Akibat Tidak Melek Finansial Selama 4 Tahun

Tidak ada komentar
Bisa saya bilang, mengikuti seminar Family Financial Check up yang diadakan oleh Circle of  Young Mom (COYM) bekerja sama dengan Panin di Bursa Efek Indonesia saat 2 minggu lalu adalah salah satu keputusan terbaik yang saya ambil dalam tahun ini. Pada saat diumumkan tentang acara ini di awal november, saya masih agak tidak tertarik, lagipula pada awal Desember saya sudah tidak ada di Jakarta untuk sementara waktu. 2 minggu sebelum acara  berlangsung, saya memutuskan tidak ikut ke Pemalang bersama suami karena satu dan lain hal. Saya mulai melirik acara tersebut karena merasa saya bisa pada saat tanggal yang ditentukan. Tetapi lagi-lagi saya tidak mencari tahu apakah tempat masih tersedia atau tidak. Seminggu sebelum acara, karena kembali diinfokan perihal acara, mulai muncul rasa ketertarikan dalam diri saya. Lantas saya pun menghubungi narahubung perihal ketersediaan kursi. Ternyata untuk seminar minggu pertama, yakni Financial Check up sudah penuh. Minggu kedua dengan tema investasi masih tersedia. Saya kembali mengurungkan niat karena saya lebih tertarik untuk tema minggu pertama.


Rezeki tidak kemana, 2 hari sebelum acara saya tiba-tiba dihubungi oleh seorang anggota COYM yang menawarkan “kursi”-nya. Sontak sambutan ini saya ambil dengan sigap, kemudian saya hubungi suami untuk minta izin. Acara berlangsung kurang lebih 3 jam. Karena pada minggu sebelumnya Hasan sukses berkelakuan baik saat dititipkan di rumah mertua padahal saya ada acara dari pagi sampai maghrib, saya menjadi sangat percaya diri  menitipkan Hasan kembali. Tentunya setelah izin ke mertua ya. Alhamdulillah izin dari suami pun terbit dan saya pun bisa ikut acara.

Setelah menurunkan Hasan bersama ART di rumah nenek kawasan Kebayoran Baru untuk berikutnya dijemput ke rumah mertua, saya pun langsung meluncur ke BEI. Ini kali keduanya saya mengunjungi BEI. Pertama kali saat SMA untuk kunjungan melihat aktifitas Bursa Efek pada saat mata pelajaran ekonomi. Kami semua menggunakan bus sekolah dan langsung diturunkan di lobi gedung. Namun kali ini saya membawa mobil sendiri. Ternyata jika bukan pegawai tidak bisa parkir di basement BEI, tetapi harus di pakiran Pacific Place yang berada tepat di seberangnya untuk kemudian jalan kaki ke BEI melalui terowongan bawah tanah yang menghubungkannya. Karena saya tidak mengetahui hal ini, saya jadi salah memperkirakan waktu keberangkatan. Ditambah kebingungan memilih jalan masuk BEI yang terlihat lengang pada hari sabtu. Saya baru sampai di tempat pertemuan 9.20, atau telat 20 menit dari jam mulai. Tetapi ternyata mulainya pun lebih telat karena menunggu peserta lain. Beruntungnya saya, benar-benar saat saya sampai, presentasi langsung dimulai.

Acara dimuali dengan perkenalan singkat hadirin dan narasumber, suasana pun perlahan mencair dan tidak kaku. Dijelaskan pula kenapa wanita dalam posisinya di keluarga dibutuhkan untuk melek finansial. Kemudian diadakan poling singkat bersifat langsung mengenai keadaan finansial keluarga masing-masing dengan peserta poling ya peserta seminar itu saja. Pertanyaannya cukup sederhana meliputi berapa tabungan yang ada, apakah uang bulanan ada sisa, minggu ke berapa mulai stres tanggal tua, dan apa yang menyebabkan pengeluaran bisa bocor. Sesi ini cukup menyenangkan, kaget karena ternyata banyak yang senasib dengan saya dan menjadi sarana renungan diri akan apa yang telah kita perbuat terhadap keuangan keluarga kita sendiri. Kemudian dijelaskan secara simgkat mengenai piramida pengeluaran dan tips mengendalikan kebocoran keuangan. Kita juga diajari simulasi bikin portofolio keuangan sendiri, mengenai rincian seluruh aset dan investasi, serta perhitungan bagaimana bisa mendapatkan keuangan sehat.

