Chiang Mai Night Safari, Wisata Dibalik kaki Gunung

2 komentar
Tidak hanya kebun binatang, Chiang Mai sebagai kota terbesar kedua di Thailand juga memiliki Safari malam. Lokasinya persis di sebelah komplek Taman Flora Rajapruek. Kami berkesempatan mengunjungi taman safari ini di hari-hari terakhir kami di Chiang Mai. Yaitu hari Rabu, sementara hari Sabtu pesawat kami sudah mengudara menuju Kuala Lumpur.
chiang mai night safari

Chiang Mai Night Safari: Persiapan

Setelah hampir sebulan di Chiang Mai, kami cukup paham kalau kami tidak bisa seenaknya beli makanan di luar. Untuk menyiapkan diri, kami membawa bekal ringkas berupa nasi lauk di tas untuk makan malam. Kami juga bawa camilan dan air minum.

Kami memesan tiket masuk Chiang Mai Night Safari melalui aplikasi Klook. Selama di Thailand, saya merasa aplikasi ini sangat membantu karena bisa mendapatkan penawaran-penawaran wisata dengan harga lebih murah dibandingkan dengan harga aslinya. Misalnya, kami bisa mendapatkan harga sebesar 248 ribu rupiah per-orang sudah termasuk antar jemput dari tempat tinggal kami (kebetulan kami tinggal di cakupan area pick-up). Sementara harga tiket masuk aslinya 800 baht, atau sekitar 350 ribu rupiah! Belum lagi kalau dihitung dengan biaya transportasi pulang pergi menggunakan Grab yang sekali pergi bisa menghabiskan 80 ribu rupiah. Jadi dengan hanya membayar kurang dari 500 ribu (anak umur 3 tahun masih gratis), kami bisa mengunjungi Chiang Mai Night Safari tanpa pusing memikirkan transportasi pergi dan pulang. Sangat praktis kan! Oh ya, harga segitu sudah semua akses, termasuk 2 safari dan semua pertunjukan.

Ada 2 alternatif jadwal Klook yang bisa dipilih:
  • 3:00pm-8:30pm
  • 5:30pm-9:30pm
Jadwal pertama berdurasi 5,5 jam sementara jadwal kedua hanya 4 jam ditambah baru bisa pulang larut malam. Akhirnya kami memilih jadwal pertama agar tidak rugi. Kebetulan jadwal rumah sakit suami selama di Chiang Mai adalah sebelum Ashar sudah bisa pulang ke dorm. Saya ditelepon pukul 2:30pm oleh perwakilan travel lokal yang menangani pesanan Klook. Mereka bilang sekitar jam 3 sudah stand by di belakang dorm untuk dijemput. Sempat skeptis dengan banyak warga Thailand yang tidak bisa Bahasa Inggris, saya merasa lega sekali si perwakilan berbicara Inggris dengan baik. Sebelum pukul 3:30pm mobil travel sudah sampai. Sesuai dugaan saya, kami dijemput paling terakhir karena posisi tempat tinggal kami paling dekat dan searah dengan Taman Safari. Sebuah keuntungan bukan? Jadi kami tidak menghabiskan waktu lama di jalan. Mobil jemputan travel adalah mobil elf dan kami duduk di kursi paling belakang karena sudah penuh oleh turis dari Tiongkok.

Chiang Mai Night Safari

chiang mai night safari

Sebelum pukul 4:00pm kami sudah sampai di taman safari. Si pembimbing dengan sigap mengurus semua tiket kami. Intinya kami tinggal menerima tiket dan masuk ke gerbang masuk taman safari.  Ia juga berpesan agar jam 8:00 sudah stand by di gerbang luar untuk persiapan kepulangan kami ke tempat tinggal masing-masing. Sebelumnya kami lihat jadwal pertunjukan dan trem safari yang terpampang sebelum gerbang masuk guna menyusun strategi agar bisa memaksimalkan kunjungan kami. Begini jadwalnya:
chiang mai night safari

Berbeda dengan Taman Safari Cisarua Bogor, Chiang Mai Safari memiliki sedikit pertunjukan. Akhirnya kami memutuskan pukul 4:00pm sampai maksimal 5:10pm untuk bersantai menikmati jajaran hewan yang terpampang di masing-masing kandang ekosistem layaknya kebun binatang biasa. Mereka menyebutnya Jaguar Trail Zone. Pukul 5:20 kami jadwalkan untuk menonton Night Predators Show. Setelah itu kami lanjutkan dengan menonton Tiger Show. Berbeda dengan pertunjukan di Taman Safari Bogor yang hanya sekitar 15 menit, di Taman Safari Chiang Mai kedua pertunjukan ini menghabiskan waktu masing-masing sekitar setengah jam. Pukul 6:50 langsung direncanakan untuk menikmati Night Safari yang menggunakan bahasa Inggris. Safari malam ini memiliki 2 stasiun, Savanna Safari yang lebih berisi hewan-hewan herbivora dan Predator Prowl yang berisi hewan-hewan pemangsa. Sekali perjalanan menghabiskan setengah jam. Karena 2 stasiun jadi menghabiskan 1 jam.
chiang mai night safari

Jaguar Trail Zone

chiang mai night safari

Hari masih sore,  jadi kami putuskan untuk menjelajah Jaguar Trail Zone. Terdapat danau entah asli atau buatan di tengah-tengah komplek Taman Safari. Seperti kebun binatangnya, posisi Taman Safari yang persis disamping Doi Suthep membuat pemandangan yang ditawarkan sangat indah dan berkesan. Ditambah langit yang sangat cerah berawan menambah rona pemandangan di sore itu.  Padahal, sebelum keberangkatan kami was-was mengingat cuaca Chiang Mai akhir-akhir itu adalah hujan. Rute kebun binatang didesain mengelilingi danau tersebut. Jalur dan kandang tampak bersih dan terawat. Sayang sekali, di sepanjang jalur sangat minim penerangan. Sontak saya pun langsung bersyukur dengan keputusan yang kami ambil, yaitu jadwal yang pertama. Saya tidak dapat membayangkan jika kami mengambil jadwal Klook yang kedua, selain pasti akan kejar-kejaran jadwal dan binatang-binatang yang berada di Jaguar Trail Zone pasti tidak terlihat sama sekali.
chiang mai night safari

Koleksi binatang yang ada cukup lengkap dan variatif serta tidak jauh berbeda dengan koleksi Chiang Mai Zoo. Ada angsa, llama, cendrawasih, kura-kura, kadal, buaya, flamingo, burung, kapibara, macan, dan lain-lain. Didukung dengan jalur setapak yang bernuansa pepohonan, membuat perjalanan terasa berada di hutan.
chiang mai night safari
chiang mai night safari
chiang mai night safari
chiang mai night safari
chiang mai night safari
chiang mai night safari

Night Predators Show

chiang mai night safari

Kami selesai mengitari danau tepat pukul 5:05 dan langsung menuju arena pertunjukan Night Predators Show. Lucunya, arenanya berada di luar pintu masuk taman safari, sehingga tangan kita dicap dahulu saat keluar gerbang sebagai tanda kita pengunjung yang sah. Jadi, kalau nanti balik lagi masuk melalui pintu pengunjung bisa langsung masuk. Sesampai di area pertunjukan tiket kami dimintai oleh petugas untuk dicoblos, sebagai pertanda sudah dikunjungi. Arena sudah ramai dijejali oleh penonton. Tempat duduknya menyerupai stadion yang bertangga-tangga. Setelah menaruh stroller di paling belakang, kami berusaha mencari tempat duduk yang masih oke posisinya untuk menonton.
chiang mai night safari

Ternyata, tidak lama setelah kami menaruh pantat, pertunjukan langsung dimulai. Kami tepat waktu!

Pertunjukan dimulai dengan iring-iringan landak menggemaskan yang melintas di jalur depan yang melintang. Setelah itu muncul singa yang lagi berburu mangsanya. Setelah beres, muncul 3 kukang (?) berjalan diatas tali dan mengambil makanan yang sudah disediakan sebelumnya. Pertunjukan ditutup dengan singa yang memanjat pohon untuk mengambil daging dan kemudian berenang di kolam yang disediakan. Saat pertunjukan ada suara yang menjelaskan. Bahasa Thai dan Inggris bergantian secara acak. Benar-benar pertunjukan  yang mengesankan dan penonton tampak puas.

Tigers Show

chiang mai night safari

Karena pertunjukan berakhir pukul 5:50pm, maka dijamin semua penonton di arena Night Predators Show langsung bergegas menuju arena Tigers Show. Arena berada di dalam taman safari, tepatnya di bagian timur danau. Penonton sudah banyak menjejali tempat duduk, kami pun benar-benar menyelipkan diri agar mendapat posisi yang bagus. Berbeda dengan arena sebelumnya, arena kali ini berbentuk panjang dan meski tempat duduk penonton bertangga-tangga tapi sangat kecil dan tidak lebar. Sehingga pasti saat pertunjukan penonton ujung kanan tidak akan bisa melihat atraksi yang sedang dilakukan di ujung kiri, vice versa. Beruntung kami mengambil tempat duduk di tengah, jadi bisa menyaksikan semuanya dengan cukup baik.
chiang mai night safari

Para harimau bergantian muncul beserta dengan pelatihnya melakukan atraksi-atraksi yang spesifik. Sebagai contoh, atraksi pembuka adalah sang harimau yang bernama Nemo diajak untuk memberi salam kepada penonton. Ada juga harimau yang melompat-lompat ke platform yang disajikan, berdiri, loncat berdiri, melompat ke kolam hingga harimau-harimau yang dijejerkan berdiri sesuai ketinggiannya. Lucu dan menghibur sekali.
chiang mai night safari

Oh ya, sepanjang pertunjukan disertai dengan murni bahasa Thai. Berbeda dengan pertunjukan sebelumnya yang berupa rekaman kaset, kali ini benar-benar petugasnya yang mengisi suara. Setelah pertunjukan selesai para pelatih keluar dari arena dan memberi hormat kepada penonton, tidak lupa sembari memegang kotak sumbangan untuk penonton yang bersimpati mengulurkan tangan untuk kemajuan taman safari. Tampak juga beberapa penonton yang langsung memberi tip kepada para pelatih.
chiang mai night safari

Safari Malam

chiang mai night safari

Selepas pertunjukan, terbersit di kepala saya untuk memberi Hasan makanan terlebih dahulu. Benar saja sesuai dugaan, selain memang kami tidak bisa jajan sembarangan, tidak ada restoran khusus di area taman safari. Seingat saya restoran adanya di luar gerbang, tepat di drop point kami tadi. Yang ada hanya tukang jualan disepanjang lorong menuju Safari Malam. Sempat terbersit di kepala saya untuk melipir dan memberi makan Hasan. Tapi kok suami tampak memburu-buru saya untuk mengejar jadwal safari. Ternyata kami harus berkumpul jam 8:00pm di gerbang masuk sementara sudah pukul 6:30pm. Padahal, masing-masing safari malam berdurasi 30 menit. Belum lagi waktu tunggunya. Akhirnya saya mengurungkan niat, cuma menawarkan Hasan apakah ia mau camilan. Melihat ke arah danau, harusnya ada pertunjukan air mancur. Tapi pertunjukan itu tidak ada, entah karena memang pada saat itu hujan. Ternyata kata seorang teman yang berdomisili di Chiang Mai, beberapa bulan lalu saat mereka berkunjung kesana juga tidak ada pertunjukan air mancur meski hari cerah.
chiang mai night safari

