Transformasi dari Multiply ke Blogpost

2 komentar

Jujur saja, siapa pembaca disini yang pernah menjadi pengguna Multiply?

Multiply merupakan platform media sosial yang sempat beken di jaman saya kuliah, yakni sekitar tahun 2007 hingga 2010. Setelah muncul Facebook dan Instagram, Multiply perlahan ditinggalkan oleh penggunanya. Padahal, Multiply cukup keren karena menggabungkan sosial media dan penyimpanan. Tidak hanya dapat mengepos status, kita juga bisa berbagi file foto, audio, dan video! Bukan berarti file ini bisa diunduh ya, meski pada akhirnya bisa karena netizen memang sudah canggih-canggih sejak jaman dulu.

Multiply yang perlahan meredup sempat memindahkan kantor pusatnya ke Jakarta setelah sebelumnya berada di Boca Raton, California karena sempat pindah haluan ke e-commerce. Namun sayang, langkah yang ditempuh ini tetap tidak dapat menyelamatkan Multiply. Multiply resmi tutup pada bulan Mei 2013.

kembali menulis


Transisi dari Multiply ke Blogspot

Sebelum tutup, Multiply sempat berkali-kali memberikan notifikasi kepada penggunanya apakah ingin menyelamatkan arsip postingannya. Karena saya sangat menghargai segala rekam jejak daring yang pernah saya buat, maka tanpa pikir panjang saya langsung menuju situs Multiply dan mengunduh file arsip saya sebagai bentuk perpisahan resmi dengan Multiply. Tercatat saya mengimpor data Multiply pada tanggal 30 November 2012. File arsip tersebut berbentuk data mentah dengan format yang bisa diimpor ke beberapa situs, salah satunya Blogspot. 

Setelah mengikuti secara seksama tutorial untuk mengimpor ke Blogspot, akhirnya jerih payah saya terbayar! Rekam jejak saya terbaca kembali. Namun tentu tidak 100% penuh postingan Multiply terpindahkan. Sebagai contoh, foto-foto yang saya bagikan ke Multiply tidak ikut terpindahkan ke blogspot. Begitu pula untuk file audio dan video. Yang terbaca hanya tulisan deskripsinya saja. Tapi yah mau bagaimana lagi, postingan saya di Multiply terlampau banyak. Terlalu melelahkan untuk backup secara manual. Segini saja sudah cukup memudahkan saya melihat catatan harian jaman saya dahulu.

Mulai menulis lagi

kembali menulis


Semenjak saya bermain Facebook, saya sudah melupakan Multiply. Praktis saya berhenti menulis "blog". Ini berlangsung cukup lama. Postingan terakhir saya di Multiply ada di tahun 2010 dan postingan pertama saya paska migrasi ada di tahun 2013. Begitu banyak tahun berselang. Tanpa saya sadari, ini hampir total mengubah gaya menulis saya. Emosi dan jiwa anak tanggung di tahun perkuliahan bertransformasi ke tulisan dengan emosi yang lebih matang dan stabil di tahun 2013.

Maka disini lah titik pergantian haluan cara menulis saya. Jika dahulu penuh dengan tulisan pendek acak curhat sesuai dengan suasana hati saya, maka perlahan saya mulai menulis tulisan berkualitas dengan menggunakan beragam referensi. Tanpa saya sadari, tulisan saya berubah seiring waktu. Mungkin kalau dibaca tiap pos tidak begitu berubah. Namun jika di saat saya menulis tulisan ini dan melihat kembali postingan saya saat masih di Multiply, rasanya ingin menertawakan diri sendiri. Entah apa yang saya tulis, bahkan saya tidak ingat yang sedang saya bicarakan apa dan siapa, hehe.

Saya sesekali menulis lagi saat menempuh tahun akhir studi master saya. Namun, titik terbesar saya mulai menulis lagi baik dari meningkatkan kualitas dan kuantitas adalah saat mengikuti tantangan One Day One Post (ODOP) yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan pada awal tahun 2016.

Disaat itu, saya sudah tidak bekerja di luar rumah lagi sejak hamil Hasan pada tahun 2015. Berbekal kerusuhan yang ada di kepala, akhirnya saya memutuskan untuk mulai menulis lagi dan saya memilih tantangan ODOP sebagai bahan bakar melatih otot menulis.

Tantangan ODOP sukses saya tempuh meski jujur sempat keteteran juga. ODOP membuat saya harus mengetik juga di akhir pekan. Tak jarang, demi mengurangi keteteran, saya kerap menulis draft untuk postingan di hari-hari berikutnya.

Bagaimana setelah tantangan ODOP berakhir? Tentu saja tempo menulis saya jauh melambat dari ODOP, namun saya bisa merasakan keurgensian yang muncul di benak saya untuk mengepos tulisan minimal 2 minggu sekali. Saya tidak terlalu menikmati ODOP karena saya penyuka tulisan dengan banyak riset dahulu. ODOP membuat saya menulis tulisan "dangkal". Tapi harus saya akui, ODOP memang sukses memperlancar otot menulis kita.

Menabung untuk Akhirat

kembali menulis


Jujur, terkadang saya suka iri dengan suami. Suami adalah seorang dokter yang dalam sepanjang karirnya bisa ia gunakan untuk menabung bekal akhirat. Bagaimana dengan saya? Saya menjadi terpikirkan untuk dapat berguna bagi orang banyak. Saya juga mau menambah laju tabungan akhirat saya dengan memperbanyakan amal jariah.

Semenjak mulai pemikiran seperti itu, maka saya mulai komit terhadap diri bahwa saya ingin menyebarkan seluas-luasnya ilmu yang saya miliki. Saya ingin berbagi melalui tulisan. Saya ingin hasil karya saya berguna bagi orang banyak. Hal ini sejalan dengan isi kepala saya yang suka "ribut" dan minta segera dikeluarkan.

Dulu saya fokus menulis dengan konten bagus. Semakin kesini setelah saya banyak belajar, tulisan saya masih banyak jeleknya. Senang sekali rasanya bisa memperbaiki tulisan dengna banyak belajar dan mengikuti seminar baik itu kulwap ataupun talkshow langsung. Jika saya dahulu abai dengan SEO, sekarang saya mulai peduli karena saya ingin keterjangkauan tulisan saya semakin luas sehingga semakin banyak yang bisa menarik manfaat dari tulisan saya. Meski masih jauh dari memenuhi kaidah SEO, setidaknya tulisan-tulisan saya mulai berproses.

Sesekali saya mengikuti lomba blog yang mengusung topik menarik  bagi saya. Terkadang menang, terkadang kalah. Acap kali saya kecewa dan putus asa setiap tidak mendapatkan juara meski merasa sudah menginvestikan waktu dan pikiran yang banyak. Namun suami selalu memberikan semangat sehingga pada akhirnya kekalahan tidak menjadi momok lagi.

Menjadi bermanfaat nomor satu, mendapatkan nominal itu bonus!




Sinergi dalam Bijak Berkendara untuk Mendukung Program Langit Biru

4 komentar

Pandemi Covid-19 dimana banyak kantor yang memberlakukan WFH (Work From Home) ditambah PJJ 'Pembelajaran Jarak Jauh" bagi anak sekolah membuat kendaraan yang berlalu lalang di jalanan ibu kota menurun drastis. Di suatu pagi kala saya sedang menuju ke arah selatan melalui jembatan Antasari, terlihat jelas Gunung Salak dan Gunung Gede di kejauhan ufuk. Suatu pemandangan yang amat langka. Tidak disangka, kedua gunung tersebut dapat dilihat dari jarak sejauh itu, padahal biasanya dulu hanya dapat saya lihat menggunakan tol Jagorawi ke arah Selatan. Malah kata teman saya yang berkantor di bilangan Jakarta Pusat, kedua gunung itu juga terlihat dari sana! Betapa cerahnya langit Jakarta.

Namun, apakah hal demikian bisa terjadi lagi apabila Jakarta kembali ke situasi normal dimana kendaraan kembali ke jalanan dengan volume aslinya?

bijak berkendara


Apa itu Program Langit Biru?

Program Langit Biru merupakan program pengurangan polusi udara yang akan dimulai dari wilayah Bali, Tangerang Selatan, Gianyar, Palembang, dan wilayah lainnya. Tujuannya adalah mengantisipasi krisis lingkungan akibat polusi udara yang dicetuskan oleh sumber bergerak dan tidak bergerak. Program ini sudah mendapat dukungan regulasi dari pemda, YLKI, KemenLH, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, dan Kemenkes. Salah satu tahapnya adalah pengurangan penggunaan premium (RON 88) dengan cara memberikan diskon awal pertalite (RON 90). 

Sebenarnya, Program Langit Biru ini bukan barang baru. Program  ini sudah mulai digaungkan sejak 25 tahun silam oleh KemenLH melalui Permen LH No. 15 Tahun 1996. Delapan tahun kemudian muncul Kepmen LH No. 141/2003 yang mengatur emisi gas buang pada kendaraan bermotor. Pada saat itu masih berupa BBM standar Euro 2. 14 tahun berselang, muncul kembali Kepmen KLHK N0. 20/2017 yang mewajibkan kendaraan bermotor menggunakan BBM standar Euro 4. Keputusan ini dinilai cukup telat mengingat beberapa negara maju lain sudah menerapkan standar Euro 5 ataupun 6.

Meski Kadar emisi yang dikeluarkan sumber tidak bergerak seperti cerobong asap, menurut data sebanyak 75% sumber utama polusi udara adalah dari sumber bergerak, yaitu sektor transportasi darat.


Paris Protocol

bijak berkendara
sumber: diplomatie.gouv.fr


Pada Bulan November 2015, Presiden Joko Widodo menghadiri pertemuan Paris Protocol on Climate Change di Perancis. Pada saat itu Presiden berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon antara 20-40 persen hingga 2050. Banyak pihak menilai komitmen ini terlalu berlebihan dan tidak sesuai dengan realitas. Komitmen Paris Protocol akan sulit terwujud apabila BBM yang dipasarkan masih belum memenuhi standar Euro kendaraan dan penggunaan PLTU masih digenjot.