Di akhir sesi, tiap peserta juga diberi formulir yang terdiri dari 3 lembar yang berisi kolom aset, hutang dan investasi kita. Kita diberi PR untuk mengisi dan berdiskusi dengan pasangan mengenai formulir itu dengan tenggat paling lama senin sudah dikirim balik via WhatsApp. Pihak Panin menawarkan untuk memberikan konsultasi finansial GRATIS. Sebenarnya i i kesempatan yang bagus banget karena harga perencana finansial di luaran sana mahal sekali. You can check :).

Hari  itu membuat saya berpikir keras tentang kesia-siaan yang sudah saya lakukan selama 4 tahun belakang. Meski keuangan keluarga kami belum stabil karena keadaan suami yang masih sekolah, keadaan saya yang memiliki tabungan dengan jumlah yang lumayan serta akses bebas untuk mengaksesnyamembuat saya memiliki persepsi “ya, saya punya uang kok” untuk setiap nafsu membeli di tiap bulannya. Apalagi saya sempat bekerja dengan meski gaji tidak banyak. Saya dengan mudahnya termakan bisikan konsumtif apalagi tiap ada diskon di akhir bulan. “Ah ambil dulu dari tabungan, bulan depan diganti”. Terus saja seperti itu membentuk iterasi sampai tahu-tahu dalam 4 tahun saya sudah menghabiskan 40 juta hanyak untuk memfasilitasi tipuan “punya uang” ini.  Bahkan, saya juga pernah terjebak pada fenomena FOMO, atau takut saya ketinggalan tren. Benar-benar titik terbodoh saya. Untung hanya memakan waktu 3-4 bulan meski ternyata sudah memakan banyak sekali tabungan saya.

Saya mulai sadar saat tabungan saya menipis. Disitu saya mulai berpikir, tidak bisa seperti ini terus. Tidak boleh meminjam semu uang tabungan terus tanpa ada fakta dikembalikan di bulan berikutnya. Nanti kalau saya butuh dana darurat bagaimana? Harus kemana saya dapatkan? Titik penyadaran berikutnya pada saat saya mulai merasa keberatan dalam membayar sisa pelunasan barang yang bersifat Preorder. Padahal saya belanja tidak banyak, hanya 2-3 barang mungkinf. Tetapi tetap saya merasa berat melunasinya meski saya tidak pernah mengutang dan mengundur-undur pelunasan.

Mungkin ini ya rasanya punya kartu kredit. Membeli terus tanpa tahu keadaan keuangan. Membeli terus tanpa tahu sudah berapa calon yang harus kita lunasi. Mulai detik itu saya sadar, jika saya melakukan preorder maka saat itu pula saya melunasinya. Saya tidak ingin kembali merasakan saat tanggal gajian, uang saya langsung berasa habis buat membayar semua tagihan dan pelunasan. Tidak, tidak akan lagi.

Ternyata selama 4 tahun ini saya melakukan gaya hidup diatas kemampuan saya.

Padahal, saya sudah merasa cukup hemat. Belanja barang pikir-pikir, tidak nongkrong-nongkrong di luar, kalau jalan berdua hanya bersama Hasan saya memutuskan makan siang di rumah demi penghematan, tidak dengan mudahnya jajan, dan tidak dengan mudahnya melakukan Go Food yang disinyalir banyak orang sebagai sumber latte factor.

Deal with it, your living standard supposed to be lower than that.

40 juta mungkin tidak akan kembali, ternyata pelajaran yang bisa saya petik sangat mahal harganya. Tidak mengapa, harta dunia itu hak preoregatif Allah, yang harus saya sesali mungkin jika dahulu jika minim bersedekah dan berinfaq. Saya pun sedang di jalan memperbaiki finansial keluarga baik dengan cara menabung dan berikhtiar mencari sumber pemasukan lain.