Ada 2 jadwal safari malam, yakni trem yang menggunakan bahasa Thai dan bahasa Inggris. Karena takut tidak terburu mengejar jadwal safari malam, suami memutuskan mengambil trem berbahasa Thai dengan asumsi wisatawan lokal tidak akan ramai mengingat kami berkunjung di hari kerja. Disini perdebatan kami terjadi. Suami kekeuh demi mengejar jadwal, saya kekeuh mengingat ingin mendengar penjelasan pemandu. Akhirnya keputusan jatuh kepada menggunakan trem berbahasa Thai. Ternyata kami blunder, justru jalur tersebut ramai sekali, sayangnya kami ketinggalan dan harus menunggu giliran trem berikutnya. Sementara jalur trem berbahasa Inggris lancar dan kami pasti langsung naik jika memilih trem tersebut. Untung trem batch berikutnya muncul tidak lama-lama amat. Kami langsung naik, meski saya agak manyun karena jadinya harus menikmati sajian makhluk-makhluk predator dengan bahasa yang tidak dimengerti.
chiang mai night safari

Trem memasuki kawasan gelap gulita dengan jalanan mendaki karena memang benar-benar kami berada di kaki gunung. Saat berhenti di titik-titik pemberhentian hewan, trem melambat sembari lampu kanan dan kiri dihidupkan agar pengunjung dapat menyimak hewan  yang ada. Kami dapat melihat hewan-hewan seperti singa, macan tutul, harimau, cheetah, anjing hutan dan sebagainya.  Karena sebagian besar makhluk predator adalah nokturnal, maka mereka tampak aktif ketimbang jika saat siang hari yang hanya tampak malas-malasan. Meskipun ini safari hewan predator, sebelum melihat sajian hewan-hewan tersebut entah kenapa kami juga disuguhkan dengan aneka ragam jenis rusa. Mungkin menyajikan hewan buruannya ya.
chiang mai night safari

Setelah setengah jam menyaksikan hewan-hewan predator, kami berjalan sedikit menuju area Savannah Safari. Belajar dari pengalaman sebelumnya, kami mengambil antrian trem yang berbahasa Inggris. Antrian sudah cukup lumayan dan kami menghabiskan waktu kira-kira 15 menit untuk menunggu trem giliran batch kami datang. Hasan mulai tampak agak mengantuk karena memang sudah mulai memasuki jam tidur, tapi ia tetap melek dan bahagia menyaksikannya. Sama seperti Predator Prowl, sajian hewan pertama kali adalah aneka rusa. Setelah itu kami bisa melihat zebra, jerapah, gajah, dan sebagainya. Pengunjung dipersilahkan untuk memberi makan hewan-hewan tersebut menggunakan wortel yang dijual di pintu masuk trem.
chiang mai night safari

Kami menyelesaikan semuanya pukul 8.00pm. Wah pas sekali dengan jam perjanjian. Kami menemukan sang pemandu berdiri di pinggir pintu keluar. Kemudian ia meminta kami untuk menunggu karena hendak mencari anggota tur yang lainnya. Selain kami, ada 1 keluarga sesama tur yang sudah menyelesaikan kunjungan juga, namun tiba-tiba mereka pergi kearah luar. Tinggallah kami bertiga disana beberapa waktu, sampai akhirnya selular saya berdering dan ternyata itu adalah sang pemandu. Ia menanyakan apakah kami hendak dijemput di bundaran pintu masuk agar kami tidak kehujanan. Akhirnya kami pun dijemput dan ternyata semua anggota tur sudah didalam mobil. Wah artinya kami anggota terakhir dong ya!

Karena kami dijemput paling terakhir, berarti kami juga diantar paling pertama karena tempat tinggal kami paling dekat. Hore! Kami bertiga pun merasa puas begitu sampai di belakang dorm. Semuanya berjalan lancar, sampai terjadi suatu tragedi.

Tragedi Pasca Chiang Mai Night Safari

Saya merogoh tas demi mencari kartu masuk gedung dorm. Ternyata tidak ada! Panik donk ya. Saya berusaha mengingat dimana kira-kira kunci itu terjatuh. Saya berniat menelfon sang pemandu untuk minta tolong dicek apakah ada kunci di jok belakang mobil, tapi sudah terjatuh ketiban tangga, HP saya habis baterai sementara casan ada di kamar. Mencoba berpikir jernih, saya menanyakan apakah rekan suami saya yang sama-sama tinggal di dorm hp-nya iPhone juga. Ternyata tidak.

Kemudian saya pelan-pelan mengingat kemana saja kami pasca keluar dari gedung dorm sore itu. Kami duduk di kursi-kursi batu di taman belakang dorm. Kemudian saya berlari mencoba mencari kunci tersebut di jajaran kursi-kursi terebut dalam kegelapan. Ternyata tidak ada juga. Saya mulai panik kembali. Bagaimana sih, dalam beberapa hari lagi kami balik ke Indonesia masa ada kejadian tidak mengenakkan begini. Urusannya juga pasti repot kalau benar-benar hilang.

Akhirnya suami memiliki ide untuk ke desk manajemen yang berada di gedung berbeda. Disitu suami saya melaporkan kejadian meski agak berbohong. Ya, dia minta tolong dibukain kunci gedung dan kamar dengan alasan kuncinya tertinggal di dalam kamar. Akhirnya bersama satpam kami kembali ke dorm dan dibantu untuk dibukakan kuncinya. Alhamdulillah akhirnya kami masuk kamar. Saya langsung mengecas HP dan mengirim sms ke pemandu perihal kunci hilang. Lega rasanya. Setidaknya perkara kunci ini bisa ditunda sementara sampai besok.

Esoknya, pikiran saya mulai kalut kembali semenjak bangun tidur. Saya baru bisa mencari kunci hanya bisa setelah suami pulang, karena butuh 1 orang yang stand-by di dalam gedung untuk buka-tutup pintu gedung dorm. Kalau pintu kamar gampang, kan bisa tidak dikunci.

HP saya berdering, ternyata itu telepon dari sang pemandu. Ia mengabarkan bahwa supir mobil tersebut tidak menemukan kunci yang dimaksud. Mencelos lah hati saya. Ah kemungkinan keberadaan kunci ini menghilang satu. Tinggal berharap semoga kunci tersebut ada yang menemukan di halaman belakang dorm.

HP berdering kembali, ternyata suami mengirimkan foto kunci kamar dengan bermodalkan memfoto kunci kamar rekannya. Sepulang suami, saya langsung bergegas ke halaman belakang dorm. Celingak-celinguk, wah untung ada pria berpakaian seperti satpam. Sontak saya bertanya kepadanya dengan menggunakan Bahasa Inggris sesederhana mungkin (ya, saya masih skeptis soal kemampuan berbahasa inggris orang sana), tepat dugaan saya, dia terlihat bingung. Kemudian, ia tampak meminta tolong kepada mahasiswa yang lewat untuk membantu komunikasi kami. Si Mahasiswa bertanya menggunakan bahasa Inggris apa yang saya butuhkan. Saya menyampaikan apakah sang satpam mendapat laporan ada kunci hilang di sekitara situ. Si mahasiswa juga tampak bingung. Iya, bahkan level mahasiswa pun kemampuan bahasa Inggris mereka juga tergolong kurang baik 😓. Ia menyampaikan seadanya kepada si satpam. Saya menangkap gelagat si satpam juga bingung. Kemudian saya punya ide, saya tunjukkan gambar kunci kiriman suami. Dia langsung menangkap maksud saya. Sang satpam juga langsung terbirit-birit ke gedung belakang begitu si mahasiswa menunjukkan gambar.

Secercah harapan muncul.

Sang satpam kembali dengan kunci yang dimaksud.

"Khab Khun Krab!", pekik saya kepada sang satpam dan mahasiswa.

ALHAMDULILLAH
ALHAMDULILLAH
ALHAMDULILLAH

Alhamdulillah masalah kali ini berakhir dengan bahagia. Saya langsung terbirit-birit pulang untuk bercerita kepada suami. Ternyata memang dari awal suami mengirim foto itu agar bisa langsung menyampaikan secara isyarat soal kunci itu. Oalah, ternyata saya yang tidak menangkap maksud suami. Mungkin sudah terlalu kalut, hehe.

Hati saya lega. Kami juga jadi bisa fokus menyiapkan barang-barang untuk pulang lusanya.

Terima kasih Chiang Mai atas pengalaman-pengalaman berharganya! 😏
chiang mai night safari

Asa untuk Transportasi Umum di Jakarta

2 komentar
Menyandang status ibukota, DKI Jakarta memiliki jumlah populasi 10 juta jiwa lebih di wilayah yang hanya seluas 661,52 km2. Hal ini menempatkan Jakarta sebagai kota terbebani nomor 2 di Asia setelah Tokyo. Pada jam kerja, penduduk Kota Jakarta meningkat hampir 3 kali lipat. Penduduk tambahan ini berasal dari penduduk Metropolitan Jakarta yang meliputi Kota Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi.

transportasi umum jakarta

Masih teringat di benak saya saat pertama kali pindah ke Jakarta pada tahun 2002, betapa pendek asa saya melihat sektor tranportasi umum di Jakarta. Pada saat itu saya hanya mengenal mobil angkutan umum (angkot), berbagai bus (Kopaja, Damri, Mayasari) dan KRL. Sehari-hari untuk berangkat sekolah saya masih menggunakan moda angkot atau antar jemput mobil pribadi. Ayah saya pun masih menggunakan mobil pribadi untuk ke kantor. Pada saat itu, menggunakan angkutan umum terasa kurang nyaman. Angkutan umum terkenal akan sering "ngetem", desak-desakan, ataupun jalur yang terkesan memutar. Kebijakan pembatasan kendaraan pribadi pada saat itu hanya 3 in 1 yang berlaku di ruas Jalan Sudirman dan Kuningan pada jam berangkat (06.00-10.00) dan pulang (16.00-20.00) kerja. Alih-alih untuk membatasi kendaraan pribadi guna mengurangi kemacetan, kebijakan ini terlalu banyak celah. Sebagai contoh, muncul suburnya joki 3 in 1 dengan tarif yang bervariasi.

Jakarta memiliki populasi yang sangat besar namun sangat minim jalan dan sistem transportasi. Kapasitas Jalan yang segitu-segitu saja, volume kendaraan bermotor yang terus bertambah menempatkan Jakarta sebagai kota termacet ke-12 di dunia dan ke-2 di Asia (Inrix 2017 Scorecard).

transportasi umum jakarta
Inrix 2017 Scorecard
Berdasarkan lama waktu kemacetan yang dirasakan pengendara di Jakarta, rata-rata dalam setahun mencapai 63 jam dengan porsi 20 persen. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan 2016 yang menyebutkan bahwa para pengendara dapat menghabiskan waktu 55 jam saat kemacetan terjadi.