Sinergi dalam Bijak Berkendara

Mengidam-idamkan menatap langit biru di kota besar semacam Jakarta? Sayang sekali, ini akan susah terwujud apabila emisi dari kendaraan bermotor masih setinggi sekarang. Emisi yang dihasilkan dapat meningkatkan peningkatan suhu global, pembentukan kabut fotokimia, dan penambahan konsentrasi debu yang membuat jarak pandang terbatas. Tidak hanya efek pada lingkungan, hasil emisi kendaraan juga membuat kualitas kesehatan menurun karena memperbesar kemungkinan terjadi iritasi dan infeksi penyakit pernafasan, terutama bagi yang sehari-hari terpapar emisi kendaraan di jalanan.

Berdasarkan KepmenLH No. 15/1996, menurunkan emisi gas buang kendaraan bermotor dapat dilakukan dengan cara inspeksi dan perawatan kendaraan bermotor serta penetapan standar emisi gas buang untuk kendaraan yang sudah berjalan. Ada banyak pihak yang harus saling bersinergi agar program langit biru dan Paris Protocol tercapai.

1. Masyarakat

Untuk kasus Jakarta, masyarakat diharapkan menggunakan kendaraan umum saat berkomuter. Tercatat, penduduk Jakarta di hari kerja bisa berlipat-lipat jumlahnya dibandingkan penduduk yang memang asli tinggal. Karena keterjangkauan kendaraan umum masih belum begitu baik, penggunaan kendaraan pribadi juga masih banyak dan menyebabkan peningkatan polusi udara yang signifikan. Berdasarkan data BPJS tahun 2021, jenis moda kendaraan paling banyak di Indonesia adalah motor dengan rasio manusia terhadap kendaraan sebesar 3:1. Artinya, tiap 3 orang memiliki 1 kendaraan bermotor.

Masyarakat juga diharapkan menggunakan BBM minimal pertalite. Tahukah kamu kalau sepeda motor yang banyak beredar sekarang memiliki kualifikasi mesin Euro 2 dan Euro 3? Kendaraan dengan spesifikasi ini membutuhkan minimal BBM dengan nilai RON 90 atau pertalite. Masyarakat menengah ke bawah masih sering menggunakan premium meski kendaraan yang dimiliki menyaratkan penggunakan minimal nilai RON 90 (pertalite). Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Teknik Lingkungan ITB, penggunaan bahan bakar dengan nilai RON yang tidak sesuai malah akan menyebabkan kerusakan mesin dan ketidak-efektivan pembakaran. Artinya, jarak tempuh premium 2 L akan lebih pendek dibandingkan pertalite 2 L. Alih-alih berhemat, kamu malah makin boros dan mesin kendaraanmu malah semakin rusak.

2. Pemangku Kebijakan

a. Uji Emisi

Per 24 Januari 2020, kendaraan bermotor di Jakarta usia 3 tahun ke atas wajib dilakukan uji emisi. Ini sesuai dengan Pergub 66/2020. Apabila tidak lulus uji emisi, para pemilik kendaraan dikenai denda dengan kisaran Rp 250.000 - Rp 500.000 berdasarkan UU LLAJ. Dalam uji emisi, ada dua kandungan yang dijadikan parameter lolos atau tidaknya, contohnya kandungan CO (karbon monoksida) dan HC (Hidrokarbon). Kendaraan bermotor yang berbahan bakar bensin premium dan solar, apalagi yang memang berumur tua sudah hampir pasti tidak akan lolos uji emisi.


b. Konsistensi Kebijakan

Pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo membentuk Tim Reformasi Mafia Migas yang menunjuk Ekonom Faisal Basri sebagai ketua. Salah satu rekomendasi Tim Reformasi Mafia Migas adalah meminta pemerintah untuk menghapus BBM premium. PT Pertamina selaku operator menyanggupi namun minta jeda waktu sampai 2 tahun. Pemerintah sempat menngendalikan premium secara ketat di daerah Jawa, Madura, dan Bali pada tahun 2017. Namun sayang, pada pertengahan 2018 kebijakan ini dibatalkan diakibatkan faktor politis.

Apakah yang terjadi? Mungkinkah ada politik transaksional antara pemilu dan mafia migas? Entahlah.

Peningkatan kualitas BBM dapat dilakukan dengan melakukan transisi dari RON 88 (Premium) menjadi RON 90 (Pertalite) dan RON 92 (Pertamax). Amat disayangkan, di Jakarta sendiri terdapat sekitar 5 pom bensin yang menjual premium sementara di  area Jawa lainnya  sudah hampir tidak ada.


c. Meningkatkan manajemen dan infrastruktur lalu lintas

Menata manajemen lalu lintas yang baik untuk menghindari kemacetan merupakan langkah signifikan untuk mmengendalikan emisi gas buang kendaraan bermotor. Menurut penelitian, porsi emisi dihasilkan paling besar pada saat kendaraan berada dalam keadaan idling, atau berhenti dengan keadaan mesin menyala dibandingkan dalam keadaan lain seperti mengebut atau berjalan lambat. Keadaan idling dicapai pada saat lampu merah dan terjadi kemacetan. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan strategi meminimalisir kemacetan dan merancang agar waktu tunggu lampu merah tidak terlalu lama. Apabila waktu tunggu lampu merah lebih dari 60 detik, pengemudi bisa mematikan kendaraanya terlebih dahulu.

3. Sektor Bisnis

Pengembangan teknologi otomotif yang mendukung bbm ramah lingkungan

bijak berkendara
Cara kerja catalytic converter (sumber: alliedmuffler.com)


Ada 3 faktor yang harus saling bersinergi untuk mengurangi emisi pencemaran udara dari kendaraan bermotor. Faktor tersebut adalah kualitas emisi, teknologi otomotif, dan manajemen lalu lintas. Catalytic Converter atau Konverter Katalisis adalah teknologi untuk meningkatkan penyempurnaan motor bensin maupun diesel yang akan diimbangi pemanfaatan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Perangkat ini mulai digunakan pada tahun 2007 saat masih menggunakan standar Euro 2. Untuk memenuhi standar itu, setiap kendaraan bermesin diesel dan bensin harus menggunakannya.

Konverter katalisis sendiri berupa katalisator yang dipasang di ruang setelah saluran buang. Fungsinya menyaring hidrokarbon (bensin yang belum atau tidak terbakar) dan polutan lain yang dihasilkan oleh mesin. Sayangnya katalisator adalah barang mahal karena terbuat dari platina paladium. Nilai logam yang digunakan pada konverter katalisis bisa mencapai 60-70 persen dari total harga konverter katalisis. Sebagai contoh, jika logam yang digunakan untuk konverter katalisis bernilai 5 juta, maka harga konverter katalisisnya saja bisa seharga 3 - 3,5 juta!

Teknologi otomotif akan diubah atau ditingkatkan menjadi lebih ramah lingkungan melalui penyempurnaan desain maupun perlengkapan pengolahan emisi gas buang. Pengembangan teknologi hibrida bensin-listrik atau eco-car, dan fuel cell diharapkan tidak akan menghasilkan gas buang beracun. 


Bersatu demi Langit Biru Jakarta

Kok saya terkesan seolah-olah meng-anak emaskan Kota Jakarta? Bukan begitu. Saya mengangkat Kota Jakarta karena sudah sedemikian parahnya masalah transportasi (baca: kemacetan) dan tingginya emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor yang lalu lalang. Ini juga berlaku untuk kota-kota besar yang memiliki masalah serupa.

Kota Jakarta terkenal dengan langit pekatnya. Tidakkah kita semua ingin melihat langit Jakarta tetap berwarna biru dengan pemandangan Gunung Gede-Salak di kejauhan dan tidak hanya sewaktu pandemi saja? Mari kita semua bersama-sama menyingsingkan lengan untuk bekerja sama mewujudkannya!

Amankah Memakai Anti Nyamuk Bakar?

Tidak ada komentar

Saat saya duduk di bangku 4 SD, kami sempat tinggal di rumah Atok (sebutan untuk kakek) di Medan untuk sementara karena tempat tinggal kami sebelumnya, Lhokseumawe sedang dalam keadaan genting darurat GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Rumah Atok saya memiliki pekarangan yang sangat luas. Halaman depan ditanami berbagai tanaman hias. Halaman tengah terdapat kolam ikan yang cukup besar serta dikelilingi rerumputan. Halaman belakang banyak sekali pepohonan dan tanaman serta hewan ternak seperti ayam. Dapat ditebak, nyamuk tumbuh dengan subur dan saya sering menjadi korban gigitan nyamuk.

Betul, nyamuk adalah permasalahan klasik sepanjang tahun yang dimiliki oleh masyarakat yang tinggal di daerah tropis. Oleh karena itu, banyak muncul berbagai varian produk pengusir nyamuk, mulai dari anti nyamuk bakar, semprot, losion, dan bahkan one push yang baru ada belakangan ini. Tidak hanya gatal, bahkan gigitan nyamuk bisa berakibat fatal seperti tertularnya penyakit demam berdarah.

vape anti nyamuk

Anti Nyamuk Bakar

Anti nyamuk bakar merupakan tipe yang populer penggunaanya bagi masyarakat menengah ke bawah di Indonesia karena harganya paling murah. Terdapat beberapa pertentangan soal penggunaan anti nyamuk bakar ini karena disinyalir melepaskan ke udara zat-zat berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan formaldehida.

Meski begitu, kandungan insektisida dalam anti nyamuk bakar diklaim aman Menurut Dr. Rita Kusriastuti, MSc, Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (Dit P2B2), Ditjen PP dan PL Kemenkes memberikan saran bagaimana cara aman menggunakan antit nyamuk bakar:

  • Jika digunakan di dalam ruangan, pastikan berventilasi cukup
  • Diletakkan di bawah tempat tidur untuk mengurangi terhirup oleh manusia
  • Diletakkan searah aliran udara keluar sehingga tidak mengganggu pernapasan
  • Jangan diletakkan dekat dengan manusia, minimal 1,5 meter
  • Jika memiliki gangguan penapasan, nyalakan anti nyamuk pada sore hari sebelum masuk kamar

Bagaimanapun, anti nyamuk bakar lebih baik jika dipasang di luar ruangan. Vape merupakan produk pengusir nyamuk besutan Fumakilla yang sudah kita ketahui pamornya. Berbagai jenis produk disediakan tergantung dengan kebutuhannya, seperti anti nyamuk bakar, semprot, dan elektrik. 

vape anti nyamuk

Vape anti nyamuk bakar merupakan pestisida rumah tangga dengan bahan aktif Dimeflutrin 0.08% yang berbentuk padatan lingkar. Kandungan dari Vape anti nyamuk bakar dalam batasan aman. Pengguna tidak usah khawatir dengan asap yang ditimbulkan dari antit nyamuk bakar karena pada produk Vape asap yang dihasilkan minimalis sehingga meminimalisir efek samping seperti batuk, sesak napas, dan mata perih Yang mengusir nyamuk sebenarnya bukan asap dari anti nyamuk bakar, namun  bahan aktifnya yang menguap pada 170 derajat Celcius ketika dibakar. Keistimewaan dari Vape anti nyamuk bakar adalah kemampuan nyaris tanpa asap.

