kelima indra yang dipunya: penglihatan, pendengaran, sentuhan, pengecap, dan pembau. Bahkan, ternyata ada indera keenam yang harus dimaksimalkan agar pembaca seolah-olah sedang berada di imaji yang dibentuk oleh penulis. Indera tersebut adalah menerjemahkan indera lain ke dalam perasaan.

“Coba lihat ruangan ini, kamu bisa lihat ruangan ini berwarna coklat, apa yang kamu rasakan?” tanya Dr. Beth.
Murky” jawab saya, “Because this room uses brown old school wallpaper and is not bright as it can be.

cara menulis creative writing
Mini workshop ini tidak berjalan searah, kami semua melakukan diskusi dua arah. Setelah materi selesai diberikan, Dr. Beth meminta kami menuliskan di kertas mengenai salah satu tempat yang membuat kami bahagia. Sembari kami menuliskan cerita di secarik kertas, Dr. Beth sembari menginstruksikan hal-hal mengenai indera kami sehingga kami dapat mengadopsinya dan mendeskripsikan di dalam tulisan kami.

“Siapa yang membuat kamu bahagia. Mengapa kamu senang berada di sana. Bagaimana kamu melihat tempat tersebut. Bau apa yang dapat kamu ingat saat berada di sana. Perasaan apa yang kamu rasakan selama disana.” Rinci Dr. Beth.

Kami pun menulis cerita versi kami masing-masing. Sebelumnya Dr. Beth juga sudah menyarankan agar kami jangan terlalu banyak berpikir saat menulis cerita tersebut. Langsung tulis apa yang langsung terbayang di benak. Tidak disangka, kami berhasil menuliskan cerita tentang tempat yang membuat kami bahagia dalam 2,3 hingga ada yang 4 lembar kertas.

Well, congratulations to you all! Since you write this in your second language, not you are born with, it must be hard for you. I myself am not sure can do it in a fast way like you”, puji Dr. Beth.

Dr. Beth pun meminta kami membacakan cerita kami satu persatu. Tidak hanya mendengar, kami juga diminta untuk memberikan opini terhadap cerita rekan kami.

Saya tidak menyangka, betapa hangatnya mendengarkan 5 gaya tulisan yang saling berbeda dengan pandangan memori masing-masing. Ada yang mengutarakan dengan gaya yang aneh tapi unik, ada yang punya sisi humor sangat bagus, hingga ada juga yang seperti cerita dongeng.

You describe the place in your story very accurately and feel alive. Your story is moving, I guess you must be a good writer when it comes to fiction.” saran Mozhdeh mengomentari cerita saya

Saya seperti merasa wow. Maksudnya, seumur-umur tidak pernah terbersit di pikiran untuk menulis cerita fiksi. Saya hanya tertarik untuk menulis cerita non-fiksi dan pengalaman saja, seperti yang saya tulis di blog saya ini. Well, mungkin saya harus mencoba kapan-kapan menulis cerita pendek?


Setelah kami semua membacakan cerita kami, Warsan menginstruksikan bahwa waktu tinggal setengah jam lagi. Sembari menyodorkan biskuit di meja, Dr. Beth menawarkan apakah ingin mempelajari materi lagi atau ingin berdiskusi saja. Serempak kami menjawab ingin berdiskusi. Setelah mengambil snack dan kopi di meja seberang, kami berdiskusi tentang banyak hal. Tidak hanya perihal menulis, tetapi juga tentang cerita hidup.

“Saya punya blog dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, tapi setelah saya baca keduanya, saya seperti memiiki dua kepribadian berbeda dalam tulisan tersebut. Kepribadian dalam tulisan bahasa Indonesia, dan kepribadian dalam tulisan bahasa Inggris.” Tanya saya penasaran.

Setelah sesi mini workshop selesai, Warsan mengedarkan kertas survei, menutup acara dan mengajak kami semua berfoto bersama.

An impecable experience!

cara menulis creative writing


Selain anak tengah saya yang beberapa kali terdengar minta segera pulang, siang itu berkesan sekali. Saya tidak hanya belajar hal baru, tapi juga mengenal orang baru, mendengar cerita baru, hingga mengetahui hal trivial seperti ternyata orang Afghanistan bahasanya bukan Arab.

Saya sadar betul, dalam satu ruangan tersebut banyak teman-teman pengungsi yang berasal dari puluh ribu kilometer jauhnya dari kota ini. Saya yang dari kecil hingga sekarang hidup dengan damai dan bahagia berbeda de nga beberapa dari mereka yang terpaksa mengalami suasana yang mencekam hingga terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka. Bahkan, beberapa dari mereka sempat merasakan hidup yang nyaman sampai satu waktu situasi politik memanas sehingga mereka terusir dan meninggalkan kehidupan nyaman mereka.

Saya sendiri sebenarnya sadar bahwa Indonesia kedatangan pengungsi dari negara krisis. Saya kerap membacanya beberapa kali di media daring dan cetak. Tapi berita tentang pengungsi ini sangat jarang. Kehadiran teman-teman pengungsi yang dari berbagai latar belakang dan negara membuat saya sadar ternyata banyak teman-teman pengungsi yang harus menempuh jalan hidup keras, tinggal di negara baru, belajar tekun bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, hingga setengah mati berjuang agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Setelah saya membaca buku The Boy at the Back of the Class karya Onjali Q. Rauf, saya terbayang sekaligus penasaran untuk mengetahui cerita pahit yang membawa mereka ke Indonesia. Tapi, saya tahu saya tidak pantas menanyakan hal tersebut. Biarlah itu menjadi cerita mereka sampai mereka bersedia menceritakannya kepada orang lain.

Ingat kutipan buku tentang pengalaman sang anak Suriah yang menunjukan adiknya ada di gambar laut?


*Rekomendasi Buku

Tamu-tamu spesial di The Archipelago Writer’s Circle ini saat memperkenalkan diri di sesi pertama menunjukkan buku-buku karangan mereka. Berikut saya sertakan judul buku mereka, siapa tahu kamu tertarik membacanya.

  • Eat First, Talk Later - Dr. Beth Yahp. Sebuah cerita heart-waming tentang orang tuanya yang berbeda latar belakang tapi sangat hangat.
cara menulis creative writing
Sumber: Goodreads

  • Rain Chudori - Imaginary City. Cerita sentimentil seorang wanita yang mengunjungi kembali kota dimana dia berasal dan mengalami hal-hal yang membuat ia terkenang.
  • cara menulis creative writing

Menyiapkan Anak Menghadapi Hari Pertama Sekolah Tatap Muka

28 komentar

Musim ajaran baru telah tiba! Saatnya menyiapkan anak guna menyambut sekolah tatap muka tahun ajaran baru.

hari pertama sekolah tatap muka

Tahun ini anak sulung saya resmi menjadi anak SD kelas 1. Kami mendaftarkannya di sebuah SD Islam di dekat rumah kami yang jaraknya tidak lebih dari 3 km. Sebenarnya, itu adalah SD incaran saya bahkan semenjak kami belum berdomisili di rumah yang sekarang ini. Pada waktu mengincar sekolah ini, kami masih masih tinggal di apartemen di bilangan Jakarta Pusat tanpa tahu bakal dapat jodoh rumah dimana. Alhamdulillah ternyata kami berjodoh dengan sebuah lahan yang berlokasi tidak jauh dari area impian saya, sekaligus dekat dengan sekolah incaran saya ini.

Anak sulung saya ini sebenarnya telah lulus TK setahun silam. Karena usianya masih belum mencukupi untuk masuk SD saat itu, akhirnya kami memutuskan untuk menunda Hasan untuk masuk SD dan lebih memilih mengambil jenjang TK B kembali di sebuah sekolah hybrid, yaitu sekolah yang mengkombinasikan pertemuan daring yang dan dilengkapi dengan sekolah tatap muka.