Transportasi Umum Jakarta 5 Tahun yang Lalu

Saya mulai agak sering menggunakan moda TransJakarta pada tahun 2014. Pada saat itu saya dan suami tinggal di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dengan lokasi yang sangat strategis untuk menggunakan angkutan umum. Sekali angkot ke terminal bus Lebak Bulus, akses langsung angkot di depan rumah dan sedikit jalan kaki untuk naik bus kopaja. Jalur TransJakarta tidak sebanyak sekarang. Terhitung ada 3 koridor busway paralel dari wilayah Jakarta Selatan, yakni Lebak Bulus, Blok M dan Ragunan. Singkatnya, tinggal di Lebak Bulus pada saat itu merupakan suatu kegembiraan karena saya dapat memilih menggunakan jalur mana saja untuk mengunjungi pusat kota Jakarta.

5 tahun yang lalu, transportasi umum di Jakarta jauh dari kata terintegrasi. Angkot, bus kota, KRL, dan TransJakarta berdiri sendiri. Antara moda satu dan moda lainnya tidak saling berbagi informasi. Artinya, butuh pembelajaran, pengalaman bahkan kesalahan untuk mendapatkan jalur dan moda yang paling optimal untuk menuju suatu tempat. Sebagai contoh, dimana kita bisa melihat info jalur angkot? bagaimana dengan jalur bus kota? Trans akarta? KRL? Semuanya harus dicek sendiri-sendiri.

TransJakarta hanya merangkul penumpang dari dan dalam Jakarta. Penumpang kota satelit Jakarta seperti Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, dan Bekasi hanya difasilitasi menggunakan KRL. Bisa sih menggunakan angkot dan bus umum, namun rute yang terbatas membuat pemilihan non KRL tidak efektif. Pun, moda transportasi umum selain KRL hanya membebani kapasitas Jalan di Jakarta. Kemacetan tetap tidak dapat dipungkiri.

Asa untuk Trasportasi Umum Jakarta

Setahun berselang, saya melihat kegiatan konstruksi dilakukan di dekat tempat tinggal saya. Wah, mau dibikin apa ini? Usut punya usut, ternyata Pemerintah sedang membangun MRT Jakarta. Artinya Jakarta tidak akan kalah keren dibandingkan Singapura dan Kuala Lumpur yang jauh lebih dulu sudah memiliki sistem MRT. Tidak lama kemudian, saya juga mulai melihat banyak tiang pancang dibangun di sepanjang tol Jagorawi menuju Cibubur. Ternyata tidak hanya MRT, pemerintah pun mulai membangun LRT Jakarta! Sebagai penduduk yang pernah tinggal di Cibubur, saya merasa pembangunan LRT Jakarta dengan jalur Cibubur - Kuningan adalah ide yang sangat brilian. Pasalnya, penduduk Cibubur sangat ketergantungan jalan tol untuk menuju kota Jakarta, dengan komposisi pilihan terbesar menggunakan kendaraan pribadi. Kenapa kendaraan pribadi? karena pilihan  jalur menggunakan angkutan umum menuju kota Jakarta sangat sedikit.

Setelah sekian lama, di akhir tahun 2018 saya menggunakan TransJakarta kembali. Untuk memastikan koridor dan bus yang akan saya ambil menuju tempat tinggat di Pramuka, saya mengunduh peta rute di situs TransJakarta
transportasi umum jakarta

Alangkah kagetnya saya karena ternyata sekarang trayek, koridor dan armada sudah berkembang sangat pesat. Selain itu, (tampaknya) bus semacam Kopaja, Damri dan Mayasari sudah bermetamorfosa menjadi bus pengumpan dengan manajemen dibawah TransJakarta. Menariknya,  jalur bus pengumpan ini juga dimasukkan ke dalam jalur bus TransJakarta. Saya membayangkan, betapa mudahnya orang jaman sekarang, tidak terkecuali turis dalam dan luar negeri  untuk menentukan bus apa saja yang digunakan untuk mencapai suatu tempat tertentu. Tidak hanya itu, peta jaringan TransJakarta juga memasukkan peta bus tingkat wisata. Bus pengumpan dan beberapa angkot juga sudah terintegrasi dan pembayarannya bisa menggunakan Jaklingko. All for one, one for all!

3 bulan setelahnya, MRT Jakarta membuka uji coba gratis untuk publik pada bulan Maret 2019. Tidak mau menunggu, saya langsung mengklaim tiket untuk sekeluarga dan alhamdulillah kami berkesempatan untuk merasakannya. Rasanya halus, benar-benar seperti naik MRT di luar negeri. Kami naik dari stasiun Dukuh Atas menuju Lebak Bulus pulang pergi. Sejauh ini, trayek MRT baru dibangun dari Lebak Bulus hingga Bunderan HI dan butuh waktu tempuh kurang lebih 30 menit.  Akan dibangun fase 2 untuk perpanjangan jalur dari Bundaran HI menuju Stasiun Jakarta Kota. Depo MRT Jakarta berada di Stasiun Lebak Bulus. Kabarnya, harga tiket MRT Jakarta dibanderol Rp 8.500, sebuah harga yang cukup murah dan masuk akal.

transportasi umum jakarta

Seminggu setelahnya, saya menaiki KRL kembali setelah sekian lama. Ternyata sistem tiketnya sudah jauh berbeda dibandingkan saat saya naik KRL pada tahun 2017. Pemerintah mengembangkan sistem tiket baru untuk KRL, MRT dan LRT. Ketiganya memiliki sistem tiket yang sama. Artinya, ketiganya pun sudah diusung untuk saling terintegrasi. Sebagai contoh, di Dukuh Atas merupakan persimpangan antara stasiun MRT, KRL, kereta bandara dan TransJakarta. 

Tersedia mesin penjualan tiket yang ramah pengguna dan loket penjualan tiket di tiap stasiun MRT, LRT, dan KRL. Kartu tiket yang bisa dipilih terdiri dari tiket satu perjalanan (STJ) dan multi trip. Tiket tersebut bersama dengan beberapa kartu uang elektronik lain bisa digunakan untuk diketuk di gerbang masuk.
transportasi umum jakarta

LRT Jakarta kabarnya akan dirilis paling belakangan. Jalur pertama yang akan diuji coba adalah Velodrome - Kelapa Gading. Jalur ini memiliki 3 stasiun diantaranya dengan total panjang 5,8 km. Depo LRT  yang berdiri di lahan seluas 100 hektar dengan kemampuan menampung sebanyak 160 kereta berada di Pengangsaan Dua, yakni sebelah utara stasiun Kelapa Gading Mall. Diharapkan LRT Jakarta dapat membawa hingga 14.000 penumpang perhari. Jarak antar KA direncanakan memiliki jeda 5 menit saat jam puncak dan 15 menit saat jam non-puncak. 
transportasi umum jakarta

Kapasitas LRT Jakarta mampu  mengangkut hingga 270 orang dan daya angkutnya bisa ditambah dengan sistem coupling. Saat ini LRT Jakpro memiliki sebanyak 8 rangkaian LRT. Rencana kedepannya koridor LRT ini akan terintegrasi dengan TransJakarta koridor 2 dan koridor 4 dengan menggunakan Sky Bridge.

Stasiun LRT Jakarta memiliki beberapa fasilitas guna menciptakan kenyamanan para calon penumpang di tiap stasiunnya. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain: Ruang Ibadah, Ruang Menyusui, Toilet Umum, Pos Kesehatan, Lift, Eskalator, CCTV 24 jam dan layanan disabilitas. LRT benar-benar mengusung transportasi umum yang ramah dan terpercaya.

Sejujurnya, hal yang masih belum saya pahami sampai sekarang adalah mengapa jalur LRT pertama yang disiapkan adalah Kelapa Gading -Velodrome. Jalur yang terlalu pendek dan arah yang bukan menuju area perkantoran membuat jalur ini sementara hanya akan menjadi jalur rekreasional saja. Jalanan di sepanjang jalur LRT ini juga masih dalam tahap kejenuhan yang wajar di jam puncak kemacetannya. Ingin rasanya saya membaca kajian transportasi yang mendasari konstruksi jalur LRT ini. Usut punya usut, ternyata untuk jangka kedepannya jalur ini akan diperpanjang menjadi Jakarta Kota - Dukuh Atas. Dari pusat kota menuju pusat perkantoran. Dalam rencana Jabodetabek Urban Railway Network Map 2020, selain jalur tersebut juga akan ada jalur LRT Cibubur - Dukuh Atas dan Bekasi Timur - Cawang.

transportasi umum jakarta

Saya sangat tertarik dan setuju akan adanya 2 jalur LRT yang berasal dari kota satelit Jakarta. Hadirnya LRT di Cibubur membuat wilayah Cibubur yang sebelumnya sangat ketergantungan dengan jalan tol menjadi terjangkau. Berpergian menggunakan LRT akan menjadi alternatif pilihan yang nyaman untuk menuju pusat kota. Pengambilan jalur paralel yang berbeda dari KRL dapat memecah kedatangan "penduduk tambahan Jakarta" melalui kendaraan pribadi, angkutan umum konvensional, KRL dan LRT. Begitu juga dengan LRT jalur Bekasi timur. Jalur paralel yang berbeda dengan KRL membuat penduduk Bekasi Timur memiliki alternatif ke pusat kota tanpa harus menempuh jarak jauh ke utara dahulu demi naik KRL.

Setelah ketiga jalur LRT tersebut, tampaknya pemerintah juga sudah memiliki Grand Design rencana pembangunan LRT dan MRT tahap berikutnya. MRT jalur hijau dengan arah Cikarang - Balaraja yang menghubungkan Bekasi dan Tangerang, LRT Grogol dengan arah Senayan - Grogol dan perpanjangan LRT Cibubur hingga Barangsiang, Bogor.

MRT, LRT dan KRL yang mengambil jalur berbeda dan tidak saling tindih ini merupakan pilihan yang efektif untuk mentransformasi penduduk Jabodetabek untuk mulai beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Transformasi ini memiliki efek jangka panjang untuk mengurangi tingkat kemacetan di Jakarta dan sekitarnya.

Adanya peta Jabodetabek Urban Railway Network Map diatas membuat rasa optimis saya bangkit terhadap sektor transportasi umum di Jakarta. Sistem komutasi di Jabodetabek digambarkan dengan detail. Semua jalur (MRT, LRT, KRL), stasiun, serta stasiun mana saja yang terintegrasi dengan transportasi umum lainnya seperti TransJakarta, Kereta Bandara, Bus umum dan Kereta Antar Kota. Semua Stakeholder tampak berpegangan erat membangun suatu sistem transportasi umum Jabodetabek yang lebih baik. Peta seperti ini menjadi acuan yang sangat baik untuk dipublikasikan baik bagi penduduk Jabodetabek maupun turis.

Perbedaan MRT, LRT dan KRL pada Transportasi Umum Jakarta

transportasi umum jakarta
Setelah sekian kali disebut MRT, LRT dan KRL disebut, lantas apa saja yang membedakan diantara ketiganya? Perbedaan ada di rangkaian, kapasitas penumpang dan perlintasannya. LRT memiliki 2-4 rangkaian kereta dengan kapasitas 600 penumpang dan target 360.000 penumpang. LRT merupakan kereta yang paling kecil serta paling sedikit kapasitas penumpang diantara ketiganya. Meskipun begitu, target penumpang per hari LRT lebih besar dibandingkan MRT. Jeda kedatangan antar kereta juga lebih sebentar. Ini membuat LRT sebagai sarana transportasi umum yang lincah. Sistem perlintasannya juga bersifat melayang, sehingga relatif tidak menggangu jalanan dan bangunan dibawahnya.