Kami tinggal di apartemen di suatu bilangan Jakarta Pusat di lantai 21. Dengan tingginya lantai, jarang sekali nyamuk menghampiri kami meski sesekali beberapa nyamuk sukses naik ke lantai atas. Saya mencoba membakar anti nyamuk Vape ini di balkon apartemen kami. Hebatnya, saya nyaris tidak melihat asap yang dikeluarkan dari anti nyamuk ini. Kelihatan hanya jika diperhatikan dari dekat dan seksama.  Saya juga tidak merasakan sesak dan baunya juga tidak menyengat. Anti nyamuk ini juga pembakarannya cukup awet, padahal angin di balkon sangat kencang namun bara api tidak sampai mati.

vape anti nyamuk


Sekali dibakar, anti nyamuk bisa bertahan sampai 10 jam. Cukup ekonomis bukan? Beberapa hal lain yang harus diperhatikan pada saat menyalakan anti nyamuk bakar:

  • Simpan di tempat yang aman
  • Jauhkan dari jangkauan anak-anak
  • Letakkan anti nyamuk yang dibakar diatas piring besi atau keramik, jangan di atas plastik atau kertas
  • Apabila tertelan segera hubungi dokter atau puskesmas terdekat

Anti nyamuk bakar membantu mencegah demam berdarah

Kandungan Dimflutrin 0.08% yang merupakan bahan aktif pada Vape anti nyamuk bakar mampu mengusir hingga membunuh nyamuk pembawa virus Dengue, yaitu Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Virus tersebut masuk ke aliran darah manusia melalui gigitan nyamuk. Penyakit demam berdarah adalah penyakit langganan masyarakat di daerah tropis yang angka penderita mendadak naik setiap memasuki musim hujan. 
Mencegah demam berdarah dapat dengan menerapkan 3M seminggu sekali. 3M tersebut yaitu:
  1. Menguras tempat penampungan air yang terdapat di dalam rumah
  2. Menutup rapat semua tempat penampungan air agar nyamuk tikak dapat masuk dan bertelur
  3. Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat menampung air hujan agar tidak jadi tempat nyamuk bersarang.

Kesimpulan

Dari sekian banyak pilihan anti nyamuk, konsumen lah yang menentukan hendak menggunakan anti nyamuk apa. Anti nyamuk bakar tidak berbahaya, asal kita memperhatikan beberapa hal seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Masih ragu menggunakan Vape anti nyamuk bakar?

Pengalaman Hasan Sunat dengan Metode Smart Klamp

17 komentar

Ahad ni Insya Allah sunat 2 anak ya kita!

Itu adalah teks telegram yang dikirimkan oleh suami pada hari Jumat, 18 Desember 2020.

Wacana awal yang kami perbincangkan adalah sunat Husna, anak ketiga kami. Seperti kakaknya Bilqis, Husna akan disunat saat usia kurang lebih 1 bulan. Kami kerap bercanda dengan Hasan mengenai kapan sunat, bahkan tak jarang kami mengajak Hasan sunat biar bisa barengan dengan adiknya. Atau, kami suka bilang kalau habis sunat nanti dapat mainan.

"Adek Husna mau sunat loh bentar lagi!"

"Bang, kalau sunat nanti dikasih mainan loh, abang mau mainan apa?

Sampai suatu hari Hasan bilang kalau ia ingin sunat bersama dengan adiknya. Saya kaget. Takutnya Hasan menganggap sunat itu seperti relatif tidak dilakukan apa-apa kemudian dapat hadiah. Saya khawatir Hasan mau sunat hanya karena berorientasi mendapatkan mainan. Baiklah, saya butuh memastikan sesuatu.

"Hasan beneran mau sunat?" Tanya saya.

"Iya" Jawab Hasan.

"Emang sunat itu apa sih? Tau ga?"

"Tau, dipotong burungnya"

Saya langsung menarik nafas lega. Takutnya, alasan Hasan sunat hanya karena diiming-imingi mainan tanpa tahu harus melewati proses "pemotongan". Alhamdulillah, ternyata Hasan sudah cukup mengerti meski mendapat mainan tetap lah menjadi prioritas utamanya.

sunat smart clamp


Sunat dan Manfaatnya

Bagi umat Islam, sunat merupakan kewajiban bagi laki-laki muslim. Mengenai kapan disunat tergantung dari kebijakan masing-masing. Ada yang memilih saat bayi dengan alasan minim trauma dan penyembuhan yang cepat, ada yang memilih saat sudah duduk di bangku taman kanak-kanak atau SD dengan alasan si anak dapat lebih menghayati dan memahami hakikat dari sunat tersebut. Secara medis, tidak ada batasan umur untuk dilakukan sunat. Namun, alangkah baiknya sunat tidak dilakukan saat sudah terlalu berumur mengingat akan lebih beresiko karena rentan terjadi pendarahan akibat ukuran penis dan pembuluh darah.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda:

Buanglah darimu buku (rambut) kekufuran dan berkhitanlah. Perintah Rasulullah SAW ini menunjukkan kewajiban umatnya untuk berkhitan. 

Bahkan, Nabi Ibrahim juga melaksanakan perintah khitan meski umurnya sudah sangat senja.

Sunat yang memiliki bahasa medis sirkumsisi adalah suatu tindakan medis memotong sebagian ujung kulit (kulup) yang menutupi kepala penis. Sunat memiliki berbagai manfaat. Menurut WHO, sunat dapat membuat penis menjadi lebih bersih, mencegah fimosis, mencegah bertumpuknya kotoran di daerah ujung penis, dan mencegah terjadinya penyakit yang berhubungan dengan penis seperti kanker penis dan ISK.

Hasan sendiri sebenarnya sudah dideteksi memiliki fimosis, yaitu kulit atau kulup yang menguncup sejak dalam kandungan dengan menggunakan USG. Mungkin seharusnya Hasan sudah disunat semenjak bayi. Namun, selama 5 tahun ia belum pernah mengalami ISK. Yang kami ingat pernah sekali ujung penis Hasan sedikit merah dan gatal. Ini terjadi baru beberapa bulan yang lalu.


Metode Sunat

Saat ini terdapat berbagai macam metode sunat yang ditawarkan. Apa sajakah itu?

  • Metode konvensional, banyak dipilih oleh orang tua karena murah biayanya dan sudah umum dilakukan sejak lama.
  • Metode Smart Clamp yang akan saya bahas disini
  • Metode laser atau flashcouter yang menggunakan energi panas dan dialirkan ke besi tipis sehingga dapat memotong kulup penis tanpa pendarahan

Metode Smart Clamp

Tanggal 20 Desember 2019, Hasan disunat dengan metode smart clamp di Sunat 123 yang kebetulan lokasi di belakang Apartemen kami. Jika ditanya mengapa kami memilih metode Smart Klamp ketimbang metode lain? Jawabannya tidak ada. Alasannya sesimpel karena kebetulan di tempat sunat yang berada di dekat rumah kami menggunakan metode tersebut. Maaf ya pembaca karena tidak menjawab rasa penasarannya 😁.

Metode Smart Clamp disinyalir dapat meminimalisir rasa sakit dan terjadinya infeksi. Cara pemotongannya pun relatif sama seperti metode sunat lainnya. Perbedaannya ada pada penggunaan clamp, atau klem yang menjepit kulit penis 'kulup' menggunakan alat plastik sekali pakai. Kulup tersebut kemudian dipotong dengan pisau bedah tanpa dijahit. Luka sunat cepat kering dan sembuh sehingga banyak orang tua yang memilih metode ini.

Setelah pengerjaan, klem akan menempel 24 jam di penis anak dan baru akan dilepaskan di hari ke-5 setelah tindakan. Ini membuat anak harus 2 kali ke tempat sunat. Pelepasannya sendiri tidak sakit. Namun, bagi anak yang mengalami penolakan saat proses pemotongan, butuh trik sendiri untuk membujuk anak kembali ke tempat sunat karena artinya ia harus mengalami "proses" selama 2 kali.


Plus dan minus

Di dunia ini tidak ada yang sempurna, termasuk metode sunat. Metode Smart Clamp ini memiliki kelebihan seperti:

  • Proses pengerjaan relatif cepat, yakni 7-10 menit
  • Setelah anak dibius, anak tidak merasakan sakit ketika disunat
  • Tidak membutuhkan celana sunat, bisa langsung memakai celana
  • Pendarahan minimal, tidak memerlukan jahitan.
  • Tidak perlu perlakuan khusus saat mandi dan cebok karena bekas pengerjaan tertutup klem
Namun, tetap ada beberapa pertimbangan yang perlu dipikirkan orang tua saat memutuskan sunat anak menggunakan metode Smart Clamp. Perhatikan di bawah ini

  • Harga lebih mahal daripada metode konvensional
  • Anak relatif tidak nyaman paska pengerjaan karena ada klem yang menempel 24 jam
  • Bagi anak bisa menjadi pengalaman yang traumatis karena 2 kali pengerjaan, yakni saat pemotongan dan pencabutan klem

Sunat Hasan

sunat smart clamp


Hari Sebelumnya

"Kok mendadak banget sih, Masa keputusan mau sunat 2 hari sebelum. Aku jujur ga siap. Bahkan aku sama sekali gamang, ga ada nyiapin semacam sarung atau celana sunat." Keluh saya.
"Ya harus siap mental. Mana ada 2 hari itu mendadak. Mendadak itu beberapa jam sebelumnya kayak kamu lahiran. Ini beberapa hari sebelumnya. Mana ada tindakan ga pake persiapan. Kamu kira kamu aja yang harus nyiapin diri? Aku juga, kan aku harus ngerjain juga!" Tangkis suami.

Sabtu, 19 Desember 2019, sehari sebelumnya, hampir saja saya memohon pembatalan sunat Hasan. Untungnya setelah "diedukasi" suami, saya dapat berusaha menenangkan diri dan fokus lanjut pada keputusan Hasan dan Husna sunat esok harinya. Sore harinya pun kami sudah mengabari uti-akung dan andung-engkong Hasan perihal sunatnya Hasan dan semuanya ingin hadir mengingat ini sunat cucu pertama.