Mengenai mengap pada akhirnya saya tidak menggirim portofolio ke narasumbee, saya berpikir belum saatnya, karena keadaan sekarang masih ambigu karena finansial yang belum stabil itu. Yah, mungkin kalau ada acara semacam itu 2 tahun mendatang baru saya kirim portofolio keluarga ☺️.

Oh ya, satu lagi kenapa saya bersyukur mengikuti acara Financial Check up, akhirnya saya bisa kopi darat dengan beberapa anggota COYM yang wow, luar biasa ramahnya. Saya menjadi cukup bersyukur menjadi salah satu bagiannya. 😊


Menjadi Idealis: Blogger Paruh Waktu

Tidak ada komentar
Apa motivasimu menulis blog?

Dari awal, saya sudah meniatkan diri untuk menulis blog dengan tujuan bersenang-senang saja. Bahkan, saya suka julid dan mengernyitkan dahi melihat fenomena banyak orang yang menulis blog dengan tujuan utama mengejar “angka”. Sebenarnya tidak salah sih, hanya hal seperti itu sangat tidak cocok bagi saya. Suka terbersit juga di pikiran saya untuk menambah sedikit uang saku melalui semacam lomba blog. Tetapi lagi-lagi, berangkat dari sifat idealis, saya hanya akan menulis blog dengan tema yang saya sukai. Ketimbang ikut lomba blog dengan tema kurang menarik dan katakanlah, hadiahnya menggiurkan.


Boleh dicek kalau ada yang iseng, berapa nilai DA saya hehe. Nilai DA bukan motivasi saya menulis blog. Motivasi saya lebih ke aktualisasi diri dan menuangkn isi kepala yang “ribut”. Hal yang harus saya tingkatkan adalah terus memperbaiki teknik penulisan saya serta merutinkan menulis blog. 

Saya sempat pernah menjadi akademisi. Disana saya bisa berkembang dengan memakai prinsip “saya suka, maka saya lakukan. Orang akan memandang dari kualitas dan kecintaan terhadap passion saya”. Saya senang menulis. Saya senang berpikir. Maka jadilah saya yang rajin menulis jurnal dan mempublikasikannya di berbagai seminar. Saya banyak mendapatkan kesan dan rekomendasi bagus dari dosen-dosen saya. Mantan bos saya di suatu universitas negeri juga ternyata mempekerjakan saya karena ia senang dengan saya yang idealis dan memiliki passion untuk terus belajar, padahal bidang kami jauh berlainan. Orang mengenal saya dari pembuktian yang berasal dari kesenangan saya.

Tapi hal itu tidak berlaku di dunia sosial media. Kamu akan dibeli jika “angka” kamu tinggi. Kalau tidak, ya nasibnya sama seperti saya hehe. Saya memiliki proyek setengah serius berupa membuat kurasi tulisan mengenai aman berkendara bersama anak serta ulasan-ulasan carseat. Karena kurang termotivasi dan tidak adanya tenggat waktu, praktis blog ulasan saya terbengkalai dengam sedemikiannya. Saya juga sering terganggu dengan postingan merk-merk carseat di Instagram dan banyak sekali yang mengepos tulisan atau gambar tentang konsep penggunaan carseat gang salah. Saya hubungi via jaringan privat untuk koreksi. Sebagian merespon, sebagian tidak. Akhirnya saya mulai menawarkan untuk menjadi semacam “penasehat” ataupun sebagai pengulas barang mereka. Tentu saya saya menawarkan dengan sangat murah. Istilahnya saya tidak harus tampil. Tapi lagi-lagi dapat ditebak, tawaran saya tidak ada yang disambut hehe.

Inilah resiko menjadi idealis, terutama menjadi idealis di sosial media. Memang saya tidak tersinggung, terapi kesal saja rasanya. Menjadi ibu rumah tangga yang harus mengurus anak membuat waktu berpikir saya menjadi lebih sedikit. Waktu senggang hanya saat anak tidur siang dan malam. Terapi harusnya itu tidak bisa dijadikan dalih. Jika memang senang, saya harus lakukan di waktu saya yang sempit. Lebih memotivasi diri, merutinkan menulis, membuat tenggat waktu, dan memperbaiki teknik penulisan saya kira merupakan suatu langkah menaikkan “angka” saya tanpa harus mengorbankan idealis saya.