Jalur Berikutnya?

Untuk kedepannya, diharapkan pemerintah mengembangkan dan memperbanyak jalur MRT dan LRT yang berasal dari kota satelit karena salah satu permasalahan mayor padatnya lalu lintas jakarta adalah "penduduk tambahan" yang menggunakan kendaraan pribadi disaat jam puncak, yaitu jam berangkat dan pulang kerja. Ada beberapa usulan pembangunan jalur yang layak dipertimbangkan:
  • Antara jalur KRL Bogor dan MRT Lebak Bulus
  • Antara jalur KRL Rangkas Bitung dan KRL Tangerang
  • Sebelah utara jalur rencana MRT Cikarang
  • Jalur yang menghubungkan lingkar luar Jakarta (TB Simatupang)
Sebagai mantan penduduk Jakarta Selatan dan memiliki keluarga yang bekerja di area TB Simatupang, kenihilan transportasi umum selain via jalanan membuat semua yang bekerja dan beraktifitas di sekitaran TB Simatupang relatif hanya mengandalkan bus pengumpan yang difasilitasi TransJakarta, kendaraan pribadi dan kendaraan carteran. Padahal, sepanjang jalan TB Simatupang itu sendiri sedang direncanakan untuk menjadi area perkantoran. Penduduk Tangerang Selatan yang hendak bekerja di TB Simatupang? Via tol. Penduduk Depok? Via jalanan. Penduduk Bogor? Via tol. Penduduk Jakarta kota? Via jalanan. Penduduk Bekasi? Via tol. Semuanya membebani dan meningkatkan volume jalanan di Jakarta Selatan. Tidak bisa dipungkiri, kemacetan di Jakarta Selatan tergolong parah, termasuk di ruas JORR (Jakarta Outer Ring Road).

Dengan hadirnya jalur LRT yang memfaasilitasi area Jakarta Selatan, diharapkan kemacetan menjadi lebih terpecahkan. Masyarakat juga menjadi lebih memiliki opsi. LRT dirasa cocok karena bentuknya lebih kecil dan lincah serta dengan cakupan kapasitas penumpang yang lumayan.

Because LRT Jakarta Moving People, Connecting Communities.

Majalah Bobo dan Literasi Masa Kecil

4 komentar
Ayo ngacung, siapa yang disini masa kecilnya ditemani oleh romantisme bersama majalah Bobo?

Generasi X dan Generasi Y yang lahir pada rentang tahun 1961-1980 dan 1981-1994 sudah pasti tidak asing terhadap majalah Bobo. Majalah Bobo ini sendiri berdiri pada tanggal 14 April 1973 dan masih ada sampai sekarang. Wow, artinya umurnya sudah menjajaki 46 tahun ya! Ibaratnya kalau manusia sudah memasuki usia paruh baya yang kaya akan pengalaman hidup.

majalah bobo literasi

Majalah Bobo sebagai Literasi

Saya sendiri yang lahir pada tahun 1991 dan termasuk Generasi Y merasakan betapa majalah Bobo yang terbit mingguan itu menemani hari-hari saya semasa kecil. Tahun 90-an dan hidup di kota kecil membuat para anak-anak disana minim hiburan selain bermain di lapangan dan video game semacam nintendo dan sega. Seingat saya, kami mulai berlangganan saat saya TK, mungkin sekitar tahun 95 dimana saya berusia 4 tahun. Saya yang katanya tergolong cepat bisa membaca pada saat itu sedang menjalani masa haus-hausnya untuk membaca. Sementara abang saya lebih tertarik main di luar bersama tetangga atau main sega dan nintendo.

Rubrik-rubrik masa itu yang dapat saya ingat adalah komik keluarga Bobo di halaman paling depan, cerpen, cerbung, komik Oki dan Nirmala di halaman tengah, dan komik Bona dan Rong-rong di halaman belakang. Tidak lupa banyak juga kuis-kuis dan sayembara yang dilombakan serta bagi yang beruntung mendapat hadiah. Ada TTS untuk mengasah otak dan liputan kegiatan tentang anak-anak di seluruh pelosok Indonesia.

Coba tebak, mana rubrik favorit saya?

Cerpen!
Kalau tidak salah ada total 5 cerpen dan cerbung dalam 1 terbitan majalah Bobo. Cerpen ini kalau tidak salah membuka peluang anak-anak se-seantero Indonesia untuk berpartisipasi. Rata-rata tiap cerpennya ada dalam 2 halaman. Jadi tiap kali saya menerima majalah Bobo, saya langsung melahap semua cerpennya dahulu, baru kemudian baca komik dan lain-lain sesuai urutan halamannya. 

Majalah Bobo yang datang tiap minggu selalu kami simpan dengan rapi di lemari. Tak terasa, dalam setahun saja pasti bakal menumpuk 52 edisi majalah Bobo. Saat sudah menumpuk seperti itu, saya kerap kali secara acak mengambil majalah di tengah tumpukan untuk membaca cerpen-cerpennya saja. Kan baca pertama kalinya sudah lama sekali, isi cerpennya juga sudah lupa. Jadi membaca cerpen-cerpen lama itu bagaikan membaca cerpen-cerpen baru.

Perlu digaris bawahi, saat itu kami tinggal di sebuah kota kecil di Aceh Utara, Lhokseumawe. Tidak ada toko buku. Saya cuma bisa jajan buku hanya pada saat kami pergi ke rumah nenek-atok di Medan. Jadi frekwensinya jarang sekali. Oh ya, di komplek tempat saya tinggal sebenarnya ada semacam perpustakaan, bisa pinjam seminggu sekali. Saya paling senang baca komik serial cantik. Candy-Candy, you name it. Lumayan sih ini untuk memuaskan hasrat membaca.

Kami langganan bobo sampai sebelum pindah dari Lhokseumawe saja karena keributan GAM pada masa itu, yakni sampai akhir tahun 99 saja, atau saat saya berusia 8 tahun. Selepas itu kami pindah sementara ke Medan. Semua koleksi majalah bobo kami susun rapi ke kardus dan kami bawa ke Medan. Saat di Medan saya masih kerap meminta untuk dibelikan Bobo, tapi statusnya sudah bukan langganan lagi, tapi beli mingguan. Hampir tiap minggu, pernah sih bolos beli, tapi tidak sering. Pada waktu itu akses toko buku juga lebih mudah sehingga saya sudah tidak se-ketergantungan itu kepada Bobo. Saya yang sudah mulai beranjak besar itu menambah tabloid mingguan, seperti Fantasi yang kontennya agak lebih anak gede ketimbang Bobo.

Sebenarnya sekarang pun juga Bobo masih rutin terbit, dari berbagai sumber saya juga melihat rubrik-rubriknya lebih menarik dan kekinian mengikuti perkembangan zaman. Tapi, mengapa ya saya merasa kehadiran Majalah Bobo tidak se-booming saat saya masa kecil? Mungkin inikah efek dari zaman digitalisasi yang dipenuhi dengan gadget dan games. Di tengah hempasan tersebut, saya sangat kagum dengan Bobo yang masih tetap berjibaku berjuang menumbuhkan kemampuan literasi dan kecintaan anak-anak bangsa Indonesia untuk membaca. Mungkin bagi Bobo kedepannya perlu mengadakan acara yang bertajuk anak-anak dengan anak-anak sebagai peserta sebagai sarana mereka agar dapat mengenal Bobo.

Maka dari itu wahai anak-anak Indonesia, mari tumbuhkan minat baca!

Mari kembali ke Bobo! 😉

Romantisme Hasan dan (Calon) Adeknya

2 komentar
Makanya, Hasannya sedih kan tiap pulang dari ketemu saudaranya. Belum ada adeknya sih, jadi sendirian.
Terus terang, saya suka sedih dan keki dengan respon dan komentar-komentar semacam itu. Sedih buat sayanya yang memang sudah lama ingin memberi adik untuk Hasan, dan sedih untuk Hasan karena terkesan mendiskreditkan Hasan.

*akan diperbaharui secara berkala, tergantung suasana hati 😙

romantisme adik kakak


Di saat saya menulis tulisan ini, Alhamdulillah saya sedang hamil jalan 36 minggu di usia Hasan yang memasuki 3.5 tahun itu. Dari dulu, Hasan memiliki suatu kelemahan yang sangat terlihat. Apakah itu?
LEMAH TERHADAP BAYI-BAYI 😀
Hahaha, jika itu mau disebut kelemahan. Hasan selalu suka sama bayi-bayi. Kalau tiap mau main ke tempat temannya atau saudaranya, pasti yang disebut pertama kali yang lebih muda dari dia atau yang bayi-bayi. Kalau lagi makan di restoran dan kebetulan sedang ada bayi-bayi, Hasan mendadak makan tidak konsen. Hasan yang memiliki kepribadian membutuhkan adaptasi terhadap orang baru membuat ia bagaikan bayi-bayi penguntit. Jadi sering curi pandang diam-diam bayi-bayi di sekitar tapi tidak berani mendekatinya haha. 

Kebayang kan bagaimana reaksi Hasan saat ia tahu kalau ia akan memiliki adik sendiri? Senang sekali dia. Bahkan sudah tersusun paripurna kurikulum apa saja yang hendak dia ajarkan ke adiknya! 😂.
Ade bebi nanti diajarin merangkak sama abang Hasan.
Ade bebi nanti pakai jilbab warna pink gambar hello kitty
Ade bebi nanti diajarin naik sepeda sama abang Hasan. Sepedanya yang kecil karena masih kecil dia.
Ade bebi nanti diajarin renang sama abang Hasan dibawah.
Dan segudang susunan rencana kurikulum lainnya.

Banyak orang yang suka khawatir jika nanti anak kesekiannya lahir, abang/kakaknya bakal cemburu sama sang adik. Adiknya dibelikan ini itu, kakanya tidak. Adiknya dapat kado ini itu, kakaknya tidak. Sementara Hasan malah segala apapun ingin beli buat adek bebi. Malah dia suka lupa sama barang yang dia butuhkan sendiri. Mau beli baju adek bebi, mau beli mainan adek bebi, mau beli buku buat adek bebi. Dia hampir tidak pernah minta barang buat diri sendiri kecuali kalau kita sedang bawa ke semacam toko mainan dan dia cuma liat-liat mainan semacam die cast mobil Tomica dan mainan karakter seperti McQueen dan Paw Patrol. Malah, kalau Hasan diajak buat beli perlengkapan adek bebi, dia merasa itu seperti hiburan ia tersendiri.

Romantisme (Calon adik) dan Kakak

Situasi 1

Saya dan Hasan hendak pergi ke kantor imigrasi untuk menanyakan beberapa perihal paspor untuk mertua saya. Respon Hasan?

Saya: Kita lagi di kantor imigrasi, dulu Hasan bikin paspor disini
Hasan: Mau bikin paspor ade bebi
Saya: Ade bebinya kan belum lahir. Emang abang Hasan mau kemana sih sama ade bebi?
Hasan: Nanti kalau ade bebi lahir mau nemenin ade bebi bikin paspor. Mau ke legoland sama ade bebi

Kemudian setelah kami beres urusan paspor, saya menawarkan ke Hasan,

Saya: Hasan mau pulang atau cuci mata liat baju ade bebi?
Hasan: Mau liat-liat baju ade bebi.