Pun, mengingat pandemi dua tahun lalu, selama masa itu sekolah banyak diselenggarakan secara daring. Awalnya 100 persen secara daring, kemudian saat melihat trend pandemi Covid menurun, maka banyak sekolah mulai mencoba mengadakan sekolah offline dengan kapasitas kelas setengahnya. Saat varian covid delta menyerang dan kasus mulai meningkat, maka banyak sekolah memberlakukan pertemuan secara daring kembali. Perlahan saat kasus menurun kembali, sekolah-sekolah mulai mencoba memberlakukan sekolah tatap muka kembali tapi tetap tidak dengan kapasitas 100 persen.

Saat pandemi itu, saya berharap semoga saat anak sulung saya menjadi siswa kelas 1 SD  yang sudah merasakan PTM 100 persen. Alhamdulillah, meski ada isu kasus varian Covid baru, ternyata pandemi masih terkendali sehingga hampir semua sekolah sudah memberlakukan sekolah offline dengan PTM 100 persen.

Mengingat sudah 100 persen sekolah offline tahun ajaran baru ini meski masih di dalam kondisi pandemi virus covid, maka sejumlah persiapan pun harus dilakukan. Persiapan ini tidak hanya pada anak, tapi juga bagi orang tua.

Apa saja yang harus dipersiapkan menghadapi hari pertama sekolah tatap muka tahun ajaran baru new normal?

1. Mempersiapkan mental


hari pertama sekolah tatap muka
Liburan sekolah menjelang tahun ajaran baru sangat panjang, hampir satu bulan lamanya. Anak dan orangtua yang biasanya sudah terbiasa dengan ritme harian santai, maka pelan-pelan harus mengkondisikan kembali ke ritme aktivitas pagi yang padat.

Mental anak pelan-pelan dipersiapkan dengan diberikan pengertian bahwa sebentar lagi ia akan masuk sekolah dan harus kembali bangun pagi dan langsung beraktivitas. Jika mental anak tidak dipersiapkan, takutnya ia merasa kaget saat hari pertama sekolah dan berujung dengan rewel tidak mau sekolah.

Begitu juga dengan mental orang tua, terutama Ibu. Ibu harus siap bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan dan bekal anak. Hasan makan siang di sekolah, jadi praktis saya harus menyiapkan cemilan hingga makan siangnya sekaligus menyiapkan bekal makan siang suami yang berangkat kerja.

Bagi si sulung, tidak ada lagi tidur lagi setelah subuh. Bagi saya, tidak ada lagi leha-leha setelah subuh.

2. Mempersiapkan perlengkapan sekolah

hari pertama sekolah tatap muka

Salah satu kegiatan favorit anak menjelang tahun ajaran baru adalah melengkapi perlengkapan sekolah. Kegiatan ini juga bisa menjadi sarana bonding antara orangtua dan anak. Dengan memilih sendiri kotak bekal, pensil, buku, hingga botol minum, anak akan lebih bersemangat menyambut tahun ajaran baru PTM 100 persen.

Kami melibatkan si sulung dalam pemilihan kotak bekal, sepatu sekolah, hingga jam tangan. Kami yakin, dengan melibatkan anak mengecek dan melengkapi perlengkapan sekolahnya akan meningkatkan emosi positif menyambut hari pertama sekolah tatap muka.

Jangan lupa juga untuk mengecek sepatu dan seragam sekolah anak, mereka yang cepat tumbuh membuat seragam dan sepatu sekolahnya sudah terasa sempit.

3. Berangkat lebih awal

hari pertama sekolah tatap muka

Tahun ajaran baru membawa euforia tersendiri tidak hanya pada anak, tetapi juga bagi orangtua. Bahkan nenek dan kakeknya sekalipun tidak sabar untuk mengantar dan melihat cucunya bersekolah. Tidak heran, awal tahun ajaran baru akan diiringi dengan kemacetan hebat di titik sekitar sekolah. Pastikan berangkat sekolah lebih awal dari biasanya untuk menghindari kemacetan.

Waktu tempuh normal dari rumah kami ke sekolah si sulung hanya 15 menit untuk jarak kurang dari 3 km. Namun, untuk menghindari hal-hal yang tidak diingini saya dan si sulung berangkat sekolah 40 menit sebelum jam masuknya.

35 menit sebelum jam masuk kelas adalah waktu yang tepat tanpa harus terlalu bermacet ria saat MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Namun saat kami berangkat 40 menit sebelum jam masuk kelas, kemacetan sudah mengular sehingga saya dan si sulung harus berjalan kaki sekitar 300 meter menuju gerbang sekolah.

4. Mempersiapkan fisik dan rutinitas

hari pertama sekolah tatap muka

Rutinitas dan fisik adalah hal yang harus diprioritaskan dalam menghadapi hari pertama sekolah. Mengkondisikan tubuh untuk beraktivitas lebih pagi juga harus diiringi dengan tidur cukup agar tubuh tetap bugar dan dapat berfungsi secara maksimal.

Salah satu hal yang membuat saya terus berpikir (hingga saat ini) adalah bagaimana menjaga jam tidur si sulung tetap optimal agar ia dapat beraktivitas secara prima. Jika dulu ia belum shalat subuh dan bangun jam setengah 8, kini ia harus bangun subuh dan tidak tidur lagi setelahnya.

Menyuruhnya tidur siang adalah salah satu strategi. Strategi berikutnya adalah tidur malam lebih cepat meski terasa sulit karena malam adalah waktu menunggu ayahnya pulang dan bercengkrama bersama. Tidur lebih cepat membuat si sulung jadi sulit bertemu ayahnya di penghujung hari.

Jam tidur yang cukup adalah salah satu yang saya jaga karena ini berhubungan dengan performanya di sekolah dan agar daya tahan tubuhnya tetap prima. Selain itu, tidur yang cukup juga menjaga imunitas untuk menjaga kekebalan tubuh dari serangan virus dan bakteri.

Selain jam tidur yang cukup, saya merasa perlu memberikan suplemen tambahan sebagai booster daya tahan tubuh anak. Penasaran dengan suplemen apa yang saya berikan kepada si sulung sebagai ikhtiar menyiapkan ia menghadapi sekolah tatap muka di tengah pandemi virus Covid?

Interlac, combo probiotik dan vitamin D3

hari pertama sekolah tatap muka

Tahukah kamu kalau rendahnya kadar vitamin D di dalam tubuh meningkatkan risiko radang akibat virus Covid menurut Jurnal Royal College of Physicians Clinical Medicine? Kurangnya kadar vitamin D3 di dalam tubuh dapat membuat si kecil gampang sakit. Vitamin D3 didapatkan dari asupan makanan dan kemudian dioptimalkan dengan paparan sinar matahari atau berjemur.

Dalam menjaga daya tahan tubuh anak juga perlu memperhatikan kesehatan saluran cernanya. Si kecil harus rutin mengkonsumsi probiotik atau bakteri baik. Salah satu bakteri baik tersebut adalah Lactobacillus reuteri.

Terkadang kita cukup repot jika harus memberikan si kecil banyak suplemen. Si kecil kadang juga jadi rewel jika kebanyakan makan suplemen. Adakah suplemen yang mengandung vitamin D3 sekaligus probiotik.

hari pertama sekolah tatap muka

Ternyata ada! BioGaia Interlac adalah suplemen yang mengandung vitamin D3 400 IU sekaligus bakteri baik Lactobacillus reuteri yang dapat meningkatkan kesehatan saluran cerna. Konsumsi suplemen ini diharapkan dapat menjadi booster imunitas anak dalam menghalau berbagai virus varian covid serta meningkatkan saluran cerna anak. BioGaia Interlac berbentuk tablet kunyah rasa jeruk yang enak rasanya. Hasan approved! Tablet ini dapat dikonsumsi satu tablet per hari atau sesuai anjuran dokter.