Hari H

Sunat Hasan dan Husna rencana dilakukan ba'da Zuhur. Setelah kami makan siang, saya, suami, Hasan, Husna, Akung, dan Engkong pergi ke lokasi sunat. Uti dan Andung di rumah saja karena ingin menemani Bilqis. Kami berangkat menggunakan dua mobil karena rencananya setelah sunat Husna selesai, saya pulang duluan. Toh, sunat perempuan kan sebentar, berbeda dengan sunat laki-laki.

Karena sudah janjian, kami langsung dipersilahkan untuk naik ke lantai atas untuk menunggu dipanggil. Apakah Hasan panik? Tentu saja tidak. Padahal terdengar teriakan membahana dari ruangan di ujung koridor. Saya yang panik merasa takut Hasan gentar. Kemudian saya lihat raut mukanya, ternyata Hasan tidak menampakkan air muka ketakutan sama sekali! Menurut Hasan, disunat tidak sakit sama sekali, 

Saya, suami dan Husna masuk ke ruangan duluan. Bagian kemaluan Husna diolesi salep bius dan ditunggu untuk beberapa saat. Dengan sayatan kecil dan pengolesan Betadine, sunat Husna pun selesai. Kami pun ke luar ruangan.

Saya menghampiri Hasan dahulu untuk pamit pulang duluan. Wajahnya saya perhatikan lekat-lekat. Tidak ada yang berbeda dari raut muka sebelum berangkat ke lokasi sunat. Meski agak khawatir, saya dan Husna berdua menuju mobil dan kami pun pulang. Meninggalkan Hasan yang akan sunat dengan ditemani oleh babeh, akung, dan engkong.

Sesampai di rumah, saya mendapat foto Hasan di sunat. Ternyata muka Hasan tenang sekali dan tidak menangis sama sekali! Kebetulan, suami saya juga membantu pengerjaan sunat. Hati saya pun menjadi lega.

Akhirnya rombongan sunat pun tiba di rumah. Suami menenteng mainan remote control seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya dan Hasan yang berangkat ceria sekarang pulang dengan meringis.

"Udah mulai terasa, biusnya mulai habis." Bisik suami.

Pelan-pelan mulai pecah isak tangis. Hasan diresepi painkiller berupa ibuprofen serta antibiotik sirup. Langsung Hasan diminumkan secepatnya. Namanya obat, butuh waktu sebelum bereaksi. Sampai obat bereaksi, Hasan menangis tersedu-sedu. Saya tuntun ke kamar dan kami berpelukan di kasur. Ini termasuk metode paling ampuh karena Hasan adalah tipe haus "pelukan".

Tidak ada yang bisa saya lakukan selain mendengar pecah tangisan, mengelus kepalanya dan memeluknya. Alhamdulillah, perlahan obat mulai bereaksi seiring dengan meredanya tangisan Hasan. Ia pun jatuh tertidur. Mungkin karena lelah dan capek menangis.

4 jam setelah pengerjaan, Hasan mulai meringis lagi. Kali ini saya berikan Paracetamol sebagai bekal tidurnya agar tidur lebih nyenyak. Seperti biasa, tangisan Hasan mulai pecah kembali sembari menunggu efek obat bekerja. Hasan yang biasanya bobok di kamar bebek 'sebutan untuk kamar tidur Hasan' kini tidur di kamar saya.

Menjelang tengah malam Hasan mulai meringis lagi. Saya kembali terbangun. Untuk persiapan, saya sudah menyediakan obat, sendok dan botol air minum di samping kasur sehingga saat diperlukan bisa langsung diberikan. Saya peluk kembali Hasan mengantar ia tidur sembari menunggu obat bekerja. Alhamdulillah, Hasan bisa tidur nyenyak sampai esok hari.

Rasa sakit masih berlangsung sampai H+2, yakni pada hari Selasa. Namun, perlahan intensitas rasa sakit dan frekuensi-nya semakin berkurang. Pada H+1 saya masih meminumkan Hasan Paracetamol 4x sehari, H+2 cuma 2x Paracetamol, H+3 sudah tidak sama sekali.

Tragedi Ngompol

sunat smart clamp


Keesokan harinya, muncul sesuatu tak terduga. Hasan ngompol! Duh, padahal saya baru mengganti seprai kamar beberapa hari yang lalu. Berhubung kami tinggal di Apartemen, mencuci seprai bisa menjadi momok karena membutuhkan lahan besar untuk menjemur sementara area menjemur kami hanya 2 petak balkon kecil, belum termasuk kepotong mesin luar AC.

H+1 dan H+2. Seharusnya intensitas dan frekuensi rasa sakit luka sunat Hasan sudah berangsur-angsur membaik. Namun ternyata keadaan tidak sepenuhnya lebih baik. Ada hal lain yang saya lupakan: rasa traumatis.

Betul, rasa trauma itu membuat Hasan takut kencing. Di hari senin sore, Hasan berkali-kali mengeluh sakit perut. Sakitnya benar-benar bikin ia meraung-raung dan meronta. Saya jelas bingung, secara dia tidak ada makan sesuatu yang aneh. Pun, tidak ada indikasi lain seperti mencret dan muntah. Lokasi sakit perut ada di bawah pusar. Saya jelas heran, padahal saya sudah meminumkan parasetamol. Alih-allih bekas sunat yang sakit, kok malah perut yang sakit. Anehnya, semua sakit perut itu sirna tiap kali ia kencing di kamar mandi. Kecurigaan saya pun mulai muncul, namun saya tak yakin benar.

Selang beberapa jam kemudian, Hasan kembali meronta-ronta mengeluhkan perutnya. Saya yang bingung hanya bisa mengelus-elus dan mendekap. Demi menguji hipotesa, saya berkali-kali menanyakan Hasan apakah ia mau kencing, tapi berkali-kali pula ia menolaknya. Sampai suatu waktu ia terperanjat hendak lari tunggang-langgang ke kamar mandi untuk kencing. Hasan yang sudah tidak pernah lagi "bocor" kini terkencing sedikit di celana. Celana dalamnya basah. Kok Hasan tiba-tiba tidak bisa menahan kencing. Seusai kencing, rasa sakit perut itu benar-benar sirna.

Hasan yang sudah merasa baikan ketimbang rebahan di kasur malah memilih terdampar di sofa ruang tengah. Karena Hasan sudah tenang, saya pun melanjutkan mengurus adek-adeknya Hasan seperti memandikan Husna dan memberi Bilqis cemilan. Sejam berlalu, Hasan tetap anteng tanpa keluhan. Saya mulai curiga, kenapa dia begitu tenang teronggok di sofa dalam waktu lama. Saat saya dekati, ternyata sofa sudah bergelimangan kencing dengan bau pesing menyengat!

Pantas Hasan bisa tenang tanpa mengeluhkan sakit perut lagi. Dari situ saya merasa hipotesa saya sudah valid terbukti. Ya! keluhan sakit perut Hasan bermuara dari kencing yang di tahan. Tekanan di kantung kemihnya mungkin?

Perawatan Setelah Sunat

sunat smart clamp


Tidak ada perawatan rumit paska sunat selain pendampingan sang anak saat berjuang menahan rasa perih. Saat mandi atau kencing, tidak usah mengkhawatirkan air mengenai penis karena sudah terlindungi klem. Namun, ada beberapa ritual yang harus dilakukan tiap selesai kencing.

Saat cebok, air dialirkan ke dalam klem untuk membersihkan residu kencing dan kemudian dibuang. Lakukan ini berulang kali sampai dirasa sudah bersih. Kemudian, sisa droplet air pada luka sunat dibersihkan dengan cara memasukkan cotton bud pada klem. Sentuh luka sunat dengan menggunakan cotton bud secara pelan sampai ujung luka sunat dirasa kering. Dengan cara yang sama, olesi betadine dengan menggunakan cotton bud. Selesai, tinggal pakai celana.


Momen kencing mungkin merupakan pengalaman traumatis lain bagi anak. Ia akan merasakan sedikit perih pada saat mengeluarkan air kencing. Oleh karena itu, tidak jarang Hasan menunda untuk bergegas ke kamar mandi saat sudah merasa sesak kencing. Tidak jarang pula ia tidak menuntaskan kencingnya sehingga menyebabkan keinginan hendak kencing lagi pada jarak waktu yang tidak lama.

Apa akibatnya? Mengompol. Selama seminggu Hasan "menginap" di kamar saya, seprai atas tempat tidur saya lepaskan meninggalkan seprai anti bocor yang membalut kasur saya. Ini saya lakukan agar tidak usah terjadi drama cuci seprai berkali-kali akibat ompolan. Jika ada ompolan, tinggal aliri air bersih, ilap, dan tunggu beberapa menit sampai bekas basuhan kering. Sebuah cara yang praktis.

Selain itu, akan ada beberapa kali anak ngompol pada saat ia sedang bermain. Dalam kurun 2 hari paska sunat, entah berapa kali Hasan ganti celana dalam dan celana luar. Agar tidak mengotori sofa atau lantai, saya menyuruh Hasan untuk menggunakan perlak sebagai alas dimanapun ia duduk. Cuci celana mudah, cuci karpet dan sofa akibat ompol ribet.

Pelepasan Klem

sunat smart clamp

Tibalah hari Kamis, 4 hari setelah sunat dan hari dimana klem akan dilepaskan. Seharusnya hari itu penis Hasan sudah tidak digelayuti klem lagi, namun karena tiba-tiba babehnya harus operasi, akhirnya pelepasan klem ditunda sampai hari Jumat.

Pelepasan klem bisa dikerjakan sendiri menggunakan tutorial di Youtube ataupun membawa anak kembali ke klinik tempat ia sunat. Sejujurnya suami agak malas pergi ke klinik lagi, ia ingin mencoba melepaskannya sendiri. Tutorial pelepasan klem di Youtube pun dibuka. Berdasarkan Youtube, anak disuruh berendam air hangat di bak mandi minimal 20 menit agar penis lebih lentur sehingga lebih mudah dicopot. Setelah 20 menit berlalu, suami bergegas ke kamar mandi untuk coba melepaskan. Seketika teriakan yang membahana seseantero rumah disertai isakan pilu selama hampir 10 menit. Sungguh tidak tega mendengarkannya. Ternyata melepaskan sendiri tidak semudah tutorial. Saya coba mengintip sedikit dari kamar mandi.