Sesampainya kami di Birds & Bees Kelapa Gading, Hasan bersemangat sekali turun dari mobil dan memasuki toko. Kemudian di etalase, terpampang nyata koper-koperan merk Trunki. Saya katakan koper ini bisa dinaiki. Kemudian saya tanyakan,

romantisme adik kakak

Saya: Ini ceritanya koper Hasan, bisa dinaikin loh. Isinya kayak koper beneran. Kira-kira nanti mau diisi apa sama abang Hasan?
Hasan: Mau diisi baju-baju ade bebi

Situasi 2

Hasan entah kenapa suka "ngerjain" dan iseng sama babehnya.

Saya: Hasan anak?
Hasan: Acom
Saya: Dan anak?
Hasan: Soleh
Saya: Sayang?
Hasan: Sayang mama, ade bebi tapi babehnya ga sayang *kemudian tersenyum jail*

Atau suatu ketika saya, suami dan Hasan sedang berenang di kolam apartemen.

Suami: Ini babeh lagi sayang-sayang mama cinca dan ade bebi *sambil mengelus perut yang ada ade bebi*
Hasan: aaaaah, ga boleh! Babehnya ga boleh! Ade bebinya ditutup sama abang Hasan *sambil langsung mendekap dan nutupin perut mamanya.

Hasan ini juga suka banyak ngobrol sama adenya. Bahkan banyak ritualnya saat mau pamit. Misal pamit mau ke mesjid:

Hasan: *kiss ade bebi di perut* Ade bebi, abang Hasan pergi ke mesjid dulu ya, ade bebi jangan lupa solat sama mama. Dah ade bebi *kiss bunyi lagi*

Sementara nasib babehnya,

Babeh: Hasan babeh kiss ya! *kiss Hasan
Hasan: *mengilap bekas kiss

Momen Traumatis Terhadap Gula

6 komentar
Saya: Semenjak pulang dari Pemalang, aku merasa traumatis banget buat konsumsi gula. Biasanya relatif gampang beli minuman manis. Chatime aja tinggal ngesot juga jadi. Ini tiap tiba-tiba kerasa pengen minum minuman manis, benar-benar bergulat dalam pikiran beli atau engga, yang 98% berujung dengan ga beli. Ternyata gula sejahat itu ya?
Suami: Loh, baru sadar?

Apakah yang terjadi di Pemalang? Kenapa saya sampai segitu traumatisnya dalam mengkonsumsi gula? Perkara berat, atau?


Gula dan Saya

Dari dulu saya merasa diri saya adalah sweet-tongue. Saya suka makanan manis, meski saya tidak rutin mengkonsumsinya. Saya bukanlah orang yang rutin mencari makanan manis secara harian. Kalau pun mencicipi makanan manis, saya tidak bisa banyak-banyak. Tapi, sekalinya makan atau minum yang manis, harus manis banget. Sejatinya saya suka membuat kue dan minuman manis. Tapi bertahun-tahun saya tidak membuatnya dengan alasan tidak ada massa yang menghabiskannya. Anak saya tidak suka ngemil. Saya pun tidak bisa makan banyak-banyak. Mana lagi sekarang suami ikut diet keto-fastosis. 

Sebelum berangkat ke Pemalang akhir Desember kemarin, konsumsi gula berlebih yang secara sengaja kalau dipikir-pikir relatif sedikit. Saya bangun pagi dengan minum jus tanpa gula, minum susu kotak full cream. Jarang sekali beli bubble tea  dan cemilan manis semacam martabak dengan alasan bakhil sama pengeluaran 😝. Tidak minum softdrink dan tidak suka beli minuman kemasan di supermarket. Pun, tidak jajan biskuit-biskuit. Beli kue juga super jarang.

Sewaktu saya berlibur ke Semarang dan Pemalang, praktis minimal makan 2 kali sehari di restoran untuk makan siang dan makan malam. Yang saya pesan es teh manis atau jeruk manis. Bayangin saja, selama 11 hari berturut-turut terpapar 2 gelas minuman manis. Total 22 gelas minuman manis! Jumlah yang cukup mengerikan. Belum termasak makan cemilan kue-kue ya.

Setelah kembali ke Jakarta, saya gelisah tidak berani naik timbangan karena bakal tau pasti hasil timbangan akan mengejutkan. Akhirnya saya beranikan diri untuk naik ke timbangan. Benar saja, berat saya naik sampai 3.5kg hanya dalam waktu 11 hari! Saya tahu betul karena beberapa hari sebelum ke Semarang saya menimbang dulu. Saya pun makin kalut karena 2 hari setelah pulang dari luar kota, saya ada jadwal kontrol kehamilan dimana dokter obgyn saya terkenal disiplin terhadap kenaikan berat badan.

Yang bikin saya agak skeptis, timbangan di rumah sakit itu manual dan suka lebih berat dibanding dibanding timbangan saya dirumah. Mana lagi saya was-was lagi pakai baju yang berat ditambah datang ke rumah sakit sehabis makan malam. Ternyata kegelisahan saya terbukti. Berat saya menjadi naik 4.5kg dalam 11 hari dengan menggunakan timbangan di rumah sakit 😱! Ini membuat saya ada di keadaan hamil 26 minggu sudah naik 6,5kg!Benar-benar mengerikan. Gila, efek gula itu ternyata se-signifikan itu.

Keadaan yang sedemikan rupa membuat saya sangat traumatis terhadap gula. Seminggu sekembali saya ke Jakarta dengan konsumsi gula super minim ditambah olahraga membuat berat saya turun 1 kilo. Tidak sampai 2 minggu sudah turun 2 kg. Berat badan saya saat kontrol 26 minggu adalah 67.5 kg. Sebulan kemudian saat kontrol 30 minggu, berat saya 66,5 kg dengan selisih hampir sekilo penambbahan berat bayi. Hamil tapi turun berat. Itu artinya apa?

GULAAAA!

Belakangan ini, salah satu WA grup saya sedang membahas tentang clean eating karena minggu lalu diadakan seminar tersebut oleh Inge Tumiwa. Seperhatian saya, ternyata berbagai macam diet dan pola makan yang baik benar-benar memerangi gula. Di salah satu lembar bukunya tertulis kalau mereka sekeluarga dulu yang gemar mengkonsumsi makanan manis setelah 2 minggu menghilangkan konsumsi gula berlebih, mereka merasa tidak ingin mengkonsumsi makanan dan minuman manis kembali. Bahkan roti tawar putih pun jadi terasa manis. Memang pada 2 minggu itu terjadi tahap ketergantungan dimana mood menjadi jelek dan merasa resah.

Hal yang sama juga terjadi dengan saya. Yang awalnya senang mengkonsumsi makanan dan minuman dengan rasa super manis, mendadak kehilangan ketertarikan. Padahal saya punya stevia. Yang dulunya meneteskan sampai 2 tetes di segelas 200 ml teh demi menciptakan rasa giung, sekarang saya pun malas merasakan manis.

Fakta Soal Gula dan Berat Badan


Gula memang sering dituduh sebagai biang keladi kegemukan. Hanya diperlukan satu gigitan gula untuk merangsang otak melepaskan dopamin, yaitu hormon di otak yang memicu motivasi dan juga keinginan makan. Ini membuat rasa adiksi kita terhadap gula. Efek senang yang diberikan oleh gula akan menyebabkan kita utuk makan berlebihan dan akhirnya makin gendut. 

Konsumsi gula berlebih juga menghambat hormon leptin, yakni sensor kenyang. Saat otak kita tidak melepaskan hormon yang memberi sinyal bahwa kita sudah kenyang, maka kita akan terus makan.

Gula akan meningkatkan jumlah insulin dalam badan secara kronis yang akhirnya akan meningkatkan jumlah produksi lemak tubuh. Insulin adalah hormon yang menyalurkan gula dalam peredaran darah ke dalam sel agar dapat digunakan sebagai energi. Saat kita makan, jumlah insulin akan meningkat dan ini merupakan peristiwa yang normal. Akan tetapi, dengan asupan gula yang berlebihan, tubuh akan menjadi kebal terhadap insulin. Artinya tubuh harus meningkatkan produksi insulin agar gula tetap dapat digunakan oleh sel-sel tubuh. Insulin memiliki fungsi lain, yakni sebgai penyimpan lemak. Konsumsi gula berlebihan akan menyebabkan predaran insulin tinggi yang bersifat kronis dan tubuh akan meningkatkan penyimpanan lemak.

Gula tidak membuat kita merasa kenyang walaupun energi yang diberikan sangat tinggi, oleh karena itu gula disebut kalori yang bersifat "kosong". Gula memberikan energi (dalam satuan kalori) yang sangat tinggi. Bahkan, 1 sendok makan gula memberikan 50 kalori, sama dengan 1 tangkai brokoli. Meski begitu, gula tidak mengandung vitamin, mineral dan protein yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh tubuh kita.

Hmm,, tampaknya selama 11 hari itu yang terjadi pada saya adalah asupan gula tambahan segentong tiap hari, kemudian makin lapar jadi banyak ngemil dan kebanyakan ngemil yang tidak berfaedah,. Hal itu diperparah dengan aktifitas saya yang relatif tidak melakukan kegiatan berat berarti,

Oh, pantes.

Travelling Sebulan, Kehidupan Baju 7 Hari dan Konmari

4 komentar
Siapa sih jaman sekarang yang tidak mengenal Marie Kondo dengan teknik Konmari-nya?

Marie Kondo terkenal dengan bukunya yang berjudul "The Life Changing Magic of Tidying up". Harga tanah dan properti yang sangat mahal di Jepang, membuat standar luas apartemen dan rumah orang Jepang tidak besar. Keterbatasan ruang ini menyebabkan mereka benar-benar memperhitungkan barang-barang yang ada di rumah mereka. Marie Kondo dikenal sebagai ahli berbenah yang menciptakan metode Konmari, yang mana nama Konmari ini berasal dari namanya, KONdo MArie. Ia mengklaim dengan memiliki jumlah barang yang terbatas dan hanya yang membuat kita senang, artinya kita sudah memutuskan untuk hidup di lingkungan positif. Banyak yang mengklaim kehidupannya mendadak lebih bahagia pasca berbenah. Untuk selanjutnya Marie Kondo dan Konmari dikenal dengan frase:
Does it spark joy?
travelling konmari

Netflix yang jitu pun mengambil peluang dengan cara mengajak Marie Kondo pada sebuah acara televisi bergenre realita yang terdiri dari 8 episode pada season 1. 

Travelling Konmari: Berkemas untuk Kehidupan Sebulan

travelling konmari

Acara realita yang berjudul Tidying Up with Marie Kondo baru dirilis untuk semua episode pada tanggal 1 Januari 2019. Hadirnya acara ini menjadi bahan pembicaraan di pelbagai sosial media, tidak terkecuali di grup-grup WA saya. Pembicaraan-pembicaraan tersebut membuat saya merenung akan perjalanan kami pada sepanjang 2018 yang membuat saya berkemas untuk kehidupan selama sebulan dengan frekuensi 4 kali untuk sekeluarga  dan 3 kali untuk suami saya sendiri.