Meskipun rasanya jeruk manis, suplemen ini tidak akan merusak gigi karena tidak mengandung gula. Kandungannya juga sangat aman.

Interlac juga mudah ditemukan di apotik dan Babyshop kepercayaan. Sayangnya, banyak ditemukan produk Interlac palsu. Oleh karena itu, pastikan membeli produk ini hanya di apotik dan babyshop kepercayaan serta marketplace seperti di Tokopedia.

Si kecil tertarik mencoba produk Interlac? Bisa kepoin di IG @interlacprobiotics dulu lho!

Anak Muntah dan Mencret, Masih Bisa kah Travelling bersama 3 anak dinikmati? Ini Tipsnya bersama Internetnya Indonesia!

22 komentar
Bagaimana Pengaruh IndiHome memberikan manfaat internet dalam menyiapkan rencana travelling bersama 3 anak?

Sepanjang tahun 2018 saya, suami, dan anak sulung kami banyak melakukan perjalanan di belahan Pulau Jawa dan beberapa negara ASEAN. Bersyukur kami diberikan rezeki berupa anak usia 3 tahun yang sangat gampang dan tidak menyusahkan dibawa travelling. Bawa si sulung bagaikan bawa orang dewasa biasa, asli deh!

Tapi ternyata Allah ingin membuat hidup kami lebih berwarna. Di tahun 2022 ini, kami akhirnya berkesempatan melakukan perjalanan jarak jauh lagi. Bedanya kalau dulu bertiga, sekarang berlima! Ya, kami sudah dikarunia ekstra dua anak lagi. Di perjalanan ini kami harus membawa sulung yang berusia 7 tahun, tengah berusia 3 tahun, dan bungsu berusia 1,5 tahun.

travelling internetnya indonesia

Kalau dulu hampir tidak ada kendala sama sekali, kalau sekarang harus mengalami dua anak muntah di carseat masing-masing dan mencret selama berada di luar kota. Wow sekali bukan!

Tapi apakah saya mutung dengan perjalanan kali ini? Tentu tidak, karena sebelum berangkat kami sudah menyiapkan beberapa hal. Fisik, mental, dan ekspektasi.

Kebanyakan Ibu-ibu suka merasa jiper duluan saat hendak travelling bersama anak, apalagi jika punya anak masih kecil-kecil dan travelling jarak jauh.

Namun sebenarnya kekhawatiran itu bisa ditepis, asalkan kita menyiapkan semuanya baik dari perencanaan hingga mental. Travelling dengan anak tentunya tidak akan sama jika dibandingkan dengan travelling tanpa anak. Saat masih sendirian atau hanya bersama pasangan saja kita bisa menetapkan rencana perjalanan ambisius.

Tapi jika punya anak? Besar kemungkinan arah perjalanan kita tergantung dari kondisi anak.

Lantas bagaimana menyiasatinya?

Karena siapapun berhak menikmati travelling, meski bersama anak banyak sekalipun.

1. Riset, Riset, Riset

travelling internetnya indonesia

Riset yang menyeluruh adalah kunci. Jangankan jika harus travelling bersama anak, saat berpergian senidrian pun banyak sekali yang harus diriset. Mempersiapkan kota tujuan, mencari perbandingan tiket dan penginapan termurah, mencari tahu rekomendasi tempat tujuan dan makanan/minuman favorit, hingga memutuskan mobilisasi menggunakan apa.

Di Awal Bulan Juli ini kami sekeluarga berkesempatan jalan-jalan ke Solo. Berbeda dengan keluarga lain, biasanya kami liburan dengan cara menyelipkan agenda saat suami harus bekerja. Kalau dipikir, sangat jarang kami pergi ke luar kota murni hanya liburan. Suami belum termasuk orang yang punya privilege untuk mengambil cuti, jadi kalau pun kami pergi keluar kota ya hanya akhir pekan atau saat ada tanggal merah.

Kebetulan suami menjadi tim medis pertandingan Rugby di Solo selama 2 hari. Jika dihitung dengan waktu perjalanan, kami berkesempatan melakukan perjalanan 4 hari 3 malam ke Solo! Sungguh sebuah kesempatan yang langka karena biasanya maksimal hanya 3 hari 2 malam saja saat ada tanggal merah berdekatan dengan akhir pekan.

Peran IndiHome dalam membantu riset perjalanan bersama anak

Riset sebelum berangkat adalah kunci kesuksesan travelling bersama anak. Sehari-hari saya banyak menghabiskan waktu di rumah saja karena saya Ibu rumah tangga yang sesekali mengerjakan pekerjaan menulis paruh waktu. Koneksi internet yang saya gunakan di rumah adalah internet fiber optik IndiHome. Semua perangkat di rumah sudah dikoneksikan ke internet IndiHome melalui koneksi Wifi.

travelling internetnya indonesia

IndiHome adalah satu-satunya provider internet yang menyediakan bundling paket bersama dengan telepon rumah! Itu lah salah satunya alasan kami berlangganan IndiHome sejak awal nikah. Pasalnya, mayoritas keluarga saya dan suami menggunakan Telkomsel dan dengan menggunakan paket bundling 2P IndiHome artinya kami mendapat jatah telepon gratis sekian menit via telepon rumah. Deal yang menguntungkan sekali menurut saya.

Karena kami bukanlah penonton televisi, kami memilih menggunakan paket 2P (Internet+Phone) seharga Rp 275 ribuan dengan kecepatan hingga 20 Mbps. Eh, karena loyal memakai IndiHome bertahun-tahun, di tahun kelima (kalau tidak salah) saya mendapat telepon dari CS IndiHome mengenai tawaran naik kecepatan hingga 30 Mbps TANPA TAMBAHAN BIAYA! Wuih, salut sama IndiHome yang mengapresiasi pelanggan loyalnya.

IndiHome ini juga sudah terkenal menjangkau berbagai pelosok daerah di Indonesia. Jangankan di daerah, Indiome adalah satu-satunya provider internet di area rumah om saya yang berada di Bintaro.

travelling internetnya indonesia

Buat kamu yang lagi bingung mau pasang provider internet apa, bisa langsung hubungi kontak IndiHome untuk pemasangan. Tidak cuma menawarkan bundling internet, kini kamu yang ingin berlangganan Disney+ dan Netflix juga tidak usah bingung. IndiHome menawarkan paket bundling langganan Disney+ Hotstar, Netflix, WeTV, Vidio, dan Catchplay. Tidak cuma bundling, IndiHome juga dengan loyalnya memberikan diskon biaya pemasangan sampai setengah harga!

Menarik bukan?

Mari kembali ke pengalaman saya mengenai bagaimana koneksi lancar IndiHome sangat membantu dalam perencanaan liburan bersama tiga anak.

Menggunakan pesawat, kereta api, atau mobil pribadi?

Senjata utama riset travelling tidak lain dan tidak bukan adalah koneksi internet. Cuma dengan duduk di pojokan saja, saya bisa mendapatkan manfaat internet dengan mencari tahu apapun lewat ponsel ataupun laptop. 
Kebetulan kami sudah menggunakan IndiHome sejak awal berumah tangga. IndiHome merupakan produk dari Telkom Indonesia yang merupakan salah satu pemain besar provider internetnya Indonesia. Keputusan kami menggunakan IndiHome juga diambil karena pengalaman keluarga saya yang sebelumnya sudah menggunakan provider ini sejak IndiHome diluncurkan. Pemain lama nih, boleh nih Telkom Indonesia kasih kami bonus kecepatan, hehe.