"Udah kecopot?" Tnnya saya panik.
"Belum, baru rangka putihnya aja. Plastik beningnya masih menempel."

Saya malah jadi stres. Sudahlah selama itu teriak-teriak tapi tetap belum beres. Suami menyuruh Hasan untuk terus berendam sebelum mencoba lagi melepaskan cangkang plastik bening itu dari penisnya. Saya hanya bisa memeluk Hasan yang terisak tidak karuan. Perlahan ia lebih tenang dan isakannya berhenti. Tidak lama kemudian suami datang kembali sembari membawa lotion dan minyak dengan harapan pelepasan menjadi lebih mudah. Saya langsung bergegas keluar karena tidak tahan dan tidak tega dengan apa yang akan terjadi di kamar mandi. Kembali terdengar jeritan yang keras dari kamar mandi. Saya hanya bisa membiarkan dan menunggu suami menyelasaikan pekerjaannya. Setelah saya membangun mental, akhirnya saya kembali ke kamar mandi. Disitu saya lihat cangkang plastik beningnya masih terpasang di penis.

Saya dobel stres.

Mau bawa ke klinik sekarang? Tidak mungkin. Hasan menolak mentah-mentah. Pun setelah diimingi apapun dia bergeming tidak melangkahkan kakinya. Mencoba memakaikan sendal juga sama aja karena dia melawannya. Akhirnya suami malah mengajak Hasan main Switch sebelum berusaha membujuknya nanti. Biar ia tenang dahulu, katanya.

Setelah makan siang, suami mencoba mengajak Hasan kembali dengan mengajak Hasan beli Happy Meal di McD terdekat. Tanpa perlawanan, Hasan pun ikut bersama babehnya pergi. Saya di rumah sembari cemas menunggu mereka kembali.

Setengah jam kemudian, suami dan Hasan kembali. Alih-alih muka cemberut sedih, Hasan malah terlihat bahagia. Apa yang terjadi?

Alih-alih membawa ke McD, suami langsung membawa Hasan kembali ke klinik.

"Loh, kok kesini lagi? Ini kan bukan McD." Tanya Hasan bingung.

Alih-alih melawan, Hasan tidak menolak turun dari mobil, meskipun langkahnya sedikit berat. Suami mengajak Hasan berfoto dulu menggunakan kalung badan "Alumni Sunat" di depan klinik.

"Ternyata cangkangnya bukan ditarik, tapi didorong." Ujar suami setengah tertawa.

Meski begitu, Hasan tidak menangis saat pelepasan berdasarkan testi suami. Setelah pencopotan selesai, Hasan pun dibelikan (lagi) mainan oleh suami. Kemudian mereka menuju McD untuk menepati janji di awal. Oh, pantas saja Hasan kembali dengan muka bahagia. Baru dibelikan mainan dan McD rupanya!

Yang Harus Diperhatikan!

sunat smart clamp


Sejauh yang saya perhatikan, metode Smart Clamp ini cukup mumpuni bagi orang tua yang sedang menimbang menggunakan metode sunat apa sebaiknya. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
  1. Jangan khawatir jika merasa belum menyiapkan apa-apa untuk paska sunat. Bahkan celana sunat pun tidak perlu. Anak bisa langsung memakai celana dalam. Obat-obatan perawatan bekas luka juga biasanya disiapkan oleh klinik sunat
  2. Minim sakit saat sunat. Meski Hasan bilang tidak sakit saat sunat, orang tua juga harus menyiapkan mental apabila anak menangis dan memberontak. Sebagai contoh, anak yang gilirannya sebelum Hasan menangis dan meronta-ronta
  3. Jika punya anak laki-laki lebih dari satu, sebaiknya tidak sekaligus menyunat mereka. 2-3 hari paska sunat anak butuh perhatian dan belaian ekstra untuk menenangkan dan merawat sunatnya. Kecuali ada bantuan lainnya (misal suami atau keluarga) yang hadir 24 jam membantu mendampingi anak yang rewel akibat sunat
  4. Gunakan seprai anti bocor saat tidur. Anak yang sehabis disunat punya sedikit rasa trauma untuk kencing sehingga tidak jarang dia bocor atau mengompol
  5. Suruh anak mengalas tempat duduknya dengan perlak saat ia bermain agar efek ompolannya minimalis.

"Hasan, sakit ga sunat?"

"Engga, cuma sakit dikit pas disuntik."


Lahiran Anak ke-3, dari Tandem Menyusui sampai Lahiran Gratis di RSUD

28 komentar

Sabtu, 7 November 2020 pukul 16.02

Alih-alih liburan ringan ke tempat yang tidak terlalu jauh, saya malah mengalami pengalaman mendebarkan dan tidak terlupakan seumur hidup saya. Alih-alih tidur di kamar hotel, saya malah tidur di "barak".

Husna A R hadir di tengah kami tanpa terduga. Hadir 2-3 minggu lebih cepat dari dugaan saya dan suami. Rencana liburan pekan itu boleh gagal, namun Allah menghadirkan rencana lebih baik yang indah dikenang.

Lahiran gratis rsud


Pengalaman Baru

Kehamilan yang tidak terduga

Kami baru diberikan rejeki kehamilan Hasan setelah 8 bulan menikah. Saya hamil Bilqis setelah setahun lebih  berusaha meski kami tidak menggunakan KB sama sekali. Isakan demi isakan saya lalui tiap bulannya saat mengetahui saya menstruasi. Siapa yang menyangka kalau saya hamil lagi saat Bilqis berusia 1 tahun kurang? Berbeda dengan saya yang tidak pernah mengingat-ingat jadwal menstruasi saya, suami hampir selalu ingat sehingga kenyataan saya hamil cukup membuat ia terkejut. Berdasarkan hitungan dia, harusnya saya tidak hamil. Tapi kenyataanya berkata lain.


Punya anak jarak dekat

"Kenapa ya jarak Hasan (anak pertama) dan Bilqis (anak kedua) jauh. Kan kalau selisih umurnya sedikit enak bisa sekalian, sekalian capek." ujar saya


Saat Hasan lahir, saya dan suami memang berencana untuk memberikan Hasan adik dengan usia tidak jauh, sekitar 2 tahun. Pun, saya tidak menggunakan KB dan tidak berencana menunda kehamilan melihat rekam jejak sebelumnya dibutuhkan waktu cukup lumayan sebelum hamil Hasan.

Ternyata manusia hanya bisa berencana dan Allah-lah yang menentukan. Saya yang sebelum hamil Hasan memiliki siklus sangat teratur tiba-tiba kacau balau setelah mendapat haid paska melahirkan Hasan. Gejolak  hormon yang tidak tentu ditambah dengan menyusui membuat kami belum diberi rezeki hamil adiknya Hasan agar berjarak 2 tahun. Alhamdulilah, 2-3 bulan setelah Hasan lulus menyusui 2 tahun, saya diberi rezeki hamil adik Hasan. Betapa senang hati kami, akhirnya penantian kami terbayar. Yah, tidak mengapa selisih Hasan dan adiknya 3 tahun, meski terbersit rasa berat karena selisih 3 tahun artinya kami akan bayar uang pangkal sekolah Hasan dan adiknya secara bersamaan!

Qadarullah, dokter menyatakan janin tidak berkembang dan harus dikuret beberapa hari setelah diagnosa. Betapa mencelosnya hati saya. Rasanya dunia tidak adil. Sudahlah kami bukan tipe cepat mendapatkan momongan, kini harus dihadapkan dengan kenyataan abortus. Mana keadaan kami pada saat itu relatif pas-pasan. Biaya untuk kuretase cukup mahal namun tidak menghasilkan "apa-apa", alias tidak ada bayi. Rasanya kayak buang uang sia-sia.


Menyusui saat hamil

"Bisakah aku menyempurnakan penyusuan sampai 2 tahun?" ujar saya dalam hati.

Berangkat dari keinginan awal ingin memiliki anak dengan jarak usia 2 tahun, saya kerap berpikir apakah saya bisa menyusui saat hamil, atau bahasa populernya Nursing While Pregnant (NWP)? Kalau anak jarak usia 2 tahun otomatis sudah hamil meski masih dalam keadaan menyusui anak sebelumnya.

Apakah menyusui saat hamil berbahaya?

Dari hasil baca-baca dan mendengar pengalaman yang lain, menyusui saat hamil tidak berbahaya asal tidak membahayakan kehamilan dan asupan gizi masuk memadai. 

Saya baru tahu kalau saya hamil pada bulan April berdasarkan hasil testpack, kira-kira Bilqis berusia 1 tahun. Kami memang menginginkan menambah anak dalam kurun waktu tidak lama, tapi yah tidak secepat itu mengingat kami memiliki beberapa rencana ke depan yang terasa lebih baik apabila belum menambah anak lagi. Baik suami dan saya tidak ada yang menyangka.

Awalnya kami berencana untuk konsul di dokter kandungan langganan kami di Cibubur, namun karena yang bersangkutan tidak praktek dahulu dalam jangka waktu lama, akhirnya kami memutuskan untuk mengecek kehamilan di RS Islam Cempaka Putih yang berlokasi sangat dekat dengan apartemen kami. Mengingat tahun 2020 ini dunia sedang dikepung pandemi COVID, saya memutuskan untuk berangkat sendiri ke Rumah Sakit. Untung pada saat itu masih diberlakukan Work From Home (WFH) bagi suami, sehingga ia bisa menjaga anak-anak di apartemen.

Alhamdulillah, ternyata benar ditemukan kantung hamil. Kabar buruknya, terlihat gumpalan warna hitam di bagian bawah yang artinya ditemukan pendarahan pada rahim.

"Tapi selama ini tidak ada darah yang keluar, dok!", ujar saya tidak percaya.

Akhirnya dokter memberikan progesteron sebagai penguat kandungan. Saya pun mulai curiga, apakah akibat saya masih menyusui anak kedua saya. 

"Sebenarnya tidak juga.", jawab sang dokter.

Secercah kabar baik bagi saya. Pada saat itu saya agak sedih, masa harus secepat itu "berpisah" dengan anak kedua saya? Masa dia hanya menerima penyusuan setahun? Akhirnya di dalam hati saya mencoba mengambil jalan tengah, tetap menyusui tapi mengurangi frekuensi menyusui, hanya 2 kali saja yaitu saat menjelang tidur siang dan tidur malam dengan harapan tidak melukai janin.