Pada tahun 2018 kami banyak melakukan perjalanan selama sebulan. Bulan Januari ke Purwokerto, Juni-Juli ke Jombang dan Yogyakarta, Oktober ke Chiang Mai dan Desember ke Pemalang. Semua perjalanan dinas sebulan suami ke luar kota saya dan Hasan ikut, kecuali Banyumas pada bulan Februari, Mei dan November. Saya memutuskan untuk membawa stok baju untuk 7 hari. Lebih jelasnya, mungkin uraiannya seperti ini

Baju Suami

  • 6 Setel baju kerja (kemeja, celana panjang, kaos dalam, kaos kaki)
  • 3 buah sarung
  • 8 kaos
  • 1 pasang setelan renang (kaos dry-fit dan celana pendek)
  • 1 celana kargo kasual
  • Setelan jalan-jalan 2 pasang (jeans dan polo)
  • 9 Celana dalam
  • 2 buah handuk
Perlu diperhatikan, penyusunan baju ini tidak bersifat pakem, artinya semuanya tergantung kepada kebiasaan berpakaian yang bersangkutan, cuaca serta kemungkinan aktifitas apa saja yang dilakukan. Di daerah, suami saya masuk ke Rumah Sakit dari Senin sampai Sabtu. Di beberapa kota malah hari Minggu juga operasi atau sekadar mengunjungi pasien. Uraian di atas adalah contoh kemasan baju saat tugas di Purwokerto. Hitungan setelan baju kerja sehari sekali. Sarung dipakai hanya di rumah (kosan), jadi pemakaiannya dua hari sekali. Kaos rumah juga merangkap kaos keluar rumah  dengan pemakaian sehari sekali dengan 1 kaos sebagai cadangan. Setelan jalan-jalan untuk Sabtu dan Minggu, juga dipakai saat kunjungan ke Rumah Sakit pada hari Minggu. Celana dalam sehari sekali dengan asumsi 2 buah untuk cadangan, misalnya jika basah karena renang. Handuk 2 buah disiapkan apabila satu handuk sedang dicuci. Karena saya kurang begitu suka berkemas heboh, saya memilih 2 handuk yang cenderung tipis akan tidak makan tempat.

Baju Pribadi

  • 7 buah gamis
  • 7 buah jilbab panjang pasangannya
  • 2 buah jilbab pendek
  • 7 buah daster/baju rumah
  • 1 setel pakaian renang
  • 9 buah pakaian dalam atas-bawah
  • 2 buah handuk
Keempat kota yang saya datangi merupakan kota dengan suasana panas dan cuacanya tidak jauh berbeda dengan Jakarta. Saya menyiapkan semua gamis saya dengan bahan yang enak dipakai dan tidak berat. Sebelum kami berangkat, saya selalu memplot kalau di kota tujuan kami akan kemana-mana menggunakan transportasi umum. Jelas kan kenapa baju yang nyaman dan ringan dibutuhkan. Meski pada kenyataanya saat di Purwokerto 3 minggu terakhir kami mendapat pinjaman mobil untuk mobilisasi, di Jombang sesekali bisa menggunakan mobil penghuni rumah, di Yogyakarta 2 hari di hari kerja mobil bisa saya bawa berkelana karena saya memilih  mengantar suami ke Klaten, dan 6 hari di Pemalang saya memiliki akses penuh membawa mobil.

Saya membawa gamis 7 buah dengan asumsi saya tiap hari keluar rumah. Saya dan Hasan keluar rumah berdua pada saat siang hari bisa 2 sampai 4 di hari kerja. Sisanya kalau suami mengajak makan di luar pada malam hari. Kalau akhir pekan sudah pasti keluar rumah. Diluar itu, tiap Maghrib saya mengajak Hasan untuk shalat Maghrib di mesjid dekat kos. Dan pastinya tiap hari juga saya keluar kamar kos untuk masak atau kadang-kadang membeli makanan. Itu lah makanya saya membawa 2 jilbab pendek untuk keluar kasual.

Baju Hasan

  • 6 buah celana panjang
  • 5 buah celana pendek
  • 8 buah kaos pendek
  • 2 buah kaos panjang
  • 2 buah polo
  • 2 buah kemeja
  • 4 setel baju tidur
  • 9 celana dalam
  • 1 setel pakaian renang
  • 2 buah handuk
Celana panjang dan pendek yang dibawa ada yang bahan ada juga yang jeans. Sebenarnya bawa baju Hasan cederung acak pilihannya. Kira-kira pilih  yang warnanya beda dan kalau bisa satu warna tidak sampai 2 buah. Celana panjang bahan kaus atau kargo biasanya dipakai sore hari. Kalau tidak jorok biasanya dipakai 2 sore. Baju tidur terkadang dipakai satu setel untuk dua malam kalau cuma sebentar dan tidak jorok.

Cukupkah?

Cukup tidak pakaian dengan jumlah segitu untuk kehidupan sebulan? Cukup banget! Kami mengalami dari yang pakaian cepat dicuci kering-nya sampai yang seret sekali selesai dicuci. Misalnya selama di Purwokerto, di kosan ada fasilitas bebas dicuciin. Kalau hari cerah dan baju kotor diambil pagi hari, bisa-bisa sewaktu sore baju kotor tersebut sudah berubah menjadi baju bersih dan wangi. Kosan di Jogja juga ada fasilitas mesin cuci dan dek jemuran sehingga saya bebas mencuci dan menjemur setiap hari. Di dua kota tersebut karena baju kotor hampir tiap hari langsung kering dan bisa disetrika, stok baju yang kami bawa menjadi kebanyakan.

Selama di Chiang Mai, kami mencuci menggunakan mesin cuci koin 2 hari sekali. Sekali mencuci menghabiskan 25 sampai 30 baht (12 ribu sampai 15 ribu). Jemurannya di balkon terbuka, cuma tidak ada gantungan yang pantas, cuma memakai tahanan kompresor AC dengan menggunakan hanger. Baju pun tidak selalu kering tiap sore. Saat di Pemalang kami juga menggunakan jasa laundry 2 kali sehari. Dengan frekuensi cuci-kering seperti itu, kami memiliki suplai baju bersih yang cukup dengan beberapa buah baju cadangan.

Keadaan paling sulit saat berada di Jombang. Sebenarnya kami tinggal di rumah dokter yang menampung suami saya beserta anggota dokter lain dan keluarganya. Penghuni yang banyak dan ketiadaan mesin cuci (katanya sih si mbok cuci tangan semuanya) membuat suplai baju bersih baru ada 3-4 hari sekali! Suplai baju bersih terakhir cukup sih, tetapi benar-benar pas-pasan. Dengan catatan beberapa hari sekali baju dalam saya harus dicuci sendiri dan dijemur di kamar mandi yang.. lembab. Iya, tidak ada akses jemur keluar karena aksesnya harus melalui ruang pembantu dan harus naik tangga tinggi.

Travelling Konmari: Koper dan Bagasi

Saya memiliki kebiasaan tidak ingin ada baju mubazir alias tidak terpakai saat berpergian ke luar kota. Untuk berpergian jangka pendek saja saya hanya menyiapkan baju cadangan 1 setel. Hal ini juga terbawa saat berpergian jangka panjang. 4 kali berkemas untuk berpergian jangka panjang membuat saya lumayan berpengalaman dalam menentukan kapan mulai waktu berkemas, baju yang seperti apa yang dibawa hingga berapa banyak baju yang harus dibawa. Sebagai contoh, karena merasa kebanyakan bawa baju saat pergi ke Purwokerto, untuk berpergian sebulan berikutnya saya mengurangi jumlah baju. Pengurangan jumlah baju dan keefisienan berkemas sebagai akibat dari terbatasnya jumlah koper yang bisa dibawa untuk sekali pergi.

Baca juga: Drama keberangkatan ke Chiang Mai

Kami biasa pergi menggunakan 1 koper hardcase ukuran sedang, 1 koper hardcase resleting (bisa diperbesar) ukuran sedang, 1 koper kecil ukuran cabin, 1 tas koper lipat untuk jaga-jaga, 1 stroller ringan dan 1 kontainer kecil-menengah untuk membawa peralatan masak.

Saat ke Purwokerto, orang tua saya mendahului kami dengan mengendarai mobil pribadi sehingga barang-barang kami termasuk kontainer bisa dititipkan ke mobil. Saya, suami dan Hasan hanya tinggal membawa 1 koper ukuran cabin saat naik kereta api.

travelling konmari
Harus menenteng semua ini ke kereta api?!

Saat ke Surabaya-Jombang kami membawa ketiga koper beserta stroller saja karena disana kami menumpang rumah, jadi praktis tidak butuh membawa peralatan masak. Ketika pindah ke Yogyakarta, kami sedikit repot karena membawa ketiga koper beserta stroller menggunakan moda kereta api. Suami jadi bolak balik mengangkut koper ke kereta api. Saat turun di Stasiun Tugu Yogyakarta kami juga menggunakan jasa porter untuk membantu. Karena kami butuh memasak saat di Yogyakarta, jadi kami butuh kontainer yang berisi alat masak. Tepat sekali saat itu supir mertua ditugaskan mengantar mobil agar kami bisa mobilisasi selama di Yogyakarta, kontainer pun bisa dititipkan.

travelling konmari
Koper ke Chiang Mai

Keberangkatan kami ke Chiang Mai adalah pengalaman yang menantang dan tidak terlupakan. Berawal dari drama keberangkatan hingga strategi koper. Kenapa menantang? Karena kami harus pergi bertiga menggunakan pesawat ekonomi Thai Lion dan Air Asia dengan total bagasi hanya 60kg! Yang pergi sebelumnya bisa bebas beban alat masak karena ada yang membawakan kontainer menjadi semua-semuanya harus termasuk dalam 60kg. Beruntung teman-teman suami saya ada yang meninggalkan kompor kecil yang bisa untuk menanak nasi serta setrika sehingga kami bisa mencoret kedua barang itu dari daftar bawaan. Barang dapur yang kami bawa meliputi kompor listrik Maspion, Happy Call, 1 panci kecil-menengah beserta tutupnya, 3 piring melamin, 3 sendok-garpu, gelas plastik, handblender, tatakan, pisau santoku, pisau kupas, dan segala bumbu basah dan bumbu kering. Oh ya, tidak lupa starter pack food seperti Mac n Cheese kemasan buat sarapan. Beras, garam, gula, bawang putih bubuk, kecap, chicken wing, dan sayuran beku. Barang bawaan non baju lainnya juga termasuk buku bacaan dan mainan Hasan. Wuih! Jadinya kami sedikit mengganti strategi koper. Kami membawa 1 koper hardcase ukuran besar pinjaman dari mertua, 1 koper hardcase resleting, 1 koper ukuran kabin, 1 tas koper lipat cadangan dan 1 stroller. Semua baju kami bertiga bisa muat ke koper besar itu loh! Koper hardcase resleting ukuran besar isinya peralatan mandi, barang dapur, mainan dan buku Hasan. Koper ukuran kabin isinya barang-barang yang tidak muat di kedua koper seperti sepatu dan sandal tambahan kami bertiga.

Keberangkatan terakhir adalah ke Pemalang selama seminggu dengan didahului Semarang selama 4 hari. Suami sudah berangkat duluan dengan menggunakan koper ukuran kabin. Saya dan Hasan berangkat menggunakan pesawat membawa stroller, 1 koper hardcase ukuran sedang serta tas kain untuk dibawa ke kabin. Saya mengatur hanya membawa baju untuk 6 hari karena di hotel Semarang ada laundry dan dryer mandiri. Kontainer alat masak kami juga tidak butuh karena kami tidak masak di Pemalang.