Setelah riset, akhirnya kami memutuskan naik mobil saja. Bayangkan, pulang pergi cuma butuh 1,6 juta rupiah, yakni tol 1 juta pulang pergi dan isi bensin 200 ribu rupiah sebanyak 3 kali.

Menginap dimana?

travelling internetnya indonesia

Terakhir kami jalan-jalan ke luar kota untuk liburan santai adalah tahun 2019, yakni saat anak kami baru satu. Selain cuma bertiga, anak sulung kami juga tipe yang enak diajak jalan-jalan jadi otomatis kami tidak repot sama sekali mengajak ia kemana pun.

Namun keadaan berubah sekarang. Kami sudah berlima sekarang dengan tambahan 2 batita. Jika dulu kami tidak pusing untuk urusan kamar karena bahkan memakai kasur twin pun tidak masalah, sekarang kami harus memilih penginapan dengan kriteria berikut:
  • Kasur ukuran super king size (200x200)
  • Family suite yang punya kasur twin (queen atau king size) dengan tambahan kasur single (90x200 atau 100x200)
Terima kasih IndiHome yang memiliki koneksi internet stabil! Saya jadi tahu ternyata di Solo banyak hotel yang menyediakan kamar family suite dengan harga sangat variatif. Untuk mengetahui ukuran kasur, saya harus menanyakan langsung ke pihak hotel karena di Online Travel Agency (OTA) seringnya hanya mencantumkan double bed atau twin bed saja tanpa mencantumkan ukuran.

Nah, biasanya menghubungi langsung ini menggunakan sistem BOT di website yang kalau lama tidak dibalas atau keluar dari halaman maka percakapan tidak bisa dilanjutkan.

Kebayang kan jika koneksi internet kita buruk, lagi bertanya eh malah koneksi putus. Begitu koneksi tersambung lagi, kita harus memulai percakapan baru. Gitu aja seterusnya.

Untuk koneksi internet saya yang menggunakan Indihome stabil dan lancar jaya. Saya pun tidak kesulitan mendapatkan jawaban cepat perihal ukuran kasur. Kecepatan informasi ngaruh banget lho, soalnya kami pergi tanggal 1-4 Juli dimana jadwal liburan anak sekolah! Telat booking penginapan sama artinya tidak dapat penginapan atau kalau dapat pun sudah kena harga mahal.

Kemana saja?

travelling internetnya indonesia
Setelah permasalahan akomodasi pulang pergi dan tempat menginap beres, yang harus dipikirkan adalah kemana saja selama berada di Solo. Berhubung suami bertugas selama di Solo, otomatis jalan-jalan di kota hanya dilakoni berempat bersama anak. Maka riset calon destinasi dan makan dimana juga harus dikumpulkan. Ingat, dikumpulkan ya, bukan daftar ngoyo untuk menjelajahi semuanya.

Biasanya saya menjadikan Google Maps teman setia dalam perencanaan destinasi. Saya mengecek dimana saja lokasi calon destinasi. Berapa lama waktu tempuh dari destinasi ke destinasi. Tentunya saya harus bersyukur memakai IndiHome yang merupakan Internetnya Indonesia yang disediakan oleh Provider Telkom Indonesia. Saya senang karena koneksinya yang lancar membuat riset saya pun berjalan lancar tanpa kendala.

Setelah menyimpan antar lokasi destinasi ini dan menghafal jarak antar destinasi di kepala, maka selesai pula tahap pertama dalam perencanaan travelling bersama 3 anak. Terima kasih internetnya Indonesia, IndiHome!

Tapi apakah yang akan dijalani sesuai dengan yang diriset? Tentu tidak Ferguso! Itulah menariknya travelling bersama anak-anak. Orangtua dituntut untuk adaptif dan ikhlas dalam menjalani itinerary yang telah disiapkan. 

Terlaksana ataupun tidak sama sekali.

2. Menyiapkan fisik dan mental anak

travelling internetnya indonesia

Anak kecil notabene memiliki fisik yang tidak seprima orang dewasa. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun disarankan tidak melakukan aktivitas berat sebelum menjalani perjalanan jauh yang melelahkan.

Apalagi anak-anak. Disarankan untuk membatasi kegiatan anak seminggu sebelum berangkat. Maksudnya tidak membawa anak pergi di perjalanan melelahkan sebelum hari keberangkatan.

Jangan seperti saya. H-2 saya membawa anak tengah saya ikut ke sebuah pertemuan dan agenda lainnya mulai dari pukul 10 siang hingga maghrib! Alhasil keesokan harinya suhu tubuh si tengah menghangat dan disertai diare. Tampaknya ia kecapekan mengikuti ritme pergerakan saya ditambah dengan salah makan.

Alhamdulillah 2 anak lainnya sehat saat perjalanan pergi. Mengetahui kenyataan akan membawa si tengah dalam keadaan kurang fit, maka otomatis ia “dibom” dengan suplemen dan madu. Kami sebagai orangtuanya juga harus menyiapkan mental dengan cara siap banyak berhenti di rest area jika si tengah minta buang air besar. Selain itu, sebagai antisipasi saya juga memakaikan popok jika ia mengeluh hendak buang air besar sementara kami belum menemukan rest area.

Kami juga sudah menyiapkan obat-obatan yang dibawa selama perjalanan. Mulai dari obat demam, flu, multivitamin, madu, hingga obat diare.

Yang paling penting adalah orang tua siap. Siapkan ekspektasi sesuai dengan kemungkinan terburuk. Kenyataan di lapangan bisa dihadapi dengan santai asal orangtua adaptif dan ikhlas.

3. Adaptif

travelling internetnya indonesia

Keesokan harinya setelah kami sampai di tujuan, saya berencana mengantarkan suami saya tugas dahulu ke lapangan sembari memboyong anak-anak di mobil. Kami tinggal di rumah sewaan AirBnb karena menginginkan harga murah dengan kasur yang banyak agar tidur kami nyaman.

Terjadi hal yang tidak disangka menjelang kami berangkat ke lapangan. Si tengah muntah! Muntah mengenai sofa dan karpet rumah sewaan. Wah, langsung kami kocar-kacir membersihkan sisa muntahan. Untung kami tinggal di rumah sehingga kami bisa menjemur karpet yang terkena muntahan. Kipas angin pun kami hidupkan dan diarahkan ke sofa bekas muntahan agar cepat kering.

Setelah mengantar suami, si tengah lanjut muntah di carseat. Duh, padahal sudah dekat dengan rumah tinggal. Untung muntahannya hanya berupa air. Beruntung juga di luar cuaca cerah dan panas terik sehingga carseat langsung saya jemur di belakang.

Itinerary sudah disiapkan, tapi si tengah muntah dan mencret. Nah lho! Padahal di hari itu saya dan mertua yang kebetulan singgah ke Solo berencana menempuh perjalanan jauh ke Museum Atsiri.

“Si tengah barusan muntah, ini mau lihat kondisi dulu sampai jam 10. Kalau kondisi oke, paling kita ke Tjolomadu aja jalan-jalan.”, saya mengetik WhatsApp ke mertua.

De Tjolomadu yang merupakan bekas pabrik gula terbesar di Indonesia ini hanya berjarak tidak sampai 1 km dari rumah sewaan kami. Yes, itulah salah satu alasan saya memutuskan menyewa AirBnb ini, posisinya dekat dengan salah satu tempat wisata primer. Akhirnya tanpa pikir panjang, rencana hari itu saya ubah dengan piknik di de Tjolomadu saja dan makan di salah satu tempat hits di Solo, Grandis Barn yang jaraknya juga sangat dekat dengan rumah tinggal kami. 