Sebulan kemudian, saya kembali kontrol. Alhamdulillah, pendarahan sudah tidak terlihat lagi di USG. Rasanya lebih tenang hamil sembari menyusui Bilqis. Kontraksi? Tidak. Mungkin sedikit lebih menantang saat usia kehamilan bertambah besar karena harus memposisikan Bilqis sedemikian rupa agar tidak menindih perut saya.

Ujian NWP juga terjadi saat trimester tiga. Entah mengapa, puting terasa lebih sensitif sehingga terasa nyeri tiap Bilqis menyusui. Mana Bilqis tipe menyusui seenaknya, alias banyak gaya. Benar-benar bikin saya harus memposisikan Bilqis sedemikian rupa agar rasa nyeri tidak semakin menjadi-jadi.

Menyusui tandem

"Gimana ya rasanya menyusui tandem? pasti enak deh, 2 anak nyusuinnya ga genap 4 tahun" pikir saya bertahun-tahun lalu.

Husna lahir saat Bilqis berusia 19 bulan. Itu artinya saya harus melakukan penyusuan tandem!

Saya memiliki sejarah dua kali sulit menyusui. Beberapa alasan saya kenapa ingin menyusui tandem adalah memudahkan si adik untuk menyusui (karena bentuk puting akan lebih memudahkan) dan menyelesaikan berbagai permasalahan awal menyusui seperti payudara bengkak, breast engorgement bahkan mastitis lebih cepat!

Pengalaman pertama menyusui tandem baru saya alami saat Husna berumur 4 hari. H+1 kami mengeluarkan diri secara "paksa" dari rumah sakit. H+2 hingga H+4 Husna harus mendapatkan terapi sinar.

Saya membawa Husna ke dokter anak pada H+2 kelahiran karena ingin minta dilakukan screening awal dan vaksin hepatitis B yang tidak diberikan oleh RSUD saat kelahiran. Ternyata bilirubin Husna tinggi, nilainya 22! Akhirnya Husna harus disinar selama 2 hari. Berbekal pengalaman Bilqis yang bingung puting karena murni 24 jam menggunakan ASIP dot, saya memutuskan memberi ASIP baik secara langsung maupun dot saat Husna disinar. Untuk memudahkan itu, saya meminta izin untuk menginap di Rumah Sakit.

Saya dan Husna pulang pada H+4 sorenya. Entah kangen atau bagaimana, Bilqis langsung "buka puasa" dan langsung menyusui saat saya pulang ke rumah 😝.

Maka dimulailah antrian menyusui terjadi setiap harinya. Berhubung Husna masih bayi baru dan Bilqis masih terlalu kecil untuk mengerti perkara kecemburuan, saya tidak pernah menyusui sekaligus dua-duanya. Selain saya tidak bisa mengangkut Husna satu tangan, menyusui Bilqis beriringan malah bikin Bilqis mendorong dan menggencet Husna. Jadi pilihan yang saya ambil adalah "nomor antrian menyusui".

Opsi ini ada plus minusnya. Sisi baiknya Bilqis jadi tidak dorong-dorong adeknya saat menyusui. Sejak hamil Husna, Bilqis cuma menyusui sebelum tidur saja, jadi 2-3x sehari. Nah, tiap mau mendekati waktu tidur lah prahara terjadi. Saya selalu memprioritaskan menyusui Husna dahulu karena sekali ia lapar, relatif tidak ada opsi untuk menenangkan. Sementara Bilqis bisa minta tolong Hasan untuk ajak dia main. Atau, dengan cara memberikannya baju kotor saya dan kemudian ia luntang-lantung di kasur menunggu gilirannya haha. Setelah Husna tidur, saya pergi ke kamar anak-anak untuk menyusui Bilqis sampai ia tertidur dan menyuruh Hasan tidur menemani adiknya.

Sekarang Bilqis berusia 21 bulan, bismillah menggenapkan penyusuan Bilqis sampai 2 tahun!

Labour on the run

lahiran gratis rsud

telah lahir anak kami yang bernama x di RSUD y

itu adalah kira-kira pesan di sebuah WAG yang saya ikuti. Loh, dia kan orang Jakarta, kok lahiran di RSUD di sesuatu daerah Jawa. Ternyata si teman lahir saat hendak keluar kota.

"waduh gimana itu ya rasanya. Tidak terencana, malah bisa jadi ga siap bawa perlengkapan lahir", pikir saya saat itu.

Sangat tidak disangka, ini terjadi kepada saya!

Berdasarkan perhitungan kasar, kira-kira saya akan melahirkan pada pertengahan atau akhir November 2020. Saat usia kehamilan 36-38 minggu. Kami diajak berlibur di daerah Rancamaya saat perkiraan usia kehamilan 36-37. Ah, dua anak sebelumnya juga baru melahirkan di usia kehamilan 39, santai lah . Kami pun menyanggupi ajakan tersebut. Malam sebelum keberangkatan, pikiran saya sedikit masygul. Kok perut saya tidak enak sekali. Rahim berkali-kali kontraksi. Tidak sakit sih, cuma karena terus menerus membuat saya merasa tidak nyaman.

"Aku capek yang malam ini. Kontraksinya kayak terus-terusan.", ujar saya kepada suami.

Sembari menyiapkan koper untuk esok harinya, saya berdoa di dalam hati. Ya Allah, aku ingin sekali liburan. Plis ya bisa liburan dengan tenang. Di sisi lain saya agak yakin ini cuma kontraksi palsu namun terus-menerus. Pasalnya, salah seorang teman pernah mengalami ini di kehamilan keduanya. Saat dicek ke Rumah Sakit malah tidak ada bukaan sama sekali. Ia baru melahirkan bulan berikutnya. Ah mungkin kasus kami sama.

Tapi ternyata saya salah dan doa saya tidak dikabulkan Allah.

Dalam perjalanan menuju Rancamaya, saya mulai intensif memperhatikan frekuensi kontraksi rahim. Sangat frekuentif dan teratur. Hati saya semakin masygul. Setelah hampir setengah jam rentetan kontraksi teratur, akhirnya kontraksi tidak seintens itu frekuensi. Fyuh, saya bisa bernapas agak lega.

Yakin, meski doa saya tidak dikabulkan, ini adalah jalan terbaik dari Allah.

Saat saya bersantai di playground indoor hotel, hati saya kembali kalut. Sembari memesan makanan siang melalui aplikasi Gojek, saya merasakan perut saya yang kembali mengeras secara rutin. Tapi ah, saya abaikan saja.

Kami kembali ke kamar setelah mengambil pesanan makanan dan memberi anak-anak makan siang di kamar. Bilqis sempat agak rewel sehingga saya harus beberapa kali menggendongnya. Tiba-tiba saya merasa perasaan ingin kencing besar saat menggendong Bilqis. Tunggang langgang saya ke kamar mandi. Dengan hati yang tidak karuan, saya intip air wc sebelum saya siram.

Ah benar saja, air berwarna merah!

Saya segera lapor ke suami. 

"Oke, ayo kita berangkat!" ujar suami sembari melihat gawai untuk mengecek rumah sakit terdekat. Sebenarnya suami juga agak kalut meski raut wajahnya sangat tenang.

Lantas bagaimana dengan nasib anak-anak?

Sebenarnya kami tidak liburan sendiri, akan ada mertua beserta adik-adik suami serta satu adik suami lainnya bersama keluarganya. Tapi pada saat itu baru kami yang sampai Rancamaya. Anak-anak pun terpaksa kami boyong ke RSUD Ciawi, satu-satunya  Rumah Sakit terdekat dari Rancamaya.

"Kamu ga apa-apa kan ngurus sendiri? Aku harus nungguin anak-anak." Tanya suami masygul.
"Gapapa, tungguin aja anak-anak. Aku ga masalah ngurus sendiri dulu."

Akhirnya suami menunggui anak-anak sampai nanti salah satu adiknya sampai dan menjemput anak-anak. Saya sendiri ke IGD untuk mengecek bukaan. Waktu itu jam 2 sore.

"Kata susternya udah bukaan 3, terus katanya karena ini RS rujukan COVID mau lanjut disini ga. Soalnya mesti rapid test sama ronsen dulu." tanya saya kepada suami melalui  Telegram.

Karena sudah bukaan 3 dan melihat rekam jejak melahirkan saya sebelumnya, suami tidak berani ambil risiko memindahkan saya ke rumah sakit lain. Dalam hati pun berat rasanya jika harus pindah rumah sakit. Jalanan sangat macet di depan RSUD Ciawi, kira-kira bisa dibutuhkan 45 menit untuk menuju Rumah sakit langganan saya yang berada di Cibubur, Bekasi. Tidak cuma itu, saya ingat bahwa harus dilakukan dahulu prosedur swab PCR sebelum diurus proses lahiran. Hah, jangan-jangan sampai sama sudah bukaan 7 atau 8, kemudian harus melewati prosedur melelahkan lainnya? Jujur saya tidak kuat membayangkannya.

Setelah suami memberikan persetujuan kepada suster untuk melanjutkan prosedur melahirkan, saya segera diarahkan untuk mengurus pendaftaran awal pasien di kasir yang berada di pintu masuk IGD dari sisi luar. Untung saja tidak rame dan saya bisa langsung dilayani.

Proses lahiran (hampir sendiri)

lahiran gratis rsud


"Tolong pak, saya mau lahiran. Susternya bilang slip merah (didahulukan). Tolong diurus cepat ya!" Pinta saya.

"Ibunya sendirian saja?" Tanya petugas keheranan.

"Iya mas, suami saya lagi nungguin anak-anak di mobil. Nunggu ada saudara yang bisa ambil anak-anak."

Petugas resepsionis langsung menyerahkan formulir untuk diisi dan meminta KTP serta kartu BPJS saya. Meski kami semua terdaftar BPJS Kesehatan, tapi kami tak pernah memakainya. Praktis saya tidak pernah membawanya, tersimpan rapi di rak lemari kamar.

"Ini pak, saya ada kartu BPJS tapi saya tidak bawa. Nanti menyusul ya!" Ujar saya sembari menyodorkan KTP.