Dan yang paling penting, BERSENANG-SENANG 

Memasak Menyenangkan kalau...

Tidak ada komentar
Sejujurnya saya tidak bisa memasak sampai setelah menikah. Tinggal bersama dengan orangtua sampai SMA dan tinggal bersama tante di rumah Bandung, praktis membuat saya tidak menyentuh dapur kecuali memasak kue. Padahal, saya sempat tinggal di kosan selama 8 bulan di awal masa perkuliahan saya. Bahkan kamar-nya pun terletak tepat disamping dapur. Tidak ada hal lain yang saya lakukan di dapur selain menyimpan makanan di kulkas, memanaskannya, memasak telor atau indomie, dan mencuci piring.


Saya baru bisa memasak setelah saya nikah karena dituntut untuk bisa memasak. Sebenarnya bukan dituntut sih, tapi saya jadi merasa lebih bertanggung jawab menyediakan makanan untuk keluarga. Katering dan jajan makanan di luar terus-terusan rasanya sangat tidak berfaedah karena adanya hanya pemborosan semata. Akhirnya saya mulai mencari tahu resep makanan yang sederhana via internet. Setelah beberapa kali mencari dan mendapatkan logika memasak makanan ala Indonesia barulah saya menyadari kalau ternyata sederhana sekali konsepnya. Masakan Indonesia memiliki unsur utama tumisan bawang. Mulai dari masakan sederhana sampai yang tersulit bampir semua ada unsur menumis bawang, baik dalam bentuk cincangan atau halus. Sisanya ya tinggal komponen bumbu lain yang menyesuaikan.

Sebagai contoh, untuk menumis sayur cukup memumis perbawangan dan kemudian memasukkan sayuran yang sudah dicuci dan dipetik. Untuk opor, giling bumbu halus yang tentunya ada unsur bawang bersama bahan-bahan lain, kemudian tumis dengan dedaunan semacam sereh dan daun jeruk.  Masukkan ayam lalu ungkep. Masakan lain juga kurang lebih seperti itu, hanya kejelian kita mengatur racikan bumbu dengan jenis dan takaran yang pas.

Bersyukur, tampaknya saya menyadari bahwa indera perasa saya lumayan sensitif meski tidak terasah. Terkadang, saya bisa menebak bumbu apa saja yang digunakan pada suatu makanan. Saat saya mencoba mencari resep makanan yang hendak akan saya coba biasanya saya membaca singkat hanya untuk mendapatkan bumbu apa saja yang digunakan, komposisi kuantitasnya serta trik khusus jika tercantum. Kemudian saya menerka-nerka jumlah bumbu yang digunakan. Alhamdulillah sejauh ini hasilnya sukses.

Namun, saya sangat tidak suka memasak makanan yang meski cara masak dan bumbunya amat sederhana, tetapi yang disiapkan teramat banyak. Contohnya Selat Solo. Padahal, bumbunya hanya merica, garam, gula, ketumbar, kecap dan kaldu. Tapi, yang disiapkam meliputi telor pindang yang sebelumnya juga direbus dahulu, daging galantin, rebusan sayur, kentang san mustard jawa. Saya merasa tidak beres-beres menyiapkannya saat dulu memasaknya. Sebenarnya saya sudah kebayang bakalan repot, tetapi berhubung saya sedang “ngidam”, akhirnya saya terpaksa membuatnya.

Memasak itu menyenangkan, satu-satunya yang tidak menyenangkan adalah mencuci piring. Entah kenapa, meski masakan yang saya masak sederhana seperti tumis sayuran dan ikan goreng, pasti hasil cucian piringnya segambreng. Apalagi kalau saya masak makanan yang banyak persiapannya semacam selat Solo, wah, lenih-lebih lagi cucian piringnya. Oleh karena itu, apabila kami sedang yidak ada asisten rumah tangga, saya dan suami berbagi tugas, saya memasak dan suami mencuci piring. Alhamdulillah saat suami mampu ia sangat menyamggupinya. Suami saya juga tipe yang bisa mengerjakan pekerjaan rumah dan rapi pula.