So far penginapan kami memuaskan. Minusnya cuma tidak dibekali internet saja. Mungkin saya harus menulis ulasan agar memasang IndiHome kepada pemilik penginapan karena banyak sekali manfaat internet yang bisa didapatkan oleh penyewa.

Eh ternyata suami membawa berita gembira saat pulang dari dinas, ia dapat hibahan kamar hotel tipe Family Suite untuk satu malam!

Berpikir cepat, kami pun packing cepat dan memisahkan koper supaya nanti pas checkout rumah singgah dan hotel tidak ribet. Keputusan kami mengambil kamar hotel ini juga dibutuhkan adaptasi yang cepat, terutama untuk rencana keesokan harinya.

Rencananya esok hari saya dan anak-anak ke Tumurun Museum dan jalan-jalan santai di trotoar luas Jl. Slamet Riyadi. Karena keputusan kami harus menginap di hotel itu, artinya hari itu menjadi hari yang sangat sibuk!

Saya sendiri tanpa suami harus check out dari 2 tempat: Hotel dan AirBnb. Dari yang rencananya cuma mengantar suami, jalan santai, dan pulang nunggu aba-aba buat jemput sore, kini menjadi super ribet.

Mengantar suami, ke Tumurun Museum sesuai reservasi, pulang ke hotel sekalian check out, janjian makan siang sama teman, cari serabi, pulang ke rumah singgah sembari membereskan anak, checkout (lagi).

Lelah? Memang, tapi ini risiko yang saya terima dan konsekuensi untuk dapat bersikap adaptif.

Tantangan usai? Belum. Sesampainya kami malam di Semarang, si bungsu muntah di carseat. Memang sehari itu dari pagi badannya sudah hangat. Kami berusaha tenang. Karena kami sudah menyiapkan obat sehingga kami minumkan si bungsu paracetamol 4 kali sehari. Tidak lupa selama perjalanan pulang esoknya saya membawa baju ganti si tengah dan si bungsu untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan selama perjalanan.

Benar saja, dalam perjalanan pulang si bungsu mencret dan rembes ke bajunya. Bismillah, ikhlas, ikhlas, ikhlas, ga ngeluh.

4. Ikhlas

travelling internetnya indonesia

Ikhlas adalah tips kunci agar tantangan yang dihadapi selama perjalanan tetap terasa menyenangkan. Itinerary tidak sesuai? Ikhlas. Ada tempat yang tidak jadi dikunjungi? Ikhlas. Terjadi hal-hal yang tidak diinginkan? Ikhlas.

Jika ikhlas, perjalanan yang terasa sulit tidak akan terasa menyebalkan. Pun, meski sudah mengalami hal-hal diatas, kami merasa tidak kapok jika harus membawa anak-anak kami road trip berikutnya. Justru dari hal-hal yang sudah dialami meski tidak mengenakkan akan menjadi pembelajaran bagi kami.

Pembelajaran menyiapkan perjalanan keluarga yang lebih baik.

Laptop atau Tablet? Sebuah Kisah Perjalanan Mencari Laptop

16 komentar
“Mas, kalau buat ngegame tipis-tipis rekomen mana? Zenbook atau Vivobook? Kok ini ada seri yang harganya ga jauh beda?” Tanyaku penasaran sambil menatap layar kinclong ASUS OLED

“Vivobook RAM-nya lebih besar. Mau pakai buat sehari-hari misal edit foto, cocoknya pakai Vivobook. Zenbook lebih cocok untuk multitasking, bahannya juga terkesan premium. Tapi kalau mau ngegame sayang mba, mending pakai TUF atau ROG. Vivobook sama Zenbook fannya mengarah ke layar jadi kalau sering dipakai gaming malah rentan ngerusak. Kalau seri gaming fannya menghadap keluar laptop dari samping dan belakang laptop.” jelas mas-mas sales konter ASUS PIM 2.

Cukup lama pencarian saya dalam mencari laptop, sampai mata saya diarahkan ke tulisan spesifikasi ASUS Vivobook 13 Slate OLED. Laptop Vivobook 13 Slate OLED (T3300) sudah menggunakan sistem operasi terbaru yaitu Windows 11.

laptop atau tablet

For some people, they can't work except using Windows Operating System, ain't it?

Perjalanan mencari laptop

laptop atau tablet

Memilih laptop dimulai dari mengenali diri sendiri. Apa yang dibutuhkan, akan digunakan untuk apa, dan berapa dana yang mampu digelontorkan. Setelah mengenali diri sendiri, baru kita mengenali produk dengan cara membaca ulasan hingga langsung mendatangi gerainya. Jangan sampai membeli laptop overbudget dan overspesification padahal sebenarnya kita tidak butuh-butuh amat dengan fitur-fitur yang ditawarkan. Jadi, pastikan budget dan kebutuhan terhadap laptop sesuai.

Misalnya saya membutuhkan laptop untuk blogging, membuat konten, dan menonton film streaming. Laptop seri Vivobook ASUS juga sudah cukup menghadirkan harga yang lebih terjangkau dengan spesifikasi yang lebih tinggi untuk harga setara di lini Zenbook ASUS.

Sejujurnya saya cukup puas menggunakan laptop yang sekarang aktif saya gunakan untuk kebetuhan blogging dan sesekali gaming. Saya menggunakan laptop ASUS TUF A15 yang sebelumnya digunakan oleh suami saya. Performa laptop gaming memang tidak bohong. Wuss,, wuss,, wuss. Selain performanya yang kencang dan sudah jelas punya kartu grafis mumpuni, yang saya sukai dari laptop gaming adalah layarnya yang besar dan punya numpad. Kalau punya laptop ukuran 15 inci rasanya tidak ingin beli layar desktop tambahan lagi untuk di rumah. Sudah lebih cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Namun, pertanyaan yang kerap muncul di benak saya adalah bagaimana jika saya membutuhkan laptop untuk dibawa mobilisasi. Di jaman sekarang, membawa laptop sebesar 2,3 kg dengan ukuran 15 inci sungguh tidak praktis, terutama bagi saya yang perempuan. Meski laptop 15 inci muat di ransel anti air 15 inci saya, tidak bohong jika sebenarnya saya juga menginginkan laptop super ringan untuk dibawa-dibawa. Jujur, dengan berat dan besarnya laptop gaming saya, keinginan untuk membawanya keluar rumah jadi berkurang drastis.

Melihat saya yang relatif banyak di rumah karena merupakan Ibu Rumah Tangga, memang sih kebutuhan membawa laptop saya sekarang cuma sebatas kalau lagi menginap di rumah orang tua dan mertua atau saat sedang “ngafe” menunggu si sulung selesai sekolah. Intinya, membawa laptop keluar rumah bagi saya hanya sesederhana menentengnya dari mobil-kafe/rumah dan sebaliknya. Meski begitu, tetap terasa muncul rasa resah, berat dan tidak plong jika harus memikirkan mobilisasi laptop besar saat dibawa keluar rumah.

Itu cuma perjalanan mobil-kafe/rumah ya, bagaimana jika harus dibawa dengan mobilisasi yang lebih banyak. Kalau bawa laptop 15 inci praktis saya harus bawa ransel 15 inci saya. Nanti jadi kurang modis donk 😂.

Laptop TUF A15 ini sungguh tidak ingin saya lungsurkan. Laptop ini enak banget dipake di rumah, apalagi kalau nanti ternyata saya butuh mengoperasikan pekerjaan berat seperti coding atau bahkan aplikasi berat lainnya seperti Photoshop dan ArcGis.

Punya laptop ringan dan kecil itu menyenangkan. Tapi laptop kecil untuk dipakai di rumah kurang produktif. Punya laptop bobot ringan juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan jika digunakan di rumah saja.