Saya langsung membuka gawai untuk mengabarkan suami soal BPJS ini. Ternyata suami sudah mengirimkan soft copy BPJS saya. Luar biasa inisiatifnya suami. Saya segera menyodorkan gawai dengan gambar pindaian kartu BPJS saya kepada petugas. Tidak lama kemudian, urusan administrasi awal selesai dan saya langsung menuju ke IGD Ponek (bagian kebidanan).

Saya disuruh berbaring oleh suster karena mau diambil darah untuk rapid test. Tidak lama kemudian suami video call untuk memastikan saya baik-baik saja. Pas sekali, adik suami sudah tiba di RSUD dan bisa mengambil anak-anak untuk dititipkan sementara waktu. Tidak lama kemudian suami sudah berada di ruang IGD.

Suster mengisyaratkan bahwa dia hendak memasang infus ke tangan saya. Sontak saya kaget, buat apa. Lahiran anak pertama baru dipasang saluran infus karena bukaan 8 saya kurang bagus, jadi saluran infus sebagai selang masuk cairan induksi. Sementara lahiran anak kedua, saya tidak menggunakan infus sama sekali karena kelahiran Bilqis begitu mengagetkan membuat bahkan suster bidan di ruangan pun kalang kabut.

"Mau disiapin buat induksi Pak, Bu. Biar cepat lahirannya" ujar perawat.

Lah, buat apa. Suami menjelaskan histori kelahiran sebelumnya yang cenderung cepat prosesnya. Walaupun kalau proses bukaan tidak bagus, keputusan induksi bisa diputuskan nanti. Terlalu prematur keputusan melakukan induksi sekarang. Kami kompak menolak. Namun akhirnya karena malas berdebat, tangan saya tetap dipasangkan infus yang katanya untuk pemberian nutrisi. Ya sudahlah. Rugi menghabiskan energi disini.

"Pak, bisa isi ini, ini dan ini ga. Terus ini saya tulisin perlengkapan buat ibu dan bayinya. Bisa dibeli sekitar sini." Pesan perawat.

Yhaa,, suami baru datang sudah disuruh pergi lagi buat "belanja" haha. Yak betul, saya sendiri lagi. Tidak lama kemudian saya dibawa oleh suster menggunakan kursi roda untuk foto ronsen. Tidak jauh, tapi lumayan memakan waktu karena harus menunggu sampai peralatan siap. Selesai ronsen, saya kembali lagi ke IGD dengan rasa dan frekuensi kontraksi  yang semakin intens.

Lahiran pertama saya hanya tergeletak di kasur rumah sakit semenjak datang pada bukaan 3.

Lahiran kedua saya sudah lebih banyak membaca sebelumnya, jadi saya memutuskan berjalan-jalan di ruangan saat rasa sakit kontraksi mulai mengganggu. Bukaan 5 atau 6 mungkin?

Lahiran ketiga saya berencana mempraktekkan gerakan-gerakan yang saya ketahui saat mengikuti zoom prenatal excercise. Gerakan tersebut seperti jongkok atau prenatal flow lainnya. Tapi rencana hanya tinggal rencana.

"Sus, saya boleh minta tolong tangga (yang buat turun dari kasur) dipindahkan ke sebelah kiri ga?" pinta saya memelas.

Infus di tangan kiri, tangga di sebelah kanan kasur. Kalau saya turun otomatis infus tertarik kan? Makanya saya meminta tangga dipindahkan ke sisi lain.

Permintaan pertama saya diabaikan. Saya ulang lagi permintaan tersebut untuk kedua kalinya dengan suara agak keras dan setengah memaksa. Akhirnya baru permintaan saya dilakukan, meski menunggu 5 menit dahulu semenjak saya utarakan untuk kedua kalinya.

Ah, saya sudah keburu malas buat turun. Rasa kontraksi semakin menggangu. Saya berpegangan erat pada tiang infus sembari konsentrasi melakukan hirup-hembus nafas untuk meredakan rasa sakit kontraksi. Di kasur sebelah saya ada ibu lainnya yang sedang hamil. Total perawat ada 3 orang. Selain yang berada di belakang meja, 2 perawat lainnya sedang melayani ibu tersebut.

"Sus, ini kok rasanya udah dibawah banget ya. Bi..sa.. tolong... cek ga?" ujar saya sedikit terengah-engah.

Satu perawat yang sedang mengurus di ranjang sebelah saya menghampiri dan mengecek bukaan saya. Sudah bukaan 8 ternyata.

"Yak! hasil tes negatif, segera bawa ke ruang melahirkan!" tandas perawat yang berada di belakang meja.

Kemaluan saya rasanya sudah berat sekali, seperti ada yang hendak keluar. Saya meminta agar lahiran di ruang IGD saja. Dengan rasa sedemikian rupa, tak kuat membayangkannya jika sang bayi keluar di kursi roda. Tapi perawat bersikeras. Saya turun sendiri (iya tidak dibantu! haha) dari kasur dan diarahkan ke kursi roda. Tas saya pun disuruh pegang sendiri. Untung salah satu perawat mau dimintai tolong pegang setelah saya minta. Tergopoh-gopoh kursi roda saya didorong menelusuri koridor. Saya sembari berdoa saat menunggu pintu lift terbuka. 
"Untung ga lahiran di Ponek, bisa repot kita!" Terdengar sayup-sayup percakapan para perawat

Akhirnya sampai juga di ruang bersalin. Pintu kaca dibuka, terlihat koridor ruangan bersalin dengan stasiun perawat di sebelah kanan. Saya segera masuk ke bangsal yang berjejer 2 baris dengan tiap baris terdiri dari 3 kasur. Terdengar sayup-sayup suara suami dari ujung koridor. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa bersama suami lagi. Namun suami tidak langsung bisa bersama saya. Tampaknya dia harus mengurus sesuatu dulu di satsiun perawat.

Lagi-lagi saya harus turun kursi roda dan naik ke atas kasur sembari memegang botol infus. Dengan sedikit agak mengeluh, saya setengah membanting botol infus ke atas kasur. Saya tidak bisa berfikir, rasanya berat harus melakukan rentetan yang seharusnya ringan itu dalam keadaan kepala bayi akan keluar beberapa menit lagi. 

"Ya kalau lahiran di Rumah sakit harus begini. Kalau mau lahiran enak ya di bidan." Sungut seorang perawat, jelas terdengar di telinga saya.

Ehem,, 2 kali lahiran sebelumnya di Rumah Sakit kok, tapi ya jauh sekali dari begini.

Akhirnya saya dapat rebahan kembali di kasur. Tampak suami di pintu bangsal masuk. Alhamdulillah suami dapat menemani saya.

Setelah satu kontraksi di kasur, bidan memberi aba-aba bahwa bukaan sudah lengkap dan saya bisa mengejan. Saya genggam erat tangan suami. Ejanan pertama, belum keluar. Ejanan kedua, terasa sedikit perih di bagian kemaluan dan keluarlah Husna pada pukul 16.00 diiringi dengan suara hujan lebat dari luar. Saya menarik nafas lega.

Tinggal satu tahapan lagi. Jahitan. Proses jahitan bagi saya adalah penutup yang sebenarnya bersifat anti klimaks jika dibandingkan dengan proses lahiran. Suami saya disuruh suster untuk segera mengurus proses administrasi rawat inap. Namun, saya meminta suami untuk bersama saya sebentar lagi, setidaknya sampai disuntikkan anastesi sebelum dijahit. Meski luka robek tidak besar, tetap keinginan saya untuk melahirkan tanpa jahitan belum terealisasi sampai lahiran anak ketiga. Mungkin nanti lahiran anak keempat? Insya Allah.

Husna diambil oleh perawat untuk dievaluasi di ruangan yang sama. Ditimbang dan diukur serta diteteskan polio. Husna lahir dengan berat badan 2,8 kg dan tinggi badan 48 cm. Dibandingkan kakak-kakaknya, Husna termasuk paling kecil dan lahir saat usia kehamilan paling muda. Hasan lahir saat usia kehamilan 39 minggu dengan BB 3,45 kg dan TB 50 cm. Bilqis lahir saat usia kehamilan 39 minggu dengan BB 3,05 kg dan TB 49 cm.

Setelah suami pergi, saya melalui proses penjahitan sendiri. Dari ketiga jahitan, entah kenapa proses jahitan kali ini paling tidak enak. Paling lama dan paling menggangu. Bahkan saat saya cebok setelah buang air kecil, terasa aneh sekali tutupan jahitannya.

Beberapa bulan lalu saya mengobrol dengan seorang teman yang berdomisili di Jepang mengenai kelahiran di masa pandemi. Ia bercerita bahwa ia melakukan semuanya sendiri mulai dari berangkat ke Rumah Sakit hingga pulang dari Rumah Sakit. Ia baru bertemu suami dan anak sulungnya pada saat menjemput dirinya yang telah selesai menghabiskan 5 malam di Rumah Sakit. Saya benar-benar tidak habis pikir, entah bagaimana rasanya melalui semuanya sendirian.

Ternyata saya (hampir) merasakan yang dirasakan teman. Melahirkan (hampir) sendiri.

Pulang dari rumah sakit kurang dari 24 jam

lahiran gratis rsud


"Kamu pasti mutung ya, kesannya kok aku tega banget biarin di ruangan kelas 3 RSUD?" Tanya suami setelah kita keluar dari Rumah Sakit keesokan paginya.

Setelah proses penjahitan selesai, Husna diantarkan dan ditaruh ke dada saya untuk IMD (Inisiasi Menyusui Dini). Cukup lama Husna berada di dada saya, hampir setengah jam mungkin? Entah karena apakah IMD selama itu atau memang saya dianggurkan karena perawat entah mengurus apa di luar sana 😑. Setelah sekian lama, akhirnya perawat datang untuk memakaikan baju serta membedong Husna.

"Baju dedeknya mana ya bu?" Tanya perawat.
"Saya disini lahiran mendadak sus, benar-benar ga bawa apa-apa. Tadi suami saya udah keliling apotik di sekitar sini juga ga ketemu yang jual baju bayi, cuma ada pampers. Tolong sus, ada ga bedong sama baju satu aja stok dari sini? Nanti saya beli juga gapapa." Pinta saya memelas.