Travelling Konmari: Efek Memiliki Baju Sesuai Kebutuhan

Berbeda dengan sewaktu di rumah, saat kami berpelesir sebulan ini rasanya pikiran dan perasaan saya plong. Kamar bersih. Isi lemari simpel dan tidak berdesak-desakan. Mau bersihin lemari juga hampir tidak dilakukan karena hampir selalu rapi. Hal menyenangkan berikutnya adalah tidak adanya kegalauan saat memilih baju untuk dipakai. Memilih baju suami tinggal ambil sesuai stok yang ada untuk mingguan, memilih baju saya dan Hasan juga sama, ambil yang gampang dilihat dan cocok atas-bawah. Benar-benar mengurangi konsumsi waktu untuk hal remeh-temeh kegalauan pilihan baju yang tidak penting.

Disini saya juga tidak merasa mubazir sekali. Seolah-olah kami memiliki pakaian dan kesemuanya kondisi bagus layak pakai serta memiliki jaminan dipakai terus. Berbeda dengan saat dirumah dimana baju-baju banyak memiliki frekuensi yang rendah untuk dipakai. Bahkan banyak baju yang lupa terpakai atau sengaja tidak dipakai dengan alasan tidak nyaman dan lain-lain. Disini kita diajarkan untuk memilih apa yang terbaik dan apa yang dibutuhkan untuk kita. Bukan nafsu untuk memiliki.

Panduan Menggunakan Transportasi Umum di Chiang Mai

Tidak ada komentar
Meskipun saya tinggal selama sebulan di Chiang Mai, saya tetap memandang kami sekeluarga adalah turis di kota itu. Sebagai turis, mencari tahu sarana transportasi umum apa saja untuk kepentingan memudahkan mobilisasi menjadi sangat krusial. Saya sudah mulai riset internet sejak hampir sebulan sebelum keberangkatan.
"Salah satu kelemahan Chiang Mai adalah transportasi publiknya buruk", ujar seorang teman saya yang sudah lama tinggal disana.
transportasi umum Chiang Mai

Lantas saya menjadi bimbang untuk ikut serta kesana? Tidak! Saya malah semakin tertantang untuk mencari tahu. Bagi yang ingin mengunjungi Chiang Mai, semoga informasi ini bisa bermanfaat ya!

Transportasi Umum Chiang Mai Massal

1. Songthaew (Red Car)

transportasi umum Chiang Mai

Menggunakan transportasi umum di Chiang Mai sejatinya mahal, apalagi kalau ingin dibandingkan langsung dengan biaya transportasi umum di Indonesia. Songthaew, dikenal dengan Rod Daeng/Red Car, atau kita kenal dengan angkot versi Thailand. Merupakan sarana transportasi umum paling populer di Chiang Mai. Mobil berwarna merah adalah songthaew yang memfasilitasi perjalanan di dalam kota. Warna selain merah untuk tujuan luar kota.

Untuk biaya sekali perjalanan adalah 30 baht per-orang atau setara 15 ribu rupiah, tertulis di atas jendela songthaew dan mudah dibaca. Tapi, kalau jaraknya dekat atau kurang dari 2,5 km, supir masih menerima jika kita hanya membayar 20 baht. Jika jaraknya relatif jauh maka kadang-kadang supir menetapkan harga 40 baht. Tips soal biaya ini, tidak usah bertanya berapa tarifnya. Kalau merasa perjalanan singkat langsung kasih 20 baht. Mungkin si supir juga merasa kita orang lokal yang sudah tahu dan biasa naik songthaew. Mayoritas warga asli Thailand di Chiang Mai tidak bisa berbahasa Inggris, apalagi supir songthaew, jadi hapalkan baik-baik ini:

20 -- yissip
30 -- samsip
40 -- sisip

Jika kita memberhentikan songthaew kosong, biasanya mereka akan seenaknya menetapkan harga. Dengan menyebutkan tarif standar menggunakan bahasa Thai, seringnya mereka akan langsung merespon setuju. Ada baiknya kita menghafal bilangan dalam bahasa Thai karena kemampuan ini bisa kita gunakan untuk menawar terutama di pasar tradisional. Cukup gampang kok, hanya perlu menghapalkan 17 kata. Panduan lengkapnya bisa dibaca disini. Jadi, misalkan kita harus menawar tarif songthaew untuk dua orang, bisa langsung katakan ini: song, hok sip baht (dua, enam puluh baht). Lebih afdol lagi kalau bicaranya pakai logat Thai hehe.

Kesulitan berikutnya perihal songthaew adalah kebanyakan dari mereka tidak memiliki rute tetap. Kalau kosong dan lagi mood, mereka bisa angkut kita ke tujuan. Kalau kebetulan tujuan kita searah sama penumpang lain, mereka mau angkut kita. Jadi, setiap kita memberhentikan songthaew, pastikan kita tanya apakah mereka mau menuju ke arah tujuan kita. Cukup katakan nama tempatnya. Iya dan tidak bisa ditebak cukup dari anggukan mereka. Karena mereka tidak punya rute tetap meskipun ada beberapa yang punya (tapi sampai saya pulang pun tidak tahu pasti mana songthaew yang memiliki rute tetap), maka bersabar dan berlapang dada lah karena kita akan banyak menghadapi penolakan 😝.

Trik memperkecil penolakan dari abang songthaew adalah jeli menentukan tempat dalam memberhentikan songthaew. Sebagai contoh, kami tinggal di dorm yang di belakangnya bukan jalan utama. Jika memberhentikan songthaew ke arah kota tua tepat di belakang dorm kami, kemungkinan ditolaknya tinggi karena bisa saja songthaew yang mengarah ke selatan menuju arah Suthep,  Kota tua atau bandara. Karena itu jika ingin ke kota tua, berjalanlah ke selatan sampai bertemu jalan utama. Pilihlah songthaew yang mengarah ke timur. Dengan itu maka probabilitas penolakan oleh abang songthaew berkurang karena pilihan arah songthaew yang ada ke arah kota tua atau bandara. Maka dari itu, dibutuhkan paham mengenai orientasi daerah yang kita tuju. Caranya ya rajin-rajin saja buka Google Map hehe.

Kerumitan usai? Belum! Kesulitan berikutnya adalah Bahasa. Selain memang kemampuan berbahasa Inggris warga Thailand masih rendah, induk bahasa dari Bahasa Thailand bukanlah Inggris dan Eropa seperti Bahasa Indonesia. Misalnya, jika ada turis asing ingin ke museum dan menyebutkan "museum" ke mamang angkot Indonesia, mereka pasti mengerti karena museum fonetiknya mirip dengan museum bahasa kita. Kalau ke abang Songthaew? Jangan harap! Maka dari itu, jadikan Google Translate sebagai temanmu. Persoalan beres? belum tentu! Terkadang jika kita mengucapkannya tidak dengan ucapan (bahkan logat) yang benar, si abang songthaew tak urung mengerti juga. Bahasa Thailand dari museum adalah phiphithphanth. Saya ucapkan sambil asal baca, si abang tidak mengerti. Ternyata cara pengucapannya agak beda dari yang saya baca langsung haha. Jadi, pastikan selain mengecek translasinya kita juga mengecek pelafalannya.

Alternatif cara lainnya dalam berkomunikasi adalah menunjukkan gambar tujuan kita. Sebagai contoh, museum yang hendak saya kunjungi adalah Chiang Mai Historical Center. Tepat di depan museum tersebut terdapat patung 3 raja. Nah bisa langsung Google Images gambar 3 raja itu dan ditunjukkan ke si abang songthaew.

Baca juga: Kafe di Chiang Mai

Bagaimana kalau tempat yang kita tuju tidak memiliki gambar karakteristik khas? Kita bisa menyebutkan nama jalan dimana lokasi yang kita tuju itu. Sebagai contoh, Chiang Mai Historical Center terletak di jalan Inthawarorot. Tapi jangan terlalu percaya diri, meski menyandang status supir songthaew, si abang belum tentu hapal nama jalan 😂. Jadi cadangkan nama lokasi terkenal atau jalan terkenal lainnya yang searah dengan tujuan kita. Dengan berbekal Google Map, lihat posisi kita saat songthaew berjalan dan turun di lokasi dimana dekat dan bisa berjalan menuju tujuan asli kita. Saat saya menyebutkan Inthawarorot, entah kenapa menurut dia adalah (pasar) Warorot. Karena saya lelah dengan penolakan akhirnya saya iyakan saja. Saya tahu, jalan menuju Warorot hampir pasti melewati sekitaran museum yang saya tuju. Saya pantau terus gerakan songthaew di Google Map. Alhamdulillah tepat dugaan saya, songthaew yang saya naiki melewati jalan yang hanya dibutuhkan berjalan 100 meter untuk menuju museum. Saya pun berhenti disitu.

Baca juga: Chiang Mai Night Safari

Butuh waktu 1 minggu lebih sampai saya menemukan cara terbaik menaiki songthaew. Meskipun dengan segala problematikanya, perlu saya akui songthaew adalah angkutan umum terbaik dan paling taktis untuk dinaiki di Chiang Mai. Hubungan saya dengan songthaew bagaikan "love-hate relationship".

2. Tuk Tuk

transportasi umum Chiang Mai

Sejatinya, Tuk Tuk adalah Bajaj versi Thailand. Secara keseluruhan bentuknya mirip sekali dengan bajaj di Indonesia, hanya sedikit lebih besar dengan kursi penumpang yang lebih lebar. Bisa duduk 3 orang. Sama seperti di Indonesia, harga Tuk Tuk bisa jauh lebih mahal dibanding angkutan umum lainnya. Mereka akan memberikan harga awal yang sangat-sangat mahal. Berlagak tidak butuh saja, nanti mereka akan menurunkan harga. Tahap berikutnya adalah menawar. Lagi-lagi bisa mengucapkan bilangan dengan Bahasa Thailand adalah kemampuan yang penting untuk mendapatkan harga lebih murah. Memang pada akhirnya harga akhir akan lebih mahal dari ongkos songthaew, tetapi akan terasa sangat murah dari harga awal yang ditawarkan. Toh, para supir Tuk Tuk dan kita juga tahu, Tuk Tuk dikategorikan sebagai angkutan rekreasional yang mengundang orang untuk ber-swafoto karena merupakan angkutan umum yang khas.

Sampai kami meninggalkan Chiang Mai, pada akhirnya kami belum merasakan naik Tuk Tuk. Mahal, itu yang menjadikan alasan kami. Sempat sih kami meniatkan naik sekali saja untuk sekedar merasakan, tapi beribu sayang, saat itu kami tidak cukup banyak bawa uang baht haha. Jadi pulang dari Pasar Minggu (pasar malam kaget yang cuma ada di Minggu malam), kami berniat pulang ke Suandok menggunakan Tuk Tuk. Harga awal yang mereka tawarkan adalah 200 baht! Kemudian kami berlagak tidak butuh, sang supir dengan mawas diri menawarkan harga 150 baht. Karena memang uang yang kami bawa tidak cukup, kami pun berakhir dengan tidak menawar lagi. Padahal saya yakin, jika saya menawar dengan menggunakan Bahasa Thai, kami bisa dapatkan harga 120 baht atau 100 baht saja. Harga kami bertiga (anak kecil tidak dihitung) naik songthaew adalah 60 baht. Lumayan kan ya cuma bayar tuk tuk hampir dua kali lipat.