Sempat terbersit di benak saya untuk menggunakan tablet saja jika harus melakukan pekerjaan di luar rumah. Di rumah ada 1 tablet ukuran 10 inci yang biasanya digunakan oleh anak saya. Tablet ini juga tablet tipe yang sama seperti yang digunakan oleh suami saat ia butuh  mengerjakan pekerjaan jika berada di luar rumah. Suami saya menggunakan case bluetooth keyboard sehingga tablet bisa diposisikan berdiri dan memiliki bentuk persis laptop yang dibuka. Biasanya saat mobilisasi tinggi, suami saya menggunakan konfigurasi tablet-keyboard.

Sempat terbersit untuk melakukan konfigurasi serupa saat saya hendak bekerja di luar rumah. Tidak cuma bisa mengetik, saya bahkan bisa mencorat-coret layar saat sedang mendapatkan ide untuk menulis blog. 

Namun hati masih terasa berat. Saya kurang nyaman jika harus banyak mengetik menggunakan gadget yang tidak menggunakan platform Windows. Pun, saya juga merasa kurang nyaman jika harus mengetik di layar tablet 10 inci. Memang dahulu saya sempat menggunakan tablet 7 inci, untuk kebutuhan utama e-book. Saya anti menggunakan tablet 10 inci karena berat dan besarnya layar untuk membaca buku adalah fitur yang mubazir. Namun kini saya sudah memiliki e-book reader untuk membaca buku sehingga praktis saya tidak membutuhkan tablet lagi.

Selain itu, hanya menggunakan fitur sentuh tablet juga kurang nyaman untuk menyunting foto atau bahkan mendesain blog banner ataupun Instagram post di Canva. Asli, pakai Canva tanpa mouse itu susah dan wasting time sekali.

Penggunaan tablet ini di sisi lain sebenarnya memiliki sisi menggiurkan lainnya, yakni saat melakukan corat-coret untuk brainstorming ide blog saya ataupun kerangka jurnal saintifik. Jujur saat saya melakukan corat-coret di rumah , saya menggunakan kertas yang nantinya kertas itu hanya menumpuk tidak jelas. Kalaupun saya memutuskan untuk membuangnya, sering saya harus memfoto dahulu menggunakan ponsel yang ujung-ujungnya tidak saya lihat lagi karena saya bingung mencarinya di tumpukan galeri ponsel.

Pencarian laptop saya sejujurnya masih berlanjut meski saya sudah memiliki laptop tetap yang memiliki performa mumpuni. 

Sampai tiba-tiba hati saya digerakkan untuk mencari tahu tentang Laptop Vivobook 13 Slate OLED.

Saat hati memilih ASUS Vivobook 13 Slate OLED

laptop atau tablet

Saat hendak membeli gadget, bagi saya hampir wajib hukumnya untuk “mencari ilmu” dengan cara mendatangi ke gerainya langsung. Meski pada akhirnya belinya melalui marketplace, tetap wajib menyambangi toko langsung. Dengan ke toko langsung, saya bisa berdialog dengan mas sales mengenai fitur barang tersebut. Saya juga dapat melihat barang tipe lain sebagai opsi, soalnya sering juga yang awalnya kami tertarik untuk membeli tipe A, pada akhirnya berdasarkan masukan insight dari mas sales, kami malah membeli tipe B.

Ini saya lakukan terakhir kali saat mencari barang elektronik besar di rumah baru saya. Kompor, oven, kulkas. Saya harus memastikan bahwa fitur yang saya inginkan sesuai dengan harga yang saya bayarkan. Saya juga harus memastikan bahwa fitur yang saya dapatkan memang kami butuhkan. Saya dan suami tentu tidak ingin mengeluarkan budget lebih untuk mendapatkan barang yang memiliki fitur-fitur yang sebenarnya tidak digunakan secara optimal di rumah. Mubazir.

Ini juga berlaku untuk laptop. Maka, saya pun menyambangi gerai ASUS di PIM 2 bersama anak saya. Posisi gerai ASUS ini super strategis, yakni di ujung koridor dan persis di samping Foodcourt! Jadi setelah kami mengisi perut, saya bisa langsung asik cuci mata melihat laptop ASUS dengan perut kenyang.

Belakangan ini ASUS sedang banyak merilis edisi laptop layar OLED baik untuk seri Vivobook, Zenbook, dan Expertbook. Saya pun sudah beberapa kali mengulasnya di blog saya meski belum pernah sama sekali melihat kejernihan layar OLED.

laptop atau tablet

Begitu saya ke gerai ASUS di PIM 2? BOOM! Benar-benar layar ASUS OLED sekinclong itu, sejernih itu, sebagus itu, dan senyaman itu untuk mata. Bakal kebayang sih bakalan enak mengedit foto via aplikasi Lightroom ataupun nonton serial tv kesayangan pakai laptop ASUS OLED.

Layar ASUS OLED yang bersinar di pinggir foodcourt beneran kayak magnet yang menarik orang-orang yang lalu lalang di foodcourt!

Sayang sekali, menurut penuturan mas sales ASUS, Laptop Vivobook 13 Slate OLED belum ada fisiknya untuk di test drive di gerai ASUS. Hal yang sama juga saya konfirmasi ulang ke Muhammad Firman (@emmet24son), kepala Public Relation ASUS Indonesia, ternyata seri laptop Vivobook 13 Slate OLED baru resmi dirilis di Indonesia tanggal 29 Juni. Wow jadi tidak sabar untuk melihat dan menggunakan barang aslinya!

Jika belum ada barang aslinya, saya pun belum membulatkan niat untuk menjatuhkan hadi pada Vivobook 13 Slate OLED. Meski begitu, mari bersama-sama dengan saya untuk mempelajari keunggulan Vivobook 13 Slate OLED ini. Siapa tahu fitur-fitur yang ditawarkan beserta harganya yang kompetitif sesuai dengan kebutuhan kamu juga!

Ini di fitur-fitur unggulan dari Laptop Vivobook 13 Slate OLED

1. Laptop? Tablet? Dapatkan keduanya sekaligus

laptop atau tablet

Publik sering dihadapkan dengan 3 pilihan: laptop saja, tablet saja, atau keduanya?

Pilihan laptop saja tentu kurang feasible bagi beberapa orang terutama ilustrator karena mereka menggunakan tablet untuk mengerjakan pekerjaan mereka. Pilihan menggunakan tablet saja juga dirasa kurang efektif karena meski opsi paling ringan, melakukan pekerjaan mengetik dengan sistem operasi bukan Windows juga sangat tidak nyaman, apalagi jika sampai menyunting tulisan dan gambar. Layarnya pun cenderung kecil, maksimal hanya 10 inci dan rentan membuat sakit mata.

Pilihan menggunakan tablet dan laptop sekaligus adalah pilihan paling efektif namun membawa keduanya sekaligus saat mobilisasi sangat lah berat dan tidak praktis.

Lantas bagaimana solusinya?

“ASUS merupakan satu-satunya produsen laptop di Indonesia yang konsisten menghadirkan laptop dengan beragam form factor, mulai dari laptop clamshell tradisional, convertible, hingga detachable,” ujar Jimmy Lin, ASUS Regional Director Southeast Asia.

 

laptop atau tablet

That's right! ASUS mengeluarkan produk di lini detachableMengapa harus memilih diantara laptop atau tablet kalau kamu bisa memiliki keduanya hanya dalam satu perangkat saja?

laptop atau tablet

Vivobook 13 Slate OLED merupakan perangkat yang serba guna, dengan keyboard ukuran penuh yang dapat dilepas dan cover stand yang memiliki engsel 170°. Tidak hanya itu, laptop yang memiliki kecepatan sampai dengan 3.3 GHz Intel® quad-core CPU ini dibekali layar sentuh, Vivobook 13 Slate OLED dilengkapi dengan layar sentuh sehingga menjadi sangat nyaman saat digunakan pada mode tablet. Laptop ini juga telah mendukung penggunaan stylus dengan teknologi MPP 2.0 yang merupakan teknologi teranyar ASUS Pen 2.0.

Simak 2 mode penggunaan Vivobook 13 Slate OLED yang akan menunjukkan betapa best deal sekali laptop detachable OLED pertama di Indonesia ini!

a. Mode laptop klasik

laptop atau tablet
Everyone need this! Tidak ada yang lebih enak untuk mengetik selain menggunakan laptop dengan bentuk klasik. Artinya, laptop dengan keyboard untuk mengetik dan layar yang berdiri mengarah ke muka. Pekerjaan sehari-sehari seperti mengetik dan mengedit gambar Canva pun menjadi lebih mudah.

Memang banyak tablet yang sudah dibekali dengan detachable keyboard. Namun bagi saya, tablet yang memiliki sistem operasi bukan Windows dan tanpa pointer tidak cukup nyaman untuk digunakan sebagai pengganti laptop seperti umumnya.

b. Mode tablet

laptop atau tablet
Sedang tidak ingin mengetik? Kamu bisa melepas detachable keyboard dan menggunakan layarnya saja seperti tablet.

Di bagian belakang layar ASUS Vivobook 13 Slate OLED terdapat semacam sisi kepak yang bisa digunakan untuk membuat tablet berdiri. Mode tablet ini akan sangat digunakan jika saya butuh untuk menulis sesuatu atau bahkan nonton serial televisi kesayangan! Jika tidak membutuhkan sisi kepak, layar tablet bisa diletakkan sejajar dengan permukaan. Saat ingin menonton, layar tablet bisa diberdirikan dalam posisi landscape.

Kehebatan sisi kepak ASUS Vivobook 13 slate OLED ini juga bisa menopang badan layar saat diberdirikan posisi portrait.

Mode tablet yang dimiliki oleh ASUS Vivobook 13 Slate OLED ini menurut saya sangat berguna bagi saya baik saat berada di luar rumah ataupun di dalam rumah. Saat di rumah, saya masih menggunakan laptop ASUS TUF A15 sebagai laptop utama dan bisa menjadikan ASUS Vivobook 13 Slate OLED ini sebagai layar kedua, yakni sebagai layar acuan saat saya sedang mengerjakan tulisan berdasarkan dokumen jurnal. Saya juga bisa mengetik di laptop utama sembari mencorat-coret mengumpulkan ide di Vivobook 13 Slate OLED yang sedang dalam posisi tablet.

laptop atau tablet
laptop atau tablet

Oleh karena itu, jika saya yang biasanya anti membeli aksesoris gimmick, maka tanpa berpikir panjang saya pasti akan membeli ASUS Pen 2.0 yang dilengkapi teknologi MPP 2.0 dan Bluetooth Pairing. ASUS Pen ini keren banget menurut saya karena memiliki fitur perubahan ujung tekanan. Maksudnya, di settingan pen bisa diganti-ganti layaknya mengganti pensil 2H, H, HB, dan 2B berdasarkan tekanan yang diberikan oleh pengguna. Bagi saya yang menggunakan untuk mencorat-coret dan mencatat tulisan tangan saja akan sangat terbantu dengan fitur ini, apalagi bagi seorang ilustrator.

laptop atau tablet

Tidak cuma buat mencoret-coret, ASUS Pen 2.0 ini multifungsi, bisa screenshot, tap ke slide berikutnya saat presentasi, dan hal menarik lainnya. Daya baterainya juga tahan lama. Cuma sekali dicas penuh, bisa digunakan sampai dengan 140 jam! Itu bahkan kayak ngecas sekali sebulan ya 😁. Casnya juga gampang, bisa di laptop ataupun di power bank sekali pun.

2. Mendukung Mobilitas secara maksimal


Bagi saya yang cenderung menggunakan laptop bepergian untuk kepentingan basic, tidak ada fitur lain yang saya butuhkan selain RINGAN. Rata-rata sebuah laptop yang paling tipis sekalipun memiliki berat di atas 1 kg. Bagi kamu yang generasi muda aktif pasti akan jatuh cinta sama ASUS Vivobook 13 Slate OLED karena beratnya KURANG dari 1 kg, tepatnya CUMA 785 gr!

Jaman sekarang sudah tidak jaman deh bawa laptop berat-berat. Sakit punggung coy! Apalagi bagi perempuan yang mayoritas akan membawanya di tas samping. Membawa barang terlalu berat di tas sandang samping itu riskan bisa bikin punggung miring yang pada akhirnya akan merusak postur tubuh secara keseluruhan.

Dimensinya juga cuma 13 inci saja dengan ketipisan layar 7,9 mm yang sudah didukung oleh Corning® Gorilla® Glass touchscreen dengan layar anti sidik jari sehingga tidak membutuhkan tas laptop khusus untuk membawanya. Bahkan saya bisa membawa laptop Vivobook 13 Slate OLED ini hanya di tas sandang sehari-hari saya ukuran medium saja!

Meski memiliki berat ringan dan fisik yang ringkas, untuk kebutuhan sehari-hari saya tidak usah menambah beban charger di tas. Pasalnya, Vivobook 13 Slate OLED bisa bertahan seharian atau sampai 9,5 jam hanya dengan sekali cas saja. Baterainya juga cukup powerful karena dibekali oleh kapasitas baterai sebesar 50 Wh. Pengisian daya juga sangat cepat! Pengisian 60% saja cuma 39 menit menggunakan adapter casan sebesar 65 W. Bye-bye wasting time for charging!

Layaknya tablet biasa atau ponsel, jika saya ingin menggunakan Vivobook 13 Slate OLED lebih lama, saya bisa mengecasnya menggunakan powebank bahkan di pesawat.

3. Layar OLED anti mata sakit

laptop atau tablet

Sesuai namanya, laptop Vivobook 13 Slate OLED sudah dibekali oleh layar OLED yang memanjakan mata. No debate, period. Kalau tidak percaya, kamu bisa langsung lihat di gerai ASUS. Pengalaman melihat jejeran laptop ASUS OLED melalui foodcourt PIM 2 sedemikian berkesannya bagi saya. Dari jauh saja saya sudah seperti tertarik untuk mendatanginya, apalagi saat melihat dari lebih dekat, benar-benar bikin jatuh cinta. Yang awalnya tidak tertarik-tarik amat dengan laptop ASUS OLED, sekarang terbersit di dalam hati untuk punya satu laptop ASUS OLED.

laptop atau tablet

Tentu laptop yang memiliki teknologi ASUS OLED seperti yang sudah pernah saya bahas ini memiliki kelebihan dibandingkan laptop biasa. Bagi content creator, tentunya kehadiran layar OLED ini akan membantu pekerjaan terutama untuk menyunting foto karena menampilkan warna sangat akurat. Bahkan, saya juga sudah membahas secara detail kenapa kamu harus menggunakan laptop ASUS OLED disini karena berhubungan erat untuk meningkatkan kualitas tidur.

Begitu juga untuk tontonan multimedia. Bahkan saya bisa menonton serial televisi LEBIH BAIK dibandingkan menontonnya di layar TV saya meskipun lebih besar. Soalnya, TV layarnya belum OLED sih hehe.

Mau untuk bekerja atau menikmati hiburan, ASUS Vivobook 13 Slate OLED menjaga kesehatan mata berkat kehadiran fitur Eye Care yang telah tersertifikasi TÜV Rheinland.

laptop atau tablet

Nonton hiburan juga bisa dimana saja. Kalau kamu hanya mempercayakan hiburan kamu saat bepergian di tablet yang notabene hanya berukuran 10 inci, tentu pengalaman nonton serial televisi kesayangan di layar 13-inci (16:9) berteknologi ASUS OLED akan SANGAT JAUH BERBEDA. Layar ASUS OLED akan menampiskan kualitas warna terbaik berkat jasa reproduksi warna akurat terserfikasi dari PANTONE® Validated dan color gamut 100% DCI-P3.