Padahal saya sudah meminta dengan keinginan serupa saat masih menahan kontraksi bukaan di Ponek. Mereka bersikukuh kalau Rumah Sakit tidak menyediakan pakaian bayi. Alhamdulilah Husna dipakaikan sepotong baju dan bedong dari Rumah Sakit. Lega saya melihatnya, anakku bisa berpakaian dengan layak. Setelah selesai dipakaikan, Husna diletakkan di bed bayi yang berada disamping saya. Perawat pun meninggalkan saya. Akhirnya saya dapat berbaring dengan lega seraya menatap Husna yang sedang tertidur dengan pandangan teduh. Kulitnya agak gelap seperti Hasan, bentuk mukanya bulat dengan secuil pipi menyembul. Hidungnya mancung seperti kakak-kakaknya yang lain.

Saya bersantai sejenak menunggu suami datang sebelum dipindahkan ke ruang rawat inap. Tas yang berada di meja samping saya gapai dan resletingnya dibuka untuk mengambil gawai. Begitu banyak notifikasi muncul di layar gawai. Ternyata orang tua dan mertua ingin mengunjungi saya di Rumah Sakit. Karena terlalu lama dianggurkan, saya baru bisa memegang gawai saat itu. Padahal saya ingin menitip agar dibawakan beberapa bedong dan baju bayi yang tertinggal di rumah ortu, namun ortu terlanjur sudah dalam perjalanan ke RSUD.

Mertua datang setelah berwisata melihat jembatan gantung di Sukabumi. Mereka juga menginap di Rancamaya. Jadi sebelum ke hotel, mereka mampir dulu ke RSUD yang jaraknya lumayan dekat meski menjadi terasa jauh karena banyaknya volume kendaraan di sekitar yang membuat jalanan macet berat. Mengingat ini situasi pandemi, mertua saya hanya sebentar di ruang bersalin untuk kemudian kembali ke hotel. Tidak lama kemudian orang tua saya datang membawa titipan saya yang dibeli dari apotek sekitar. Breast pad dan pembalut bersalin. Azan maghrib berkumandang. Suami mengajak ortu saya untuk sholat di mesjid RSUD sembari berpesan ke saya agar menunggu kedatangan mereka sebelum dibawa ke rawat inap.

"Ruangan sudah siap! yuk kita ke ranap." Ujar suster.

Saya menyampaikan pesan suami, sekitar 10 menit kemudian akhirnya suami dan ortu datang dan kami bersama-sama ke ruang rawat inap. 

Sebuah pengalaman yang berbeda dibandingkan kelahiran pertama dan kedua saya. Jika sebelumnya saya masuk ruangan dengan kamar mandi dalam, terdiri dari 1 ranjang dan ber-AC, sekarang saya memasuki kamar yang terdiri dari 4-5 ranjang, kamar mandi dalam dan tidak ber-AC. Meski begitu, saya tidak mengatakan apa-apa di dalam hati. Saya malah kepikiran ingin menyuruh suami saya untuk pulang saja ke hotel dan menemani Hasan dan Bilqis tidur. Suami menolak dan saya baru menyadari tepatnya keputusan itu setelah keesokan hari. 

Ternyata mandi dengan selang infus di tangan sangat sulit. Untung saja ada suami saya yang setia membantu melepas-memakaikan baju. Akhirnya saya beres mandi juga setelah seharian memakai baju yang penuh peluh dengan bercakan darah sana sini akibat proses persalinan. Badan segar, rasanya jadi lebih bisa tidur meski tanpa AC. Alhamdulillah saat itu di kamar hanya ada 1 pasien lain yang ditemani oleh suaminya. Suami saya jadi bisa tidur di tempat tidur kosong di samping saya. Setelah menyusui dan mengganti popok Husna, saya mencoba tidur seraya mendekatkan rannjang bayi ke dekat tempat tidur saya.

"Bapak, ibu, barang-barang pribadinya dijaga ya, takut ada orang niat jahat ambil." ujar satpam dari daun pintu bangsal.

Hah, ada apa ini? Rasanya jadi deg-degan. Ini pengalaman yang sama sekali baru. Suami segera mengambil gawai saya dan memasukkannya di tas tangan saya yang berada di laci. Karena ranjang saya berada paling dekat dengan pintu bangsal katanya.

Jendela bangsal dibuka oleh pasien yang ranjangnya di dekat sana agar udara mengalir. Deru mobil dan motor bersahut-sahutan. Apalagi saat tengah malam. Alih-alih tidur saya terbangun karena tangisan bayi, saya malah lebih terganggu dengan suara motor yang kebut-kebutan di tengah malam. Pada dua kelahiran sebelumnya saya merasakan sedikit nyeri di kemaluan akibat jahitan pada malam pertama. Sekarang malah hampir tidak terlalu terasa mengganggu. Allah maha baik dan adil, saya dipermudah oleh-Nya disaat keadaan sedang kurang enak dan mendukung.

Bangsal yang gerah, suara kendaraan yang gaduh di malam hari, kurangnya privasi, membuat saya tidak sabar menuruti saran suami untuk langsung pulang esok paginya.

"Memang bisa pulang besok pagi?" Tanya saya tidak percaya.
"Bisa, pulang paksa aja lah! Syarat BPJS yang penting udah nginap sehari." Tandas suami.

Matahari menunjukkan sinar paginya. Kumandang Azan terdengar di ufuk sana. Gawai suami berbunyi menandakan saatnya bangun dan salat Subuh. Saya kembali memejamkan mata karena tidak harus salat Subuh. Jam 7 saya kembali dibangunkan suami. Suami menginginkan pulang secepat mungkin. Namun apa daya, meski jam 7, belum ada petugas terlihat. Pintu koridor rawat inap masih terkunci. Setelah mandi, mulai tampak perawat lalu lalang. Mereka pun meminta ranjang bayi diantarkan ke stasiun perawat untuk dimandikan.

"Cuma ada pampersnya ya, bajunya mana bu?" Tanya perawat keheranan.

Teriris hati saya mendengarnya. Husna tidak ada baju ganti karena dari kemarin kami tidak dapat menemukan baju bayi di jual disekitar RSUD. Bahkan ortu saya yang datang juga tidak dapat menemukan di toko sekitar. Karena alasan ini pula lah yang membuat saya semakin yakin bahwa pagi inilah kami harus pulang ke Cibubur (rumah ortu saya). Kasian Husna. Saya ingin sesegera mungkin Husna memakai baju dan bedong ganti yang bersih. Karena tidak ada baju ganti, Husna kembali memakai baju dan bedong yang sama. Sedih melihatnya.

Alhamdulillah, seusai Husna mandi, suami pun selesai mengurus administrasi untuk keluar ranap. Kami segera membereskan barang bawaan. Saya menggendong Husna, suami membawa tas.

Ah lega, nyaman sekali menghirup udara luar, pikir saya dalam hati sembari duduk di mobil. Masuk jam 4 sore, keluar jam 9 pagi. 17 jam. Kurang dari 24 jam saya sudah keluar dari rumah sakit paska persalinan. Masuk dalam keadaan perut gendut, keluar dalam keadaan menggendong bayi.

"Aku lapar, sarapan dulu yuk!" Ujar saya

Kemudian mobil meninggalkan Rumah Sakit dan menuju hotel. Ternyata Husna ingin menikmati suasana hotel juga.

Lahiran gratis

Tidak pernah terbayangkan sama sekali oleh kami, lahiran anak ketiga ini gratis dan tidak mengeluarkan uang sepeserpun kecuali biaya belanja perlengkapan kelahiran dadakan. Kartu BPJS yang sudah 3 tahun teronggok di dompet saya akhirnya di gunakan juga. Karena okupasi suami, dirinya beserta keluarganya harus didaftarkan ke BPJS kesehatan kelas 3. Tidak terbayangkan juga, akhirnya kartu tersebut terpakai untuk kebutuhan lahiran anak ke-3.

Alhamdulillah, ini bagian dari rejeki Husna. Lahiran lancar, cepat, dan gratis. Biaya lahiran yang telah disiapkan oleh suami sebelumnya jadi bisa dialokasikan ke pos lain. Kebetulan sekali, kebutuhan kami untuk tahun 2021 cukup banyak, Memang benar, tiap anak membawa rejekinya masing-masing.

Lahiran di RSUD

lahiran gratis rsud


Saya melahirkan anak pertama dan kedua di RS Permata Cibubur. Meski jauh dari apartemen, kami rutin kontrol dan pada akhirnya melahirkan disana karena dokter Obgyn langganan kami praktek disana. Pun, lokasinya sangat dekat dengan rumah orang tua. Kami bisa menunggu di rumah ortu dulu sebelum jadwal kontrol. Kami pun tidak perlu mengantri dan menunggu lama di rumah sakit.

Lahiran anak ketiga secara tidak terduga terjadi di tempat yang tidak terbayangkan sama sekali, jauh dari rencana lokasi. Ini pertama kalinya lahiran di Rumah sakit milik pemerintah. Saya lahiran di RSUD Ciawi. Suami yang bekerja di instansi rumah sakit pemerintah membuatnya cukup terbekali bagaimana sistem Rumah sakit di daerah sehingga membuatnya dapat bertindak lebih taktis dalam mengambil keputusan. 

Meski lahiran ketiga melalui standar prosedur yang jauh berbeda dibanding lahiran sebelumnya, tidak terbersit pun di benak saya sampai sekarang untuk menyesal dan mengeluh. Toh wajar saja, kan gratis sementara yang sebelumnya bayar. Lahiran di RSUD benar-benar sangat berkesan karena memberikan pengalaman yang menarik bagi kami berdua. Ah bukan, bertiga.

Secercah Harapan ke Depan

Segala bentuk rasa penasaran saya yang terpikirkan sebelumnya sebagian besar terjawab di kelahiran ketiga. Apakah lebih baik? Sesuaikan dengan bayangan saya? Menurut saya semua ada kelebihan dan kekurangnya. Yang sama jelas satu, pengalaman yang indah dikenang.

Meski begitu, jika dipikir-pikir masih ada beberapa keinginan seputar hamil-menyusui-melahirkan ini. Lahiran di negeri orang dan lahir tanpa jaitan. Lahiran di negeri orang tampak mustahil. Pun, sudah akan lahiran anak keempat. Saya juga tidak menginginkan kehebohan ekstra pada anak keempat.

Tinggal lahiran tanpa jaitan. Saya masih penasaran bagaimana cara dan rasanya. Meski menurut saya Allah memberikan kemudahan pada tiga kelahiran saya, saya tetap belum merasakan pengalaman lahiran tanpa jaitan. Lahiran anak keempat mungkin?

Eh gimana sih, ini Husna juga baru 2.5 bulan? 😏

lahiran gratis rsud