Weekday, Family Day

1 komentar
Bukan seorang ibu bekerja, kadang-kadang orang melihat tidak ada perbedaan aktivitas signifikan antara hari kerja dan akhir pekan. Tetapi bagi saya, ada beberapa perbedaan apalagi jika suami sedang tidak bertugas ke luar kota. Suami yang terbiasa berangkat pagi dan biasanya pulang setelah matahari tenggelam, praktis waktunya untuk berbagi untuk saya dan Hasan hanya setelah itu. Sehari-hari di rumah ada asisten rumah tangga yang membantu pekerjaan rumah tangga.

A Postcard to 1 Year Later of Myself

Tidak ada komentar
Yes, I have ambition(s), but I never consider myself melancholy as I write letter to my future me 1 year later. I plan myself in a big blue print but still, I rarely write in a notes. Being a housewife instead never put out my ambition. Thanks Allah, though I feel early in my choosen path at least I have something to pursue indeed.

Two weeks ago, I attended some kind of talkshow and motivation discussion in Cipete, held by Lingkaran. The event put "Dare To be" as talkshow theme. They would choose 50 participants based on form we filled to listen sharing from 4 interviewees and having motivational group discussion from one of them. The 4 interviewees  represent from 4 field: Artist, entepreneur, blue collar, and renaissance (or jack-of-all-trade).  Considering what I wanted to be, I choosed in renaissance group. Since it was a motivational discussion for young people who still "feeling lost", I kinda pessimist that I would be the older one in there.
First session, all the 4 speakers sat in front of the audience, talking a little bit about their life. How they failed, how people scoffed to the, how they reawaken from their lowest point. This session quite enlightened me in order not too fast to give up to fate. We have options, once we choosed, it means we accept all the consequences.
Second session was group discussion, along with other renaissance people, we got Maria Juliana as our mentor. She did many things to do to overcome her boredom. She listened all the participant's story attentively, then give the enlightened opinion. Another participant cant give their opinion as well.
After all group participant confided their problem, the 4 groups regathered in hall. The fasilitator choose 1 person each group to talk in front of the hall. After all sessions, I felt more confident to my path and decision. Then, the MC distribute the postcard. She said, "please write to your next 1 year of you". The event organization would collect all written postcard and promised to sent to all of us in next 1 year.
So here I wrote:

Dear me, you are awesome. You will be in the middle of dream you are pursue. You are something. So keep going!

Youtuber Favorit Anak dan Saya

Tidak ada komentar
Lagi-lagi saya harus disuruh menulis blog dengan tema yang menjemukan dan tidak saya suka. Karena memang saya tidak memiliki Youtuber favorit. Kabar baiknya, tampaknya ini adalah postingan terakhir dari daftar dimana harus menulis daftar daftar sosial media favorit. Sekali lagi, saya tidak suka blogwalking dan nonton youtube. Kalaupun disini termasuk yang saya tulis karena kebetulan anak saya senang dan banyak teman-teman di FB saya mengeposkan. Videonya juga menarik. Tapi bukan berarti saya pelanggan tetap penonton. Hanya kebetulan membuka saja.

2019: Dari Rencana Melahirkan Sampai Buang-buang Uang

3 komentar
Tidak terasa kita sudah di penghujung tahun 2018 ya. Apakah 2018-mu cukup berkesan, atau malah merupakan suatu batu pijakan berarti? Atau malah biasa-biasa saja?

Saya sebenarnya bukan orang yang suka membuat resolusi awal tahun. Ya, saya punya target dan rencana, tapi saya tidak menjadikan tahun sebagai ruang lingkup perencanaan suatu rencana saya. Misalnya, saya ingin tetap aktif dan berdaya, di akhir tahun 2017 saya tidak ada memberi lingkupan 2018 sebagai tahun untuk lebih aktif dan berdaya. Kemajuan tidak diukur dengan tahunan, tapi bisa mingguan atau bulanan. Mungkin jatuhnya target jangka pendek ya. Tidak juga sih, target untuk jangka diatas setahun juga ada. Apa yang ingin saya lakukan dilakukan pada tahun 2019 juga sebenarnya bukan sesuatu yang baru, tetapi lebih lanjutan dari apa yang sedang terjadi saat ini.