Bagi sebagian orang, yang namanya travelling ya kota yang terkenal akan destinasi wisatanya. Bagaimana jika warga Ibukota disuruh ke kota kecil? Sebagian besar akan merasa kebosanan.
Ups, sini dibisikin dulu bagaimana caranya supaya seru travelling ke kota kecil.
Sepanjang tahun 2018, suami mendapat jatah stase luar kota untuk program residensinya. Lebih tepatnya stase Jawa sih, karena ternyata meskipun judulnya stase luar kota tapi tetap dalam Pulau Jawa. Suami memutuskan untuk memboyong seluruh keluarga saat stase luar kota ini meskipun keuangan kita sedikit pas-pasan. Pada saat itu kami masih bertiga: Suami, saya, dan anak sulung kami yang berusia 2.5 tahun.
Kami berkesempatan mencicipi tinggal sebulan di Purwokerto, Jombang, Yogyakarta dan Pemalang. Berbeda dengan di Jakarta, tinggal di kota kecil membuat kita juga mengunjungi kota-kota di sekitarnya. Misalnya saat kami tinggal di Purwokerto, kami juga travelling ke Banyumas dan Purbalingga.
Bonus, di Bulan Oktober saya dan anak juga berkesempatan mengekor suami ke Chiang Mai, Thailand. Tentu bukan destinasi wisata bagi orang Indonesia kebanyakan mengingat Thailand Utara bukanlah destinasi wisata populer bagi masyarakat Indonesia.
Banyak warga Ibukota yang bingung jika berpelesir ke kota kecil.
“Mau ngapain?” Ujar kebanyakan orang.
Tapi bagi saya yang sangat menyukai kota dan pemukiman, berpelesir ke kota kecil adalah hal yang menyenangkan.
There will be so much to explore. Emang apa aja sih yang bisa dieksplor dari kota kecil?
Simak tips eksplorasi kota kecil ini agar travelling ke kota kecil sama menyenangkannya dengan mengunjungi kota wisata besar!
1. Eksplorasi museum
Museum adalah most wanted list yang saya cari tiap travelling ke luar kota. Saya biasanya mulai patroli museum via google maps dan google search. Kenapa penting patroli museum via google maps? Karena kita jadi bisa menemukan museum-museum anti mainstream yang tidak disebutkan di mesin pencarian Google.
Sebagai contoh, situs mana yang mencantumkan Museum Soeharto di Kemusuk dan Museum Bank BRI di Purwokerto sebagai rekomendasi destinasi wisata?
Gerbang Depan Museum Soeharto |
Museum BRI Purwokerto |
Hobi mengunjungi museum ini berhubungan dengan ketertarikan saya terhadap sejarah. Bagi saya, dengan mengunjungi museum saya bisa travelling dua kali lipat. Travelling secara fisik dan waktu.
Dengan mengunjungi museum Soeharto, saya jadi membaca tulisan-tulisan arsip mengenai kejadian selama masa Soeharto yang tidak saya temui di banyak buku sejarah. Dengan mengunjungi museum BRI di Purwokerto, saya jadi bisa menjelajah waktu untuk mengetahui sejarah bank BRI di Purwokerto pada saat itu.
Apakah eksplorasi museum akan membosankan jika membawa anak kecil? Jawabannya adalah tidak.
Saya banyak melakukan kunjungan museum bersama dengan Hasan yang berumur 3 tahun di tahun itu. Memang tidak akan bisa terlalu berlama-lama jika dibandingkan dengan sendiri mengunjungi museum. Anak bisa sambil belajar, lho! Apalagi sembari mendiskusikan apa yang kami lihat di museum.
2. Eksplorasi kuliner
Tentu sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia kaya akan variasi kuliner lokal yang lezat. Bahkan hanya di beberapa kota Pulau Jawa, rasanya sampai kewalahan karena begitu banyaknya kuliner lokal.
Saya berkenalan dengan Sroto Sokaraja yang merupakan makanan khas daerah Sokaraja (Banyumas) dan menjadi favorit saya sampai sekarang. Bayangkan, cuma sebulan tinggal di Purwokerto saya sampai 4-5 kali mengunjungi kedai Sroto disana.
Sroto Sokaraja Sutri |
Di Yogyakarta, saya belajar variasi dari Gudeg. Ada Gudeg kering dan Gudeg basah. Pun, gudeg basah pun memiliki berbagai variasi rasa seperti Gudeg Sagan, Gudeg Pawon, Gudeg Mbah Lindu, dan sebagainya. Beruntung saya punya kenalan di Yogyakarta yang hobi wisata kuliner sehingga saya bisa mendapatkan arahan kuliner secara akurat dan variatif.
Gudeg Mbah Lindu |
Oh ya, eksplorasi kuliner juga termasuk eksplorasi kafe di kota kecil. Salah satu eksplorasi kafe saya sewaktu berada di Purwokerto dan Chiang Mai. Saya menemukan banyak hidden gem disana serta fakta-fakta unik. Misalnya, ternyata banyaknya kafe di Purwokerto karena terdapat Unsoed dan bagaimana para pemilik kafe di Chiang Mai saling bersinergi satu sama lain untuk berkembang bersama dan memajukan petani lokal.