Tidak hanya itu, teknologi layarnya juga sudah didukung oleh Dolby Vision yang biasa dipunyai oleh bioskop. Kontras warnanya juga sempurna dengan sertifikasi VESA Display HDR™ True Black 500. Bagaimana tuh, kamu nonton film sudah hampir sama pengalamannya kayak nonton di bioskop cuma lebih kecil dan lebih bisa dinikmati dimanapun dan kapanpun.

laptop atau tablet

Jika kamu tim tablet, coba perhatikan fakta berikut ini dahulu. Rasio aspek yang biasa dihadirkan tablet hanya 4:3 sementara Vivobook 13 Slate OLED menghasilkan rasio aspek 16:9. Tentu saja ini memberikan pengalaman yang signifikan bedanya. Nonton di Vivobook 13 Slate OLED akan lebih nyata karena bisa melihat serial televisi kesyaangan penuh satu layar.

Tentunya pengalaman menonton yang akan saya rasakan ini tidak cuma didukung oleh layar, tapi juga oleh kualitas suara yang tak kalah hebat.

4. Suara jernih menggelegar seperti nonton bioskop

laptop atau tablet

Kecil-kecil cabe rawit! Itu yang bisa saya ucapkan kepada Laptop Vivobook 13 Slate OLED. Badan boleh kecil, tapi sistem audionya sudah ditenagai oleh Dolby Atmos Quad Speaker yang menggelegar.

Yes. you’ve read right! Bodi 13-inci tapi speaker punya empat! Teknologi Dolby Atmos ini adalah fitur suara yang digunakan untuk menghasilkan suara sekelas nonton di bioskop. Di film-film terbaru di berbagai aplikasi streaming juga sudah mendukung Dolby Atmos sehingga tentu fitur ini tidak akan mubazir. Pengalaman nonton serial televisi rasa bioskop dimanapun juga bersama ASUS Vivobook 13 Slate OLED diperkukuh dengan tekonologi Smart Amplifier.

5. Fitur-fitur pendukung produktivitas

laptop atau tablet

Tontonan berbagai aplikasi streaming multimedia lainnya sudah pasti mengandalkan koneksi internet. Apa gunanya punya layar jernih dan suara menggelegar tapi tontonan terputus-putus karena jeleknya konektivitas?

laptop atau tablet

Asal internet kamu lancar, kamu sudah pasti tidak akan kecewa menonton hiburan di laptop Vivobook 13 Slate OLED karena sudah dibekali oleh teknologi WiFi teranyar, yakni WiFi 6 (802.11ax) yang telah dioptimasi oleh ASUS WiFi Master untuk konektivitas yang lebih stabil dan anda. Kecepatan transfer WiFi juga sangat kencang, yaitu 2.4 Gbps demi menonton serial televisi kualiatas 4K tanpa ngadat.

Tentunya secara ini juga didukung dengan kemampuan internal Asus Vivobook 13 Slate OLED yang sudah menggunakan Windows 11 home dan ditengai dengan Intel® quad-core CPU sampai dengan 3.3 GHz. Penyimpanannya juga cukup lega karena sampai dengan 256 GB PCIe® Gen 3.0 x4 SSD storage yang anti lemot-lemot club. Mau simpan banyak video dan foto? Santai! RAM-nya juga sampai dengan 8 GB LPDDR4x. Jadi sudah dipastikan kamu mau kerja agak berat seperti menyunting foto dan video juga bisa.

FItur-fitur lain yang dapat meningkatkan produktivitas adalah hadirnya Noise Cancelation yang akan sangat efektif mengeliminasi suara ribut anak-anak saya yang sedang bermain saat saya sedang menjadi pembicara via daring. ASUS AI noise-cancelling menggunakan sistem Machine Learning yang didukung dengan fitur ClearVoice Mic dari MYASUS app dapat menyingkirkan suara-suara latar yang tidak diharapkan agar suara kita yang sedang berbicara ini terdengar renyah dan jernih. Tidak cuma menyingkirkan suara latar dari kita yang sedang berbicara, tapi juga menangkap suara pembicara lainnya lebih jernih saat video konferensi berkat hadirnya fitur ClearVoice Speaker.

Oh ya, layaknya ponsel, ASUS Vivobook 13 Slate OLED juga sudah dibekali dengan pemindai sidik jari di tombol power yang berada di atas layar. Benar-benar seperti tablet, saya bisa mengunci laptop tablet ini secepatnya dengan mudah sebelum dipakai dan diambil oleh anak saya hehe.

6. Dual Camera

laptop atau tablet

Jika ASUS memutuskan bahwa varian Vivobook 13 Slate OLED bisa digunakan sebagai tablet, maka mereka tidak main-main dan akan totalitas. Layaknya tablet pada umumnya, Vivobook 13 Slate OLED juga dibekali Dual Camera, yakni 13 MP untuk kamera belakang dan 5 MP untuk kamera belakang.

Tentunya fitur dual camera ini tidak dimiliki oleh laptop pada umumnya. Saya bisa dengan gampangnya memotret apa yang ada di depan saya atau bahkan selfie dengan kualitas gambar resolusi tinggi dan kemudian mencoret-coretnya dengan menggunakan ASUS Pen 2.0.

7. Last but not least, desain yang edgy

laptop atau tablet

Kalau tampak dari jauh sih ASUS Vivobook 13 Slate OLED ini cuma warna hitam saja. But black is the new modern design! Desain hitamnya juga tidak hitam bland karena ada detail splatter-finished di bodinya serta motif aksen hijau cerah di bagian atas belakang layar yang pastinya membuat laptop ini makin keren bagi siapapun yang menggunakan.

To bring or not to bring laptop..

Pikiran berkecamuk kembali saat hendak menginap di rumah orang tua akhir pekan lalu. Bawa laptop atau tidak. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak membawa laptop karena malas bawa barang besar. Saya melihat suami membawa laptopnya sehingga berharap untuk numpang laptop dia buat mengerjakan artikel ini.

Pada akhirnya saya tidak mengerjakan tulisan ASUS Vivobook 13 Slate OLED ini karena ternyata suami saya lagi “pelit” karena dia pake buat main game haha 😝.

Akhir pekan depan ini juga kami juga akan liburan ke Solo. To bring or not to bring laptop, jawabannya sudah pasti tidak bawa. Ke rumah orangtua yang notabene cuma packing laptop, naikin ke mobil, melakukan perjalanan dekat dan membawa turun saja saya masih galau. Apalagi ini perjalanan jauh. Padahal terbersit di pikiran saya untuk mencicil tulisan catatan perjalanan saya di blog melalui laptop selagi masih sangat segar di pikiran.

Saya merasa permasalahan ini tidak hanya dialami oleh saya sendiri. Sebenarnya suami pun juga begitu, makanya ia yang tipe praktis tidak mau ribet dan berat lebih memilih membawa tablet beserta keyboardnya saat sebulan ke Prancis.

Laptop atau tablet. Hal yang kerap menjadi pilihan ini sebenarnya tidak perlu menjadi beban pikiran lagi. Hadirnya ASUS Vivobook 13 Slate OLED ini bisa menjadi jawaban bagi saya dan generasi milenial lainnya. Kenapa harus memilih diantara keduanya jika kita bisa memiliki keduanya dalam satu perangkat saja?


ASUS Vivobook 13 Slate OLED.
Too lightweight as laptop, too powerful as tablet.