3. Bus Umum

transportasi umum Chiang Mai

Penguasaan preman terhadap sektor transportasi publik di Kota Chiang Mai membuat kehadiran Bus umum tergolong baru. Bus ini dinamakan RTC Chiang Mai. Baru dirilis pada pertengahan tahun 2018 dan sampai Oktober 2018 baru ada 3 jalur. Tarif yang dikenakan adalah 20 baht sekali naik, membuat bus umum menjadi sarana transportasi termurah di Chiang Mai, apalagi kalau naik dan turun dari ujung rute.

Bus baru yang sangat nyaman, tersedia beberapa tempat duduk dan tempat duduk prioritas untuk orang lanjut usia, wanita hamil dan orang berkebutuhan khusus. Ada juga 1 tempat khusus yang disediakan dengan biksu sebagai prioritas.

transportasi umum Chiang Mai

Saat saya memutuskan untuk mencoba bus, saya akui cukup sulit untuk mencari tahu jadwal dan rute bus. Informasi  yang ada benar-benar berserakan di jagat maya. Beberapa mengatakan sudah ada aplikasi, yaitu CM TRANSIT yang bisa diunduh melalui Play Store dan App Store. Aplikasi ini menyatakan bisa mendeteksi posisi bus secara tepat waktu. Tapi sepertinya aplikasinya belum berfungsi dengan baik, terbukti saat saya mengunduh di iPhone, saya tidak mendapatkan informasi apapun, termasuk deteksi posisi bus.

Saya memutuskan menggunakan bus dari depan Chiang Mai University sampai ke Central Festival. Ternyata posisi-posisi tersebut berada di ujung rute. Saya mencari tempat pemberhentian bus di dekat universitas. Tempat pemberhentiannya sendiri bisa berupa halte dengan beberapa tempat duduk ataupun hanya palang penunjuk saja. Nanti begitu ada bus mau lewat kita tinggal mengibaskan tangan. Sayang sekali, jumlah armada bus belum begitu banyak, saya membutuhkan waktu sekitar 20 menit menunggu sampai bertemu bus pertama.

transportasi umum Chiang Mai

Ada 3 alternatif pembayaran bus. Pertama dengan cara tunai, yaitu memasukkan 2 koin 10 baht ke dalam mesin. Kedua dengan cara mengetuk Rabbit Card (kerjasama dengan LINE) dan Tourist Card di mesin sebelahnya. Ketiga, bisa dengan langsung memberikan sehelai uang kertas 20 baht kepada supir. Tampaknya, adanya alternatif ketiga itu untuk menghindari lamanya antrian memasuki bus dan alternatif jika penumpang tidak memiliki uang koin.

transportasi umum Chiang Mai

Berhubung Chiang Mai University dan Central Festival berada di ujung rute, total perjalanan menghabiskan waktu 1.5 jam. Rute bus melewati tengah kota bahkan terminal bus, menyebabkan bus melewati beberapa titik kemacetan. Jika anda hendak buru-buru dan tidak memiliki waktu lowong, menggunakan bus ini tidak dianjurkan. Tetapi kalau ingin menghemat pengeluaran, tentu menggunakan bus sangat menguntungkan.

Ternyata sekarang sudah ada situs yang menulis panduan  menaiki bus umum di Chiang Mai. Mulai dari harga sampai rute. Bisa langsung coba kesini.

4. Free Shuttle Van

transportasi umum Chiang Mai

Chiang Mai memiliki 3 mal besar, yaitu Central Festival sebagai yang terbesar, Central Plaza dan Maya Mall. Pusat perbelanjaan yang berafiliasi dengan Central memiliki jadwal dan armada shuttle bus sendiri. Shuttle tersebut berhenti di berbagai lokasi, biasanya berhenti di beberapa hotel. Jadwal lengkap shuttle tersebut bisa didapatkan langsung di mal Central atau di hotel yang disinggahi oleh shuttle. Biayanya gratis, tetapi karena berhenti di beberapa hotel dulu baru lanjut ke mal Central, waktu yang dibutuhkan bisa 1 jam. Jadi kalau terburu-buru oleh waktu tidak disarankan untuk menggunakan moda transportasi ini.

transportasi umum Chiang Mai

Transportasi Umum Chiang Mai Non-Massal

1. Grab/Taxi

Penggunaan Grab adalah alternatif terakhir jika bingung memilih moda transportasi yang mana. Pasalnya, kita tinggal menentukan tujuan mana saja tanpa bersusah payah mencari. Namun, tarif Grab di Chiang Mai tidak murah-murah amat. Jika kita berjumlah 3 orang, menggunakan Grab akan sangat menguntungkan karena menggunakan songthaew 3 orang bisa menghabiskan 30 baht, itu pun harus menunggu dan kemungkinan mengalami penolakan. Sementara dengan menggunakan Grab Car untuk jarak menengah hanya sekitar 80 baht.

Fitur Grab yang tersedia di Chiang Mai hanya Grab Car dan Delivery, berbeda dengan di Indonesia yang beraneka ragam seperti Grab Bike dan Grab Food. Jasa pengantaran makanan tidak ada mungkin karena kehadiran Food Panda terlebih dahulu. Nah yang menarik, pada Grab Car tersedia layanan Grab Roddaeng, atau Grab yang memakai songthaew. Tampaknya ini adalah salah satu jalan tengah yang diambil oleh pihak Grab untuk "merangkul" preman songthaew. Harganya sedikit lebih mahal dari Grabcar biasa, tetapi apabila rombongan kita terdiri lebih dari 4 orang, penggunaan Grab Roddaeng sangat efisien karena bisa mengangkut sampai 10 orang dalam sekali pengangkutan. Otomatis harganya akan lebih murah dibandingkan menggunakan 2 atau 3 Grabcar.

Sementara untuk Taxi hanya ada di bandara. Menggunakan Taxi keluar dari bandara adalah alternatif terbaik karena jika menggunakan Grab tarifnya akan membengkak. Kok bisa? silahkan baca sampai selesai hehe.

2. Mo-bike

Jika anda hendak berjalan-jalan santai sendiri atau setidaknya tidak bawa anak, Mo-bike ini benar-benar efisien. Kita bisa mengunduh aplikasinya di gawai masing-masing. Ada pilihan rental 3 bulan dengan hanya membayar sekitar 250 baht (saya lupa tepatnya) dan rental per-15 menit, tetapi jatuhnya jadi lebih mahal. Penggunaannya juga sederhana, nanti di aplikasi ada lokasi halte mobike dan kita tingga pindai barcode yang ada di sepeda menggunakan gawai kita. Nanti sepeda akan terbuka kunciannya dan kita bisa bebas menggunakannya. Saat sudah beres menggunakan tinggal diparkirkan (dianjurkan di halte yang tersedia) kemudian tinggal dipindai ulang barcode sepeda tersebut. Selesai. Kita bisa meninggalkan sepeda tanpa harus terbebani rasa bertanggung jawab dan ketakutan akan dicuri.

Sepeda mobike terdiri dari keranjang di depannya, jadi bisa menjadi tempat untuk meletakkan tas atau belanjaan. 

3. Sewa Motor atau Mobil

Ini adalah alternatif terakhir. Sangat berguna apabila kita hendak berpergian ke tempat yang jauh dari kota secara bebas. Apalagi Chiang Mai banyak lokasi wisata alamnya yang berjarak 1 jam atau lebih dari pusat kota, membuat alternatif menggunakan Grab menjadi nihil. Kami pribadi belum pernah menggunakannya. Berdasarkan testimoni beberapa teman, untuk menyewa mobil dibutuhkan SIM Internasional jika tanpa supir. Kalau sewa motor saya kurang tahu. Tempat penyewaan bisa ditemukan di berbagai area turis seperti di wilayah Nimmanheiman di Kota Tua. Untuk tarif sendiri bervariasi, tergantung juga dari kemampuan kita untuk menawar. Bahkan ada yang bisa menyewakan langsung 3 bulan dengan harga lebih murah dari sewa bulanan.

Pengaruh Premanisme terhadap Transportasi Umum Chiang Mai

Layaknya seperti yang dapat kita temui di kota-kota besar selain Jakarta, premanisme yang dilakukan oleh sebagian oknum cukup untuk "membungkam" perkembangan transportasi umum milik pemerintah. Mari ambil Kota Bandung sebagai contoh. Pihak Dinas Perhubungan Kota Bandung tidak banyak bisa bergerak atas keputusan Koperasi Wahana Kalpika. Untuk kasus Chiang Mai, pengemudi Songthaew dan Tuk tuk lah "preman tersebut". Oleh karena itu, logis rasanya jika Grab "merangkul" songthaew untuk "berbagi rezeki". Salah satu kerjasamanya adalah menghadirkan songthaew di aplikasi Grab. Songthaew ini juga sedikit sulit untuk dicampuri pemerintah, sama seperti Koperasi Wahana Kalpika. Buktinya mereka tidak ada rute khusus, meski ada beberapa yang terkesan "dibayar" noleh beberapa pihak lain seperti Central.

Kehadiran Grab ini juga mengancam Tuk Tuk, kerap kali ditemukan di beberapa tempat Tuk Tuk berkumpul dan menaruh plang bahwa Grab dilarang ambil penumpang. Contohnya di seberang Pasar Malam Sabtu. Pelanggan yang ingin memesan Grab harus jalan terlebih dahulu menjauh dari plang tersebut. 

Tidak hanya itu, beberapa tempat wisata dan bandara juga ada premannya! Sebagai contoh saat saya hendak pergi ke Chiang Mai University (CMU). Untuk mengantisipasi supir songthaew yang tidak mengerti kata "university", saya menyebutkan zoo sebagai tujuan karena posisi CMU hanya 400 meter dari kebun binatang. Namun sang supir mengisyaratkan kalau tarifnya 80 baht! Padahal lokasinya tidak jauh dari dorm kami. Saya pun terkaget-kaget. Dengan cepat saya merevisi CMU sebagai tujuan saya, harganya pun berubah menjadi normal 30 baht. Apa yang terjadi?

Tampaknya pihak kebun binatang (atau preman yang bercokol di kebun binatang) menarik tarif tambahan dari para supir songthaew. 80 baht adalah harga tarif untuk Grab juga. Mungkin pengelola kebun binatang lebih bersahabat dengan supir Grab ketimbang songthaew. 

Pernah juga saya iseng mencari tahu tarif Grab dari dorm menuju bandara menjelang kepulangan kami ke Jakarta. Saya kaget karena harga yang muncul adalah 180 baht! Apa-apaan itu. Soalnya seingat saya, terakhir saya memakai Grab dari Central Plaza yang jaraknya kurang dari 1 km dari bandara, harganya hanya 90 baht kurang. Kemudian saya pun iseng menggeser titik pengantaran sedikit keluar dari gerbang bandara. Ternyata harganya kembali 80-an baht. Hebat sekali palakan preman bandara ya, bisa 80 baht sendiri. Jika menggunakan songthaew kalau tidak salah tidak ada perubahan tarif. Mungkin ini sebabnya saat saya naik bus umum, saya menemukan banyak turis membawa koper yang hendak menuju bandara. Rupa-rupanya mereka juga menghindari tarif Grab yang super mahal itu.