3. Eksplorasi taman dan alun-alun
Siapa yang menjadikan taman dan alun-alun sebagai objek wisata saat travelling ke luar kota? Singkatnya durasi travelling membuat wisata taman menjadi terlupakan karena terkalahkan dengan destinasi wisata lainnya yang lebih besar. Lagian apa serunya ya datang ke alun-alun dimana Ibukota menawarkan hiburan tanpa batas baik bagi orangtua dan anak?
Fakta seputar alun-alun
Mungkin karena jatuhnya kami travelling selama sebulan, kami punya waktu eksplorasi lebih banyak, termasuk tempat-tempat yang bukan destinasi wisata sekalipun. Saya menemukan berbagai hal yang unik seputar alun-alun di sepanjang tahun 2018.
Pertama, semakin murah harga sekali main di alun-alun, makan semakin jauh dari kota besar kota tersebut. Semakin ramai alun-alun, maka semakin jauh dari kota besar.
Misalnya, harga sekali main termurah yang Hasan pernah coba ada di Kota Jombang, cuma lima ribu saja bisa bermain sepuasnya! Jombang, sebuah kota yang terletak di Jawa Timur dengan durasi perjalanan hampir 2 jam menggunakan mobil dari Surabaya.
“Habis main di mal Jombang (baca: alun-alun) ya?”, ujar salah seorang penghuni rumah tempat kami tinggal sebulan saat melihat kami pulang malam-malam.
Alun-alun Jombang |
Sebaliknya, aktivitas alun-alun Klaten yang terletak di antara 2 kota besar, yaitu Yogyakarta dan Surakarta relatif sepi. Ini ditandai dengan harga sekali main sebesar Rp 15 ribu. Ya kalau dipikir-pikir muda mudi dan anak-anak Klaten pasti gampang mencari hiburan ke Yogyakarta ataupun Solo. Setengah jam juga sudah sampai ke Mal Ambarukmo.
Jangan tanya soal keramaian alun-alun di Yogyakarta dan Solo, sangat sepi dan hampir tidak ketemu arena permainan anak!
Hasan menjadi alumni belasan alun-alun sepanjang tahun 2018.
Fakta seputar taman kota
Hukum posisi kota dan keramaian alun-alun juga berlaku untuk taman kota. Taman Kota yang paling meriah dari kota yang kami kunjungi tentu di Kota Jombang. Sebenarnya meriah bukan kata-kata yang tepat untuk mendefinisikannya, tetapi bagaimana penduduk kota menjadikan taman tersebut sebagai hiburan.
Di Jombang ada 2 taman kota terkenal, Taman Kebon Rojo yang terletak di tengah kota dan Taman Kebon Ratu yang berlokasi ke arah Kota Mojokerto.Terasa sekali sendi-sendi kehidupan menyala di Taman Kebon Rejo. Ramai dijejali masyarakat, pedagang, dan taman yang terawat. Taman Kebon Ratu berukuran jauh lebih besar dengan instalasi-instalasi kreatif yang menarik. Dilengkapi dengan track skateboard beserta patung pesawat.
Taman Kebon Ratu |
Taman Kebon Rojo |
Sebenarnya tidak semua kota kecil memiliki taman kota yang meriah, contohnya Taman Kota Pemalang yang berukuran cukup kecil dan sangat tidak terawat. Yah mungkin karena posisinya di antara Kota Tegal dan Kota Pekalongan dimana masyarakat lebih banyak mendapatkan hiburan di sana.
4. Eksplorasi wisata alam
Biasanya objek wisata alam di kota bukan Ibukota lebih bagus dan berkesan.
Eksplorasi wisata alam termasuk bagian terakhir yang kami lakukan. Mau gimana lagi, suami baru libur akhir pekan, itu pun belum tentu. Jika dalam sebulan ada 4 minggu, maka jika dibagi dengan eksplorasi lainnya, maka biasanya eksplorasi wisata alam cuma bisa di satu hari minggu saja.
Kami hanya sempat mengejar matahari terbit Punthuk Setumbu di Yogyakarta dan menikmati cuaca pegunungan Baturaden di Purwokerto.
Baturaden |
Pun, keadaan kami yang memiliki seorang anak berusia 3 tahun membuat kami tidak bisa “liar” menentukan destinasi wisata alam.
5. Eksplorasi kehidupan urban
Jika disuruh pilih perkotaan, gunung, dan pantai maka pilihan destinasi liburan saya adalah perkotaan. Lebih tepatnya kehidupan urban. Yang bisa dinikmati dengan pergi ke pasar, naik angkutan umum, dan mendatangi toko ataupun pusat keramaian lainnya.
Bus Kota Chiang Mai |
Salah satu kunci bisa mengamati kehidupan urban adalah dengan cara berjalan kaki. Kita dapat mengamati apa yang terjadi di sekitar dengan ritme laju commuting yang lebih lambat.
“Wah ternyata di sepanjang jalan depan Rumah Sakit Maharaj Nakorn warung makan babi semua!”“Wah, supir Trans Yogya hobi musiknya seragam, dangdut koplo semua!”“Wah, di Kota Jawa yang ga punya pantai susah cari Ikan ya kecuali di pasar induk.”
Hal-hal seperti itu akan selalu memberikan warna baru di setiap jurnal travelling saya.
Mengunjungi kota-kota kecil tidak membuat kita mati gaya. Jika cermat dan tepat, kita bisa menikmati kehidupan travelling yang unik, kaya dan bermakna yang tidak dimiliki oleh kota-kota besar.
*Tulisan ini diikutsertakan untuk mengikuti Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog